NovelToon NovelToon

CINTA SETELAH PENGKHIANATAN

1

"Nih lihat."

Dengan tangan sedikit gemetar, Alexia mengambil ponsel milik ibunya. Ia menarik nafas dalam-dalam sebelum melihat apa yang terpampang di layar ponsel tersebut.

Dengan hati yang mantap, Alexia melihat video tersebut. Kedua mata Alexia terbelalak, Ia langsung menutup mulutnya dengan tangan kirinya dan menggelengkan kepalanya. Matanya memerah dan berkaca-kaca. Dadanya terasa begitu sesak. Ternyata, apa yang dibilang ibunya barusan adalah suatu kebenaran.

Padahal sebelumnya Ia ingin menyanggah, siapa tahu video tersebut hanyalah sebuah editan karena jaman sekarang apa-apa sudah serba canggih dan Ia juga tidak ingin memakan bukti tersebut secara mentah-mentah. Ia berusaha untuk tidak percaya, namun setelah melihat bukti yang ada, Ia menjadi bimbang dan ragu, sangat jelas sekali siapa yang berada didalam video tersebut.

Ambar merebut ponsel miliknya dari tangan Alexia dengan kasar.

"Gimana? Kamu percaya kan? Jadi, saya harap kamu membatalkan pernikahanmu dengan Aris. Karena Aris mencintai Sukma bukannya kamu."

Semakin sesak lah dada Alexia. Bagaimana bisa? Padahal mereka berdua berpacaran sudah berjalan 2 tahun ini. Dan kalau yang dikatakan ibunya itu benar, kenapa sebulan yang lalu Aris malah melamar nya bukannya Sukma?

"Tapi, Bu."

"Tidak ada tapi-tapian. Asal kamu tahu, mereka berdua saat ini sedang jalan-jalan keluar Kota. Pokoknya saya tidak mau tahu. Yang jelas, kamu harus segera menemui Aris dan membatalkannya setelah mereka berdua kembali. Apa kamu tidak kasihan dengan Sukma jika seandainya nanti dirinya hamil? Mau ditaruh dimana mukamu kalau Sukma hamil anaknya Aris?"

Deg!

Hamil?

Padahal tadi saja dirinya masih berkirim pesan seperti biasa dengan Aris. Tapi, sekarang?

Pantas saja sejak tadi Alexia ingin mengajak video call Aris selalu beralasan, tidak seperti biasanya yang dengan mudah meluangkan waktu untuknya.

Dia harus bagaimana? Sementara acara pernikahan tinggal 2 hari lagi. Apakah dia memang harus membatalkannya? Lalu bagaimana nasibnya nanti? Andai ayahnya masih hidup, pasti ayahnya akan membantu dan membela dirinya, mungkin dirinya juga tidak akan semenyedihkan ini.

'Tidak, ini tidak bisa dibiarkan. Aku harus segera menyelesaikan masalah ini. Aku harus mengambil keputusan. Tidak ada gunanya aku menangisi laki-laki baji-ngan seperti dia.' Batin Alexia.

Alexia mengepalkan kedua tangannya. Ia berusaha mengabaikan apa yang baru saja membuatnya patah dan merubah ekspresi seolah tidak terjadi apa-apa. Namun, Ia juga tidak bisa begitu saja membatalkan pernikahannya.

Sibuk dengan pikirannya sendiri sampai Ia tidak menyadari kepergian ibunya. Hingga ada yang memanggil namanya, Alexia baru tersadar.

"Alexia, Alexia." Terdengar dari luar rumah ada yang memanggil namanya.

Alexia buru-buru mengusap air matanya yang hendak terjatuh. Alexia akhirnya keluar untuk melihat siapa yang tengah memanggilnya.

Terlihat wanita paruh baya berdiri di pagar rumah. Alexia langsung menghampirinya.

"Eh Bu Atun. Ada apa, Bu?"

"Itu, ada Kang Paket. Katanya mau ngirim barang dan ada nama Alex nya. Setahu saya kan disini hanya kamu yang memiliki nama itu." Atun menunjuk kearah seorang kurir.

"Ah, iya benar Bu. Saya memang memesan barang kemarin."

Atun mengangguk, lalu memanggil kurir tersebut.

"Ya sudah kalau begitu. Saya tinggal ya, Lex. Saya tadi sedang goreng tahu masalahnya takut keburu gosong."

"Ah iya, Bu. Terima kasih sebelumnya."

Atun mengangguk lalu pergi meninggalkan Alexia setelah si kurir datang.

