Amanda baru pulang kuliah. Mobilnya jalan merayap karena mobil-mobil di depannya jalan merayap. Di depan ada sekolah yang baru bubar. Anak-anak berseragam SMP terlihat berjalan keluar dari sekolah tersebut. Tiba-tiba mobil-mobil di depan mobil Amanda berhenti. Amanda juga menghentikan mobilnya. Ia memperhatikan anak-anak sekolah yang sedang berjalan kaki.
Mobil di depan mobil Amanda kembali berjalan, Amanda pun menjalankan mobilnya. Ketika melewati depan sekolah tersebut ada beberapa orang anak perempuan sedang asyik berbicara. Amanda menjalankan mobilnya sambil memperhatikan mereka. Namun, ia seperti mengenal salah seorang di antara mereka. Tiba- tiba Amanda menginjak rem mobilnya lalu menekan klakson mobil. Semua anak sekolah menoleh ke arah mobil Amanda, termasuk anak-anak perempuan itu juga menoleh ke arah mobil Amanda. Sehingga wajah mereka terlihat jelas oleh Amanda. Ternyata anak perempuan yang ia kenal adalah Yulia.
“Kak Amanda,” kata Yulia ketika melihat Amanda di dalam mobil.
Amanda membuka kaca mobil. “Yulia, ayo cepat naik!” Amanda memberi tanda agar Yulia cepat naik ke mobil.
Yulia mendekati mobil Amanda. “Yulia pulang bareng sama teman-teman, Kak,” kata Yulia.
“Ajak saja semua teman-teman Yulia!” ujar Amanda.
Mobil yang berada di belakang mobil Amanda membunyikan klakson karena mobil Amanda menghalangi jalan. Sedangkan mobil di depan Amanda sudah jalan.
“Ayo naik!” ujar Amanda sekali lagi.
Yulia membuka pintu mobil, ia dan teman-temannya cepat-cepat masuk ke dalam mobil Amanda. Setelah semuanya masuk ke dalam mobil Amanda pun menjalankan mobilnya. Ia bernafas lega karena tidak terdengar lagi suara klakson yang membuat memekakkan telinga.
“Kakak dari mana?” tanya Yulia.
“Kakak baru pulang kuliah.” Amanda menjawab sambil fokus menyetir mobil.
“Rumah Yulia dimana?” Amanda menoleh sebentar ke Yulia.
“Di Margahayu, Kak,” jawab Yulia.
Nita teman Yulia mencolek bahu Yulia setelah mendengar pertanyaan Amanda, menurutnya pertanyaan Amanda terdengar aneh.
Yulia menoleh ke belakang. “Saudara kamu tidak tahu rumah kamu, ya?” Nita bertanya dengan berbisik agar tidak terdengar Amanda.
“Kak Amanda bukan saudara aku. Dia adik bos papa aku,” jawab Yulia.
“Oh, aku kirain saudara kamu,” kata Nita.
Amanda melihat ke belakang melalui kaca spion yang berada di tengah. “Rumah kalian dimana?” Amanda bertanya kepada teman-teman Yulia.
“Rumahku di Rancabolang, Kak,” jawab Nita.
“Aku di Binong, Kak,” sahut Intan.
“Aku di Gatot Subroto,” sahut Heni.
“Aku di Kiaracondong,” sahut Farah.
“Waduh, Kakak tidak hapal daerah di Bandung. Kakak belum lama tinggal di Bandung. Kalian kasih tahu Kakak jalannya,” ujar Amanda sambil fokus ke depan.
“Baik, Kak,” jawab mereka serentak.
Amanda pun mengantar teman-teman Yulia satu persatu. Ia mengantar sampai di depan jalan menuju ke rumah mereka. Setelah mengantar pulang teman-teman Yulia, Amanda pun mengantar Yulia sampai ke rumah.
“Ini rumah Yulia, Kak.” Yulia menunjuk ke sebuah rumah yang berada di sebelah kiri jalan. Amanda menepikan mobilnya lalu menghentikan mobil di depan pintu pagar rumah Yulia.
“Mampir dulu, Kak,” ajak Yulia.
“Iya. Kakak parkir mobil dulu,” jawab Amanda.
