NovelToon NovelToon

Terpaksa Menikah

BAB 1

Alice berjalan gembira menuju panti asuhan, langkahnya ringan dan hatinya berbunga-bunga. Di tangannya, dia menggenggam erat selembar kertas berisi pengumuman kebahagiaan. Kertas itu menunjukkan bahwa Alice berhasil lulus dengan nilai yang sangat memuaskan, dan yang lebih menggembirakan, dia mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi di salah satu perguruan tinggi terbaik di negaranya.

Sesampainya di panti asuhan, Alice tak sabar ingin membagikan kabar baik itu kepada teman-teman dan pengasuhnya. Wajahnya berseri-seri, matanya berbinar penuh harapan.

Alice adalah anak yatim piatu yang tidak pernah tahu siapa kedua orang tuanya. Ia ditemukan di depan panti asuhan saat masih bayi, dan sejak itu, panti asuhan itulah rumah dan keluarga bagi Alice.

Namun, semangat juang Alice tak pernah padam. Ia selalu berusaha keras dalam belajar, bermimpi untuk keluar dari panti asuhan dan meraih kesuksesan. Kini, kesempatan itu ada di tangannya. Alice tak ingin menyia-nyiakan peluang emas yang telah diberikan kepadanya.

Alice memasuki ruang tamu panti asuhan dengan langkah gembira. Ia menemukan teman-teman dan pengasuhnya sedang berkumpul, dan dengan suara bersemangat, ia berteriak, "Kakak-kakak, adik-adik, aku punya kabar gembira! Aku lulus dan mendapat beasiswa di univeristas negri" Semua orang langsung menoleh dan tersenyum, ikut merasakan kebahagiaan yang dirasakan Alice.

Mereka berbondong-bondong mendekati Alice untuk melihat kertas yang ia pegang. Saat mereka membaca pengumuman itu, sorak gembira pun terdengar di seluruh panti asuhan. Alice merasa bangga dan bahagia, kini ia siap melangkah lebih jauh dan mewujudkan impian-impian yang selama ini ia gantungkan di langit-langit hatinya.

Tak lama kemudian, kakek Anderson tiba di panti asuhan. Alice, dengan sopan, membungkukkan tubuhnya sebagai tanda hormat kepada pria tua itu. Raut wajahnya terlihat penuh kebahagiaan dan harapan.

"Bagaimana kabarmu, nak?" tanya Tuan Anderson sambil mengusap puncak kepala Alice dengan lembut. Matanya menatap Alice dengan penuh kasih sayang.

"Kabar saya sangat baik, Kakek. Hari ini saya dinyatakan lulus dan mendapatkan beasiswa kuliah di univeristas negri terbaik di kota ini!" jawab Alice bangga. Gadis itu tersenyum lebar, memperlihatkan deretan gigi putihnya yang rapi.

"Gadis pintar," puji Tuan Anderson. Dia tersenyum bangga, seolah merasakan kebahagiaan yang dirasakan Alice.

Tuan Anderson menatap Ibu Lena dengan ekspresi yang serius, seolah ingin menyampaikan pesan penting padanya.

Ibu Lena, yang merupakan pengasuh panti asuhan, menangkap isyarat tersebut dan mengangguk lemah.

"Tolong beri pengertian kepadanya," ucap Tuan Anderson dengan nada yang tegas namun lembut.

"Baik, Tuan Anderson," jawab Ibu Lena sambil menghela napas panjang, memahami tanggung jawab yang diembannya.

Tuan Anderson kemudian menyerahkan beberapa mainan dan kebutuhan panti asuhan lainnya, seperti pakaian, makanan, dan perlengkapan sekolah. Anak-anak panti tampak girang dan bersemangat saat menerima bantuan tersebut. Beberapa dari mereka langsung memeluk Tuan Anderson, mengucapkan terima kasih dengan mata bersinar.

Setelah memastikan semua bantuan telah diserahkan, Tuan Anderson mengucapkan perpisahan kepada Ibu Lena dan anak-anak panti asuhan. Dia berjalan menuju mobilnya dengan langkah pasti, seolah menemukan sebuah misi baru dalam hidupnya.

Sementara itu, Ibu Lena menatap punggung Tuan Anderson yang semakin menjauh, meresapi pesan yang ingin disampaikan oleh pria tersebut.

*

*

"Alice, Tuan Anderson sangat berjasa untuk kehidupan mu dan juga untuk panti ini, beliau memintamu menikah dengan tuan muda Lucas" ucap ibu Lena.

