12 Januari 2025.
"Pemirsa. Seorang aktor ternama berinisial AA, terciduk memiliki hubungan istimewa dengan wanita bersuami yang merupakan bos besar sebuah agensi, dimana aktor tersebut bernaung ...."
Di sebuah restoran, suara tayangan televisi berhasil menambah panasnya skandal yang beredar beberapa jam terakhir. Para pengunjung sibuk menekan ponsel untuk mengikuti berita tersebut.
"Aku sungguh tidak percaya. Axello seperti itu?" ujar salah satu wanita dengan tangan yang menutup mulut.
"Benar! Aku juga tidak menyangka. Selama ini citranya sangat bersih dan tidak pernah terlibat dengan aktris mana pun."
"Siapa yang sangka, ternyata seleranya ibu-ibu bersuami."
"Menjijikan! Tapi dengan wajah tampan seperti itu, tentu mudah menarik perhatian wanita kaya. Aku penasaran, berapa harganya sekali service."
"Hahaha. Kenapa? Jangan bilang kau mau sewa juga?"
"Kalau pun aku punya uangnya juga aku enggak mau. Bekas nenek-nenek, ih."
Mereka tertawa setelah cukup puas mengejek sang aktor. Padahal sebelum skandal muncul, mereka masih memuja-muji bahkan bermimpi menjadi pasangan pria itu.
Sementara seorang wanita yang baru turun dari lantai dua di mana kantornya berada, dibuat geram saat mendengar perkataan mengejek para pengunjung. Ia berjalan ke arah pintu, lalu memutar kartu tulisan open menjadi close.
Wanita itu bernama Elodie, ia berbalik dan berjalan menuju meja kasir dan berdiri di sana. Dengan menepuk tangan beberapa kali, wanita itu berhasil menarik atensi para pengunjung.
"Mohon maaf para pengunjung sekalian, hari ini restoran akan tutup awal 10 menit lagi karena urusan pribadi! Jadi silakan menyelesaikan makan siang kalian dan juga mengambil bonus ayam goreng gratis di sebelah sana!"
Beberapa wanita yang sebelumnya bergosip itu tampak berbinar. Mereka yang memang sudah selesai makan sejak tadi, langsung berdiri dan menghambur ke arah yang ditunjukkan Elodie.
"Oh, maaf. Ayam gorengnya belum siap, kalian pulanglah lebih dulu!" ujar Elodie dengan tatapan datar.
Sementara beberapa wanita itu saling memandang kemudian tertawa kecil. "Tidak masalah, kami akan menunggu saja."
Elodie memandang dingin. "Pulanglah, bonus ini khusus untuk anak-anak, paruh baya dan mereka yang tidak bergosip."
"Apa maksudmu?" tanya salah satu wanita mulai tersulut emosi. Elodie tetap menatap datar, wanita itu tak gentar meski beberapa wanita di depannya sudah unjuk gigi.
"Aku bilang bonus ini tidak untuk orang yang suka bergunjing di belakang orangnya."
"Kau! Apa begini cara kerja restoran ini?"
Elodie akan membalas lagi namun urung saat seorang pria yang baru masuk menahan lengannya.
"Biarkan mereka mengambil, Sayang! Mereka terlalu banyak bicara, jadi harus disumpal banyak makanan agar diam."
Para wanita yang awalnya sempat terpana pada pria dengan wajah tegas nan tampan itu berakhir mendengus kesal.
"Kami akan beri review jelek! Kalian tunggu saja!" Wanita-wanita itu berjalan pergi dengan kaki yang tersentak-sentak.
Namun sepasang suami istri itu tidak peduli. Gray memandang Elodie yang wajahnya kusut. "Kau seperti khawatir sekali padanya?" tanya pria itu dengan sedikit sindiran yang mengandung kecemburuan.
Sementara Elodie menoleh dan membalas pria itu dengan cemberut. "Ini bukan saatnya cemburu, Sayang! Kasus pembunuhan itu bukan kasus kecil, terlepas dari Axel yang adalah mantan aku. Kami sudah berteman lama, aku tentu khawatir padanya."