Yulia turun dari mobil. Amanda memarkirkan mobil di depan rumah Yulia. Yulia menunggu Amanda sampai selesai memarkirkan mobil. Setelah memarkirkan mobil Amanda turun dari mobil. Yulia mengajak Amanda masuk ke dalam rumah.
“Assalamualaikum.” Yulia membuka pintu rumah.
“Masuk, Kak,” kata Yulia.
Yulia masuk ke dalam rumah, Amanda ikut masuk ke dalam rumah.
“Duduk dulu, Kak. Yulia panggil Nenek dan Datuk dulu.” Yulia menuju ke ruang tengah.
Amanda duduk di ruang tamu. Ia memperhatikan ke sekeliling ruang tamu. Rumah Yulia nampak sangat sederhana, berbeda dengan rumah papa dan mama Amanda yang mewah dan megah. Di dinding ruang tamu menempel sebuah foto keluarga.
Amanda berdiri dari tempat duduk, ia hendak melihat foto itu dari dekat. Di foto tersebut nampak Yulia berfoto bersama Yanuar dan kakek neneknya. Tiba-tiba mata Amanda berkaca-kaca melihat foto tersebut. Yulia tumbuh besar tanpa seorang ibu. Menurut cerita Rahma istri kakak sambung Amanda, ibu Yulia meninggal dunia setelah melahirkan Yulia.
‘Sungguh gadis yang malang,’ kata Amanda di dalam hati.
Perhatian Amanda beralih kepada pria yang berdiri di belakang Yulia. Pria itu adalah Yanuar. Di foto itu Yanuar terlihat tampan, gagah dan bersahaja. Yanuar sudah memiliki anak remaja, tetapi Yanuar masih terlihat tampan dan gagah. Ketampanan Yanuar bisa membuat resah para gadis termasuk Amanda. Amanda tersenyum menatap foto Yanuar.
Tiba-tiba terdengar suara orang berbicara dari ruang tengah. Amanda kembali duduk di tempat semula. Tidak lama kemudian datanglah Yulia bersama dengan kakek dan neneknya. Amanda kembali berdiri dari tempat duduk.
Nenek Yulia memperhatikan Amanda dari atas sampai ke bawah. Amanda sedikit risih dipandang oleh nenek Yulia.
“Ini adik Pak Rendi?” Nenek Yulia menunjuk ke arah Amanda.
“Iya, Nek,” jawab Yulia.
“Cantik sekali adik Pak Rendi,” puji nenek Yulia.
Amanda bernapas lega. Ia pun tersenyum mendengar pujian nenek Yulia. Amanda mengatupkan kedua tangannya lalu mengulurkan kedua telapak tangannya ke arah nenek Yulia. Ia mengajak nenek Yulia untuk bersalaman.
“Perkenalkan saya Amanda adik sambung Aa Rendi.” Amanda memperkenalkan dirinya kepada nenek Yulia.
“Saya Ibu Savitri neneknya Yulia.” Savitri menyalami tangan Amanda. Mereka bersalaman seperti salaman orang sunda.
Kakek Yulia menghampiri Savitri. “Ini Pak Harry, datuknya Yulia.” Savitri memperkenalkan Harry kepada Amanda. Amanda bersalaman dengan Harry.
“Silahkan duduk,” ujar Harry. Mereka pun duduk di kursi tamu. Yulia ikut bergabung dengan mereka. Ia duduk di tengah-tengah nenek dan datuknya.
Savitir menoleh ke Yulia. “Yul, suruh bibi buatkan minuman untuk Kakak Amanda. Sekalian kue yang berada di atas meja makan dipotong-potong lalu dibawa ke sini. Itu kue dari Mega untuk kamu,” ujar Savitri.
Yulia mengerutkan keningnya mendengar perkataan Savitri. “Tumben Teh Mega mengirim kue untuk Yulia. Biasanya Teh Mega mengirim kue untuk Papa,” kata Yulia.
“Tidak boleh buruk sangka kepada orang lain! Mungkin kali ini dia memang ingin memberi kue untuk kamu,” ujar Savitri.
“Bilang saja lagi cari perhatian Yulia. Teh Mega kan lagi mendekati Papa,” kata Yulia dengan wajah cemberut.