Lucas cucu dari tuan Anderson pernah mengalami kecelakaan setelah pulang sekolah bersama kedua orang tuanya, nyawanya hampir saja tidak tertolong karena kehilangan banyak darah.

Lucas memiliki golongan darah Rh-nul, salah satu golongan darah yang langka di dunia, beruntung ada Alice yang memiliki golongan darah yang sama dengan Lucas. Sehingga pria itu bisa di selamatkan.

Kedua orang tua Lucas sudah meninggal dalam kecelakaan tersebut. Sehingga Lucas di rawat oleh sang kakek.

Kedatangan tuan Anderson ke panti untuk meminta kesediaan Alice untuk menikah dengan sang cucu.

"Ibu harap kamu tidak menolak permintaan tuan Anderson." ucap ibu Lena.

Alice menggenggam kertas yang ada di tangannya, dan menundukkan kepalanya. Di dunia ini dia tidak memiliki siapa-siapa lagi selain keluarga di panti dan Tuan Anderson, Pria tua itu sudah berjasa untuk kelangsungan hidupnya selama ini. Kertas di tangan Alice sudah tidak beraturan lagi, akibat remasan tangannya.

Alice mengangkat kepalanya, dan mengangguk menyetujui permintaan tuan Anderson.

"Kamu memang anak yang berbakti dan penurut" ucap ibu Lena. "Jangan khawatir, kamu masih bisa melanjutkan kuliahmu"

Mendengar keputusan ibu Lena, Alice terpaku sejenak. Ia merasa terjebak dalam situasi yang sulit. Sebagai tanda terima kasih kepada tuan Anderson yang telah membiayai hidupnya, ia harus menyetujui perjodohan yang diatur oleh ibu Lena.

Ibu Lena segera menghubungi tuan Anderson dan memberitahu tentang kesediaan Alice menikah dengan tuan muda Anderson.

Alice berjalan perlahan menuju kamarnya. Begitu pintu terkunci, ia langsung terjatuh berlutut dan menangis tersedu. Mimpi-mimpi indah yang selama ini ia gantungkan pada masa depan kini harus ia kubur dalam-dalam. Air mata Alice membasahi pipinya, mengalir deras tak terbendung.

Sementara itu, cerita pahit tentang hidupnya kembali menghantui pikiran Alice. orang tua yang seharusnya merawat dan melindungi Alice malah membuangnya ke panti asuhan, meninggalkannya tanpa cinta dan kasih sayang.

Tuan Anderson yang baik hati datang dan menyelamatkan Alice, membiayai hidupnya selama ini tanpa pamrih. Alice tahu bahwa ia harus berterima kasih kepada tuan Anderson, namun perasaan terpaksa untuk menikah dengan tuan muda Anderson sangat mengganjal hatinya.

Pernikahan yang seharusnya merupakan ikatan cinta, kini hanya menjadi pengorbanan demi membayar budi.

*

*

Setelah selesai menyantap hidangan malam yang lezat, Tuan Anderson memanggil Lucas ke ruang kerjanya. Dengan wajah serius, ia mengungkapkan niatnya kepada sang cucu.

"Lucas, aku ingin kamu menikah dengan Alice, gadis dari panti asuhan," ujar Tuan Anderson tanpa basa-basi.

Mendengar hal itu, Lucas langsung mengepalkan tangannya dan wajahnya memerah. "Aku tidak mau kakek!" tolak Lucas keras kepala. "Bagaimana mungkin aku dijodohkan dengan gadis dari panti asuhan?"

Tuan Anderson menatap Lucas tajam.

"Keputusan kakek sudah bulat, kamu tidak bisa menolaknya. Demi keluarga Anderson, kamu harus menikah dengan Alice." Tegas Tuan Anderson dengan suara berat.

Lucas menggigit bibirnya, merasakan kemarahan yang membara.

"Bagaimana mungkin kakek ingin menikahkan ku dengan gadis panti asuhan? Apa penilaian orang-orang nanti? Pasti mereka akan menertawakan ku karena menikahi seorang gadis panti asuhan!" gerutu Lucas sambil mengepalkan tinjunya.

Tuan Anderson terdiam sejenak, lalu kembali menatap Lucas dengan tatapan tajam. "Keluarga Anderson bukan hanya soal harta dan kedudukan, tapi juga tentang kebaikan hati dan rasa tanggung jawab. Alice adalah gadis baik yang layak mendapatkan kesempatan hidup yang lebih baik. Kamu harus belajar untuk menerima dan mencintainya, sebagaimana kakek mencintai keluarga ini."