"Dengan Bella Alexandria C.H?"

"Benar, itu saya." Jawab Alexia.

'Wah, Omnya ganteng banget.' Batin Alexia kagum pada pandangan pertamanya.

Kurir tersebut memberikan barang dan diterima oleh Alexia. Sedang mata Alexia tidak lepas memandangi kurir tersebut.

"Omnya baru ya?" Tanyanya seraya menandatangani kertas tanda terima.

"Iya, Mbak. Saya baru dua minggu ini bekerja sebagai pengantar barang."

Alexia manggut-manggut. Pantas jika kalau kurir tersebut tidak mengetahui , karena kurir yang lama sudah hafal dengan Alexia.

Alexia mengamati kurir tersebut. Terbesit sebuah ide, namun Ia masih ragu.

Wajah tampan dan sepertinya usia si kurir sudah matang membuat Alexia berpikir untuk menawarkan sesuatu kepadanya.

"Mbak, sudah ya. Jangan lupa memberi bintang lima!"

Alexia masih maju mundur untuk menyampaikan maksudnya. Namun, tiba-tiba ada sebuah dorongan yang akhirnya membuat Ia bersuara.

"Tunggu."

Kurir yang hendak menaiki motornya menjadi urung.

"Maaf, apakah saya boleh bertanya?"

Kurir tersebut turun kembali dan melangkah menghampiri Alexia. "Ada apa, Mbak?"

Nampak Alexia ragu-ragu. "Maaf kalau sebelumnya saya lancang. Apakah Om sudah menikah? Apakah Om mau membantu saya? Om mau tidak menikah dengan saya?" Setelah melontarkan pertanyaan tersebut, Alexia menunduk dan menggigit bibir bawahnya. Benar-benar tindakan yang bodoh dan memalukan. Belum juga dijawab sudah melontarkan pertanyaan seperti itu. Bagaimana kalau jawabannya 'sudah', Alexia benar-benar bodoh. Saat ini rasanya dia ingin menyelam ke dasar lautan yang paling dalam.

"Saya masih single, Mbak!"

'Apa katanya tadi? Dia masih lajang?'

Mendengar jawaban si kurir Alexia langsung mendongakkan kepalanya dan matanya langsung berbinar. Itu tandanya masih ada harapan untuknya diterima.

"Jadi?" Alexia begitu penasaran dengan jawaban si kurir. Dia menunggu penuh harap.

"Saya mau menikah dengan, Mbak. Tapi, saya hanya seorang tukang pengirim barang. Saya tidak memiliki apa-apa. Apa Mbak masih tetap ingin menawarkan hal tersebut kepada saya? Lebih baik Mbak pikirkan dengan matang sebelum menikah dengan saya?"

Alexia merasa sudah sangat yakin sehingga dia mengangguk dengan begitu antusias. Padahal mereka berdua sama-sama tidak saling kenal.

Alexia langsung membuka pintu gerbang dengan perasaan senang. Seakan melupakan rasa sakit hatinya dengan bukti yang baru saja Ia lihat tadi.

"Kalau begitu, apa kita bisa berkenalan lebih dulu, Om? Saya Alexia." Alexia mengulurkan tangannya mengajak berjabat tangan sebagai tanda perkenalan.

"Saya, Alex."

Ya, kurir tersebut memang memiliki nama yang sama dengan Alexia.

"Wah, nama kita sama ya, Om. Mungkin kita memang ditakdirkan untuk berjodoh. Kalau begitu, setelah Mahgrib Om ganteng kesini lagi ya! Karena saya tidak mau berlama-lama. Kita akan langsung melangsungkan acara pernikahan nanti malam. Oh ya, Om tidak perlu menyiapkan apa-apa, nanti semua saya yang akan mengurusnya. Om hanya perlu menyiapkan syarat-syarat identitas diri supaya pernikahan kita langsung tercatat dan sah secara agama dan negara. Bagaimana? Apakah Om ganteng setuju?"

Nampak Alex manggut-manggut. Ia setuju dengan Alexia. Entah kenapa dirinya tertarik dengan gadis ini. Seumur-umur baru sekarang ada gadis yang terang-terangan ingin mengajaknya menikah.

Alex tersenyum menatap raut wajah bahagia Alexia.

*****

"Ada apa ini? Kenapa rumah banyak orang?" Ambar bingung karena kedatangan para tetangga ke rumah.

"Oh, ini aku mau nikah, Bu. Mereka semua aku undang untuk menjadi saksi."