"Tapi kau sedang hamil, Sayang. Aku enggak mau kau terlalu banyak pikiran."
Elodie menghela napasnya. Ia mengelus lengan sang suami dengan lembut. "Aku tahu."
"Elli." Salah satu sahabatnya, Clara menghampiri sepasang suami istri itu. Wajahnya juga tampak cemas.
"Benarkah Axel melakukannya?"
Elodie menggeleng. "Aku enggak percaya."
"Aku juga. Kamu udah bisa menghubunginya?"
"Belum, ponselnya enggak aktif."
"Aku udah hubungi kak Alexa, tapi dia juga enggak tau Axel sekarang ada di mana."
"Aku juga udah hubungi manajernya, tapi panggilanku terus ditolak."
Kedua wanita itu saling membahas dengan tegang. Sementara dua pria di belakang, mengikuti dengan wajah tidak enak di pandang. Sembari berjalan ke lantai atas, sembari mereka saling memandang.
"Lihatlah mereka! Bicara tentang pria lain sampai kita tidak mereka pedulikan lagi." Elbert, kakak Elodie sekaligus suami Clara berbicara pada Gray di sampingnya.
Gray menoleh, menaikkan sebelah alisnya seakan tidak terpengaruh. "Aku tau kalian baru nikah kemarin. Tapi jangan terlalu cemburuan, masalah pria itu sangat mendesak."
Gray berkata seakan baik-baik saja jika Sang istri perhatian pada pria lain. Padahal tadi ia sudah menunjukkan kecemburuannya terang-terangan langsung pada orangnya.
Sementara Elbert berdecih, ia tidak percaya Gray akan semurah hati itu.
.
.
.
Di dalam sebuah ruangan yang gelap, seorang pria tengah duduk meringkuk. Tidak ada suara yang keluar, juga tidak ada pergerakan hingga seseorang membuka pintu.
"Axel." Seberkas cahaya dari sinar lampu di luar menerobos masuk mengenai wajah tampan yang sebelumnya diidamkan jutaan wanita itu.
Ia yang menunduk segera mendongak saat mendengar suara akrab yang menjadi kesehariannya.
"Kak, bagaimana? Apa aku terbukti tidak bersalah?" tanya Axel langsung, dengan wajah penuh harap.
.
.
.
Hugo Salvatore, sang manajer hanya bisa diam. Pria itu menatap Axel yang ia temani berjuang sejak dari bawah itu, dengan prihatin.
"Kau belum makan, ayo makan! Aku udah beli saat perjalanan pulang tadi."
Saat mendengar sang manajer yang mengalihkan pembicaraan, Axel merasa tubuhnya kembali melemas. Pria itu menggeleng pelan.
"Aku enggak bisa makan dalam keadaan seperti ini. Bagaimana mungkin aku membunuh wanita yang sudah seperti ibuku sendiri?" ujarnya dengan helaan napas kasar.
Ferlinda Hilton, wanita berusia 51 tahun yang merupakan istri bos agensi di mana tempatnya bernaung. Padahal kemarin malam mereka masih bertemu, siapa sangka pagi ini wanita itu ditemukan meninggal di tempat yang sama.
Karena alasan itulah, kini namanya terseret sebagai seorang kriminal. Terlebih chat-chat palsu yang beredar, membuat harga dirinya jatuh sejatuh-jatuhnya. Padahal Elodie yang jelas-jelas ia masih memiliki rasa saja, ia ikhlaskan asal wanita itu bahagia. Bagaimana bisa dia dituduh merusak rumah tangga bos besarnya sendiri? Lalu karena tidak ingin ketahuan malah membunuhnya?
Sementara Hugo berjalan masuk, ingin memaksa pria itu makan walau sedikit. "Makan, Xel! Kau bisa sakit kalau seperti ini."
Ia sudah mengulurkan tangannya untuk menarik lengan sang aktor. Namun ponsel di dalam sakunya tiba-tiba berdering dengan keras.