“Sudah tidak usah dibicarakan lagi! Malu didengar Kak Amanda,” ujar Savitri. Yulia beranjak dari tempat duduk lalu berjalan ke ruang tengah dengan wajah cemberut.
“Maaf ya, Amanda. Yulia tidak suka kalau ada perempuan yang mendekati papanya,” ujar Savitri.
Amanda tersenyum mendengar perkataan Savitri, tetapi hatinya menciut setelah mendengar perkataan Savitri. “Tidak apa-apa, Tante,” jawab Amanda.
Savitri mengerutkan keningnya ketika Amanda memanggilnya dengan sebutan ‘Tante.’
“Kok manggil ‘Tante’?” tanya Savitri kepada Amanda.
Mendengar pertanyaan Savitri, Harry menoleh ke Savitri. “Ibu mau dipanggil apa?” tanya Harry.
.
.
.
Hai, senang bertemu lagi dengan karya Deche yang baru. Sebenarnya ini bukan karya baru, tapi karya yang pernah Deche upload di Noveltoon tapi Deche hapus lagi. Kali ini Deche upload lagi di Noveltoon tetapi ada bagian yang direvisi, alur ceritanya ditambah dan jumlah bab lebih banyak. Sehingga cerita ini akan panjang.
Lalu bagaimana dengan novel Wanita Yang Bersama Suamiku? Novel itu akan Deche upload di Noveltoon, tetapi tidak sekarang. Deche perlu menenangkan pikiran untuk upload.
Kenapa?
Karena novel itu sedikit melenceng dari novel-novel Deche sebelumnya.
Savitri menoleh ke Harry. “Panggil ‘Nenek’,” jawab Savitri.
“Bu, Amanda sudah dewasa. Bukan anak remaja seperti Yulia. Wajar kalau dia memanggil Ibu dengan panggilan ‘Tante’,” ujar Harry.
“Iya, ya. Ibu lupa kalau Amanda sudah dewasa. Ibu menganggap dia seumuran dengan Yulia.” Savitri memegang kepalanya.
“Beda, Bu. Yulia masih kelas tujuh SMP. Amanda sudah kuliah,” ujar Harry.
Savitri kembali menoleh ke arah Amanda. “Maafkan Tante ya, Amanda. Maklumi saja Tante sudah tua,” ucap Savitri kepada Amanda.
Amanda tersenyum mendengar ucapan Savitri. “Tidak apa-apa, Tante,” jawab Amanda.
Yulia datang membawa dus kue lalu di taruh di atas meja. Savitri membuka tutup dus. Di dalam dus kue ada kue tart yang terlihat menggugah selera.
“Tuh, bedakan kue untuk Yulia dengan kue yang biasa ia berikan untuk Papa.” Savitri memperlihatkan isi kue kepada Yulia. Yulia tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya cemberut melihat kue tart tersebut.
Seorang wanita setengah baya datang membawa nampan berisi cangkir dan piring kue. Ia adalah Midah pembantu di rumah itu. Midah menaruh cangkir dan piring kue di atas meja.
“Ayo dicicipi kuenya!” Savitri mendorong kotak kue ke depan meja Amanda.
“Terima kasih, Tante.” Amanda mengambil sepotong kue tart lalu ia taruh di atas piring kue. Amanda memakan kue tart tersebut. Yulia memperhatikan Amanda yang sedang memakan kue. Ia menunggu reaksi Amanda.
“Hmm.” Amanda mengunyah kue dan merasakan kue tersebut.
“Kue nya enak,” puji Amanda.
“Cobain, deh,” kata Amanda kepada Yulia.
Harry mencodongkan badannya ke Yulia. Ia membisikkan sesuatu ke Yulia. “Ingat! Terima pemberiannya jangan pilih orangnya!” bisik Harry.
Yulia menoleh ke Harry. Harry memberikan tanda oke ke Yulia. Yulia tersenyum lalu menganggukkan kepala. Sebagai tanda, ia setuju dengan ide Harry. Yulia mengambil sepotong kue tart lalu ia menaruh di atas piring kue. Yulia mencicipi kue tart tersebut. Semua orang memperhatikan Yulia yang sedang memakan kue tart tersebut dan menunggu tanggapan Yulia.
