NovelToon NovelToon

Dinding Yang Dingin

01

"Ara!" panggil Damian, seorang lelaki paruh baya yang usianya hampir 65 tahun, pemilik panti asuhan Pelangi Harapan berdiri di depan toko bangunan yang ramai pembeli

gadis muda dengan rambut yang di kuncir kuda itu menoleh ke sumber suara, jarang sekali Damian datang mengunjunginya

"kakek!!" semangat nya berlari mendekat, sejak kecil sudah tumbuh di bawah asuhan Damian

Zenara Arelin tumbuh di panti asuhan 'Pelangi Harapan' yang di bangun oleh Damian sejak 30 tahun yang lalu, Zenara tumbuh menjadi gadis yang mandiri kini usianya sudah 19 tahun, lulus dari Sekolah menengah atas Zenara tak lagi melanjutkan pendidikannya dan memilih untuk bekerja, Zenara yang akrab di panggil Ara oleh semua orang itu tak ingin egois dan terus-terusan menyusahkan kakek Damian, Ara bekerja di sebuah toko bangunan, sengaja memilih pekerjaan berat itu untuk mengasah tubuhnya yang sejak kecil 'dilatih' oleh kakek Damian. meski tau kekayaan seorang Damian bisa menghidupi setengah dari rakyat sebuah negara maju sekalipun Ara tak ingin terus-terusan bergantung pada Damian.

"tumben kakek dateng, ada apa?" tanya Ara membersihkan tangannya di baju, Damian tersenyum puas melihat salah satu anak didiknya bekerja keras demi tak membebani nya, yang meski dirinya sama sekali tak keberatan meski harus menambah 50 seorang Zenara lagi

"kakek punya 'hadiah' buat kamu" ucap Damian tersenyum, Zenara yang sempat terdiam itu kemudian tersenyum penuh makna

"tentu, Ara akan pulang mengambilnya" jawab Zenara tegas, Damian puas dengan jawaban Zenara kemudian pergi begitu saja setelah itu. Zenara melanjutkan kerjanya, memindahkan semen-semen yang menumpuk itu ke semua truk yang akan mengangkutnya pergi.

"permisi.. !" teriak seseorang yang baru datang dengan mobil hitamnya, Zenara keluar menghampiri nya

"Ada yang bisa saya bantu pak?" tanya Zenara dengan tersenyum ramah

"saya ingin memesan 200 sak semen, tolong antarkan ke Alamat ini besok" ucap pria berjas hitam itu memberikan sebuah Alamat pada Zenara

"oh, siap pak! serahkan pada kami, anda hanya perlu menunggu santai, besok barangnya sampai di tempat dengan aman!" jawab Zenara dengan penuh semangat

"untuk uangnya, besok saya kasih di lokasi, kalau begitu terimakasih saya permisi dulu" sahut pria itu yang kemudian pergi

"baik Pak, selamat jalan!" teriak Zenara penuh semangat

meski seorang gadis pun, Zenara tak pernah mengeluh saat bekerja. energinya selalu penuh bahkan selalu tersenyum dalam setiap menitnya menebarkan energi positif ke sekitarnya, pekerja di toko itu kebanyakan lelaki, bahkan bisa dibilang hanya Zenara yang seorang gadis dan termuda pula. para pekerja lain selalu semangat jika Zenara masuk bekerja, mereka selalu di buat tertawa oleh Zenara yang terkadang membuat lelucon, mereka bahkan menganggap Zenara sebagai adik atau bahkan seperti anak perempuan mereka, meski kuat bekerja Zenara tak jarang di beri bantuan cuma-cuma oleh mereka.