Dengan berat hati, Lucas meresapi setiap kata yang diucapkan kakeknya. Di dalam hatinya, ia tahu bahwa Tuan Anderson hanya menginginkan yang terbaik untuknya.

Namun, bagaimana ia bisa menerima perjodohan ini tanpa merasa dipermainkan oleh takdir?.

Lucas menggelengkan kepalanya, "Sampai kapan pun aku tidak akan pernah menikahinya" Teriak Lucas dan berlalu meninggalkan ruangan kerja kakeknya.

BAB 2

Alice duduk di taman panti asuhan yang asri, di bawah rindangnya pohon yang menyejukkan hati. Di tangannya tergenggam kuas yang sedang ia gunakan untuk melukis di atas kain kanvas. Lukisan itu tampak begitu hidup, seolah menceritakan kisah kesedihan yang mendalam.

Alice memang terkenal sebagai anak yang pintar di bidang akademik, namun ia juga memiliki bakat luar biasa di bidang seni.Setiap goresan kuasnya menggambarkan perasaan yang terpendam, mengalir begitu saja tanpa ada yang menghalangi.

Tak lama kemudian, Bu Lena, pengasuh di panti asuhan, datang menghampiri Alice dengan membawa segelas minuman dingin. Langkah kakinya pelan dan penuh perhatian, tak ingin mengganggu kesendirian Alice yang tengah asyik melukis.

"Alice," panggil Bu Lena dengan suara lembut.

Mendengar panggilan itu, Alice segera menghentikan kegiatannya dan menoleh ke arah wanita yang telah menjadi ibu baginya selama ini.

Wajahnya yang semula fokus dengan lukisan berubah menjadi wajah yang penasaran.

"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Bu Lena, sembari memperhatikan raut wajah Alice yang tampak sedikit muram.

Ia menyerahkan gelas berisi minuman dingin kepada Alice, berharap itu bisa mendinginkan hati gadis itu.

Alice tersenyum tipis, menerima gelas itu dengan tangan gemetar. "Terima kasih, Bu. Aku baik-baik saja, hanya sedikit lelah," jawabnya, berusaha menyembunyikan perasaan sedih yang sebenarnya.

Bu Lena mengangguk, menepuk pelan bahu Alice dan berbicara dengan penuh kelembutan,

"Alice, ibu tahu ini mungkin terlalu berat untukmu. Kamu masih muda, tentu masih ingin bebas meraih semua impianmu. Namun, kita tidak memiliki pilihan lain, Alice. Tuan Anderson sangat berjasa untukmu dan juga untuk Panti ini." ucap ibu Lena.

Mata Alice berkaca-kaca mendengar ucapan Bu Lena, ia merasa seolah terjebak dalam situasi yang sulit untuk dihindari.

Sebuah perasaan yang menghancurkan hatinya perlahan-lahan.

"Aku mengerti, Bu," sahut Alice dengan suara yang hampir tak terdengar, ia meneguk air dalam gelas tersebut, berusaha menenangkan diri dan menghela napas panjang.

Bu Lena tersenyum lemah, menatap Alice dengan penuh kepedulian dan pengertian.

"Percayalah, Alice. Semua ini pasti ada hikmahnya. Suatu saat nanti, kamu akan melihat bahwa keputusan ini adalah yang terbaik untukmu dan juga masa depan mu" tutur ibu Lena.

Alice mengangguk, berusaha meyakinkan dirinya akan kata-kata Bu Lena, meski dalam hati ia masih merasa begitu terpuruk.

Saat itu juga, ia berjanji pada dirinya sendiri untuk tetap kuat dan tegar menghadapi semua rintangan yang ada demi kebahagiaan keluarganya di panti.

Alice duduk sambil memegang selebaran tentang donatur panti asuhan yang ia dapatkan dari ibu Lena. Dalam hati, dia merasa bersyukur dan juga sedih karena mengetahui bahwa sebagian besar dana operasional panti asuhan berasal dari sumbangan Tuan Anderson.

Walaupun begitu, Alice tidak bisa menyalahkan Ibu Lena karena telah menerima bantuan dari lelaki itu.

Mata Alice mulai berkaca-kaca, "Maaf, kalau aku menangisi hal ini," ucap Alice sambil menunduk.