“Rasanya enak,” kata Yulia sambil mengunyah kue.
Savitri, Harry dan Amanda bernapas lega mendengar perkataan Amanda. “Tapi tidak seenak kue tart bikinan Tante Claudia,” lanjut Yulia.
“Sudah pasti. Ibu Claudia pasti menggunakan bahan-bahan yang lebih berkualitas dan mahal harganya. Jadi rasanya lebih enak,” ujar Savitri dengan bersemangat.
Tiba-tiba terdengar suara mobil di depan rumah. Mobil itu berhenti di depan rumah Yulia. Terdengar suara pintu pagar dibuka oleh seseorang.
“Siapa yang datang?” Savitri bertanya kepada Harry.
“Sepertinya Yanuar datang,” jawab Harry.
Amanda menoleh keluar melalui jendela. Namun, pengemudi mobil tersebut sudah masuk kembali ke dalam mobil sehingga tidak terlihat oleh Amanda. Amanda hanya melihat mobil MPV sejuta umat berwarna hitam yang masuk ke halaman rumah.
Harry beranjak dari tempat duduk lalu berjalan ke pintu untuk melihat siapa yang datang. “Yanuar pulang, Bu,” ujar Harry. Harry beranjak keluar lalu menghampiri mobil tersebut. Ia memandu Yanuar memarkirkan mobil ke dalam garasi.
“Tumben jam segini sudah pulang. Biasanya dia datang ke rumah pas adzan magrib,” kata Savitri.
Di luar terdengar suara Harry berbicara dengan Yanuar. Kemudian mereka pun masuk ke dalam rumah. “Assalamualaikum,” ucap Yanuar ketika masuk ke rumah.
“Waalaikumsalam,” jawab semua orang.
Yanuar melihat Amanda sedang duduk di kursi tamu. “Eh, ada Mbak Amanda,” kata Yanuar.
Yanuar menghampiri Savitri lalu mencium tangan Savitri. Setelah itu ia menghampiri Amanda. “Apa kabar, Mbak Amanda?” Yanuar mengulurkan kedua tangannya kepada Amanda. Ia mengajak Amanda bersalaman.
“Baik, Pak Yanuar.” Amanda menyalami tangan Yanuar. Yanuar duduk di kursi yang kosong di hadapan Amanda.
“Tadi Yulia pulang sekolah diantar Amanda,” ujar Savitri kepada Yanuar.
Yanuar terkejut mendengar perkataan Savitri. “Mbak Amanda bertemu Yulia dimana?” tanya Yanuar.
“Bertemu di depan sekolah Yulia. Tidak sengaja saya melewati sekolah Yulia. Jadi saya ajak Yulia pulang bareng,” jawab Amanda.
“Yulia jadi merepotkan Mbak Amanda. Rumah Yulia kan jauh,” ujar Yanuar dengan rasa bersalah. Rasanya tidak etis jika adik bos mengantar pulang putrinya.
“Tidak apa-apa, Pak Yanuar. Sekalian saya ingin tahu rumah Yulia,” kata Amanda sambil tersenyum.
“Yanuar.” Ibu Savitri memanggil Yanuar.
Yanuar menoleh ke Savitri. “Iya, Bu,” jawab Yanuar.
“Kamu kenapa pulang cepat?” tanya Savitri.
“Yanuar sedang tidak enak badan, Bu,” jawab Yanuar.
Amanda memperhatikan wajah Yanuar. Wajah Yanuar terlihat agak pucat dan berkeringat seperti orang sakit.
“Kamu istirahat saja di kamar!” ujar Savitri.
“Nanti saja, Bu. Tidak enak sedang ada Mbak Amanda,” jawab Yanuar.
Yanuar melihat kue tart yang berada di atas meja. Ia bertanya kepada Yulia, “Kue tart dari siapa?”
“Dari siapa lagi kalau bukan dari penggemar Papa,” jawab Yulia.
“Siapa?” tanya Yanuar dengan bingung. Sejak kapan dia mempunyai penggemar?
“Siapa lagi kalau bukan Teh Mega,” jawab Yulia.
“Oh, dari Teh Mega.” Yanuar mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti.
