NovelToon NovelToon

Menjadi Ibu Susu Anak CEO

Bab 1

"Tidak ... !" jerit April di kala bangun dari tidur. Ia mendapati bayinya yang semalam dalam keadaan baik - baik saja kini berubah menjadi beku dan bisu. Bayi yang terlihat tidur lelap itu tak mengeluarkan sedikitpun tangisan saat April berusaha membangunkannya.

Lantas membuat April menjadi panik dan histeris. Jeritannya mengundang suami dan ibu mertuanya datang. Kedua orang berbeda usia itu masuk untuk melihat apa yang terjadi. Lantas menghardik dan menyalahkan April setelah mengetahui bayi laki - laki berusia 3 bulan itu sudah tidak bernyawa lagi.

"Dasar istri tidak becus mengurus anak. Lihat ! Anakku sekarang membujur kaku seperti ini. Anakku telah meninggal. Kamu apakan, hah !" Eric menarik baju April hingga membuatnya berdiri.

"Plak !"

Lalu menampar pipinya. April terhuyung akibat tamparan yang cukup keras itu. Bibirnya sampai pecah dan berdarah. "Eric, aku tidak tahu mengapa bayi kita bisa seperti ini." April mencoba membela diri tapi tak sedikit pun kesempatan yang ia dapatkan. Laura juga menambahkan hukuman untuknya.

"Itu karena kamu menjadi istri tidak berguna!"

"Plak !"

Satu tamparan berhasil mendarat lagi di pipinya.

Sungguh perih bercampur sedih. April sendiri tidak tahu bagaimana kematian bisa secepat ini merengut putra semata wayangnya.

"Ibu," lirihnya sembari tangan mengusap bekas tamparan ibu mertua.

"Jangan panggil aku Ibu, kamu telah membunuh cucu ku satu - satunya!" hardik Laura sambil berkacak pinggang.

Dari semenjak awal menjalin hubungan dengan Eric hingga menikah, Laura sudah tidak menyukai April. Selain berasal dari keluarga miskin, April juga tidak memiliki keterampilan khusus apalagi pendidikan yang tinggi. Hanya paras cantik dan tubuh tinggi semampai saja yang April miliki. Sementara kedua orang tuanya sudah meninggal 10 tahun lalu. April tinggal bersama paman dan bibinya. Keluarganya juga tidak menyukai April karena bagi mereka kedatangan April adalah sebagai pembawa sial belaka.

April menggelengkan kepala disela isak dan tangisnya. "Sungguh, aku tidak melakukan apa pun. Semalam Aril masih sehat dan terlihat ceria, bahkan ia menyusu dengan lahap." tutur April mengingat dengan jelas terakhir kebersamaan dengan bayinya.

"Pokoknya, kematian putraku ini karena kecerobohan mu. Aku akan menuntut balas padamu. Kembalikan Aril padaku sekarang juga." Rahang Eric mengeras sampai terlihat urat - uratnya di leher dan lengannya.

"A-ku ...." April tergugu, percuma saja jika ia menyangkal. Seribu kali bicara pun ia tidak akan pernah didengar. Suami dan ibu mertuanya sudah tidak percaya lagi padanya. Dengan hilangnya nyawa dari satu - satunya pewaris keluarga Horison membawa dampak buruk bagi masa depan April.

Laura menghampiri cucunya lalu menangis. "Cucuku, istirahatlah dengan tenang. Nenek akan menghukum ibumu yang tidak becus mengurusmu."

"Eric, cepat siapkan pemakaman untuk putramu!" suruh Laura pada Eric. Eric mengangguk dan bersiap.

Seakan kejadian ini berlalu begitu cepat. April belum siap untuk kehilangan anak yang baru saja ia lahirkan.

"Tunggu! Tidakkah kita memanggil dokter atau petugas medis untuk memeriksa kematian Aril yang tiba - tiba ini ? Apa kalian tidak curiga ? " April mencoba mencari keadilan untuk dirinya karena ia tidak mau dipersalahkan atas meninggalnya Aril karena memang ia tidak bersalah dan pasti ada keganjilan.