Ambar terkejut, karena baru tadi dia menyuruh Alexia membatalkan pernikahannya. Tapi, sekarang anak itu malah mau menikah.

"Menikah? Jangan bercanda kamu! Mau nikah sama siapa? Tukang siomay?"

Alexia menghela nafas. "Terserah Ibu mau beranggapan seperti apa. Yang jelas malam ini aku akan menikah tapi, bukan dengan Aris."

Alexia memilih untuk pergi meninggalkan Ambar. Ia tak mau masalahnya semakin panjang. Karena Ia tahu benar watak ibunya itu.

*****

2

Dan benar saja, setelah Mahgrib Alex pergi ke rumah Alexia untuk menepati janjinya kepada gadis tersebut. Dirinya tidak mau dianggap sebagai laki-laki tidak bertanggungjawab. Apalagi jika teringat dengan wajah bahagia Alexia, Alex tidak ingin melunturkan perasaan tersebut.

Ketika dirinya sampai di rumah Alexia, di sana sudah banyak orang. Mungkin tetangga yang diundang oleh Alexia untuk menjadi saksi.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam warohmatuloh, apakah Masnya calon pengantin prianya?" Tanya salah satu warga.

Alex mengangguk. Alex menyalami siapa saja yang berada di sana sebagai bentuk menghormati dan mempererat persaudaraan sebagai sesama manusia.

Alex diajak untuk masuk kedalam rumah. Di dalam sudah ada beberapa ibu-ibu yang duduk lesehan dan saling mengobrol. Alex hanya tersenyum menunduk sebagai tanda menyapa mereka.

"Wah, lihat. Calon Alexia cakep bener. Sepertinya usia pria itu lebih matang dari Aris."

"Iya, Aris saja kalah. Kalau aku jadi Alexia sih ya mending milih yang ini."

"Tapi, apa kalian tahu kenapa Alexia tidak jadi menikah dengan Aris malah menikah dengan dia?"

"Dengar-dengar sih, Aris itu selingkuh. Jadi Alexia mempercepat pernikahannya. Hanya yang jadi pertanyaan, yang jadi selingkuhan Aris siapa kok ini malah Alexia yang menikah duluan."

"Kok aneh ya, Bu Ibu. Tidak mungkin kan Alexia hamil dengan pria ini makanya nikahnya dimajuin?"

"Hus, kamu ini ngomong apa sih? Alexia ini anaknya baik, aku tidak yakin kalau dia seperti itu."

"Eh sudah, itu si Ambar sudah datang. Lebih baik kita diam dulu."

Ibu-ibu yang berada disana langsung diam karena kedatangan Ambar. Apalagi wajah Ambar nampak tidak bersahabat.

Tak lama penghulu datang. Mereka semua berkumpul untuk menyaksikan ijab kabul yang akan segera berlangsung.

Terlihat Alex berbicara dengan penghulu, entah mereka mendiskusikan apa, hanya mereka yang tahu.

Alexia juga sudah datang dan duduk disamping kiri Alex.

Tak ada acara rias merias karena keduanya sudah sepakat acara hanya untuk ijab saja. Penghulu dan Alex kini saling berjabat tangan. Mereka melakukan inti acara sakral tersebut.

Saat penghulu mengucapkan kalimat keramatnya. Mata Alexia terbelalak dengan sempurna, terkejut dengan apa yang barusan Ia dengar. Untuk urusan itu, akan Ia tanyakan nanti saat mereka hanya berdua.

'Kenapa berubah? Apa Pak penghulu salah?'  Tanya Alexia dalam hati. Alexia heran kenapa maharnya bisa berubah.

"Saya terima nikah dan kawinnya Bella Alexandria Conde Hutauruk binti Achmad Keenandra almarhum dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.

"Bagaimana para saksi?"

Sah!

Sah!

Sah!

Alhamdulillah!

Penghulu membacakan do'a dan di amini oleh mereka semua.

Setelah bergantian menyematkan cincin pada jari manis. Alexia menyalami dan mencium punggung tangan Alex, di sana keduanya merasakan getaran aneh. Getaran yang tidak biasa karena membuat jantung keduanya dag dig dug duar. Alex sendiri merasa ada aliran listrik yang membuat dirinya tersengat. Kemudian Alex membacakan do'a dan meniup ubun-ubun Alexia.

Mereka sama-sama saling tatap dan tersenyum.

Setelah itu mereka menandatangani berkas. Kini Alex dan Alexia sudah sah menjadi sepasang suami istri, sah secara agama dan negara.