Yanuar berkata kepada Yulia, “Bilang ke Teh Mega jangan terlalu sering mengirim kue, nanti kita bisa kena diabetes.”
“Papa saja yang bilang ke Teh Mega. Teh Mega cuma mau dengar omongan Papa,” jawab Yulia dengan wajah cemberut.
“Masa Papa yang bicara ke Teh Mega? Kamu dong yang bicara ke Teh Mega,” ujar Yanuar.
Yanuar beranjak dari tempat duduk. Ia mengambil sepotong kue tart lalu ia letakkan di piring kue. Yanuar kembali duduk di tempat duduknya. Amanda memperhatikan gerak gerik Yanuar. Entah mengapa gerak gerik Yanuar begitu menarik di pandangan mata Amanda.
“Kita coba kue buatan Teh Mega. Enak atau tidak?” Yanuar menyuap sepotong kue tart ke dalam mulutnya.
Amanda dan Yulia memperhatikan Yanuar yang sedang makan kue tart. Mereka ingin tahu tanggapan Yanuar. “Hmm. Enak juga kuenya,” ujar Yanuar.
“Tapi tidak seenak kue buatan Tante Claudia,” sahut Yulia.
“Jangan disamakan dengan kue buatan Tante Claudia. Tante Claudia sudah pro dalam membuat kue. Kalau Teh Mega baru belajar membuat kue,” ujar Yanuar.
“Dia belajar membuat kue buat menarik perhatian Papa,” kata Yulia dengan wajah cemberut.
Pandangan Amanda masih saja tertuju pada Yanuar. Yanuar merasa Amanda memperhatikannya terus. “Mbak Amanda, cicipi kuenya. Enak loh. Ya, walaupun tidak seenak buatan Ibu Claudia,” ujar Yanuar.
“Tadi saya sudah mencicipi. Kuenya enak,” jawab Amanda.
Amanda melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, waktu sudah menunjukkan jam lima sore. Sudah waktunya Amanda untuk pamit pulang.
“Tante Om, saya pamit pulang.” Amanda menyelempangkan tali tas di bahu lalu ia berdiri dari tempat duduk.
“Kok, buru-buru. Kita belum selesai ngobrol,” ujar Savitri.
“Sudah sore. Lain kali saya ke sini lagi,” jawab Amanda. Amanda menyalami Savitri, Harry, Yanuar dan Yulia.
“Terima kasih, Kak. Sudah antar pulang Yulia,” ucap Yulia.
“Sama-sama Yulia,” jawab Amanda.
Amanda keluar dari rumah Yulia. Yulia dan keluarganya mengantar Amanda sampai ke depan rumah. Tanpa mereka sadari ada seorang perempuan yang memperhatikan mereka dari teras rumahnya. Perempuan itu sepertinya ingin tahu apa yang sedang dilakukan oleh keluarga itu.
.
.
Terima kasih masih mengikuti cerita Amanda dan Yanuar. Rencananya hai ini Deche mau up 3 bab. Bab 3 akan di up jam 12 siang dan bab 4 akan di up jam 7 malam. Ikut terus kelanjutan ceritanya.
Sebelum masuk ke dalam mobil, Amanda bertanya kepada Yanuar, “Jalan keluarnya ke mana? Kalau lurus ada jalan keluar, nggak?”
“Kalau lurus jalan buntu, Mbak. Jalan keluarnya ke sebelah sana,” jawab Yanuar sambil menunjuk ke arah berlawanan.
“Saya putarkan mobilnya, Mbak.” Yanuar mengulurkan tangannya, ia meminta kunci mobil Amanda.
Amanda memberikan kunci mobil kepada Yanuar. Yanuar menekan remote mobil lalu masuk ke dalam mobil. Tidak lama kemudian mesin mobi menyala. Ia menjalankan mobil Amanda kemudian memutar balik mobil di jalan yang tak jauh dari rumahnya. Setelah memutarkan mobil Yanuar menghentikan mobil di depan rumah. Yanuar turun dari mobil.
“Terima kasih, Pak Yanuar,” ucap Amanda. Yanuar menjawab dengan senyuman.
“Saya pamit dulu. Assalamualaikum,” ucap Amanda lalu masuk ke dalam mobil.
