NovelToon NovelToon

Kehidupan Kedua

Kembali Dari Kematian

"Julian! Akhirnya kau menemui Ibu juga," ucap seorang wanita cantik meski usianya sudah mencapai kepala empat.

Dia Helena yang hidup sendirian selama bertahun-tahun di sebuah rumah yang terbuat dari kayu. Itu karena suaminya yang menghukum Helena sebab hampir mencelakai ibu mertuanya.

Ia tersenyum haru, mengusap lembut kedua bahu putra angkatnya yang dia asuh dengan penuh cinta.

"Ya, Ibu. Aku datang untuk mengakhiri penderitaanmu, Ibu. Setelah ini, kau akan hidup dengan tenang," ucap pemuda berusia dua puluh tahun itu tanpa senyuman.

Helena tersenyum bahagia, hatinya benar-benar berbunga mendengar kata-kata manis dari anaknya itu.

"Benarkah?"

Jleb!

Argh!

"A-apa yang kau lakukan?"

Helena memekik pelan, memegangi perutnya yang terasa sakit akibat hantaman belati yang diberikan anaknya itu. Ia menatap tangannya, cairan merah mengalir bersamaan dengan air matanya.

"Selamat tinggal, Ibu! Semoga di kehidupan selanjutnya kau hidup bahagia," ucap Julian tersenyum sinis melihat tubuh Helena yang perlahan limbung dan jatuh.

Wanita itu memuntahkan darah, rasa sakit luar biasa menggerogoti seluruh tubuhnya. Ia melemah, pandangan mulai kabur dan menggelap. Di saat itu ia mendengar suara ketukan sepatu berderap di lantai kayu. Di luar salju pertama sedang turun, seharusnya dia menyambut itu dengan gembira.

Helena melihat suaminya bersama wanita yang sangat dia kenal. Di belakang mereka, ibu mertua mengiringi terlihat sehat dan bugar. Mereka tersenyum mencibir, menertawakan kekalahannya.

"Kau kira Julian benar-benar menyayangimu, Helena?" tanya wanita yang datang bersama suaminya.

Helena terus melemah, ia bahkan tak mampu menggerakkan lidahnya untuk membalas kata.

"Perlu kau tahu, dia adalah anakku dan Ferdinan, sengaja memintamu mengasuhnya agar kau tidak curiga. Kau sangat bodoh, Helena. Benar-benar bodoh!" sengit wanita itu dengan kejam.

Ferdinan melangkah maju, mendekati Helena. Melempar sebuah kalung dengan bandul batu giok berbentuk daun.

"Sebenarnya itu bukan milikku. Aku tak sengaja menemukannya saat di kolam renang, dan tak menyangka kau langsung mengajukan pernikahan denganku," ucap Ferdinan membuat Helena semakin terpukul.

Dengan tangan gemetar, Helena menggapai kalung itu dan menggenggamnya. Perlahan, tubuhnya jatuh dia mati begitu saja.

"Aku tidak terima! Aku tidak terima mati begitu saja. Seandainya ada kehidupan lain, aku tidak akan melakukan kesalahan lagi. Tuhan, aku tidak sudi mati seperti ini!"

Jiwa Helena menjerit sakit.

****

Hah~

Helena membuka mata, mematung di sebuah tempat duduk yang berhadapan dengan cermin besar. Dia berada di kamarnya, dua orang pelayan sedang mendandani Helena sedemikian rupa.

"Apa ini?" Ia menatap sekeliling, dan mengenali kamarnya.

Ini kamarku dan Ferdinan, tapi aku selalu tidur sendiri sejak menikah. Kamar yang sepi dan dingin, tak tersentuh kehangatan.

Helena terhenyak, ia meraih ponsel dan melihat kalender. Matanya membelalak sempurna, tak percaya.

Ini ....

Ia menatap cermin, dan menemukan dirinya yang masih mudah, cantik, dan segar.

Aku kembali pada dua puluh tahun yang lalu. Aku ingat, malam ini adalah malam penobatan Ferdinan sebagai seorang pengusaha muda yang sukses.

Helena berdiri mematut dirinya di dalam cermin. Gaun panjang yang norak, warna merah mencolok, dan make-up yang tebal.

Apa-apaan ini! Aku terlihat seperti seorang badut, pantas saja waktu itu semua orang menertawakan aku.

"Nyonya, biar kami rapikan rambut Anda," ucap salah satu pelayan hendak membenarkan rambut Helena.

"Tidak perlu! Keluarlah! Aku akan melakukannya sendiri," tolak Helena membuat kedua pelayan itu saling menatap bingung.

Mereka undur diri keluar. Helena menghapus make-up tebal di wajahnya dan menggantinya dengan make-up natural yang elegan. Setelah itu, dia membuka lemari dan mencari-cari pakaian.