"Halo." Melihat siapa yang menelpon, ia segera mengangkatnya. Hari ini terlalu banyak panggilan masuk dari nomor tidak dikenal, karena itu hanya dari nomor tertentu yang ia angkat. Ia terdiam sejenak membiarkan orang di seberang berbicara.
"...."
"Saya tau kasus ini sangat sensitif. Tapi Axel belum terbukti bersalah Pak, penyelidikan masih dalam proses."
"...."
"Iya, saya mengerti. Tapi setidaknya kalian pertimbangkan peran Axel dalam kampanye produk kalian bulan lalu, dia udah berusaha ... halo, halo ... Shiit! Mereka benar-benar tidak tau terima kasih. Saat axel dielu-elukan saling merebut untuk kerja sama. Sekarang saat dia terpuruk satu per satu mulai memutus kontrak."
Hugo hampir melempar ponsel, namun saat menyadari bahwa Axel masih duduk di lantai membuatnya berusaha mengendalikan emosi.
"Maaf, aku hanya terlalu marah pada mereka." Ia berbicara dengan nada lebih lembut. Namun Axel tak begitu peduli, pria itu memaksa tubuhnya yang lemah itu berdiri.
"Aku harus cari bukti kalau aku enggak salah! Semua yang mereka katakan itu enggak ada yang benar." Pria itu berlari keluar dengan langkah sempoyongan.
"Apa yang kau lakukan? Dengan keadaan sekarang kau tidak boleh pergi ke mana pun!" Hugo memarahi pria yang sudah ia anggap adik itu sembari menahan tangannya. Namun Axel terus memberontak, ia meraih kenop pintu dan membukanya.
"Itu dia Axel! Ternyata benar dia sembunyi di sini," pekik seorang wartawan yang berdiri tidak jauh dari halaman rumah Hugo. Wanita itu dan segerombol yang lain segera berlari mengerubungi Axel yang mematung.
"Apa yang kau lakukan? Cepat masuk lagi!" Hugo menarik lengan pria itu dengan keras sebelum para wartawan itu berhasil menerobos ke dalam rumahnya.
"Axel."
"Axel."
"Pembunuh!"
Teriakan-teriakan di luar begitu menusuk ke dalam telinga Axel. Terutama kata 'Pembunuh' yang tidak pernah ia bayangkan akan ada saat seseorang memanggilnya seperti itu.
"Kak, aku harus bagaimana?" tanya pria itu melihat Hugo dengan kedua mata berkaca-kaca. Selama hidup bersama Axel, Hugo baru kali ini melihat pria itu begitu hancur.
Pria itu langsung menarik tubuh Axel dan memeluknya. "Tenang, nanti kau pasti akan terbukti tidak bersalah."
.
.
.
Elodie dan Clara yang melihat berita bahwa Axel sedang berada di rumah manajernya, segera bersambang ke sana. Para wanita itu ingin segera turun saat sampai, namun para lelaki menahan.
"Biar anak buahku mengusir mereka lebih dulu," ujar Gray sembari memegang tangan sang istri.
Elodie pun menurut walau dengan hati tidak tenang. Dulu saat restorannya terkena skandal, Axel lah yang membantunya. Sekarang Axel yang mendapat masalah, ia tidak mungkin berpura-pura tidak tahu.
Namun setelah hampir 10 menit, anak buah Gray sama sekali kalah jumlah. Para wartawan saja sudah banyak, ditambah dengan para haters yang berdatangan karena berita terkini itu, kini rumah Hugo sudah berubah warna catnya. Dari yang berwarna putih, sekarang sudah penuh bercak-bercak kuning telur busuk.
"Keluar, dasar pembunuh!" teriak salah satu dari mereka yang disambut sorakan dari yang lainnya.
"Sialan, mereka! Axel bukan pembunuh!" geram Clara yang langsung diangguki Elodie.
