NovelToon NovelToon

Two Bad

Mayra Azzahra | Fero Erlangga

Deringan ponsel tak ada henti-hentinya. Tak kunjung digubris sang mpunya. Ia terus saja mengacuhkan ponselnya yang terus bergetar. Hanya satu orang yang membuat ponselnya terus bergetar. Orang yang membuatnya muak dengan dunia ini.

Dengan geram gadis tersebut mematikan panggilannya. Ia menginjak pedal gas dan memacunya secepat mungkin.

Ia menelpon seseorang untuk melampiaskan amarahnya. Panggilannya langsung diangkat. Dari situlah Mayra mulai mengoceh tanpa henti.

"Pokoknya gue kesel! Anjing banget setan! Sekarang dia nuduh gue lebih parah lagi!"

Orang di seberang sana hanya bisa mendengarkan keluh kesah, amarah, umpatan dan semua yang diucapkan gadis itu.

"Goblok! Anjing! Bangsat! Setan! Beraninya dia nuduh gue hal tolol kayak gitu?! Dia pikir siapa?!"

"Cuman cewek murahan aja bangga! Nggak ngaca apa jadi orang! Jijik gue sedarah sama dia!"

"Gue muak sama mereka semua! Semua saja aja! Gak ... "

Bla bla bla. Banyak lagi umpatan-umpatan yang Mayra berikan untuk orang yang ia sebut sedarah itu—apakah pantas disebut orang? Mayra rasa sebutan orang tak pantas untuknya.

Mayra tau bila dia juga tak sebaik dia yang tak pantas ia sebut orang itu. Ia cukup menyadari itu. Mayra juga tau batasan dari keburukan yang selalu ia lakukan. Tapi si bukan orang itu sudah melebihi batas.

Tak cukup dengan semuanya ... merebut kasih sayang kedua orang tuanya? Merebut dirinya yang ia idam-idamkan selama ini? Memfitnah dengan mulut kotornya?

Si bukan orang itu sudah menggantikan seluruh tempatnya. Mengambilnya secara paksa dengan setiap cara-cara kotor yang si bukan orang itu punya.

Tak terasa ia sudah memberhentikan mobilnya di depan sebuah club ternama yang selalu ia datangi.

Mayra melepaskan seatbelt dari tubuhnya dan membuka pintu mobilnya. Ia memandangi tempat yang sering ia datangi itu. Mungkin sebelum-sebelumnya ia hanya akan mampir atau sekedar ikut menari di dance floor sambil mengedipkan matanya kepada beberapa pria tampan. Sedikit minum lalu segera pergi, tapi tidak untuk sekarang.

Mayra menghembuskan napas. Perlahan kakinya membawanya masuk ke dalam tempat biadab itu. Pikirannya kalut, ia marah, ia kecewa, ia sedih, ia bimbang, dan ia ... hampa.

Tak peduli dengan setelannya yang seperti ini. Yang penting ia bisa melupakan masalah yang ia hadapi walau hanya sementara.

"Ke tempat biasa."

Tut tut

Fero mengambil jaket serta dompetnya. Ia menyemprotkan parfum ke tubuhnya.

Seperti biasa Fero akan pergi ke tempat hiburan malam bersama para sahabatnya untuk sekedar bersenang-senang. Malam ini juga ia akan melakukannya. Tino menelponnya tadi dan memberitaunya agar cepat ke tempat biasa mereka bersenang-senang.

Fero menutup pintu apartemennya. Saat berbalik ia menemukan seorang wanita yang sangat ia kenal sedang berjalan ke arahnya sambil menempelkan telponnya di telinga kanan.

"Hey, bang Fero! Mau kemana?"

Fero menatapnya datar. "Abang lo bilang?"

Gadis itu mengangguk. "Iya bang Fero."

"Ja-"

"GOBLOK! ANJINGG! BANGSATTT!—"

Gadis itu mematikan suara telpon yang tersambung ke ponselnya.

"Var, siapa itu?" tanya Fero.

"E-eng-gak. Bukan siapa-siapa," gadis itu membuka pintu apartementnya dan segera menutupnya kembali setelah dirinya masuk dan mengucapkan sepatah kata untuk Fero, "have fun bang Fer!"

Fero tersenyum kikuk kepada tetangga apartemennya itu. Fero memandangi pintu hitam itu dengan kening mengkerut.

Varidza Irani. Tetangga yang sudah Fero anggap seperti adiknya sendiri, walaupun dalam area sekolah mereka satu angkatan. Tapi umur mereka terpaut dua tahun karna dirinya yang pernah tak naik kelas. Fero tak malu sama sekali untuk itu. Ia terlihat kalem-kalem saja.