"Untuk apa ditunda lagi, cepat Erik jangan dengarkan ucapan wanita pembunuh ini !" sela Laura.

"Sungguh, aku bukan pembunuh!" sangkal April. Ia tak pernah membantah sekalipun ibu mertuanya ini menghina dan merendahkan dan kali ini ia tidak terima dituduh sebagai pembunuh.

"Aku sangat menyayangi Aril, untuk apa aku membunuhnya?"

"Karena kamu pembawa sial. Minggir kamu !" Eric mengambil bayi di box bayi lalu menggendongnya pergi keluar kamar.

April menahan langkah Eric, "Tunggu Eric, ku mohon beri aku waktu untuk membuktikan kalau aku bukan penyebab kematian bayi kita !"

Langkah Eric terhenti lalu memutar badan dan menatapnya. "Aku tidak percaya padamu lagi. Jangan mencoba untuk menghalangiku untuk memakamkan anakku !"

Laura datang menarik baju April. "Kamu ini maunya apa ! Sudah jelas Eric bertindak cepat mengurus pemakaman kamu malah mempersulitnya. Dasar wanita pembawa sial ! Enyah kamu dari pandanganku!"

"Ayo, Eric ! Ibu bantu kamu untuk mengurus pemakaman."

Eric mengangguk lalu keduanya pun pergi meninggalkan April seorang diri. Ia mematung. Seolah jiwanya tak bersatu dengan raganya. Ini seolah mimpi. Mimpi yang sangat nyata.

.

"Ibu, ini gawat ! David tiba - tiba kejang dan panas !" panik Lauren. Ia menjaga bayi tiga bulan itu sejak pagi tadi dan mendadak bayi itu sakit.

Sania lantas memeriksa keadaanya cucunya. "Keningnya panas sekali. Cepat, bawa David ke dokter ! Jika sampai Dave tahu kamu tidak pandai mengurus anaknya bisa - bisa ia tidak mau menikahimu."

"Baik Ibu, aku bersiap dulu. Ini gendong David !" Lauren menyerahkan bayi itu di pangkuan Sania.

"Jangan kamu beritahu kakak iparmu!" pesan Sania dengan sangat hati - hati sekalipun jangan sampai terdengar pembantu.

"Iya, Ibu." Laurent pun segera bersiap lalu keduanya pergi menuju rumah sakit.

Setibanya di jalan, lalu lintas padat dan kemacetan panjang.

"Ibu, bagaimana ini ? Jalanan macet." resah Laurent sembari membunyikan klakson.

" Kita turun saja."

"Jangan! Cuaca sangat panas diluar."

Setengah jam kemudian, jalanan kembali normal.

"Laurent, David tidak bergerak !" pekik Sania. Degub jantungnya mulai tak menentu mengetahui bayi itu mulai tidur pulas.

Laurent menepikan mobilnya. "Ibu jangan membuatku takut. Coba cek nafasnya !"

Sania melakukan apa yang diperintahkan anak bungsunya.

Dengan dua jari yang gemetaran, Sania mendekatkan ke lubang hidung David berharap sesuatu yang buruk tidak terjadi pada bayi di pangkuannya.

Laurent menatap cemas. "Bagaimana Ibu ?"

Sania dengan suara bergetar lalu menggeleng. "Dia tidak bernafas."

"A-pa ! Ibu jangan menakutiku." Laurent memeriksa sendiri keadaan bayi itu. Mendekatkan jemarinya ke lubang hidung. Dengan cepat ia menarik kembali tangannya. Pandangannya lurus ke depan. Seolah tak percaya dengan kejadian barusan yang begitu cepat.

Sejurus kemudian, jantung Laurent bagaikan bom yang meledak. Ia menatap ibunya dengan panik. "Ibu, David sudah meninggal ! Bagaimana ini ? Apa yang akan kita katakan pada Dave nanti ?"

