NovelToon NovelToon

Terpaut Cinta Suami Mama

Suami Baru Rossa

"Steven!! Apa kau yakin mau menikah denganku?" tanya Rossa dengan suara yang berat. Terpaksa ia bertanya seperti itu, mengingat hubungan mereka sudah hampir setahun lamanya. Rossa butuh kepastian, dia tidak ingin hanya bermain main saja dalam hubungan ini.

"kenapa kau bertanya seperti itu? kau meragukan diriku?" Steven menarik tubuh kecil Rossa dan meletakkan wanita itu ke atas meja.

"bukan seperti itu, Steven. Usia kita sangat berbeda jauh. Aku lebih tua darimu, sedangkan kau masih belum pernah menikah sama sekali. Apa kata orang tuamu jika kau menikahi janda seperti aku." sahut Rossa dengan suara berat, wajahnya tertunduk, ia menyadari betapa jaih perbedaan antara mereka berdua.

"lalu?" Sahut Steven dengan acuh, tangannya tak mau berhenti mengelus lembut setiap inci tubuh Rossa yang terbuka.

"aku takut, Steven. Aku takut hubungan ini akan berakhir sia sia, sedangkan kita, entah berapa kali kau sudah memakaiku." desis Rossa dengan raut wajah sedih.

Steven, pria tampan yang berusia 25 tahun, dia pemimpin dari sebuah perusahaan besar di kota itu, seketika urung ketika hendak melumat bibir seksi Rossa.

Meskipun Rossa sudah berusia 45 tahun, namun wanita yang berperawakan mungil namun seksi itu tampak awet muda.

"kau menolak ku!!" ucap Steven dengan wajah murung.

"bukan seperti itu, Steven! Aku tidak mau kita hanya pacaran, aku butuh kejelasan." kata Rossa tertunduk. "Aku mau menjadikan diriku milikmu sepenuhnya."

"baiklah, setelah ini, aku akan membawamu ke pengadilan untuk melangsungkan pernikahan kita. Tapi, sebelumnya aku mau kau menemaniku saat ini." Steven kembali mendekati Rossa yang masih duduk di atas meja.

"kau tidak bohong bukan?" tanya Rossa meminta kepastian.

"tidak akan. Kau bisa pegang janjiku." sahutnya sambil terus mendorong tubuh Rossa, dan menjadikan tubuh kecil itu berada di bawahnya.

Rossa membiarkan sang bos itu menyentuh tubuhnya, entah itu sudah yang ke berapa, Rossa sendiri tidak tahu. Selama menjadi sekretaris dari Steven, Rossa sudah menjalin hubungan ini, maka sejak saat itu pula keintiman keduanya mulai terjalin.

***

"Makasih, Rossa. Kau memang sekretaris ku yang paling ku cintai." desis Steven sambil membenahi kemeja dan celananya yang sudah kusut dan berantakan.

Rossa hanya tersenyum, dia pun melakukan hal yang sama, turun dari atas meja dan membenarkan pakaiannya.

"aku butuh bukti ucapanmu, Steven!" sahut Rossa, masih tentang soal janji pernikahan yang baru saja Steven ucapkan.

"baiklah! Ayoo! ikut aku! kita daftarkan pernikahan kita ke pengadilan."

Rossa terbelalak tak percaya, namun sesaat dia mengulas senyum, seakan ada rasa beban yang sudah ia lepas selama ini.

Tak butuh waktu lama, akhirnya Steven dan Rossa benar-benar menikah, daftar pernikahan mereka langsung tertera di catatan sipil.

Rossa sangat bahagia, akhirnya ia dan Steven resmi menjadi suami istri. "Steven, apakah kau tidak akan menyesal jika menikah denganku?"

"tidak, aku tidak menyesal. Aku sangat mencintaimu, Rossa.

"Lalu bagaimana dengan keluargamu?" tanya Rossa, ia merasa cemas jika pernikahan mereka tak mendapatkan restu dari mereka.

"Mereka percayakan semuanya padaku. Papa dan mama tidak pernah membatasi aku untuk menikah dengan siapapun." sahut Steven. "sudah lah, Rossa. Jangan singgung lagi masalah ini. Karena aku benar-benar mencintaimu. Sentuhan mu telah membuatku candu." Kata Steven sambil melumat bibir seksi Rossa.