Fero bertemu Varidza saat mereka sama-sama pindah ke gedung apartement ini. Mereka juga cukup akrab sejak smp. Waktu itu Fero tidak naik kelas dua tahun berturut-turut, dan ia ditempatkan di kelasnya Varidza. Varidza yang membimbing dirinya untuk bisa mengejar materi yang kebanyakan belum Fero pelajari karna keseringan bolos.

Tak terasa Fero sudah sampai di basement. Ia menaiki motornya dan melajukannya dengan kecepatan rata-rata membelah ramainya jalanan pada malam ini.

Begitu sampai di tempat yang dituju, Fero segera memarkirkan motornya dan memasuki tempat laknat namun menyenangkan itu.

                                 

Club

...Pertama melihatmu aku sudah tertarik. Hingga berkedip pun rasanya pelik. ...

...—...

"Lo liat gak Fer? Cewek di pojok itu." tanya Tino sambil menyulut rokok dengan pemantik api dan mengapitnya di mulut.

"Yang mana?" Fero meminum sedikit wine miliknya.

"Yang pake baju kuning!" Tino menunjuk seorang cewek berparas cantik yang memakai atasan kaos oblong berlengan pendek yang menenggelamkan sampai pahanya.

Fero mengangguk. "Emang kenapa?"

"Gue aneh sama tu cewek."

Fero menaikan satu alisnya.

"Kayak gak niat buat clubbing. Liatin aja penampilannya."

Fero memutar bola matanya. Temannya ini memang terlalu memperhatikan sekitar dan mengurusinya.

Tak urung Fero tetap memerhatikan gadis yang dimaksud Tino.

Fero memerhatikan gadis itu dari atas sampai bawah. Rambut yang dicepol asal meninggalkan beberapa helaian yang menjuntai ke bawah. Kaos kebesaran yang menenggelamkan tubuhnya. Entah memakai celana atau tidak, Fero tak dapat melihatnya. Alas kaki berupa sendal capit berwarna pink dengan bulu berbentuk bulat di tengah-tengah sendal itu.

Penampilan seperti itu malah membuat Fero tertarik dan terus saja memerhatikan setiap gerak-gerik gadis itu.

Gadis itu meminta kembali segelas minuman kepada bartender. Fero bisa melihatnya, karna gadis itu mengangkat gelasnya. Fero memerhatikan dengan detail setiap gerakan yang dihasilkan tubuh gadis itu. Sampai gadis itu berkedip saja Fero tau.

"Woy! Kalem dong Fer ngeliatinnya." Ephen melambaikan tangannya di depan wajah Fero.

Fero menatapnya tajam dan kembali memusatkan perhatiannya kepada gadis itu.

Ephen berdecak. "Gue dateng aja lo cuekin, sahabat terlaknat emang lo."

Fero kembali menatap Ephen tajam sambil berdesis kesal. Ia mengangkat seluruh tubuhnya, raganya membawanya menghampiri gadis itu. Fero menatap gadis itu sejenak. Lalu ia duduk di sampingnya.

"Boleh gabung?"

"Terserah lo. Lagipula club ini bukan milik gue."

Fero terkekeh pelan dan meminta kepada bartender untuk memberikan segelas wine kepadanya.

Fero menoleh kala mendengar tawa kecil gadis aneh di sampingnya.

"Hahaha! Kok nasib gue gini amat ya?! Punya sodara kok goblok banget ya?! Kenapa ya? Jawab dong cowok bule?!"

Gadis itu menarik-narik jaket Fero. Ekspresi gadis itu berubah-ubah kadang menangis kadang tertawa kadang juga kesal. Sepertinya gadis disampingnya ini sudah mabuk. Tetap saja Fero terpesona dengan kecantikan gadis itu. Wajah polos-polos gimana gitu.

"Nama lo?" tanya Fero sambil memegang wajah gadis itu agar menatapnya.

"Gue gak tau hiks ... " ucap Mayra sambil menangis histeris.

"Udah mabuk ni cewek," Fero memegangi kembali wajah menawan gadis itu.

Gadis itu memandangi dirinya dengan polos. Fero hampir saja ingin mencium gadis itu jika saja gadis itu tidak menjerit-jerit histeris.

Fero meringis mendengarnya. Suara gadis ini begitu melengking dan sangat memekakkan telinga. Fero beralih memegang pundak gadis itu sambil mencengkramnya sedikit erat.