Zenara menjalani Hari-hari nya penuh semangat dan canda tawa, sejak SMA di mana Anak-anak gadis lain menemukan kisah cinta mereka, Zenara hanya tau belajar dan bekerja. sejak SMA Zenara sudah keluar dari panti asuhan dan belajar mandiri, selain karena keinginannya juga karena 'hadiah' yang sering Damian berikan padanya

sorenya, saat pulang bekerja Zenara tak pulang ke kontrakan nya dan langsung ke panti asuhan karena panggilan dari Damian. sebelum sampai Zenara sempat membeli oleh-oleh untuk adik-adiknya terlebih dahulu

"wahh.. kak Ara pulang!!" teriak anak lelaki yang umurnya hampir tujuh tahun, wajah bulat dengan rambut keriting nya itu cukup memikat di mata Zenara, Dika namanya.

sontak, anak-anak seusia nya yang tengah bermain pun berlari mengerumuni Zenara, penuh senyum hangat Zenara menyambut adik-adiknya itu

"kalian lagi main ya? kakak bawa oleh-oleh loh buat kalian, tapi harus di bagi rata ya, kalo ada yang ngambil lebih kakak bakalan hukum kalian! oke?" ucap Zenara memberikan beberapa bingkisan di tangannya

"siap kak!! makasih kak Ara.." serentak semuanya begitu bahagia

"Anak-anak baik, kakak Sayang kalian!!" sahut Ara juga tak kalah semangat

"Ara.. kamu sudah datang, ayo masuk bareng" ajak Leo yang tiba-tiba muncul dari dalam

"loh, kak Leo pulang juga? kak Leo di panggil sama kakek juga ya?" tanya Zenara menghampiri Leondra, laki-laki manis dengan tampilan casual nya

"iya" jawab Leo tersenyum

mereka masuk bersama, dalam ruangan bernuansa hitam abu itu, Damian sudah menunggu mereka dengan segelas kopi yang dinikmati bersama selembar koran

"sore, kakek" ucap Leo mengetuk pelan pintu

"masuk" sahut Damian dari dalam, Leo dan Zenara masuk bersama Damian menggulung koran ditangannya dan menurunkan kaki yang sejak tadi di silangkannya

Damian berdiri dan berjalan menuju lemari penuh buku itu, menekan salah satu buku hingga sebuah lemari terbuka lebar. mereka bertiga masuk kedalam sebuah ruangan rahasia

"apa 'hadiah' kali ini, Ara harus keluar dari kota kakek?" tanya Zenara duduk di sebuah kursi kayu dengan Leo yang juga duduk di samping Zenara

"misi yang kalian jalani satu tahun lalu, kini ada perkembangan" ucap Damian menaruh sebuah Map coklat di depan dua orang itu

Leo mengambil Map itu dan membukanya, Zenara menatap Damian dengan sedikit kerutan di dahi

"jadi, apa kami akan kembali menjalani misi yang sama? bagaimana dengan orang-orang itu? apa kita tidak perlu membereskan mereka terlebih dahulu?" tanya Zenara

"informasi ini, aku sendiri yang dapatkan tanpa bantuan siapapun, mereka tidak akan tau jika kalian melanjutkan misi ini. satu lagi, ada keputusan yang aku ubah kalian tidak boleh membunuh 'orang' itu, kalian hanya perlu membawanya padaku. ada kemungkinan jika informasi sebelumnya itu salah, 'orang' itu punya dua kemungkinan hingga kalian tidak boleh membunuhnya dulu, kemungkinan pertama 'orang' itu adalah otak di balik layar hingga atasan menyuruh kita membunuhnya, tapi kemungkinan yang kedua cukup kuat juga, 'orang' itu adalah saksi yang menjadi kambing hitam dari otak yang sebenarnya. sebelum semuanya jelas, kalian harus menjaganya terlebih dahulu. tunggu sampai aku perintahkan, kalian harus membawa nya padaku" ucap Damian memainkan kaca matanya di tangan

"lalu, dimana 'orang' itu sekarang? apakah masih bersembunyi di negara 'itu'?" tanya Leo menutup Map coklat itu setelah selesai membaca informasi yang terkait dengan orang yang mereka bicarakan, Zenara mengambil Map itu dari tangan Leo dan beralih membacanya