Acara selanjutnya menikmati hidangan yang sudah dipesan oleh Alexia sebelumnya. Bukan makanan mahal, hanya jajanan pedagang kaki lima asal semua semua bisa kebagian.

Entah berapa uang yang dikeluarkan oleh Alexia untuk membayar semua makanan tersebut.

Acara berjalan dengan lancar. Mereka semua memberikan selamat dan rasa terimakasih.

Pukul 21.00 WIB para tetangga telah kembali ke rumah masing-masing. Dan saat ini rumah Alexia sudah sepi.

Alexia mengajak suaminya untuk masuk ke dalam kamar. Ia menuntun suaminya untuk duduk di tepian ranjang. Ia perlu menyampaikan rasa terimakasihnya kepada suaminya.

"Om, Saya mau mengucapkan terimakasih. Terima kasih ya Om sudah mau menikah dengan saya. Mungkin terdengar buru-buru. Mumpung pernikahan kita baru saja ditanam, saya akan menyampaikan alasannya agar suatu saat tidak ada kesalahpahaman diantara kita. Tapi, sebelumnya saya mau meminta ijin. Berhubung saat ini kita sudah menikah, apakah boleh kita bicaranya tidak formal-formal begini?"

Alex mengangguk-anggukkan kepalanya tanda Ia setuju dan menerima.

Alexia tersenyum. "Jadi begini."

Alexia menceritakan alasan dibalik Ia mengajak Alex menikah.

"Maaf, jangan berpikir pernikahan ini hanyalah sebagai bentuk pembalasan. Aku benar-benar ingin lepas dari laki-laki seperti dia dan dengan begini aku bisa lepas dan menghindar dari dia. Aku harap tidak ada kata cerai diantara kita, Om. Karena aku ingin menikah sekali seumur hidup. Mungkin di antara kita belum saling menghadirkan rasa tapi, aku berharap suatu saat rasa itu akan hadir dan menyatukan hati kita. Apa Om Alex ikhlas menjalani pernikahan ini denganku?"

Alex yang sejak tadi memperhatikan istri mungilnya itu tersenyum dalam hati. Alex menganggap istrinya ini terlalu polos tapi, Ia suka dengan kejujurannya. Bahkan jika boleh, Ia akan membalas pengkhianat yang dilakukan oleh mantan calon suaminya itu. Terlebih dengan Sukma, bagaimana bisa seorang kakak menikung adik sendiri?

Alex meraih tangan Alexia dan menggenggamnya dengan erat.

"Bukan aku, kita berdua harus saling belajar. Aku juga bukan laki-laki sempurna. Kita harus saling melengkapi. Kita punya Tuhan, kita harus percaya dengan-Nya. Mungkin yang kamu bilang sebelumnya ada benarnya, siapa tahu kita benar-benar berjodoh. Meskipun usia kita terpaut sedikit jauh tapi, aku yakin semua itu tidak akan menghalangi ikatan dalam rumah tangga kita. Kita jalani bersama ya?"

Alexia tersenyum mengangguk. Akhirnya laki-laki yang sudah menjadi suaminya ini mau mengerti dan menerimanya.

Tiba-tiba Ia teringat akan suatu hal.

"Om, apakah boleh aku bertanya satu hal lagi? Ini perihal mahar, kenapa mahar bisa berubah?"

Alex sudah menduganya, pasti istrinya itu akan mempertanyakannya.

"Kalau aku mengatakan yang sebenarnya, tolong jangan marah ataupun menyesal. Ok."

Alexia mengangguk.

"Jadi, sebelumnya aku juga minta maaf. Bukan maksudku untuk berbohong. Tapi, kenyataannya sekarang aku hanyalah seorang pengantar barang. Semua yang aku katakan benar, hanya ada sesuatu yang tidak aku katakan sejak awal. Karena kamu sekarang istriku, aku tidak mau ada yang ditutup-tutupi lagi. Aku percaya kamu orang baik."

Jantung Alexia sejak tadi berdebar hebat, memang dirinya penasaran dengan apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh suaminya itu. Tapi bukan! Bukan itu alasannya, bukan karena menunggu kalimat berikutnya tapi, karena tangannya yang digenggam dengan erat oleh suaminya. Kalau suaminya sadar, mungkin suaminya itu sudah merasakan perubahan suhu pada telapak tangannya yang kini berubah menjadi dingin dan sedikit berkeringat.