"Dimana rumah lo?"

Gadis itu terkekeh pelan. "Gue gak punya rumah, hahaha!"

Fero menggelengkan kepalanya. Sudah benar-benar mabuk cewek ini. Pikirnya.

Fero menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ia bingung harus berbuat apa. Fero belum pernah berada dalam posisinya sekarang. Menghadapi perempuan yang sedang mabuk. Biasanya juga kalau ada perempuan mabuk di sekitarnya, perempuan itu malah menggodanya. Maka dari itu Fero tak pernah mendekati perempuan yang sedang mabuk. Tapi ini beda, perempuan ini malah terlihat seperti orang yang baru saja meminum alkohol. Sepertinya perempuan ini tak begitu berbahaya baginya. Ia harus menolongnya. Dari penampilannya juga terlihat seperti gadis baik-baik yang nyasar di tempat biadab ini.

"SIALAN! ANJING LO ANJING BANGET!! TAI SIALAN LO!!"

Tapi, mana mungkin anak baik-baik berbicara sekasar ini? Kan namanya juga orang mabuk, pasti ngomongnya ngawur.

"Gue anterin lo pulang." Fero merangkulkan tangannya pada pinggang gadis yang tak diketahui namanya ini.

Gadis itu yang tak lain ialah Mayra tak menolak sama sekali, malahan ia merasa sangat nyaman. Pria yang Mayra tak ketahui namanya memapahnya keluar dari tempat sialan itu.

"Bawain motor gue. Jangan sampe lecet."

"Gue kan lagi seneng-seneng Fero,"

"Nanti kalau lo udah seneng-senengnya bawain motor gue."

"Iya iya. Lagian kenapa sih lo? Kalau mau balik bawa motor lo sekalian, baru juga masuk udah keluar lagi."

"Ada urusan-"

"Cepetan gue udah gak tahan." ucap gadis yang saat ini duduk di kursi penumpang tepat di sampingnya.

Saat ini mereka berdua sudah berada di mobil gadis mabuk itu—Mayra. Fero mengetahui nama gadis itu dari ponsel yang tergeletak di dashboard mobil ini. Untung saja Fero berhasil membawa Mayra sampai ke mobil.

Kejadian tanpa diduga terjadi saat Fero akan membawa Mayra keluar, entah kekuatan darimana Mayra menarik Fero menuju dance floor dan mengajaknya menari. Fero berulang kali menarik Mayra, tapi berujung dengan Mayra yang menarik balik Fero agar menari bersamanya. Sungguh Fero sangat tersiksa dengan itu semua. Fero tidak munafik kalau dirinya tak tergoda sama sekali dengan Mayra. Apalagi Mayra malah semakin menariknya membuat tubuh keduanya sangat menempel.

Fero tak bisa menahan dirinya lagi. Ia mencium Mayra dengan lembut. Awalnya hanya lumatan kecil, tapi semakin lama semakin dirinya tertantang untuk menguasai gadis itu. Respon baik dari Mayra membuat dirinya tak bisa mengontrol dirinya. Ia melumat bibir tipis itu dengan intens. Rasanya sungguh manis ... Fero ingat itu semua dengan benar. Ia memejamkan matanya. Sangat menikmati aksinya itu.

Aksinya terhenti saat dirinya merasakan sesuatu yang basah menyentuh pipinya. Ia melepaskan ciumannya dan menatap Mayra. Gadis itu menatapnya sambil berlinang air mata. Tak lama dari itu Mayra berhambur ke dalam pelukannya. Fero membiarkan Mayra memeluknya. Hatinya terenyuh merasakan kerapuhan yang dialami Mayra. Tak lama ia juga membalas pelukan Mayra. Mayra menangis sesenggukan hingga membasahi kaos yang dipakai Fero. Fero membiarkannya saja karna ia tau kalau Mayra butuh sandaran untuk saat ini.

Setelah puas dengan menangis di dada Fero, Mayra melepaskan pelukannya dan kembali meracau tidak jelas. Fero yang melihatnya segera menyeret Mayra keluar dari club dengan paksa. Ia tak ingin Mayra kembali berbuat nekad dan membuatnya lepas kendali.