"ya, tapi dua bulan lagi dia akan kembali, kalian masuklah ke salah satu perusahaan miliknya, awasi pergerakannya dari jauh tak perlu terlalu dekat dengannya tapi juga jangan sampai terlalu jauh, kalian harus melindungi nya dari segala macam ancaman" jawab Damian serius

"baik, Ara mungkin cuma bisa masuk jadi OB, besok Ara ngelamar ke perusahaan cabangnya yang kedua" sahut Zenara

"kalau begitu, biar Leo ngelamar di perusahaan cabang yang di luar kota" imbuh Leo juga

"hati-hati, jangan sampai membuat mereka curiga dan jangan juga sampai mengungkap identitas kalian, apapun yang terjadi tetaplah bergerak di bawah bayangan" peringat Damian, Leo dan Zenara mengangguk menerima perintah

di luar, Anak-anak panti sudah masuk untuk mandi, para koki juga sudah selesai memasak. Leo tinggal untuk menginap, sedangkan Zenara tetap pulang karena harus menemui bosnya untuk mengundurkan diri dari pekerjaan nya. meski berat rasanya harus meninggalkan mereka yang sudah menganggap nya keluarga, namun misi ini harus di mulainya besok, dia tak punya banyak waktu untuk melakukan perpisahan yang baik dengan mereka

"iya halo Ara, ada yang bapak bisa bantu?" sahut pak Raju setelah mengangkat telfon, Zenara tak jadi menemui bosnya itu dan memilih menelfon nya saja

"anu pak.. Ara mau mengundurkan diri mulai besok" sahut Zenara tak enak, tentu pak Raju yang sedang sibuk dengan pesanan pelanggannya itu terkejut dengan akuan Zenara

"tapi kenapa? bapak memperlakukanmu kurang baik? apa ada yang mengganggumu di toko?" tanya pak Raju menghentikan kegiatannya sejenak

"bukan, bapak adalah bos terbaik yang pernah ada, gitu juga sama semua Om di toko, mereka orang-orang yang baik.. tapi Ara mau pindah, alasannya karena Kakek nyuruh Ara buat nyari pengamalan baru, nanti lain kali Ara mampir kok ke toko dan ketempat bapak juga" ucap Zenara menjelaskan, sepanjang perjalanan Zenara memikirkan apa alasan yang pas untuk keluar dari toko, tapi karena idenya cuma mentok di 'mencari pengalaman baru' jadi Zenara menggunakan alasan itu saja, awalnya Raju tak setuju, tapi Zenara terus membujuk dingga akhirnya Raju pun tak sanggup menahan Zenara lagi

"maaf ya pak, kirim salam buat semua om di toko, Ara gak sempet ucapin perpisahan sama mereka" ucap Zenara sebelum memutuskan sambungan telfonnya.

02

siang ini, Alana sudah siap untuk melamar kerja diperusahaan pusat milik 'orang' yang menjadi target misinya saat ini. perusahaan PINNACLE INDUSTRIES, yang memiliki pusat di luar negara dan beberapa perusahaan cabang yang besar dalam negeri. berita kepulangan 'orang' itu hanya jelas waktunya nya saja, mereka belum tau dimana 'orang' itu akan tinggal selama di dalam negara, jadi mereka berpisah untuk menunggu dan mengawasi gerak gerik 'orang' itu di berbagai perusahaan cabang, Zenara kini menuju perusahaan cabang kedua, perusahaan cabang terbesar karena kemungkinan untuk 'orang' itu muncul disini cukup besar.

Zenara menarik nafas sebelum masuk, ada begitu banyak orang yang melamar kerja di tempat ini, Alana berharap menjadi salah satu yang lolos.

saat dengan sabarnya menunggu, mata Zenara tertarik pada seseorang dengan kaca mata bulat dan berpenampilan cupu. sedikit keningnya berkerut namun sedetik kemudian sudut bibirnya di tarik keatas.