Rossa tak menolak, ia justru membalas cumbuan itu dengan romantis.

"Nanti aku perkenalkan kau dengan putriku." kata Rossa.

"Oke sayang." sahut Steven.

Rossa membawa Steven ke rumahnya di sore hari. Ia ingin memperkenalkan suami barunya kepada putrinya satu-satunya dari hasil pernikahannya dengan suami pertamanya. "ayo duduklah, Steven! aku akan buatkan kamu makanan." kata Rossa sembari berjalan menuju ke dapur.

Sedangkan Steven duduk di sofa ruang tamu sambil memainkan ponselnya. Steven memperhatikan Rossa yang berjalan ke arah dapur dan perlahan menghilang di balik di di dinding. Pria tampan itu menggeleng sembari bergumam, "inilah enaknya menikahi janda, aku tidak perlu mengajarinya soal ranjang apalagi soal merawat suami. Rossa memang wanita yang hebat. Dia berani hidup dalam kesendiriannya, sudah bertahun-tahun sejak di tinggal mati oleh suaminya, namun Rossa masih tegar berjuang sambil membesarkan putrinya.

"Mama... Vio pulang!!" teriak seorang gadis dari arah luar rumah.

Viona yang pulang dengan ceria, Tiba-tiba saat memasuki pintu rumah, dia mendapati seorang pria tampan sedang duduk di sofa ruang tamu. Ia sesaat sempat kagum, namun seketika rasa kagum itu perlahan hilang, saat ia pikir pria itu pasti teman kencan mamanya.

Steven menoleh, seorang gadis Tengah berdiri di ambang pintu dengan menatap dirinya dengan tatapan tak bersahabat. "siapa lo? tanyanya.

Steven hanya tersenyum menyambut pertanyaan dari gadis yang masih mengenakan seragam putih abu-abu itu.

"Eh, Putri Mama sudah pulang." Tiba-tiba Rossa datang dari arah belakang dengan membawa nampan berisi jus buah dan beberapa makanan kecil.

Viona tak menjawab ucapan sang mama, justru gadis itu menatap tajam ke arah Rossa, seakan dia meminta penjelasan tentang siapa pria yang saat ini berada di ruang tamunya.

"Vio, dia suami baru mama." kata Rossa memberitahu status pria tampan itu.

Viona terkejut sesaat, namun kemudian gadis itu tersenyum pahit, berlalu dari hadapan sang mama dan pria itu tampa sepatah katapun. Sikapnya seakan menunjukkan kekecewaan pada sang ibu.

"Vio, mama bisa jelasin ini semua sama kamu." Rossa berjalan masuk, mempercepat langkahnya agar bisa mengejar Viona.

"Viona, dengerin mama, nak. Mama lakukan ini semua untuk kamu. Mama tidak mungkin selalu sendiri, nak. Kamu butuh figur seorang ayah. Semakin lama mama akan semakin kesulitan untuk membiayai sekolah kamu." Rossa bersuara dengan pelan meminta pengertian dari putrinya.

"Apa selama ini gaji mama sebagai sekretaris tidak cukup untuk menghidupi hidup kita?" sahut Viona dengan isak tangis.

"Vio sayang, ini bukan soal gaji, nak. Tapi, dengan mama menikah, mama bisa punya teman untuk.."

"Tapi kenapa dengan pria yang lebih muda dari mama? Apa tidak ada pria lain yang seumuran dengan mama?" Sergah Viona.

"karena mama dan Steven saling mencintai, nak. Mama juga sangat percaya dia juga bisa menjaga kamu seperti anak kandungnya sendiri." jawab Rossa, setiap kata yang ia ucap, berharap agar Viona bisa mengerti.

"mama egois. Mama hanya mementingkan perasaan mama sendiri. Vio gak suka mama menikah dengan pria itu." Viona menangis sambil memeluk guling.

"Vio, maafin mama, nak. Mama dan Steven sudah menikah resmi. Jadi, mama tidak bisa dengan mudah melepaskan pernikahan ini, nak. Kumohon, tolong Terima, Steven sebagai ayah kamu. mama sangat yakin dia bisa menjadi figur ayah yang baik buat kamu." bujuk Rossa.