"Hah ... di sinilah masalahnya. Baju-baju ku sudah digantinya," gumam Helena lesu.

"Dulu aku datang khusus untukmu, tapi kau menganggap ku memalukan dan hanya akan mempermalukan dirimu saja. Kali ini aku datang bukan untuk dirimu, tapi untuk seseorang di sana." Helena tersenyum sinis, dulu dan sekarang dia akan tetap datang, tapi dengan tujuan yang berbeda.

Ia tersenyum sinis, mengeluarkan semua baju-baju di dalam lemari dan hanya menyisakan beberapa saja. Meminta pada pelayan untuk membuang semua pakaian itu.

Pesta Perayaan

Di sebuah gedung, pesta megah sedang berlangsung setelah Ferdinan dinobatkan sebagai pengusaha muda sukses. Banyak pebisnis yang datang mengucapkan selamat kepadanya. Berlomba-lomba ingin bekerjasama dengan perusahaan Ferdinan.

"Di mana istrimu yang cantik itu?" tanya salah seorang rekan bisnis Ferdinan sambil tersenyum mencibir, semua orang tahu bagaimana sikap laki-laki itu terhadap istrinya.

"Hah, sudahlah. Jangan membahas wanita itu di hari bahagia ini." Ferdinan mengibaskan tangan, melirik seorang wanita berpenampilan seksi dan cantik yang berada di tengah-tengah mereka.

Dia Lusiana, sekretaris Ferdinan yang baru direkrutnya.

"Kau benar, dia sangat tergila-gila kepadamu. Bahkan sampai melawan orang tuanya hanya karena ingin menikah denganmu. Kukira kau sangat beruntung," ujar Jo masih rekan bisnis sekaligus teman Ferdinan sambil menatap bangga pada temannya itu.

Ferdinan tersenyum bangga, merasa hebat karena dapat menaklukkan seorang wanita dari keluarga kaya sampai tergila-gila dan memberikan segalanya. Ya, kesuksesan yang diraihnya tak lain karena bantuan dari Helena.

"Dia terlalu norak, aku tidak suka. Berbeda jauh dengan Lusiana, yang cantik, seksi, dan selalu bisa memuaskan aku," ujar Ferdinan seraya merangkul pinggang sekretaris yang mendekatinya.

"Nona Lusiana memang cantik dan seksi, pantas untuk diperjuangkan," puji Jo, teman Ferdinan.

Lusiana tersipu malu, melambung tinggi ke langit. Ia berkata lirih, "Biasa saja. Anda terlalu memuji, Tuan Jo."

Mereka berbincang hangat tanpa tahu Helena sudah berada di sana mendengar semuanya. Ia tersenyum mencibir, hatinya telah mati rasa dan tak lagi merasakan sakit.

"Dulu, aku begitu bodoh. Datang dalam keadaan marah dan hanya mempermalukan diri sendiri. Sekarang, aku akan menjadi diriku sendiri. Hidup hanya untuk diriku sendiri," gumamnya sebelum melangkah masuk ke dalam ruang pesta yang diadakan suaminya.

Ia berjalan penuh wibawa, sekilas saja orang-orang tidak mengenali sosoknya. Mereka tertegun melihat kedatangan Helena sebagai sosok yang paling berbeda, elegan dengan dandanan yang sederhana.

"Nona Lusiana luar biasa. Siapa yang tak ingin memiliki pasangan seperti Anda. Cantik dan pintar," puji rekan bisnis Ferdinan semakin membuat Lusiana terbang tinggi tanpa batas.

"Ya, dia memang berbeda. Tak bisa dibandingkan dengan Helena yang norak. Aku bersyukur dia tidak datang malam ini karena hanya akan membuatku malu saja," sahut Ferdinan sembari menggamit dagu Lusiana dengan dua jarinya.

"Oh, jadi suamiku tidak menginginkan kehadiranku, begitu?" ucap Helena sembari mengayuh langkah gemulai mendekati kerumunan suaminya.

Teman-teman Ferdinan menoleh, membelalakkan mata melihat sosok yang nyaris tak mereka kenali. Kecuali Ferdinan yang diam membeku setelah melepaskan lingkaran tangannya di pinggang Lusiana, dan gadis itu secara otomatis menjauh.

"Untuk apa kau datang?" ketua Ferdinan tanpa menatap Helena yang sudah berdiri di dekatnya.

Helena mengangguk anggun ketika bertatapan dengan teman-teman suaminya. Ia tersenyum manis, sengaja menebar pesona.

"Kau tenang saja. Aku datang hanya untuk mengucapkan selamat kepadamu. Selebihnya kau bisa bersenang-senang dengan wanita itu," sahut Helena dengan santai.

Apa? Dia tidak marah? Seharusnya dia marah dan mempermalukan diri sendiri seperti biasanya, bukan? Kenapa hari ini dia tenang sekali?