Satpam yang berjaga di parkiran sempat menanyainya kenapa Mayra bisa bersama dengan Fero. Tentu saja Fero bingung ingin menjawab apa dan kenapa Pak satpam harus bertanya. Pak satpam yang mengerti dengan kebingungan Fero menjelaskan bahwa ia mengenal Mayra, dulu ia bekerja sebagai satpam di rumah Mayra. Fero mengerti betul dengan semua itu. Kemudian ia menanyakan biasanya Mayra mengendarai apa untuk sampai ke sini, Pak satpam tiba-tiba memberikan kunci mobil. Fero yang mengerti segera mengucapkan terima kasih dan menyeret Mayra menuju mobil berwarna hitam. Dan kini Fero dan Mayra sudah berada dalam mobil yang sama.

"Suara siapa tuh? Maen gak tahan-tahan aja? Curiga gue sama lo-"

Fero segera mematikan sambungan telepon itu, sebab ia tau kalau nanti Tino akan ngoceh yang tidak-tidak.

Life

...—...

...Kamu tak sadar, hal kecil yang ada di sekitarmu bisa membantumu di saat-saat sulit. ...

...—...

Kali ini Mayra memilih tour keliling sekolah daripada harus berdiam diri mendengarkan penjelasan guru yang membuatnya mengantuk.

Yang dimaksud dengan tour keliling sekolah di sini ialah, bagaimana Mayra berkeliaran di luar kelas sambil petak umpet dengan guru.

Mayra berjalan dengan santai di koridor lantai tiga sambil menyeruput jus tomat yang sempat ia beli tadi di kantin. Di tangannya yang lain juga ia menenteng satu kresek berisi dua jus dengan varian berbeda. Untuk siapa dua jus itu? Ya, untuk Mayra lah siapa lagi. Selain untuk diminum oleh Mayra, dua jus itu juga sangat berperan penting dalam menyelamatkan hidupnya.

"Mayra, kamu ngapain ada di lantai ini?" ucap Pak Samsul sambil berkacak pinggang di depan pintu kelas yang sedang ada di bawah bimbingannya saat ini.

"Aduh Pak ... Bapak gak liat? Saya bawa dua jus ini." ucapnya sambil mengangkat kresek di tangannya.

"Apa hubungannya?"

"Saya disuruh beli jus sama guru yang ngajar di kelas sebelah Pak."

Tuh kan, bener. Selain berkhasiat dan menyehatkan tubuh, dua jus itu juga dapat menyelamatkan jiwa raga Mayra dari hukuman guru-guru killer macam Pak Samsul.

"Masa?" Pak Samsul menatapnya tajam.

"Iya." Mayra menganggukan kepalanya meyakinkan.

"Bodo." Jawab Pak Samsul sambil memasang wajah datar.

"Amat."

Mayra tak ingin kalah, ya sudah balas saja gampang kan? Siapa yang mulai coba?

"Kamu ya!?" Pak Samsul meninggikan nada suaranya.

"Saya Pak?" Mayra memasang wajah polosnya.

Pak Samsul semakin naik pitam. Tadinya ia ingin mempermalukan murid nakalnya ini di depan murid kelas XII. Tapi sekarang malah ia dipermalukan balik. Keterlaluan anak ini.

"Kamu ya?! Bapak hukum ka-" belum sempat Pak Samsul menyelesaikan ucapannya, Mayra memotongnya dengan ucapan lirih.

Mayra menutup mulutnya tak percaya-berakting. "Bapak mau hukum saya? Aduh bapak kejam sekali bapak menghukum anak baik kayak saya gini yang susah dicari, tapi sering dijolimi dan dimaki. Teganya wahai bapak!" Mayra menggelengkan kepalanya sambil mengusap sudut matanya yang tak mengeluarkan air mata setetespun.

"Mayra Azzahra, kapan kamu tobat?" Pak Samsul menajamkan pandangannya pada Mayra.

Mayra mengusap sudut mataya untuk yang terakhir kalinya, ia kembali memandang Pak Samsul dengan tampang polosnya. "Kalau ada yang ngasih tau saya kapan kiamat datang pak." Seperti mendapat pencerahan—yang datang dari ucapannya sendiri, Mayra kembali berujar, "kasih tau dong pak!"

Pak Samsul semakin menatapnya garang. "KAMU YA?! CEPET BERSIHIN TOILET PEREMPUAN!"

Mayra seolah tak terganggu dengan teriakan Pak Samsul, ia tetap mempertahankan muka polosnya. "Bapak hukum saya?"

"YA IYALAH!HUKUM KAMU! SIAPA LAGI?!"

"Tapi saya gak peduli!" Mayra membalikan tubuhnya dan berjalan menjauhi Pak Samsul.

Pak Samsul akan meledak saat itu juga, tapi ....