“Waalaikumsalam,” jawab Yanuar dan keluarganya. Amanda pun menjalankan mobilnya meninggalkan rumah Yanuar.
Setelah mobil Amanda meninggalkan rumah, Yulia beserta kakek dan neneknya masuk ke dalam rumah. Tinggal Yanuar yang masih memperhatikan mobil Amanda dari jauh. Ia menunggu sampai mobil Amanda tidak terlihat lagi.
Setelah mobil Amanda sudah tidak terlihat barulah Yanuar masuk ke dalam pekarangan rumah dan menutup pintu pagar.
“Assalamualaikum, Bang Yanuar.” Tiba-tiba terdengar suara seorang perempuan menyapanya.
“Wa’alaikumsalam.” Yanuar menoleh ke arah suara. Seorang perempuan menggunakan gamis dan berkerudung serta berwajah cantik berdiri di depan pintu pagar.
“Eh, Teh Mega,” sapa Yanuar.
“Jangan panggil ‘Teh’ dong, Bang! Mega kan lebih muda dari Bang Yanuar. Panggil Mega saja,” protes Mega sambil pura-pura cemberut.
“Baiklah, .... Mega,” kata Yanuar dengan kaku. Ia sudah terbiasa menyebut Mega dengan sebutan ‘Teh Mega’ mengikuti cara Yulia ketika memanggil Mega.
“Kok Bang Yanuar sudah pulang?” tanya Mega dengan penuh rasa ingin tahu.
“Biasanya Bang Yanuar pulang pas magrib,” lanjut Mega.
“Saya sedang tidak enak badan, jadi saya pulang lebih cepat dari biasanya,” jawab Yanuar.
Wajah Mega berubah menjadi cemas setelah mendengar jawaban Yanuar. “Bang Yanuar sakit?” tanya Mega dengan wajah cemas.
“Hanya sedikit. Nanti juga baikan kalau sudah makan obat dan beristirahat,” jawab Yanuar.
“Abang mau makan apa?” tanya Mega dengan wajah yang masih mencemaskan keadaan Yanuar.
“Nanti Mega buatkan makanan untuk Abang,” lanjut Mega.
“Tidak usah repot-repot, Mega. Bi Midah sudah masak makanan untuk Abang,” jawab Yanuar dengan sabar.
“Mega buatan bubur ayam, ya?” tanya Mega.
“Tidak usah! Abang tidak mau merepotkan Mega,” jawab Yanuar dengan halus. Ia berusaha agar tidak menolak dengan kasar, padahal badannya sudah mulai menggigil dan kepalanya mulai terasa sakit. Ia sudah tidak sabar ingin masuk ke dalam rumah dan rebahan di atas tempat tidur. Namun, gadis yang berada di depannya benar-benar keras kepala.
“Tadi Abang sudah makan kue buatan Mega. Jadi perut Abang masih kenyang,” ujar Yanuar.
Mata Mega jadi berbinar-binar setelah mendengar perkataan Yanuar. “Abang makan kue buatan Mega?” Mega bertanya dengan wajah gembira.
“Iya, rasanya enak,” jawab Yanuar.
“Alhamdulillah,” ucap Mega dengan gembira.
“Mega senang, Abang mau makan kue buatan Mega. Besok Mega buatkan kue lagi,” lanjut Mega.
“Jangan, Mega!” sahut Yanuar.
“Kenapa?” tanya Mega dengan wajah bingung.
“Kalau Mega sering buatkan kue untuk Abang, lama kelamaan Abang kena diabetes,” jawab Yanuar.
Mega berpikir sejenak mencoba mencerna kata-kata Yanuar. “Oh iya, ya,” kata Mega setelah berpikir.
“Kalau begitu Mega buatkan makanan saja untuk Abang,” lanjut Mega.
Tiba-tiba terdengar suara orang berkata dengan kencang, “Paket, atas nama Mega.”
Mega langsung menoleh ke rumahnya. Seorang petugas paket berdiri di depan pintu pagar rumahnya.
“Tunggu, A,” jawab Mega.
Mega kembali menghadap ke Yanuar. “Sudah dulu, Bang. Ada tukang paket datang. Assalamualaikum,” pamit Mega.