Lusiana bergumam di dalam hati, dia sudah siap berakting menjadi menyedihkan saat Helena melampiaskan rasa cemburunya.

Ferdinan mendengus, melirik Helena yang masih berdiri di sana sambil melihat-lihat sekitar. Dia sedang mencari seseorang yang dikenalnya.

Kenapa dia terasa berbeda, aroma ini benar-benar membuatku tak dapat menahan diri.

Ferdinan terbuai oleh aroma parfum yang menguar dari tubuh istrinya. Selama ini Helena bahkan tidak pernah menggunakan wewangian karena Ferdinan tidak menyukainya. Malam itu, dia sudah bertekad untuk memulai menjadi dirinya sendiri.

"Itu dia!" Helena bergumam seraya berjalan cepat mendekati meja yang di atasnya berisi minuman.

Dia begitu lihai berjalan dengan heels yang cukup tinggi. Tubuhnya berlenggok bagai model di atas karpet merah, menjadi pusat perhatian semua orang.

"Tania!" panggil Helena saat melihat seorang gadis yang berdiri sendiri memegangi sebuah gelas berisi minuman.

Gadis bernama Tania menoleh dan seketika matanya membelalak. Setelah menikah, Ferdinan tak pernah mengizinkan Helena bertemu dengan teman-temannya.

"Helena!" Tania bergumam lirih, tak percaya wanita itu mendatanginya tanpa takut kemarahan Ferdinan.

Mendengar suara Helena yang sedikit menggema, Ferdinan menoleh. Sepasang matanya yang selalu tajam dan penuh kebencian, malam itu membelalak tak percaya.

Apakah dia benar-benar Helena? Hatinya bergumam ragu.

Kurang ajar! Kau merebut perhatian semua orang dariku! Lihat saja apa yang akan aku lakukan? Lusiana tersenyum jahat.

Pertemuan

Helena berjalan bersamaan dengan Lusiana yang berlawanan arah. Ferdinan menatap mereka tanpa berkedip, hatinya membandingkan dengan gelisah.

"Apa dia benar-benar masih Helena? Kenapa rasanya berbeda sekali?" gumam Ferdinan ragu.

"Apakah itu benar istrimu? Kenapa terlihat berbeda? Dia berkelas tidak seperti Helena yang biasanya," ujar Jo yang penasaran dengan sosok wanita itu.

"Aku juga tidak tahu apa yang terjadi. Rasanya dia bukan Helena yang ku kenal," sahut Ferdinan dengan rasa tak percaya di hati, matanya tak berkedip menatap betapa anggunnya wanita yang sudah satu tahun tak pernah ia sentuh itu.

"Sepertinya Helena telah menyihir semua orang di sini, terutama laki-laki." Jo menggerakkan dagunya menunjuk para laki-laki yang memandang Helena tanpa berkedip.

Sial! Apakah dia sengaja datang untuk membuatku marah!

Ferdinan mengepalkan tangan erat-erat, gejolak amarah membuncah di dalam hatinya. Cemburu, tapi dia menolak karena gengsi. Menikahi Helena secara terpaksa hanya karena statusnya yang terhormat. Memeras, memintanya untuk memenuhi semua keinginan. Memanfaatkan kepolosan Helena yang tergila-gila padanya. Itulah mengapa selama satu tahun menikah, dia tidak pernah menyentuh Helena.

Di tengah keramaian, Helena berjalan tergesa-gesa. Ia melirik Lusiana yang mendatanginya. Senyum jahat terbit di bibir mereka, terutama Lusiana yang memiliki niat jahat.

Aku tahu apa yang akan kau lakukan. Tunggu saja! Siapa yang akan mempermalukan diri sendiri.

Helena teringat pada kehidupan sebelumnya, Lusiana dengan sengaja menabrakkan diri pada Helena hingga membuatnya terjatuh dan menimpa meja minuman. Pesta menjadi kacau, Ferdinan marah besar dan mengusirnya tanpa perasaan. Kali ini pun dia akan melakukannya.

Sesuai ingatan di kehidupan sebelumnya, Lusiana benar-benar menabrakkan diri pada tubuh Helena. Namun, kali ini wanita itu dengan sengaja berjalan menyamping, menghindari pertemuan.

"Argh!"

Brak!

Prang!

Helena tiba di hadapan Tania tepat saat tubuh Lusiana menimpa meja minuman dan menumpahkan semuanya. Ia terjerembab di lantai, beberapa minuman bewarna menghujani kepalanya. Tawa pun menggelegak, Ferdinan berlari karena terkejut.

"Apa yang terjadi?" Ia membantu Lusiana bangkit di saat tak satu orang pun dari mereka menolongnya.