Ibu Lena menghampiri Alice dan memeluknya dengan penuh kasih sayang, "Sampai kapan pun, Ibu akan selalu menyayangi kamu, Nak," ucap Ibu Lena sambil mengusap punggung Alice.

Alice merasa hangat dalam pelukan Ibu Lena, "Terima kasih, Bu," balas Alice dengan suara bergetar.

Meski harus menerima kenyataan pahit tentang sumber dana panti asuhan, Alice bersyukur karena masih bisa merasakan kasih sayang dari seorang ibu seperti Ibu Lena.

*

*

Lucas duduk di ruang kerjanya yang luas dan mewah, menghela nafas sejenak. Dia merasa terjebak dalam situasi yang tak pernah diinginkannya. Semenjak sang kakek terus membicarakan perjodohan dengan Alice, Lucas merasa lebih nyaman berada di kantor daripada di rumah.

Pikirannya tak bisa lepas dari Alice, seorang wanita yang belum pernah ia temui tapi sudah begitu banyak membawa kekacauan dalam hidupnya.

Drtt....

Suara dering ponselnya menginterupsi lamunannya. Lucas mengangkat telepon, dan di sana terdengar suara Elena sahabatnya yang baru saja selesai melakukan syuting film.

Suara lembut dan manja Elena langsung membuai hati Lucas.

"Lucas, amu di mana? Kenapa belum menjemputku?" tanya Elena dengan nada manja.

"Maaf, El, aku banyak kerjaan yang masih harus aku kerjakan. Nanti aku akan menyuruh Jack untuk menjemputmu," jawab Lucas sambil memijat pelipisnya yang terasa berdenyut.

"Baiklah Lucas, aku tunggu di lokasi syuting" kata Elena dengan semangat.

Setelah menutup telepon, Lucas kembali menatap tumpukan dokumen di atas meja kerjanya.

Namun, pikirannya kembali melayang ke Alice. Dia merasa dilema, antara mengikuti keinginan kakeknya untuk menikahi Alice atau menolak pernikahan itu

Wajah Lucas tampak tegang dan gelisah, mencerminkan perasaan yang sedang menghimpit hatinya.

Elena, merupakan aktris papan atas yang selalu sibuk dengan pekerjaannya, kini sedang berada di lokasi syuting sebuah film romantis. Kehidupan Elena sebagai artis membuatnya jarang berkesempatan untuk bertemu dengan sahabatnya, Lucas.

Lucas memanggil Jack, dan memintanya untuk menjemput Elena.

"Jack, tolong jemput Elena di lokasi syuting sekarang juga," perintah Lucas dengan nada serius.

"Tentu, Tuan Lucas. Segera saya ke sana," jawab Jack tanpa ragu.

Saat Jack tiba di lokasi syuting, Elena sedang beristirahat di ruang ganti. Jack mengetuk pintu ruang ganti tersebut dan memberitahu Elena bahwa dia sudah tiba di lokasi.

Selama persahabatannya dengan Elena, wanita itu selalu memprioritaskan karirnya. Mereka berdua akan bertemu ketika ada waktu senggang. Namun hubungan keduanya tetap baik-baik saja, meskipun kakek Anderson sebenarnya tidak menyukai sahabat cucunya itu.

Lucas larut dalam pekerjaannya, ia melihat jam tangan yang melingkar di tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam, dan Pria itu memutuskan menyudahi pekerjaannya.

Lucas berpikir sang kakek sudah tidur sehingga dia memutuskan untuk pulang.

Setibanya di rumah Lucas kaget melihat sang kakek yang masih terjaga.

"Mengapa kakek belum tidur" tanya Lucas.

"Duduklah, ada yang ingin kakek bicarakan sama kamu" titah kakek Anderson.

Lucas mengangguk dan mendudukkan tubuhnya di depan sang kakek. Keningnya mengeryit ketika melihat sang kakek menyodorkan sebuah map kehadapannya.

Lucas menerima map tersebut dan membacanya dengan seksama.

"Maksudnya apa ini kek? kakek mengalihkan semua harta keluarga Anderson kepada gadis miskin itu" Tanya Lucas dengan nada marah. Dia tidak habis pikir dengan kekeknya yang begitu mudahnya memberikan semua hartnya kepada orang lain yang jelas-jelas bukan darah dagingnya sendiri.