'cih! informasi nya cepet juga, kakek salah menduga kali ini!' batin Zenara mengalihkan pandangannya ke yang lain

'sepertinya kak Leo harus tau kabar ini' lanjutnya lagi merapikan cara duduknya karena sedikit pegal

"Ara.. kamu disini?" seorang wanita tua yang duduk di kursi roda itu menghampiri Zenara setelah hampir 15 menit mencoba mengenalinya dari jauh

"Nenek? nek Nadine juga ngapain disini?" tanya Zenara yang terkejut

"loh.. kamu gak tau ya? ini kan perusahaan putra saya" jawab nenek tersenyum, Zenara terkejut mendengar pengakuan wanita tua itu. 'perusahaan putranya??' batin Zenara yang hampir lupa memasang senyumnya

setengah tahun yang lalu, Zenara bertemu dengan Nadine di sebuah rumah sakit tanpa di sengaja, dimana saat itu Zenara menjadi korban tabrak lari namun beruntung lukanya cuma di lengan dan betisnya. Zenara tak sengaja berpapasan dengan Nenek Nadine yang saat itu sedang menangis histeris karena cucunya yang koma dan butuh transfusi darah, hatinya tak tega melihat wajah tua itu basah terguyur air mata, tanpa fikir dua kali setelah tau darahnya cocok, Zenara akhirnya mendonorkan darahnya. selama satu bulan setengah itu dalam satu minggu sekali, Zenara rutin kerumah sakit untuk mendonorkan darahnya pada cucu Nenek Nadine yang sama sekali tak pernah dilihatnya itu.

sejak saat itu hubungan mereka cukup baik, yang membuat Zenara sedikit menyesal saat ini adalah karena dirinya tak pernah mencari tau identitas lengkap dari wanita tua yang dikenalnya dengan baik itu, haruskah dia memanfaatkan wanita tua itu? tapi hatinya tak tega melihat wajah tua yang selalu tersenyum lembut dan penuh kasih padanya itu, Zenara menepis niat buruknya di hati

'aku tidak boleh bodoh! nenek Nadine belum tentu terlibat, bagaimana jika putra yang nenek Nadine maksud adalah tangan kanan dari 'orang' itu yang saat ini mengelola perusahaan cabang ini? meski begitu aku tak boleh memanfaatkan wanita baik hati ini, bahkan jika perlu aku mungkin harus melindunginya terlepas dari apapun misiku' ucapnya membatin

"maaf nek, Ara gak tau apapun soal putranya nenek" jawab Zenara tersenyum dalam waktu yang sama juga menyadari bahaya dari dekat, perempuan berpenampilan cupu itu terus menatap Nenek Nadine seakan sedang mengunci target

"aishh.. kamu malah mau ngelamar disini? kamu udah gak betah di toko bangunan itu?" tanya Nadine mengelus lembut pipi Zenara

"hmm, anggap aja begitu nek" senyum Zenara

"gimana luka kamu yang seminggu lalu? udah sembuh?" tanya nenek lagi melirik pergelangan tangan Zenara yang kurus

"udah sembuh kok nek, cuma goresan kecil" jawab Zenara memperlihatkan bekas luka yang mengering di tangannya

"cuma luka kecil kamu bilang? itukan lukanya juga gara-gara besi, kamu ini masih gadis harus merawat diri dengan baik, kamu malah membiarkan bekas luka begitu saja seperti ini!!" gerutu nenek Nadine lembut

"jangan bekerja disini, nenek gak mau kamu di kasarin mereka. sini ikut nenek" lanjutnya menarik tangan Zenara, Zenara hanya menuruti nenek Nadine dengan mendorong kursi rodanya, Zenara harus menjauhkan nenek Nadine dulu dari ruangan itu

"ayo duduk sini" ucap nenek Nadine menyuruh Zenara duduk di sebuah sofa hitam setelah memasuki sebuah ruangan