Helena menoleh, tersenyum sinis melihat keadaan Lusiana yang berantakan. Wajah cantik yang menjadi kebanggaannya itu, tak lagi terlihat sempurna. Tania menatap tak senang pada suami temannya itu.

"Dia ... istri Anda yang menabrak saya, Pak. Saya hanya ingin mengambil minuman saja, tapi entah mengapa dia justru sengaja menyenggol saya," adu Lusiana sembari menangis.

Malu sekaligus kesal karena tak berhasil dengan rencananya. Ferdinan menatap Helena dengan tajam, seolah-olah ingin mencabik-cabik nya hingga tak bersisa. Di tempatnya, Helena menuding diri sendiri menatap Tania tak percaya mendengar fitnah dari Lusiana.

"Helena, sepertinya Ferdinan marah kepadamu," bisik Tania saat melihat laki-laki itu mendatangi mereka.

Ah, ternyata sama saja. Aku atau pun dia, laki-laki itu tetap akan marah kepadaku, tapi setidaknya bukan aku yang menjadi bahan tertawaan semua orang.

Helena tersenyum sendiri.

"Pergi dan gantilah dulu pakaianmu, aku akan memberinya pelajaran," ucap Ferdinan kepada Lusiana sebelum mendatangi istrinya.

Mereka berhadapan, saling melayangkan tatapan tajam. Manik yang biasanya teduh dan selalu berkaca-kaca itu, kini terlihat tajam dan penuh kebencian. Tak ada lagi cinta, tak ada tatapan manja yang merayu, memohon agar terbebas dari hukuman.

Betapa bodohnya aku dulu, mengiba padanya memohon belas kasih. Merendahkan diri sendiri. Kini, jangan harap kau masih bisa menindas ku.

"Kenapa kau melakukan itu terhadap Lusiana? Apa yang dia lakukan terhadapmu hingga kau bertindak jahat seperti itu?" sengit Ferdinan dengan kedua tangan mengepal, menahan diri agar tidak menampar Helena.

"Kenapa? Apa kau ingin menamparku?" Helena melirik kepalan tangannya, tersenyum mencibir membuat Ferdinan semakin kesal.

"Semua orang bisa melihat, aku tidak melakukan apapun terhadap wanita itu. Dia sendiri yang menabrakkan dirinya," ucap Helena sembari melipat kedua tangan di perut dan menghindari tatapan Ferdinan.

"Jangan mengelak, Helena. Aku tahu kau cemburu, padahal kau juga tahu siapa dia. Dia sekretaris ku yang selalu membantu menyelesaikan pekerjaan di kantor. Kau ... kau adalah istriku. Jangan merendahkan diri sendiri dengan melakukan sesuatu yang memalukan," ucap Ferdinan tak mengendurkan urat-urat di wajahnya.

Helena tertawa kecil, tatapan matanya jelas meremehkan laki-laki yang berstatus sebagai suaminya itu.

"Apapun status kalian aku tidak peduli, tapi perlu kau tahu aku tidak melakukan apapun terhadapnya. Meski kau memaksaku, aku akan tetap mengatakan seperti itu," sahut Helena dengan berani.

Dari mana perempuan ini mendapatkan keberanian melawan kata-kataku? Biasanya dia menurut dan akan meminta maaf kepada Lusiana meskipun tidak melakukan kesalahan.

"Minta maaf kepadanya!" tekan Ferdinan semakin geram.

"Aku?" Helena menunjuk hidungnya sendiri.

"Ya, kau harus meminta maaf kepada Lusiana. Aku tidak akan mengusirmu dari sini," jawab Ferdinan menurunkan emosinya.

Lagi-lagi Helena tertawa, menertawakan dirinya sendiri yang menjadi seorang pecundang.

"Konyol!" Dia menatap tajam Ferdinan, kemudian berkata dengan tegas, "Jangan harap aku akan meminta maaf padanya. Aku tidak bersalah, untuk apa aku meminta maaf?"

Helena menghendikan bahu tak acuh, tak lagi lemah seperti biasanya.

Jika tidak salah ingat, malam ini ibu mertua membawa Julian. Dia akan merayuku dan memintaku untuk mengasuh anak itu.

"HELENA!" teriak Ferdinan menggema di dalam ruangan.

"Ferdinan!" Sebuah suara yang turut menggema menghentikan Ferdinan yang hendak menampar Helena.

Ini dia! Bintang utama yang tak tahu berterimakasih.

Helena tersenyum sinis melihat kedatangan ibu mertuanya bersama seorang bocah laki-laki berusia lima tahun. Dia Julian, anak yang diasuh dan dibesarkan oleh Helena dengan penuh cinta dan kasih sayang. Lalu, berkhianat.

Pantas dulu aku sangat terpikat olehnya dan langsung mengiyakan permintaan ibu mertua untuk mengasuhnya. Wajah itu polos sekali, tapi hatinya begitu jahat.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!