"Tidak ada cara lain, kalau kamu tidak mau menikahi Alice, maka semua harta milik kakek, akan kakek berikan kepadanya. Semua pilihan ada di tangan mu, Lucas" ucap kakek Anderson tegas, dan meninggalkan sang cucu.

BAB 3

Lucas duduk di ruang kerjanya, berkas-berkas pengalihan aset yang ditujukan kepada Alice tersebar di atas meja. Sebagai ahli waris utama, dia sangat tahu betul tanggung jawabnya menjaga perusahaan Anderson.

Pria itu menyandarkan punggungnya pada kursi, sambil memijit pelipisnya yang terasa berdenyut akibat tekanan yang dialaminya.

"Menikahi gadis miskin itu," ucapnya dengan nada sinis, seraya menertawakan nasibnya yang ironis.

Di sisi lain, Alice menjalani hari-harinya dengan damai. Setelah kelulusannya selesai, gadis itu berencana mencari pekerjaan untuk membantu meringankan beban ibu panti yang selama ini merawatnya.

Alice tampak biasa saja seperti tidak memiliki beban tentang pernikahan yang di atur untuknya. Ia mencoba berdamai dengan nasib yang sudah diatur untuknya, meskipun di lubuk hatinya yang paling dalam, ia merindukan kebebasan untuk mengejar impiannya sendiri.

"Alice, dandan lah yang cantik, sebentar lagi kakek Anderson dan tuan muda Lucas akan datang kemari menemui mu" ucap ibu Lena.

"Baik bu" jawab Alice patuh.

Alice tersenyum tipis mendengar perintah Ibu Lena.

Ia melihat bayangannya di cermin, mencoba untuk tak menangis dan menerima kenyataan yang menanti di depan mata.

Dalam hati kecilnya, Alice merasa terluka karena harus mengorbankan impiannya demi membayar budi pada keluarga Anderson yang telah membantunya selama ini.

Mata Alice terasa berat, namun ia tetap tersenyum dan bangkit dari duduknya. Ia mengenakan gaun yang telah disiapkan untuknya, sebuah gaun cantik berwarna putih gading dengan detail renda halus yang menambah kesan anggun pada penampilannya.

Ibu Lena membantu mengikatkan rambut Alice dengan pita sederhana, menambahkan mahkota bunga sebagai hiasan.

"Kamu terlihat sangat cantik, Alice. Aku yakin Tuan Muda Lucas akan menyukaimu," ujar Ibu Lena, mencoba memberi semangat pada Alice.

Meskipun tersenyum, Alice merasa pilu di dalam hatinya, menahan tangis yang hampir saja pecah.

Tak lama kemudian, terdengar ketukan di pintu. Kakek Anderson dan Tuan Muda Lucas tiba di panti asuhan.

Dengan langkah gontai, Alice menyambut mereka di ruang tamu, tersenyum sopan dan memberikan salam hormat.

"Selamat sore, Kakek Anderson, Tuan Muda Lucas," ucap Alice lembut.

Kakek Anderson tersenyum ramah, memandang Alice dengan penuh kebanggaan.

"Alice, kamu memang gadis yang cantik dan baik hati. Aku yakin kamu akan membahagiakan keluarga kami." ucap tuan Anderson.

Ibu Lena mempersilahkan tuan Andreson dan Lucas untuk duduk.

Lucas duduk berhadapan dengan Alice, sementara ibu Lena duduk berhadapan dengan Tuan Anderson.

Ruangan itu terasa begitu hening, hanya terdengar suara detak jam dinding yang menambah kecanggungan mereka.

Sejak tadi, Tuan Muda Lucas menatap Alice dengan tatapan sinis. Ia menyipitkan matanya, mencoba memahami apa yang istimewa dari gadis ini.

"Apa istimewanya dengan gadis ini, dia terlihat kampungan dan sedikit kuno," batin Lucas menghina penampilan Alice.

Rambutnya terikat satu, dan  gaun sederhana yang dikenakannya membuatnya terlihat jauh dari kata anggun. Alice menundukkan wajahnya tidak berani menatap Lucas.  Tubuhnya gemetar melihat tatapan Lucas yang menusuk kalbunya.

Alice sudah beberapa kali bertemu dengan Lucas, tetapi tatapan pria itu tidak pernah bersahabat dengannya.

"Baiklah," ujar kakek Anderson seraya menghela napas panjang, "pernikahan akan dilakukan dalam waktu dekat. Kalian berdua harus mulai mengenal satu sama lain dan mempersiapkan segala sesuatunya." putus kakek Anderson.Ia menatap Alice dengan tatapan hangat dan menghibur, berusaha meredakan kegugupan gadis itu.