Laurent mulai menangis. Ia teramat takut jika nanti berhadapan secara langsung dengan kakak iparnya. Pertanggung jawaban seperti apa yang akan ia berikan pada Dave setelah tahu anak dari mantan istri tercinta nya, Lara, telah tiada.

Dave menikah satu tahun yang lalu dengan Lara,kakaknya Laurent. Karena saat melahirkan mengalami pendarahan yang hebat, Lara pun meninggal. Dave merasa terpukul atas meninggalnya Lara. Dave sendiri merasa kerepotan mengurus seorang diri baby David. Untuk itu Sania dan Laurent tinggal bersama untuk mengurus baby David.

Laurent tidak tulus menjaga David. Semata untuk apa, hanya ingin mendapatkan simpati dan perhatian Dave.

"Ibu juga tidak tahu." Sania pun ikut menangis.

Di kala keduanya beradu tangis, Sania melihat ke arah luar kaca mobil. Sepasang ibu dan anak tengah membawa bayi.

"Laurent, Ibu punya ide agar kita terbebas dari masalah ini."

Laurent menghapus cepat air matanya, "Rencana apa itu, Ibu ?"

"Cepat ikut Ibu keluar !"

.

.

.

Assalamualaikum Teman - teman, Jumpa lagi dengan saya dengan karya terbaru berjudul "Menjadi Ibu Susu Anak CEO".

Mohon dukungan dengan kasih like dan komentar yang mendukung ya !

Terimakasih! Selamat membaca, semoga terhibur.

Bab 2

"Ibu, apa rencana kita untuk menjual Aril akan berhasil?" Eric sebenarnya tidak tega membuang darah dagingnya sendiri tapi ia sedang terlilit hutang yang banyak. Kalau bukan dalam keadaan kepepet seperti ini tidak akan ia setujui rencana ibunya.

"Kamu tenang saja, Ibu kenal betul dengan teman ibu. Mereka akan membeli mahal bayimu. Uangnya nanti bisa kamu gunakan untuk berjudi lagi. Jika kamu menang, Ibu kan bisa kecipratan untungnya."

Rieka tak berhenti mempengaruhi anaknya.

"Kamu nanti juga bisa bikin anak lagi dengan April." imbuh Rieka yang omongannya licin seperti pembersih lantai itu.

Eric manggut - manggut setuju. "Baiklah Bu, aku menurut saja. Ini, mana teman Ibu ?" menimang - nimang Aril yang mulai bangun.

"Sebentar, Ibu telepon dulu." Rieka mengeluarkan ponselnya menghubungi seseorang.

"Bagaimana Bu ?" tanya Eric gelisah melihat ibunya berubah murung.

"Sial, teman Ibu membatalkan perjanjian." geram Rieka lalu memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas.

"Kalau begitu kita pulang saja. Hari mau hujan. Aril mulai rewel nih, sepertinya dia lapar."

"Kamu pulang saja duluan, Ibu mau belanja sebentar." Rieka dan Eric berpisah.

Saat sedang memilih sayuran di pasar. Rieka merasa sejak berpisah dengan Eric tadi ada yang menguntitnya. Rieka menoleh ke belakang, tak terlihat sesuatu yang mencurigakan.

Lantas Rieka melakukan pembayaran dan segera pulang. Ia mempercepat langkahnya meninggalkan pasar lalu mencari taksi. Namun belum ada satu taksi pun yang berhenti. Rieka memilih jalan kaki menyusuri gang.

"Berhenti, bisa kita berbicara sebentar!" cegah Sania mengejutkan Rieka. Sania tahu jika wanita tua ini hendak menjual cucunya.

"Si-apa kalian dan mau apa ?" Rieka terkejut dengan kedatangan 2 wanita berbeda usia ini.

"Aku Sania dan ini putriku, Laurent." Sania memperkenalkan diri dan anaknya.

"Aku tahu kamu sedang butuh uang. Aku mau membeli cucu laki - lakimu." Ucap Sania tanpa basa - basi.