"nenek ngapain bawa Ara kesini?" tanya Zenara bingung

"berapa usiamu sekarang Ara?" tanya nenek Nadine menatap Zenara serius

"19, 5 Agustus kemarin Ara masuk 19 tahun nek" jawab Zenara jujur

"sudah waktunya kamu menikah, ini ruangan cucunya nenek, yang setengah tahun lalu kamu selamatkan dengan darahmu, nenek harap kamu tidak menolak keinginan nenek.. nenek ingin kamu menikah dengan Rey" ucap nenek Nadine dengan serius, Zenara yang sebelumnya masih tersenyum kini memasang wajah tegang yang terkejut, menikah??? apa Zenara harus banget menemui situasi yang semembingungkan ini secara tiba-tiba?? tak tau harus menjawab apa, Zenara hanya diam selama beberapa menit itu.

pintu terbuka dan menampakkan seseorang dengan wajah tegasnya memasuki ruangan, wajahnya terlihat tegas, galak dan dingin. bahkan dengan alis tebalnya itu membuat nya terlihat sangar

"ahh.. ini Rey, cucu nenek! kamu sejak pertama ketemu Nenek belum pernah ketemu sama Rey kan" celetuk Nenek sambil tersenyum, Zenara masih kaku tak tau harus bereaksi apa

"Rey, ini Ara.. kamu sangat ingin bertemu dengannya sejak bangun dari koma lima bulan yang lalu, Nenek sering mengajakmu untuk ikut saat Nenek mengunjungi Ara, tapi kamu selalu sibuk dan sekarang Nenek kebetulan bertemu dengan Ara disini, dia ingin melamar kerja disini" lanjut Nenek Nadine menatap cucunya yang sudah duduk disana

"aku Rey, Rey Shaka Abhiseva terimakasih karena sudah mendonorkan darahmu untukku" ucap Rey menjulurkan tangannya pada Zenara

"oh.. Zenara Aerin, panggil aja Ara.." jawab Zenera menyambut uluran tangan Rey

'hampir aja ditipu penampilannya, aku pikir dia akan dingin, cuek atau malah angkuh ternyata dia cukup ramah' batin Zenara merapikan duduknya

"maaf, jangan masukin kehati ucapan nenek" sahut Rey tersenyum canggung sebelum masuk keruangan itu Rey sempat mendengar pembicaraan sang Nenek dengan Zenara

"dasar durhaka!!! kamu sendiri yang yang bilang setuju dengan keputusan nenek, sekarang malah mau berubah fikiran!!" kesal Nenek Nadine dengan suara keras, Rey tak tau harus bagaimana menahan malunya saat ini, memang sebelumnya sudah setuju tapi didepan Zenara seperti ini tentu dirinya akan kehilangan nyali, sama sekali dirinya tak punya pengalaman apapun tentang hal yang seperti ini

"Ara mau kan nikah sama Rey?" tanya nenek Nadine penuh harap, Zenara terdiam tak tau harus menjawab apa, saat ini dirinya dalam misi penting yang berhubungan dengan pemilik kerajaan bisnis PINNACLE industries, entah dirinya harus menyetujuinya atau tidak, ini memang kesempatan emas untuk Zenara karena dalam misinya saat ini mungkin akan lebih mudah baginya jika masuk ke keluarga nenek Nadine yang sebelumnya pernah berkata 'putranya pemilik perusahaan ini' tapi juga tak mungkin dirinya memanfaatkan mereka, terutama nenek Nadine bagaimana jika suatu hari dirinya membuatnya kecewa? atau malah mencelakainya? Zenara bimbang memberi jawaban langsung apalagi pernikahan adalah sesuatu yang sakral, sesuatu yang hanya di lakukan 'sekali seumur hidup' dalam pandangannya.