Namun, Lucas tak kunjung meredakan tatapannya yang sinis. Ia menatap Alice seolah-olah ingin melihat ke dalam jiwanya, mencari sesuatu yang bisa ia gunakan untuk menghancurkan harga diri gadis itu.

Alice merasakan tangannya berkeringat, hatinya berdebar keras, dan ia tak tahu harus bagaimana menghadapi situasi ini.

Ibu Lena mencoba meredakan suasana dengan mengajak mereka berbicara tentang persiapan pernikahan. Namun, Lucas tampak tak tertarik, ia malah semakin memperdalam tatapannya pada Alice, membuat gadis itu semakin merasa tertekan dan tak berdaya.

Alice menatap kepergian mobil hitam yang membawa Lucas dan kakeknya pergi dari panti asuhan. Rasa cemas dan tegang masih tersisa di hatinya saat mengenang pertemuan yang baru saja berlangsung. Duduk berhadapan dengan Lucas, membuat Alice merasa seolah tercekik.

Merasa perlu untuk menenangkan diri, Alice pun duduk di kursi yang ada di teras panti asuhan. Pundaknya terasa ringan seolah beban telah terangkat karena pertemuan tersebut usai.

"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Ibu Lena dengan raut wajah yang penuh kekhawatiran.

"Eum, aku merasa lega, Bu. Tapi, pria itu sangat menakutkan, dia terlihat tidak menyukaiku"jawab Alice sambil bergidik, menggambarkan betapa gentarnya hatinya saat berbicara dengan Lucas.

Ibu Lena tersenyum sambil mengusap kepala Alice dengan lembut.

"Itu hanya perasaanmu saja, Nak. Nanti setelah kalian bersama, pasti Tuan Muda Lucas akan menunjukkan sisi baiknya. Dia mungkin terlihat menakutkan, tetapi ibu yakin di dalam hatinya dia adalah pria yang baik dan penyayang," ujar Ibu Lena, berusaha meyakinkan Alice bahwa kekhawatiran yang dirasakan tidak akan berlangsung lama.

Alice mencoba tersenyum, menenangkan hatinya yang masih terasa berdebar kencang. Meski masih belum bisa sepenuhnya meyakini kata-kata Ibu Lena, Alice berusaha untuk memberi kesempatan pada Lucas, berharap bahwa nantinya mereka akan bisa saling mengenal dan menghargai satu sama lain.

"Bu, besok aku izin ke sekolah ya, mau ambil ijazah sekaligus menemui guruku. Aku ingin membatalkan beasiswa itu," ucap Alice dengan suara lirih namun tegas. Wajahnya tampak tegar, tapi matanya menampakkan kesedihan yang mendalam.

Ibu Lena menatap Alice dengan pandangan penuh sayang. Ia tersenyum, berusaha menyembunyikan kekecewaannya. "Kenapa batalkan? kamu masih bisa kuliah setelah menikah nanti, Alice," ucap ibu Lena seraya menghela napas berat. Air matanya mulai menggenang, namun ia berusaha keras menahannya agar tak jatuh di depan Alice.

Alice mendekati ibu Lena, mengusap lengan wanita itu dengan lembut."Aku ingin bekerja bu, aku tidak ingin terus menerus berhutang budi kepada kakek Anderson bu" ucap Alice sambil tersenyum pahit.

Mereka berdua saling berpelukan, saling menguatkan hati di tengah keputusan yang sulit ini. Meski hati Alice hancur, namun dia tahu bahwa dia harus tetap tegar dan berusaha untuk meraih masa depan lewat jalan lain.

Ibu Lena melerai pelukannya, "Sudah larut malam, masuk kekamar dan segera istirahat" perintah ibu Lena.

"Baik bu" jawab Alice.

Gadis cantik itu bangkit dari tempat duduknya. Dia melangkahkan kakinya masuk kedalam kamarnya.

Alice merebahkan tubuhnya di atas kasur. Airmata yang sejak tadi ia tahan akhirnya tumpah juga. Wanita itu menangis tersedu-sedu meratapi nasibnya. Ia berdoa keputusannya menikah dengan Lucas tidak akan membuatnya kecewa, namun melihat Lucas yang tadi menatapnya, Alice tidak yakin kalau pria itu akan memperlakukannya dengan baik.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!