"Bagaimana kamu bisa tahu aku butuh uang dan cucu ku laki - laki ?" Rieka sebelumnya belum pernah bertemu orang ini tapi bagaimana bisa tahu detail keadaanya.

"Itu tidak penting. Bagaimana, kamu setuju dengan tawaranku. Aku akan membeli cucumu sebanyak yang kamu minta."

Rieka ternganga dan membelalakkan mata tak percaya mendengar ucapan wanita asing itu. Bagaikan kejatuhan duren di siang bolong.

"Ibu, bagaimana jika wanita itu tidak mau ?" bisik Laurent yang nampaknya mulai cemas.

"Tenang saja, semuanya akan lancar." jawab Sania dengan kepercayaan yang tinggi. Lalu Sania megeluarkan beberapa lembar uang seratus ribuan dari dalam tasnya.

"Lihatlah uang yang aku bawa ! Ini belum seberapa, masih banyak uangku yang tersimpan di Bank. Aku bisa mengambilnya sekarang jika kamu setuju bernegoisasi denganku." Sania memperlihatkan uangnya membentuk kipas.

Rieka tak berhenti berkedip. Sebelumnya tidak pernah ia melihat uang sebanyak itu. Tanpa berpikir panjang, Rieka yang mata duitan itu langsung setuju. "500 juta. Bagaimana?"

"Itu tidak sulit. Aku butuh bayi itu secepatnya." tegas Sania yang ingin segera mendapatkan bayi itu.

"Baik. Aku perlu bicara dengan putraku untuk membawa bayi itu. Beri aku waktu hingga malam tiba. Karena saat menantuku tidur. Aku memiliki kesempatan untuk mengambilnya."

"Lalu, bagaimana jika menantumu tahu kalau bayinya menghilang?" Laurent ikut bersimpati.

"Aku akan membuat alibi palsu jika bayinya diculik." kelakar Rieka menyampaikan rencana nya yang muncul begitu saja.

Begitu pula dengan Sania, memiliki seribu cara untuk mengentaskan diri dari masalah. "Aku punya ide, bagaimana jika kita bertukar bayi."

"Bertukar bayi ? Maksud kamu ? Lalu uang ku?" Rieka menjadi bingung.

"Aku akan memberitahumu nanti. Tenang, kamu akan tetap mendapatkan uangmu."

Lalu keduanya sepakat untuk bertemu malam nanti di tempat yang sama.

Rieka pulang membawa sejumlah uang sebagai DP nya dan menyampaikan kabar gembira itu pada Eric.

Sementara Sania dan Laurent harus menunggu saat malam tiba.

"Ibu, kita tidak bisa berlama - lama menunggu. Jenazah David harus segera dikubur jika tidak akan menimbulkan bau busuk." Laurent tidak berhenti untuk cemas.

Beberapa jam yang lalu, Dave menelpon dan melakukan video call pada Laurent. Dave menanyakan kabar bayinya. Seketika itu Laurent berubah panik dan memucat. Laurent mengarang cerita jika David sedang bersama neneknya.

Dave menjadi lega, ia mengabarkan akan pulang larut sehingga meminta pada Sania dan Laurent untuk menjaga bayinya.

Dengan keterlambatan Dave pulang ke rumah menjadikan Sania dan Laurent sedikit lega dan punya waktu sampai mendapatkan pengganti bayi untuk David.

Sementera itu, Rieka sudah menyampaikan kabar pada Eric.

Lantas Eric membuatkan minuman untuk istrinya yang sudah ia campur dengan obat tidur.

"April, belakangan ini kamu terlihat lelah. Ini, aku buatkan minuman segar agar kamu tidak terlalu capek mengurus bayi kita." Eric menyodorkan minuman pada April. April menyerahkan bayinya pada Eric.

April tidak curiga sama sekali karena pada dasarnya Eric adalah suami yang pengertian dan mencintainya dengan tulus.

"Iya Eric, terimakasih. Lihatlah, Aril tadi menyusu dengan lahap !" April menerima gelas itu lalu meneguknya hingga tandas.

Eric menimang bayinya sesekali melirik April.