"Nek.. Ara boleh fikir-fikir dulu? takutnya Ara malah salah mengambil keputusan jika buru-buru" jawab Zenara setelah terdiam begitu lama

"anu.. aku.. aku harap keputusan kamu... mm, maaf apapun keputusan kamu, aku harap tidak membuat.. nenek memarahiku maksudku, mengecewakan nya!" sahut Rey terbata-bata, tangan nya sudah berkeringat dingin sepanjang dirinya bicara sepatah kata itu

"haihh... nenek sangat berharap kamu jadi mantu nenek.." murung Nadine menekuk wajahnya

"sudahlah, nenek tunggu sampai besok kamu harus kasih keputusan yang bijak, satu lagi.. mau bekerja juga jangan jadi OB, bagaimana kalau jadi asistennya Rey?" lanjutnya mengangkat wajah menatap Zenara

"menjadi.. asisten? Ara mungkin bisa mempertimbangkan nya nek, tapi Ara tak punya pengalaman untuk menjadi asisten yang baik" jawab Zenara berbinar, dengan menjadi asisten seorang Rey, mungkin Zenara bisa lebih leluasa melindungi 'orang' itu nanti

waktu hampir sore, Zenara pulang dengan di antar oleh Rey. sepanjang jalan mereka hanya diam satu sama lain, tidak tau harus memulai pembicaraan dari mana, hingga Zenara mengangkat bicara setelah mengingat sesuatu yang sangat membuatnya penasaran

"anu.. Nenek bilang, Putranya pemilik perusahaan itu siang tadi... apa benar? anu.. aku gak bermaksud lancang cuma penasaran aja" ucap Zenara memainkan jemarinya

"Nenek udah tua, jangan terlalu mendengar ucapannya.. dia kadang suka ngelantur, papa memang kerja di perusahaan itu tapi sebagai Asisten wakil Direktur utama" jawab Rey

"oh.. aku sampai kikuk tadi, aku pikir... aku akan jadi pembicaraan publik karena Nenek tiba-tiba rekrut aku sebagai menantu, aku hanya mantan karyawan toko bangunan gak akan pantas sama pak Rey" sahut Zenara menggaruk pelan tengkuknya

"aku masih 25 tahun, belum setua itu untuk di panggil 'pak'. panggil Rey saja, lagi pula memangnya kenapa kalau karyawan toko bangunan? apa yang salah sama hal itu!" celetuk Rey yang mulai berbicara santai tak lagi kaku seperti sebelumnya

"Ohh.. Rey, rasanya malah gak sopan memanggilmu dengan nama langsung" ucapa Zenara lagi tertawa kecil

"apanya yang gak sopan, aku masih 25 dan kamu baru 19 tahun kan, aku masih sangat muda untuk di panggil pak tau! lagian kamu juga sudah beranjak dewasa kenapa harus memanggilku pak!" sahut Rey lagi tak terbantahkan, Zenara tertawa kecil mendengar celotehan Rey

"haha, kamu lucu kalo ngomel gitu" ucap Zenara, Rey tersenyum senang setidaknya mereka tidak lagi kaku untuk berbicara

03

"terimakasih sudah mengantar saya sampai rumah, anu.. apa pak Rey tidak mau mampir dulu? mungkin untuk sekedar ngopi?" tanya Zenara setelah turun dari mobil

"gak perlu, jangan panggil aku pak, Ara! usia kita gak sejauh itu untuk kamu panggil aku pak" sahut Rey masih tak Terima karena Zenara yang terus memanggilnya dengan sebutan Pak.

"eh, maaf tadi salah bicara" ucap Zenara menutup mulutnya merasa bersalah

"sudahlah, aku pergi dulu lain kali baru mampir" sahut Rey memutar mobilnya dan pergi

Zenara masuk ke kosnya, membersihkan diri dan bersiap untuk tidur. teringat untuk mengabari kakek tentang dirinya yang mendapat lamaran tiba-tiba membuatnya merogoh ponselnya yang tersimpan di tas

"kek.. Ara.. Ara di ajakin nikah... " ucap Zenara setelah telepon nya di sambung

"aiishh.. kakek menyuruhmu 'mengambil hadiah' disana kenapa kamu malah tiba-tiba di ajakin nikah?" sahut Damian di balik telepon, rasanya terkejut juga mendengar Zenara yang di kenalnya sebagai anak yang tak pernah peduli akan kisah cinta tiba-tiba menelfon nya memberi kabar jika dia di lamar