Penolakan Viona

Malam itu, Rossa Menyiapkan makan malam untuk Viona dan suami barunya. semua menu masakan sudah tersaji lengkap di atas meja, namun Viona tak juga kunjung turun dari kamarnya.

"anak kamu masih belum bisa menerima aku?" tanya Steven sedikit ragu. Pria tampan itu menyadari sikap ketus Viona yang selalu bersifat dingin dan cuek terhadapnya semenjak ia pertama kali datang ke rumah itu. Bahkan gadis itu mengabaikan keberadaannya dan tidak menganggap nya ada.

"Steven, aku yakin suatu saat kamu pasti bisa memenangkan hati putriku. Viona bersikap seperti itu, itu karena dia sangat takut jika aku akan mendapatkan perlakuan yang sama seperti suami Pertamaku, Ayah Viona." Rossa menarik nafas dalam mengingat masa lalunya yang suram.

Steven mengangguk paham.

"Aku harap, kamu sabar dulu ya?" Viona itu sebenarnya anak baik, hanya saja dia khawatir perhatian dan kasih sayangku akan terbagi jika aku menikah lagi." kata Rossa dengan suara pelan, di setiap kata yang ia ucapkan, Rossa berharap Steven akan memahami situasi dan kondisinya saat ini. "Kamu tunggu di sini ya? Sebentar aku mau memanggilnya dulu." selanjutnya, Rossa meninggalkan ruang makan kemudian naik ke lantai 2 untuk memanggil Viona di kamarnya.

"Vio, Ayo kita makan malam, nak. Papamu sudah menunggu kita di bawah." ucapnya lembut.

"tidak, mah. Vio tidak mau makan Satu meja dengannya." sahut Viona singkat.

"Nak kamu jangan seperti itu, biar bagaimanapun Steven sekarang adalah ayah tiri kamu. cobalah untuk menghargainya dan lebih dekat dengannya, nanti kamu akan paham bahwa dia itu pria yang baik." lagi lagi Rossa membujuk putrinya agar bisa mengerti dan memahami posisinya.

Dengan terpaksa, Viona pun akhirnya ikut Mamanya turun untuk makan malam bersama. Setibanya di meja makan, Viona Tak banyak bicara, dia hanya makan dan setelah itu ia kembali naik ke kamarnya.

Steven Maafkan sikap Viona ya?" ucap Rossa kepada suami barunya.

Steven hanya bisa mengangguk.

Malam itu, di kamar yang hening, Viona terjaga dengan mata yang tak bisa terpejam. Rasa kesal masih mendera dirinya, sejak mengetahui ibunya telah menikah lagi, dan lebih parah lagi dengan seorang pria yang jauh lebih muda darinya. "Kenapa, Mama, kenapa harus pria yang lebih muda? Apakah tidak ada pria lain yang lebih pantas?" gumam Viona dalam hati, penuh kekesalan.

Kesunyian malam itu tiba-tiba pecah oleh suara yang terdengar dari kamar sebelah—kamar ibunya. Suara desah dan jeritan kecil sang mama menembus dinding yang memisahkan mereka, membuat bola mata Viona membesar dalam shock. Dia bukan lagi gadis kecil yang naif. Dia tahu persis apa yang sedang berlangsung di sisi lain dinding itu.

Tubuh Viona menggigil, campur aduk perasaan panas menyeruak di dada. Antara ingin tahu dan marah, dia berdiri tak bergerak, dengan jantung yang berdetak keras dan pikiran yang berkecamuk. Viona terhimpit antara kenyataan yang pahit dan pertanyaan-pertanyaan yang berkelebat cepat dalam benaknya.

Tangan Fiona meremas kuat kuat sprei yang membalut ranjang tempat tidurnya. "Mama keterlaluan!" batin Viona masih kesal. hingga malam pun berlalu Viona tidak bisa memejamkan kedua mata. suara desahan mama dan suami barunya di kamar sebelah membuat malam Fiona terganggu. Ia baru bisa memejamkan mata setelah aktivitas mamahnya udah selesai bahkan hampir jam 03.00 pagi Fiona baru bisa terlelap.