Detik berikutnya, April terlihat menguap dan ngantuk berat. "Malam ini aku sangat ngantuk."

"Kalau begitu tidurlah, aku akan meletakkan Aril ke box bayi." Eric pura - pura meletakkan Aril. Begitu melihat April tidur pulas, Eric menggendong bayi itu lagi lalu membawanya keluar kamar.

Di luar kamar sudah ada Sania yang menunggu. "Bagaimana Eric ?" tanya Rieka berbisik.

"Aman, Bu ! Obatnya akan bekerja sampai besok pagi tiba."

"Bagus !" Rieka mengacungkan jempolnya. Keduanya pun segera pergi untuk menukar bayi di tempat awal Rieka dan Sania bertemu.

.

"Hah, ini bayi sudah mati !" Eric tak mengira jika ditukar dengan jenazah. Laurent menyerahkan baby David dan menerima baby Aril.

"Iya, suami kakakku akan marah nanti jika tahu bayinya sudah tiada. Aku tidak punya cara lain selain mencari pengganti bayi ini." ujar Laurent lalu melihat bayi Aril hampir memiliki kesamaan bobot dengan baby David.

"Ini uang kamu. 500 juta sudah kamu terima." Ucap Sania menyerahkan koper hitam pada Rieka.

"Asli ?" seolah meragukan.

"Jika kamu tidak percaya, periksa saja !" Sania tidak keberatan.

Rieka mengecek secara langsung keaslian uang itu. "Asli ! Kalau begitu, kami segera pulang." pamit Rieka dengan membawa koper sementara Eric membawa jenazah bayi.

Sesampainya di rumah, Eric memasuki kamar April dan meletakan bayi itu ke tempat box bayi.

"April, maafkan aku. Kita akan membuat anak lagi nanti." Ucap Eric sebelum pergi.

Sania dan Laurent pulang dengan hati yang gembira karena akan terbebas dari amukan Dave.

Laurent segera meletakkan bayi ke dalam box bayi.

Sekian menit kemudian saat Laurent dan Sania akan tidur, Dave tiba.

Dave tak sabar ingin menemui putranya. Namun dihalang oleh Sania.

"Dave, kamu pulang selarut ini?" tegur Sania.

"Iya, Bu. Pekerjaan di kantor menumpuk. Jika aku bawa pulang, nantinya malah menyita waktu kebersamaanku dengan David."

"Apa semuanya sudah beres ?"

"Iya, sudah."

"Kalau begitu cepat istirahatlah dan kembali ke kamarmu!"

"Tapi, aku ingin melihat putraku."

"Besok pagi saja, tangan dan badanmu pasti kotor dan penuh kuman. Itu tidak baik bagi bayi."

"Baiklah. Terimakasih sudah menjaga David."

"Itu bukan masalah, dia juga cucuku."

Karena termakan omongan ibu mertuanya, Dave pun kembali dan memasuki kamar.

.

Keesokan paginya.

"Ibu ! Ibu ! Lihatlah, ada yang berbeda dengan David." pekik Dave ketika berada di kamar David.

Bab 3

April tak berhenti menangis di pusara bayi yang baru saja ia lahirkan. Gundukan tanah yang masih basah itu tak lepas dari tatapannya. Hingga suara lelaki membuatnya harus segera beranjak dari sana.

"April, hari mulai panas. Sampai kapan kamu akan di situ terus ? Cepatlah!" teriak Eric yang sudah tak sabar pergi dari pemakaman itu dan ingin segera menghamburkan uangnya.

"Eric, cepat !" teriak sang Ibu di samping pintu pagar. Ia pun juga sama halnya dengan Eric, tidak sabar ingin berbelanja ini itu.

April menyeka air matanya cepat, "Iya," sahutnya kemudian dan dengan terpaksa bangkit lalu mengikuti langkah suaminya.

April memijat dadanya yang terasa sakit akibat pasokan ASI yang menumpuk yang seharusnya sudah diberikan pada bayinya. "Sakit," keluhnya lirih.