"Sebenarnya aku ini seo-" belum sempat menyelesaikan ucapannya, kalimatnya sudah terpotong karena suara ketukan pintu yang keras.

3

Brak! Brak! Brak!

"Lex, buka pintunya. Alexia."

Alex dan Alexia saling pandang.

Alex yang ingin mengungkapkan siapa dirinya pun menjadi urung karena ada yang menggedor pintu kamar.

"Bukalah dulu, siapa tahu penting."

Alexia mengangguk. Ada apa gerangan ibunya mencarinya malam-malam begini. Alexia berjalan kearah pintu dan membukanya.

Ceklek!

Terlihat Ambar berdiri dengan melipat kedua tangannya di depan dada.

"Ada apa, Bu?"

"Cepat berikan mahar pemberian suamimu itu kepada saya."

Alexia mengerutkan keningnya, bagaimana bisa mahar yang menjadi haknya diminta oleh ibunya? Tapi, tidak salah juga kalau ibunya itu tergiur dengan mahar yang diberikan oleh suaminya. Mahar dengan mas kawin 20 gram dan uang sebesar 50 juta bukanlah sebuah mahar main-main bagi kalangan menengah seperti Alexia.

"Maaf, Bu. Tapi, itu milikku."

"Saya tidak mau tahu. Cepat berikan kepada saya."

Ambar terus meminta mahar tersebut. Baginya Alexia tidak boleh menikmatinya sedikit pun. Apa pun yang dimiliki Alexia harus jatuh ke tangannya maupun anaknya.

"Sekali lagi maaf, Bu. Tapi, Ibu tidak ada hak untuk memintanya dariku. Itu milikku dari suamiku."

Alexia masih mencoba untuk bersabar, Ia berusaha menjaga apa yang menjadi miliknya. Ia sudah sangat lelah jika harus mengalah dan pasrah.

"Melawan kamu sekarang, sudah mulai berani ya kamu. Kamu itu anak yang tidak tahu diri. Kalau kamu tidak mau memberikan mahar itu kepada saya, lebih baik sekarang juga kamu dan suamimu itu angkat kaki dari rumah ini."

Alexia terkekeh. Merasa lucu dengan perintah ibunya itu.

"Apa Ibu tidak salah? Kenapa aku harus angkat kaki dari rumah ini? Sedang, rumah ini peninggalan almarhumah ibuku. Jadi, apa seharusnya bukan Ibu dan anak Ibu itu yang seharusnya angkat kaki dari rumah ini?" Alexia mengulas senyum melihat ekspresi Ambar.

Kedua mata Ambar terbelalak. Seketika Ambar kalah telak.

Ambar memang hanyalah seorang ibu tiri. Karena sebelum Ajeng, ibu Alexia menghembuskan nafas terakhirnya, Ia meminta Achmad untuk menikahi Ambar yang seorang janda beranak satu. Anak itu adalah Sukma, kakak tiri Alexia. Tapi, bukannya berterimakasih, Ambar malah seenaknya sendiri. Ia ingin menguasai harta milik Ajeng. Setiap Achmad pergi untuk bekerja, Ambar akan menindas Alexia. Menganggapnya sebagai pembantu dan ATM berjalannya. Di saat Ia ingin mengadu kepada Achmad, hari itu juga Achmad mengalami kecelakaan berakhir Ia meninggal. Sejak saat itu pula Ambar dan Sukma semakin menjadi.

Alexia bukan tidak mampu melawan, dia hanya tidak ingin ada keributan. Jadi, selama ini dia hanya mengalah dan mengalah. Tapi, untuk sekarang Ia tidak akan mengalah lagi, Ia akan bangkit, apalagi setelah tahu pengkhianatan Aris dan juga Sukma. Ia tak mau lagi menunjukkan sisi lemahnya.

Sekarang dirinya juga sudah menikah dan memiliki suami. Jadi, dirinya sudah tidak sendiri lagi.

"Kamu-."

"Apa Anda tipe manusia yang tidak memiliki urat malu? Istri saya sudah berusaha bersabar menghadapi Anda tapi, dengan tidak tahu malunya Anda meminta yang bukan hak Anda dan malah ingin mengusir istri saya dari rumahnya sendiri." Alex yang sejak tadi merasa geram menghampiri istrinya dan ikut melawan Ambar.

"Diam kamu. Kamu hanyalah orang luar. Jangan ikut campur." Ambar menunjuk Alex dengan wajah yang sudah memerah karena emosi.