"kakek tidak akan ikut campur dengan mengambil keputusan untukmu, ini urusan pribadi mu, bijaklah dalam mengambil keputusan. hanya saja jangan sampai hal itu menghalangimu dalam misi, jika sampai suatu hari mereka berdiri didepanmu menjadi penghalang Kakek harap kamu tidak mengecewakan kakek" ucap Damian dengan tegas

"Ara tidak akan lupa siapa dan apa tujuan Ara sebenarnya, lagipula Ara belum mengiyakan.. Ara masih ragu untuk menjawab iya tau tidak" sahut Zenara

"ah.. kek Ara lupa sesuatu, kakek salah! sepertinya informasi tentang kepulangan 'orang' itu sudah tersebar, orang-orang dari organisasi Spectra saat ini sudah mulai berkeliaran" lanjut Zenara yang sebelumnya berbaring kini terduduk tegap

"Spectra.. mereka memang tidak bisa kita remehkan" ucap Damian yang di sebrang mengotak atik komputer kecilnya

"kamu harus tetap mewaspadai mereka, apapun yang terjadi jangan biarkan mereka menyadari celah topengmu" lanjutnya

"sepertinya kamu memang harus mengiyakan lamaran itu, tak peduli siapa mereka masuklah kedalam keluarganya, akan lebih baik jika mereka orang-orang kecil, anggap saja sebagai tameng dengan begitu kecil kemungkinan bagi mereka untuk mewaspadai mu" ucapnya lagi yang kemudian menutup panggilan

"maksudnya aku boleh memanfaatkan keluarga pak Rey begitu? apa perlu aku menyelidiki lebih dalam tentang seluk beluk keluarga mereka? bagaimana jika nenek Nadine benar dan pak Rey berbohong? tapi aku berharap pak Rey benar, dengan begitu jika sesuatu tak terduga terjadi di masa depan aku tidak harus melibatkan mereka.." gumam Zenara.

di ruangan rahasianya, Damian terus menatap laptop kecilnya dengan serius

"Organisasi Spectra adalah satu dari dua Organisasi yang masuk dalam daftar tersangka. otak di balik pembunuhan mantan kepala jendral Ethan Marcellus mungkin bersembunyi di balik dua Organisasi besar itu! lalu mengkambing hitamkan saksi, kali ini Spectra sudah terlihat.. jika 'orang' itu adalah saksi maka saat ini dia sedang berada dalam bahaya besar, tapi jika sebaliknya dia adalah otak di balik pembunuhan itu maka... Spectra ada untuk melindunginya! sebelum semuanya jelas, ketua tidak perlu tau berita kepulangan 'orang' itu dulu jikapun sudah tau.. mungkin aku harus menghalanginya bergerak dulu" gumam Damian serius

'ahh.. malah kepikiran dengan Ara.. anak itu tiba-tiba sudah mau menikah ya? rasanya baru kemarin menyalin popok untuknya' batin Damian setengah tak Terima anak angkat serta muridnya itu memberi kabar tentang pernikahan secara tiba-tiba

.

keesokan harinya, Zenara yang baru selesai mandi tak menduga jika seseorang datang menjemputnya atas perintah Nenek Nadine. Zenara bahkan belum memutuskan untuk menerima atau menolak permintaan Nenek Nadine tentang pernikahan dengan Rey

sampai di Rumah besar kediaman Nadine, Zenara terkejut melihat Damian yang juga sedang duduk disana

"ayo duduk, Zenara" ucap Nadine menepuk sofa di sampingnya. Zenara duduk dengan patuh

"Ara, nenek sengaja mengundang pak Damian kenari, dia akan menjadi wali kamu disini" ucap Nadine lagi menjelaskan tentang keberadaan Damian disana, memang Zenara pernah memberi tau Nadine jika dirinya adalah anak dari panti asuhan Pelangi Harapan

Zenara menatap Damian dalam, sepertinya Damian sudah tau siapa Nadine jadi dengan sengaja memenuhi undangan dan datang kemari