Di pagi hari yang cerah, Rossa datang ke kamar Viona, dia ingin membangunkan gadis itu untuk berangkat ke sekolah. "Vio.. Vio.. bangunlah, ini sudah jam 06.00 lebih." kata Rossa membangunkan Viona dengan lembut. Viona mengeliat, perlahan Gadis itu mulai membuka mata, dia mendapati ibunya sedang duduk di tepi ranjang, tempatnya tidur.

Sesaat, tatapan Viona mengarah pada bagian leher dan dada mamanya, terdapat beberapa tanda merah di sana. Sontak Viona terbangun dan berlari ke kamar mandi, tanda merah itu membuat viona merasa ingin muntah karena teringat aktivitas sang Mama malam tadi.

"Vio, kamu Kenapa, nak? Apakah kamu sakit?" tanya Rossa di balik pintu kamar mandi.

Tak ada sahutan dari dalam hingga akhirnya Viona keluar dari kamar mandi setelah selesai membersihkan diri.

"Ya sudah Mama tunggu di bawah, ya? kita sarapan." ucap Rossa.

viona hanya bisa mendengus, berusaha menahan kekesalannya.

20 menit kemudian, Viona datang ke ruang makan.

Steven menatap Viona, gadis belia di hadapannya, dengan mata yang tak berkedip. Ekspresi wajahnya serius, penuh kekhawatiran. "Vio, kamu masih sangat muda, mengapa berpakaian seperti itu?" suaranya rendah namun berat.

Viona menilik dirinya sendiri. Rok span pendek yang mencapai sepaha, kancing atas kemeja putihnya terbuka, memperlihatkan belahan dadanya yang bulat dan sintal. Gaya rambutnya terlihat seperti preman, dengan kedua lengan bajunya disingkap ke atas.

"Kenapa? Apa salahnya?" sahut Viona dengan nada dingin.

Steven berdiri dan mendekati Viona yang masih tertegun. Tangannya perlahan mengarah ke dada gadis itu, lalu ia membenahi kancing yang terlepas. "Sebagai gadis, kamu harus menjaga kesopanan. Tidak pantas kamu tampil dengan cara seperti ini," tegasnya.

"Kau baru saja menjadi bagian dari keluarga kami, siapa kamu untuk mengaturku?" Viona menatap Steven dengan pandangan tajam, seperti belati yang siap menusuk.

Dengan senyuman lembut namun tetap teguh, Steven menjawab, "Terima atau tidak, mulai sekarang aku adalah ayahmu. Menjagamu adalah tanggung jawabku sebagai orangtua. Ini lebih dari sekedar aturan, ini tentang kehormatan dan masa depanmu, Vio."

"Viona sayang! jangan seperti itu, nak. Apa yang di katakan papamu itu ada benarnya. Ya sudah duduklah! Kita sarapan bersama." Rossa menarik kursi dan meminta Viona untuk duduk.

Tak banyak bicara, mereka pun selesai sarapan. Terdengar suara klakson motor di halaman rumah.

"Vio berangkat dulu, ma." Viona mengambil tangan sang mama lalu menciumnya. Sedangkan pada Steven, Viona masih enggan dan berlalu begitu saja.

"tunggu, Viona!" sergah Steven.

Viona diam di tempat tanpa menoleh. Steven bangkit dan mendekati Viona, ia mengeluarkan dompet lalu mengeluarkan beberapa lembar uang merah kemudian menyelipkan uang itu ke dalam saku Viona. "ini uang saku untukmu!" kata Steven.

Viona tetap acuh, dia tetap tidak berekspresi dan berlalu begitu saja meski telah di berikan uang saku oleh Steven.

"sabar, sayang! Suatu saat aku yakin kamu akan memenangkan hatinya." ucap Rossa setelah Viona pergi.

Steven hanya mengangguk. "kau terlalu memanjakannya?" serunya.

Rossa mengangguk, "ya, aku memang terlalu memanjakannya. Aku sangat mencintai dan menyayangi Viona. Hanya dia yang aku punya. Setelah kepergian ayahnya. Prioritas hidup ku hanya Viona, dan aku hanya ingin melihatnya bahagia." ucapnya dengan suara getir.

Rossa sakit

"siapa tadi itu?" tanya Alex saat melaju kan motornya. Suaranya menggema di antara seru motonya yang halus.