"Siapa bilang suamiku ini orang luar? Derajat suamiku lebih tinggi dibanding Ibu. Jadi, tolong sadar diri dan tahu diri. Sebelum kesabaranku habis."

Tangan Ambar mengepal kuat. Anak yang dulunya selalu menurut kini sudah mulai berani melawannya. Akhirnya Ambar pergi meninggalkan Alex dan Alexia.

Alexia menghembuskan nafas lega.

"Apa dia selalu begitu?"

"Seperti yang Om Alex tahu."

"Kamu tenang saja, sekarang ada aku di sampingmu. Aku akan selalu berada di garda terdepan jika ada yang mau menyakitimu. Sekarang kamu adalah tanggung jawabku. Lebih baik sekarang kita shalat isyak berjamaah, baru setelah itu kita istirahat. Aku tahu kamu lelah."

Alexia tersenyum mengangguk. Bersyukur laki-laki yang diajak menikah secara dadakan adalah laki-laki yang baik.

*****

Suara adzan subuh membangunkan Alexia. Ia membuka matanya secara perlahan. Ia hendak bergerak, namun ada sesuatu yang membuatnya sulit untuk bergerak. Dilihatnya tangan suaminya tengah melingkar di perutnya.

Entah sejak kapan suaminya itu memeluk dirinya. Alexia memang tidak membatasi ruang maupun pergerakan suaminya. Bahkan semalam dirinya tidak keberatan jika harus menyerahkan haknya, namun entah kenapa Alex belum mengambilnya, padahal jika ingin pun mereka sudah halal.  Dan ya, semalam tidak terjadi apa-apa diantara mereka berdua.

Alexia mendongak keatas menatap wajah suaminya. Dia tersenyum, ternyata suaminya itu tampan juga. Seperti oppa-oppa. Memiliki garis rahang dan dagu yang tajam, hidungnya mancung. Wajahnya begitu damai.

Eugh!

Tiba-tiba Alex melenguh. Membuat Alexia buru-buru memejamkan matanya kembali.

Menunggu beberapa waktu, tak ada pergerakan apapun dari suaminya. Alexia membuka matanya kembali. Perlahan Alexia mengangkat tangan Alex dan ingin memindahnya. Namun ternyata Alex merasakan pergerakan tersebut sehingga membuat Alex terbangun.

"Sudah bangun?" Tanya Alex dengan suara berat dan khas orang bangun tidur.

Alexia hanya diam.

Lalu tangan Alex kembali memeluk Alexia dan pelukan tersebut lebih erat dari sebelumnya.

"Begini dulu sebentar. Rasanya begitu enggan melepaskan mu dari pelukanku."

Alexia tidak memberi komentar apa-apa. Biarlah Ia memberikan waktu sebentar untuk suaminya. Yah walaupun jantungnya sendiri sebenarnya merasa tidak aman.

"O-Om sebaiknya kita lekas bangun, subuh sebentar lagi akan berakhir."

Alex mengangguk. Mereka berdua akhirnya bangun dan beranjak dari tempat tidur lalu bergantian untuk bersih-bersih dan melaksanakan kewajiban mereka.

*****

"Om, karena sekarang Om adalah suamiku, aku mau minta ijin untuk pergi ke toko, boleh ya?" Kata Alexia.

Alex yang tengah mengenakan jaketnya mengerutkan keningnya dan menoleh kearah Alexia.

"Aku memiliki toko kue, Om." Imbuh nya ketika melihat raut wajah bingung suaminya.

"Wah, ternyata istriku ini kaya juga."

Alexia terkekeh mendengar penuturan suaminya.

"Alhamdulillah, Om. Tapi, Om Alex jangan beri tahu ibu dan kakakku ya! Karena mereka berdua sama sekali tidak tahu jika aku memiliki toko kue."

Alex tersenyum dan melangkah menghampiri Alexia.

"Aku tidak se-bocor itu. Kamu tenang saja." Alex mengusap lembut pipi Alexia, membuat wajah Alexia memerah dan menjadi salah tingkah.

Alexia mengalihkan pandangannya untuk menutupi rasa malunya.

"Lebih baik kita sarapan dulu, Om. Aku sudah masak tadi buat kita sarapan."

Sebenarnya Ia ingin menanyakan perihal hal semalam yang sempat tertunda tapi, harus Ia urungkan lagi karena suaminya malah membuatnya tersipu malu.

Mereka berdua keluar dari kamar dan sarapan bersama. Hanya mereka berdua, karena Ambar sejak tadi sama sekali tidak keluar dari kamar.

*****

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!