"Kenapa ?" tegur Eric yang awalnya tadi cuek.

"Payudara ku terasa sakit dan menegang." Seketika itu ia merasakan dadanya basah akibat ASI yang merembes keluar.

Eric tak menanggapi lebih. Ia hanya bergumam.

Setibanya di sebuah rumah yang kecil dan sederhana, April hendak masuk ke dalam kamar. Terlalu lama menangis dan sedih membuatnya lelah, ia ingin istirahat sebentar.

"E, e, e ! Kamu mau kemana?" hadang wanita tua bernama lengkap Laura Rieka Boru.

April memasang wajah memelas, "Aku beristirahat, Bu." akunya dan hendak membuka pintu kamar.

"Enak saja kamu mau bersantai, aku dan Eric sudah lelah mengurus pemakaman bayimu sejak pagi tadi ! Cepat, siapkan makanan untuk kami !" hardik Rieka.

Eric datang bukan malah membela istrinya. " Layani Ibuku, April. Jadi istri jangan manja !"

April terperangah mendengar ucapan suaminya, "Aku baru saja berduka. Tidakkah kalian membiarkanku untuk berkabung sebentar?"

Mendengar ucapan April seperti itu membuat Rieka marah. "Bukankah meninggalnya cucuku itu kerena kecerobohan dan kebodohan mu ! Jangan banyak alasan, siapkan makanan untuk kami !"

Tidak membela diri saja sudah disalahkan apalagi membenarkan diri ? Lantas April mengikuti kemauan mereka. Dia menuju dapur lalu mulai memasak.

30 menit kemudian, hidangan tersaji di atas meja. Jangankan mau makan, melihat makanan saja April tak berselera. Lalu ia hendak memasuki kamarnya. Dilihatnya suami dan ibu mertua sedang cekikikan entah apa yang sedang mereka bahas. Bukannya berduka mereka malah terlihat senang.

"Eric, Ibu. Makanan sudah siap. Ada lagi yang bisa aku lakukan sebelum aku masuk ke dalam kamar ?" suara April yang tiba - tiba itu mengejutkan keduanya.

"Tidak ada. Kamu boleh pergi. Cepat masuk !" ucap Eric lalu ia disusul ibunya menuju meja makan.

April pun masuk ke dalam kamar.

"Eric, Ibu mau motor baru. Jadi, ketika ibu akan pergi tidak perlu kamu repot - repot mengantar Ibu." usul Rieka.

"Itu tidak jadi masalah. Besok kita pergi ke dealer. Ibu mau motor warna apa ?" ucap Eric dengan santainya.

"Warna merah saja, sepertinya lebih menyala. Kamu mau beli apa, Eric ?"

"Aku mau beli rumah yang sedikit lebih besar dari rumah ini."

"Memangnya uangnya cukup ?"

"Cukuplah."

" Jika kurang, kita minta April untuk melunasinya. Dia kan hanya menumpang. Wanita itu tidak bisa diandalkan. Coba, kamu suruh dia untuk bekerja. Karena sudah tidak ada lagi penghalang yang membebaninya." Rieka tak ingin melihat April menikmati hasil jerih payah mereka dari menjual bayi.

"Itu ide bagus, Bu. Ayo, kita makan dulu. Kita bicarakan nanti."

.

Sementara itu di rumah Dave.

Dave bangun tidur langsung membersihkan diri, ia tidak sabar ingin melihat putra kecilnya di kamar bayi.

"Hallo, David ! Papa datang untukmu." Dave hendak menggendong bayi mungil itu yang agaknya mulai menangis.

Dave melihat wajah lain dari putra nya. Ia mengurungkan niatnya untuk menggendong bayi itu.

"Bayi siapa ini ? Ini bukan bayiku." Dave menjadi panik. Bersamaan dengan itu pula bayi itu menangis.

"Ibu ! Ibu ! Lihatlah, ada yang berbeda dengan David." pekik Dave sembari berjalan keluar kamar.