Di belakangnya, Viona memeluk erat di jok belakang, Kedua tangan Viona melingkar di perut Alex. "tidak penting." sahutnya malas menjelaskan.

"kok gitu, sayang?" Alex cemberut, tak puas dengan jawaban Viona.

"suami baru mama. puas!" serunya masih menyimpan kesal.

"Ternyata mama kamu pinter juga cari pasangan. Ganteng dan masih muda. Sepertinya tajir." tambah Alex.

"mana aku tahu. Kayaknya dia pengangguran. Mama hanya mencari suami yang bisa memuaskan hasratnya saja." sahut Viona dengan nada suara ketus. Di benak Viona Masih jelas teringat Bagaimana desahan sang mama dan suami barunya yang bersahut-sahutan berdenging di telinga Viona. Dan itulah yang menjadi alasan hingga saat ini, Viona sangat kesal dan marah sama mamanya dan merasa jijik melihat ayah barunya.

"Sepertinya kamu tidak menyukai papa baru kamu? kenapa?" dahi Alex mengenyit heran dan tak mengerti.

"Sudahlah, nggak usah bahas dia lagi. Lagi malas, nggak mood aku." sahut Viona.

Alex hanya menghendikkan bahu di saat kekasihnya, sepertinya enggan untuk bicara lagi.

Di sekolah, Viona Melangkah dengan perasaan masih penuh kekesalan, bayang-bayang suara sang mama dan suami barunya yang tengah bercinta selalu terngiang-ngiang di telinganya. membuat Viona terlihat murung dan tak bersemangat.

"Hai Vio, sapa Sisil begitu melihat Viona sedang duduk melamun di kursi belajarnya.

Viona menoleh dengan perasaan malas.

"kok gitu sih?" tanya Sisil sembari duduk di atas meja tepat di depan Viona.

"lagi malas gue." sahut Viona.

"tumben pakaiannya sopan? Kok nggak dibuka bagian depannya? lengannya juga?" kata Sisil heran melihat perubahan sikap Viona. Gadis itu satu geng dengan Viona, sama-sama urak-urakan dan menampilkan bentuk tubuh masing-masing dengan pakaian seragam yang pendek, ketat dan seksi.

"ini semua ulah dari suami baru Mama. Baru kemarin menjadi keluarga gue, sudah sok-sok atur kehidupan gue." sahut Viona sembari kembali membuka satu kancing bajunya bagian atas.

Sisil mengernyit, "nyokap lo nikah lagi? tanyanya.

"iya," sahut Vio singkat.

"Wah keren, dong. Punya bokap tiri, cakep nggak? Masih muda dan ganteng atau tajir barangkali?" Sisil tampak bersemangat ingin tahu. Dalam benak gadis itu, sosok seorang janda pasti akan memilih suami baru seperti apa yang menjadi gambaran di otaknya, muda tampan, dan kaya raya.

"Berisik tahu! Sela Vio tidak suka.

"Yah, kok gitu sih. Kenalin gue dong sama papa barunya! Sisil semakin menggoda Viona sehingga membuat viona jadi semakin kesal.

"Viona, teman-teman geng kita mau mengadakan camping akhir pekan. Lu mau ikut nggak?" tanya Sisil.

Viona menoleh, sudah menjadi rutinitas akhir bulan di akhir pekan, teman-temannya mengadakan camping di luar acara sekolah. Tentu saja Viona selalu mengikuti acara tersebut karena Viona juga merupakan bagian dari mereka. "kapan?" tanyanya.

"Vio, Lu sudah lupa ya? akhir pekan kan besok? masa masih nanya?" Sisil ikutan kesal.

"ya bukan begitu maksud gue? Dimana kita mau camping, di mana?" ralat Viona.

"Kok masih nanya, sih? lu Kan pacarnya Alex. Seharusnya lu tahu ke mana kita akan pergi?

"ya, Alex nggak bilang." sahut Viona.

"Mungkin Nanti sepulang sekolah Alex akan bilang pada lo, kita akan berkumpul di basecamp tempat biasa." ucap Sisil. Viona hanya mengangguk, tentu ia akan merasa senang pergi bersama teman-temannya di sela-sela kekesalannya saat berada di rumah.