"Kalau enggak bisa usir mereka. Minta anak buahmu bawa Axel keluar tanpa ketahuan!" Elodie meminta pada sang suami dengan penuh harap. Ia ingin turun, tapi Gray pasti tidak akan mengizinkannya. Pria itu mengangguk, langsung menelpon salah satu anak buahnya.
...
"Tuan Axel, tolong buka sebentar! Nyonya Elli yang meminta kami datang." Beberapa anak buah Gray telah berdiri di barisan paling depan setelah berdesakan cukup lama.
.
.
.
Sementara Axel yang mendengar itu langsung bangkit berdiri.
"Jangan!" Hugo menahan lengan pria itu yang ingin menarik handle.
"Tidak ada yang tau panggilan Elli selain orang terdekat." Kali ini akan ia pertaruhkan, daripada dirinya yang tidak bisa keluar dan bersembunyi di sini terus-menerus. Lebih baik percaya kali ini saja.
Hingga saat pintu terbuka, beberapa pria langsung menerjang masuk dan menutup pintu lagi dengan kilat. Menahan yang di luar, yang ingin memaksa ikut masuk.
"Tuan, pakai pakaian ini! Kami akan membawa Anda keluar," ujar salah satu dari mereka sembari mengulurkan pakaian berwarna-warni itu. Sikap mereka dingin, namun juga penuh tanggung jawab.
"Ini?" Axel memandang tidak percaya. Bagaimana dia bisa memakai gaun pantai seperti ini?
"Tuan, ini sangat mendesak. Menyamar menjadi seorang wanita akan lebih tidak dikenali."
Axel memandang Hugo yang mengangguk. Ia menghela napas kasar, sungguh memalukan. Terkena skandal yang sama sekali tidak diketahuinya, sekarang ditambah ia harus menyamar seperti ini demi lolos dari media di luar sana.
...
Axel memandang dua pria yang tengah duduk di depan itu dengan kesal. Jelas sekali dia tengah ditertawakan secara halus. Sementara dua wanita di sampingnya pun memandangnya dengan tatapan tak biasa.
"Bisa-bisanya kamu jadi cantik, Xel," komen Clara yang membuat dua pria di depan tak tahan lagi. Keduanya mengeluarkan tawa yang memenuhi seisi mobil.
"Aku udah kena skandal dan teracam tinggal di penjara. Kalian masih bisa menertawakanku?" Axel berkata dengan kesal.
Mendadak suasana menjadi hening. Baik Gray maupun Elbert sudah menghentikan tawanya. Begitu juga Elodie dan Clara yang mengubah pandangannya menjadi prihatin.
"Namaku sekarang dibakar di mana-mana. Aku bahkan enggak tau, besok masih bisa bangun di rumah atau di ... sel tahanan."
"Xel." Elodie memanggil dengan lirih, kedua mata wanita itu berkaca-kaca. Begitu juga Clara yang merasa bersalah telah meledek pria itu. Sementara dua pria di depan juga merasa tidak enak hati.
"Maaf, emosiku sedang tidak terkontrol." Axel menunduk, merasa tadi terlalu emosional. Di saat yang sama sebuah jaket terlempar ke arahnya.
"Pakai itu! Jangan memamerkan tubuh jelekmu di depan istriku!" titah Gray acuh tak acuh. Namun berhasil menarik senyum tipis di wajah sang istri.
"Sekarang kamu mau ke mana? Mau ke rumah kami dulu? Atau ke rumah kak Alexa? Dia sangat mengkhawatirkanmu," tanya Elodie mengalihkan perhatian.
Axel menggeleng, wajahnya tampak sedih memikirkan kakak satu-satunya itu.
"Kak Hugo udah siapin aku sebuah rumah yang aman. Aku enggak mau repotin kalian," ujar pria itu akhirnya.
"Enggak merepotkan. Kamu sedang butuh bantuan, jadi enggak perlu sungkan. Iya kan, Sayang?" tanya Elodie menanyakan pendapat sang suami.
Gray berdehem, meski tidak suka pada mantan pacar istrinya itu. Ia bukan orang yang berhati dingin sampai tidak peduli pada kesusahan orang lain.