Sania yang baru akan keluar kamar terkejut dengan teriakan Dave. Begitu pula dengan Laurent. Laurent seketika memucat wajahnya bak mayat hidup mendengar teriakan kakak iparnya. Lantas ia bergegas keluar kamarnya.

"Dave, ada apa ?" tanya Sania dengan lembut dan menyiapkan segala jawaban atas kecemasan dari menantunya itu.

"Ibu, wajah bayi ku berubah. Itu bukan seperti bayiku." ucap Dave begitu melihat Sania ke luar kamar.

Laurent melihat kakak ipar dan ibunya. Ia segera menuju kamar bayi karena tangisannya yang melengking. Laurent tahu bayi itu pasti sedang haus. Ia segera membuatkan susu formula.

"Tenang David, Tante datang dengan membawa susu kesukaanmu." Laurent mengambil bayi itu dan mulai menyodorkan dot ke dalam mulutnya.

Karena itu bukan baby David yang asli, bayi itu menolak susu formula. Ia ingin ASI langsung. Bayi itu menangis lagi. Laurent bertambah rasa paniknya jika sampai ketahuan oleh Dave.

Sania menuju kamar bayi diikuti Dave.

"Dave, wajah bayi memang selalu berubah - ubah. Ini hal lazim yang tidak perlu kamu resahkan." tutur Sania mencoba mengelabui agar tidak curiga. Jika Dave tahu bahwa bayinya telah meninggal dan ditukar, tidak hanya harta Sania yang menghilang bahkan nyawanya juga. Sania mendatangi Laurent yang berusaha memberikan susu formula.

Dave terdiam menyelami ucapan mertuanya. Ia tidak terlalu tahu mengenai banyak hal tentang bayi.

"Ibu, bayi ini tidak mau minum susu formula. Bagaimana ini ?" bisik Laurent begitu Sania mendekat.

"Terus paksa dia."

Dave mendekat, "Ada apa, mengapa masih menangis juga ?" Agaknya Dave tidak mempermasalahkan wajah bayinya lagi. Ia termakan omongan ibu mertuanya.

"Mungkin popoknya basah, aku akan menggantinya." kilah Laurent.

"Mandi sekalian, Ibu akan siapkan air hangat." Sania bergegas menyisipkan bak mandi dan air panas.

Laurent melepas pakaian dan popok bayi. Benar dugaannya, popoknya sudah penuh dan basah.

Laurent terlihat handal sekali mengurus bayi. Ia terpaksa melakukan itu untuk mengambil simpati hati sang kakak ipar. Laurent sebelum datang ke rumah Dave, ia sibuk sebagai seorang dosen di sebuah universitas swasta di kota Denmark. Karena desakan sang ibu, Laurent mempelajari secara otodidak bagaimana mengurus bayi.

Sejujurnya, Dave tertarik juga dengan kepribadian Laurent yang keibuan dan ramah itu. Tapi belum ada niatan sedikit pun baginya untuk menikah lagi.

Dave merasa sangat beruntung memiliki keluarga lain yang begitu peduli padanya. Ia pikir setelah kematian istrinya, ia akan kerepotan seorang diri mengurus bayi. Pernah juga Dave berkeinginan menyewa jasa baby sister untuk mengurus bayinya, tapi kedatangan Sania dan Laurent mengubah pemikirannya.

Usai dimandikan, bayi pengganti baby David itu belum juga berhenti menangis malah semakin kencang tangisannya sehingga menyita perhatian Dave lagi.

"Apa David sakit ?" tanya Dave cemas.

Laurent memeriksa keadaan kening bayi itu. Tidak ada gejala demam. "Tidak, mungkin dia lapar. Aku akan mengambilkan susu untuknya."

Laurent datang dengan sebotol susu. Baby David menolak lagi susu itu.

"Mengapa David menolak minum susu formula ? Atau mungkin telah terjadi sesuatu dengan mulutnya. Kita bawa saja ke rumah sakit untuk dilakukan pemeriksaan."

"Gawat !" jerit Laurent dalam diam.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!