“Wa’alaikumsalam,” jawab Yanuar. Mega pun bergegas menuju ke rumahnya. Yanuar bernafas lega setelah melihat Mega pergi. Ia kembali menutup pintu pagar lalu masuk ke dalam rumah.
Pukul setengah tujuh malam Yanuar keluar dari kamar. Setelah minum obat dan beristirahat badannya sudah mendingan. Ia menuju ke ruang makan karena perutnya terasa lapar. Di ruang makan nampak Savitri dan Yulia sedang berbicara dengan serius samping meja makan. Yanuar menghampiri mereka.
“Ada apa rame-rame?” tanya Yanuar sambil menarik kursi makan.
“Kelihatannya serius sekali.” Yanuar duduk di kursi makan.
Yulia menoleh ke Yanuar. “Papa, kok Teh Mega bisa tahu kalau Papa sakit?” tanya Yulia.
“Oh itu. Tadi sewaktu Papa menutup pintu pagar, Teh Mega menghampiri Papa. Dia tanya kenapa Papa pulang cepat,” jawab Yanuar sambil menuangkan nasi ke atas piring.
“Terus, Papa bilang kalau Papa sakit?” Yulia menatap wajah Yanuar.
“Papa jawab kalau Papa sedang tidak enak badan,” jawab Yanuar dengan tenang.
Yulia menghela napas mendengar jawaban Yanuar. “Tadi Teh Mega datang ke sini. Dia mengantarkan bubur untuk Papa,” kata Yulia.
Yanuar berhenti menuangkan nasi ke piring lalu menoleh ke putrinya yang semata wayang. “Tadi Papa sudah bilang ke Teh Mega, tidak usah kirim makanan untuk Papa,” ujar Yanuar.
“Tapi dia tetap kirim makanan ke Papa. Dia bilang ke Bi Midah kalau bubur itu dia beli bukan bikin sendiri. Dia nggak sempat membuat bubur untuk Papa,” kata Yulia.
“Mana buburnya?” tanya Yanuar. Mata yanuar menyapu ke atas meja makan, mencari bubur pemberian Mega.
“Tuh.” Yulia menunjuk ke kantong plastik putih yang berada di atas meja.
Yanuar mengambil plastik itu lalu ia buka. Di dalam kantong plastik ada bubur yang dibungkus dengan plastik dan lengkap dengan taburannya.
“Kamu makan saja. Sayang kalau harus dibuang,” ujar Savitri kepada Yanuar.
“Jangan, Pah!” cegah Yulia sambil menutup kembali plastik itu.
“Bagaimana kalau bubur itu pakai pelet?” tanya Yulia.
“Nggak akan pakai pelet, Yulia. Kalau dia mau pakai pelet, sudah dari kemarin makanan yang ia kirim sudah dikasih pelet,” ujar Savitri dengan sabar.
Yanuar menuangkan kembali nasi ke tempat nasi. Kebetulan ia belum menaruh lauk pauk di atas nasi. Yanuar kembali membuka plastik lalu mengambil yang berisi bubur. Ia tuangkan bubur ke atas piring beserta dengan taburannya.
Yulia melipat kedua tangan di depan dada dan memperhatikan Yanuar dengan wajah kesal. Ia tidak suka papanya makan bubur pemberian Mega. Yanuar merasa putrinya memperhatikannya. Ia menoleh ke Yulia. “Yulia mau?” tanya Yanuar.
“Nggak!” jawab Yulia dengan ketus.
“Paling juga rasanya nggak enak,” lanjut Yulia.
“Dicoba dulu. Siapa tau rasanya enak,” ujar Yanuar dengan sabar.
“Nggak mau!” jawab Yulia dengan kesal.
“Kalau Yulia nggak mau, biar Nenek saja yang mencoba.” Savitri mengambil sendok bersih dari tempat sendok lalu mengambil bubur dengan menggunakan sendok tersebut. Ia menyuap bubur ke mulutnya.
Yanuar dan Yulia memperhatikan Savitri yang sedang memakan bubur. “Bagaimana, Bu?” tanya Yanuar dengan penasaran.
.
.
Hai pembaca, terima kasih masih mengikuti cerita Amanda dan Yanuar. Semoga suka dengan ceritanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!