"Enggak. Aku tetap enggak mau bawa masalah untuk kalian. Cukup rumah kak Hugo yang diserang. Aku enggak mau bertambah kalian."
"Ck, kamu memang keras kepala." Elodie kesal dan suasana jadi hening, orang-orang di dalam sana pun merasa canggung. Terutama Gray yang merasa tidak senang saat sang istri kesal.
Pria itu membuka saluran radio.
"Seorang influencer terkenal, Cassandra Angela menyatakan jati dirinya terpendamnya. Gadis cantik itu ternyata memiliki identitas lain, memiliki akun anonim dengan ratusan ribu pengikut. Dia adalah haters garis keras dari aktor yang baru-baru ini menarik perhatian media. Dan hampir satu jam yang lalu, gadis yang kerap disapa Cassie itu menyatakan akan meliris bukti terbaru, terkait kasus pembunuhan yang menyeret nama aktor Axello Alessandro. Jam 8 nanti, jadi mari kita tunggu bukti apa yang terkuak nanti. Dan bagaimana nasib Axello selanjutnya."
Semua di sana semakin hening. Gray lantas langsung mematikan radio, sementara Clara mengecek ponselnya. "Sungguh dia? Tapi kenapa?"
Ia menunjukkan foto Cassie pada Elodie. Sementara Axel yang mengingat gadis yang pernah ditolongnya itu mengepalkan tangan.
"Entah kenapa aku enggak percaya kalau dia yang melakukannya." Elodie berkata dengan suara kecil, namun Axel menggeleng.
"Akun itu memang hatersku yang paling buruk."
Clara mengangguk. "Aku pernah memintanya untuk upload skandal Freya. Dan dia dengan senang hati, padahal dari yang kudengar dia sangat jarang membalas pesan. Aku enggak nyangka ternyata dia Cassie."
Axel merasakan harapan untuk nama baiknya semakin menipis. Pria itu menghela napas kasar sembari memandang keluar jendela.
"Xel, kami pasti akan bantu mencari bukti kalau kamu enggak salah!" Elodie berkata sembari menenangkan. Rasa kesal ia kesampingkan dulu.
Axel bergeming, lalu sebuah mobil mulai menyalip mereka dan berhenti tidak jauh di depan.
"Siapa?" tanya Elbert pada Gray yang menggeleng. Para anak buahnya ada di belakang, jadi ia tidak panik.
Seseorang turun dari sana, dan Axel mengenalinya. "Itu kak Hugo. Dia akan membawaku ke rumah itu."
"Kamu yakin di sana aman?" kali ini Clara yang bertanya. Pria itu memaksakan senyum dan mengangguk.
"Setelah ini entah kapan kita bisa bertemu lagi," ujarnya sebelum melepas jaket milik Gray dan melempar kembali ke depan.
"Thanks, Bro."
Setelahnya dia benar-benar turun dari mobil. Jalan itu lengang, jadi meski mobil mereka berhenti, tidak ada suara klakson yang terdengar. Sementara Elodie dan Clara menatap sedih punggung yang menjauh itu. Hanya dalam beberapa jam, tubuh pria tampak lebih ringkih.
.
.
.
Sebagian orang mungkin tidak sabar menunggu bukti terbaru yang akan dibeberkan Cassie. Namun menunggu hingga jam 8 malam, tidak ada postingan baru dari gadis itu.
Hal ini semakin menimbulkan banyak spekulasi. Penggemar Axel terbagi menjadi dua kubu sekarang. Yang satu tetap yakin menyalahkan, sementara yang satu terus membela pria itu.
Terlebih dengan Cassie yang bungkam hingga kini waktu sudah menginjak jam 9 malam. Banyak yang mulai ragu dengan Axel yang mungkin dijadikan kambing hitam.
Hingga sebuah berita kembali mengguncang Negara Merleens atau mungkin hingga ke luar negeri.
Cassandra Angela ... ditemukan meninggal tertabrak mobil.
.
.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!