"Bye bye Bapak Samsulku tercinta!" teriak Mayra sambil melambaikan tangannya. Tak lupa kedipan mata beserta ciuman jarak jauh ia berikan pada Pak Samsul.

Pak Samsul hanya bisa mengusap dadanya sambil komat-kamit gak jelas. Sementara murid-muridnya menertawakan pertunjukan itu.

"Gue masih kepo Fer, ngapain aja lo sama cewek yang waktu itu?" tanya Ephen sambil menusuk-nusuk makanan milik Fero dan memakannya.

"Kepo lo." ucap Fero sambil menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi.

"Yoi Fer! Ngapain aja lo sama tu cewek?"

"Jangan maen rahasia-rahasiaan lah Fer! Jangan ada yang disembunyiin dari kita-kita. Kita udah ngenal satu sama lain, ukuran anu lo juga gue tau."

Fero melotot. "Lo gila! Mana pernah gue liatin punya gue sama lo!"

"Ya ampun Fer! Otak lo itu ya?! Ngeres banget!" decak Ephen.

"Lo sendiri yang mulai, gue tau ukuran anu lo."

Ephen terkekeh, "Gue kan gak bilang anu yang gue maksud itu apa. Intinya lo jangan nyimpulin sendiri arti dari anu yang gue maksud itu apa."

Fero mendengus keras. Ephen selalu bisa membuatnya tak berkutik.

"Kasih tau dong Fer, ngapain aja lo sama cewek waktu itu. Jangan-jangan lo udah nganu ya sama tu cewek?" ucap Ephen ambigu.

"Apanya yang nganu, hah?"

Ephen menaikturunkan kedua alisnya. "Lo tau lah maksud gue,"

Fero tak menggubrisnya. Ia berkata, "Gue gak ngapa-ngapain sama dia. Cuman nganterin balik."

Ephen membulatkan mulutnya. "Darimana lo tau rumahnya?"

"Di tinggal di hadapan apartement gue," ucap Fero pelan.

"Bukannya, apartement sebrang lo itu-milik cewek cantik itu kan?"

"Iya apartement Varidza. Mungkin temennya."

Fero mengedikan bahu acuh-seolah tak peduli ... padahal ia benar-benar penasaran dengan siapa sosok Mayra yang sebenarnya. Sebenarnya siapa Mayra? Fero belum pernah melihat Mayra di apartemen Varidza? Mungkinkah temannya? Mungkin ....

Waktu itu saat Fero menanyakan di mana sebenarnya Mayra tinggal—tepat setelah Mayra muntah—saat itu Mayra berkata 'gue udah gak tahan' ternyata Mayra tidak tahan ingin segera muntah—untung Mayra memuntahkan cairannya itu sambil membuka pintu sehingga tak mengotori siapapun dan apapun—barulah Mayra menyebutkan nama apartemen tempat ia tinggal setelah Fero memberinya sebotol air. Fero tersentak untuk beberapa saat ... karena apartemen yang disebutkan Mayra merupakan tempat tinggalnya juga. Ia menoleh memperhatikan baik-baik wajah pucat Mayra—Fero menggelengkan kepalanya. Ia belum pernah melihat Mayra berkeliaran di sekitar apartemen.

"Lantai berapa?"

"8."

Fero langsung menatap Mayra kaget. Pasalnya di setiap lantai hanya diisi empat apartemen dan di lantai delapan itu baru diisi olehnya dan Varidza. Sesampainya di lorong apartemen, ia langsung mengantarkan Mayra ke depan pintu apartemen yang dikiranya milik Mayra. Mayra langsung menatap Fero protes. Dengan oleng Mayra berjalan menuju pintu apartemen Varidza. Mayra membuka pintu dan menutupnya tanpa menghiraukan Fero yang menatap cengo pintu itu.

Fero menggelengkan kepala dan memasuki apartemen miliknya. Gadis macam apa Mayra sebenarnya? Benar-benar tidak tau terima kasih. Dan kenapa bisa masuk ke apartemen Varidza? Mana mungkin temannya Varidza-Varidza kan baik, tak seperti Mayra.

Sebaiknya ia tanyakan saja nanti kepada Varidza. Ya, nanti, karena Varidza sedang tidak berada di kota ini—berangkat malam ini. Gadis yang sudah ia anggap adik kecilnya itu pergi mengunjungi neneknya. Varidza berpamitan padanya dan bertanya ingin dibelikan oleh-oleh apa, tapi ia menolak.

Ngomong-ngomong, siapa yang membersihkan bekas muntahan Mayra di parkiran?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!