Di kantor, usai rapat, Rossa merasa pusing. Kepalanya terasa berdenyut, wajahnya pucat dan bagian kulit bibirnya terlihat pucat dan pecah.

Steven menyadari sekretarisnya yang terlihat memucat, "sayang, kamu sakit?" tanya Steven, Bos sekaligus suami dari Rossa.

"aku merasa pusing, sahut Rossa.

"kita ke rumah sakit, ya?" ucap Steven, pria itu merasa cemas melihat perubahan raut wajah pada istrinya, yang tadi pagi terlihat baik-baik saja .

"tidak." tolak Rossa. Sesegera mungkin Rossa membuka tasnya, kemudian mengambil obat dari sebuah botol. "aku akan minum obat, Setelah ini aku akan baik-baik saja." Sahutnya seolah menyembunyikan sesuatu. Namun belum sempat Rosa menelan obat di tangannya, tiba-tiba tubuhnya ambruk dan pingsan.

Secepat mungkin Steven meraih tubuh Rossa yang sudah tak sadarkan diri.

"Rosa!" Steven tampak panik, dia tidak mengerti kenapa istrinya tiba-tiba pingsan.

Tak menunggu waktu lama, Steven segera menggendong tubuh kecil Rossa dan membawa wanita paruh baya itu ke keluar kantor untuk menuju ke rumah sakit.

Satu jam kemudian, Steven yang sedang menunggu Rossa di rumah sakit tampak merasa cemas. Pintu IGD terbuka, Ia pun segera berlari untuk bertanya bagaimana kondisi sang istri. "dokter, Bagaimana keadaan istri saya?" tanyanya.

"Bapak Steven, kondisi Ibu Rossa saat ini saat sedang kritis. Leukimia yang sedang dideritanya saat ini sudah mencapai di stadium akhir. Sepertinya usia Ibu Rossa tidak akan bisa bertahan lama." terang dokter.

"apa leukimia? Rossa menderita leukimia Stadium Akhir?" bola mata Steven terbelalak, terkejut menyadari bahwa kekasih yang baru dua hari ia nikahi ternyata menderita penyakit ganas. 6 bulan mereka berhubungan, akan tetapi sedikitpun Steven tidak tahu hal sebesar itu. Steven menyugar rambutnya frustasi.

"Bapak Steven, Tenanglah! Ibu Rossa bisa menjalani kemoterapi untuk memperlambat penyebaran penyakitnya atau setidaknya bisa memperpanjang umur beliau." kata dokter. Meskipun saya tahu bahwa umur manusia Tuhanlah yang menentukan, akan tetapi kita sebagai tim dokter hanya bisa berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk pasien." sahut dokter dengan suara berat penuh penyesalan jika memang tim medis tidak bisa berbuat lebih banyak lagi untuk Rosa.

"Baiklah dokter, Terima kasih. Saya akan masuk dulu untuk menemui istri saya." ucapnya.

D dalam ruangan, Steven berdiri terpaku di depan pintu, menatap sang istri dari kejauhan. Tubuh Rosa yang terlihat lemas dan kulit yang memucat. Steven Melangkah dengan pelan mendekati sang istri. "Rossa, Kenapa kau menyembunyikan hal sebesar ini dariku?" tanya Steven sedikit merasa kecewa atas ketidak kejujuran Rossa.

Rosa mengulas senyum pahit. "Maafkan Aku Steven aku merahasiakan semua ini darimu karena aku tidak ingin kamu cemas dan khawatir kepadaku." ucapnya dengan suara Getir. "inilah alasanku kenapa aku mendesakmu untuk menikahiku, karena aku tidak memiliki siapapun lagi selain dirimu. Aku menggantungkan masa depan putriku kepadamu karena aku yakin kamu bisa menjaga Viona setelah kepergianku nanti. Aku hanya percaya kepadamu." ucap Rossa dengan mata yang berkaca-kaca. Tubuhnya bergetar membayangkan suatu saat nanti ia akan pergi untuk selamanya, meninggalkan Viona kepada suami barunya. Mungkin dalam benak Rossa hanya steven lah yang ia percaya untuk menjaga putrinya kelak jik ia sudah meninggal dunia.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!