"Ara.. kakek senang kamu mendapat calon suami yang baik seperti Rey" ucap Damian membuka bicara, Zenara faham maksud Damian. sepertinya Damian ingin memanfaatkan pernikahan ini untuk mendorongnya lebih dalam demi misi

'kakek.. Ara dan Pak Rey baru kemarin bertemu, Ara belum kenal Pak Rey dengan baik.. apa kakek gak punya alasan lain atau basa basi lain..?' batin Alana tersenyum

"sebenarnya, Rey yang beruntung karena dapet calon istri yang baik.. ah apa tanggal pernikahan nya perlu di tentukan dari sekarang?" sahut Nenek Nadine begitu semangat, hampir saja Zenara tersedak liurnya sendiri

'aku belum setuju loh..' batin Zenara menjerit

"lebih cepat lebih baik, Ara.. anak yang baik, mandiri dan pekerja keras selama 19 tahun ini.. dia menjadi anak yang patuh dan berhati tulus" ucap Damian, dengan wajah bangganya memiliki seorang anak angkat seperti Zenara

'kemarin kakek bilang gak mau ikut campur, sekarang Ara belum ngomong sepatah katapun kakek udah putuskan tentang pernikahan ini' batin Zenara lagi menggerutu

"setengah tahun ini, saya sudah mengenal Ara dengan baik.. itu sebabnya sejak awal saya sudah putuskan untuk menjodohkan Rey dengan Ara.. Rey sudah setuju" imbuh Nenek Nadin dengan senang

Zenara hanya mampu tersenyum canggung, Rey menyadari kecanggungan yang Zenara alami jadi memberi kode pada Neneknya

"aiisshh.. Ara setuju kan dengan pernikahan ini?" tanya Nadine berbinar penuh harap, mata Zenara melirik pada Damian yang memberi senyum penuh makna, Zenara seakan mendengar suara hati Damian yang memaksanya untuk setuju. menarik nafas panjang Zenara berusaha untuk tenang, pernikahan adalah sesuatu yang sakral, sekali seumur hidup dan tentu harus dengan orang yang tepat, tidak boleh mengambil keputusan asal-asalan karena pernikahan itu adalah ritual seumur hidup

"Ara.. cinta itu bisa tumbuh seiring berjalannya waktu, Rey anak yang baik.. dia sudah siap menjadi lelaki yang selalu memprioritaskan kamu, kakek yakin dia laki-laki yang bertanggung jawab" ucap Damian mendorong Zenara untuk melangkah

"Ara..." Zenara masih bimbang untuk menjawab, tapi tatapan Damian yang penuh siratan itu tak bisa di abaikannya begitu saja

huuff..

"ya.. Ara setuju buat nikah sama Pak Rey" ucap Zenara meremas telapak tangannya. mendengar jawaban Zenara Damian tersenyum puas, Nadine juga begitu sangat bahagia. Rey sempat tersenyum namun kemudian memasang wajah profesional nya

"jadi.. pernikahannya di lakukan minggu depan bagaimana?" celetuk Nadine penuh semangat

"secepat itu? Nek.. itu terlalu cepat" ucap Zenara terkejut

"apanya yang cepat, justru lebih baik kalau di percepat, Nenek udah pengen gendong cicit!" sahut Nadine

Lagi-lagi Zenara hampir tersedak dengan liurnya, Nadine terlalu jujur dan terbuka Zenara sampai tak tau harus bagaimana menolak penetapan pernikahan yang terlalu cepat waktunya itu

"kalau begitu lusa kita fitting gaun pengantin gimana?" celetuk Rey yang sama sekali tidak terkejut dengan penetapan waktu pernikahan mereka yang terbilang cepat itu

"kakek senang.. setidaknya Ara punya keluarga baru yang sangat baik" sahut Damian jujur,

semalam Damian mencari tau siapa yang melamar muridnya itu, mencari tau latar belakang keluarganya. yang Damian dapat adalah putra dari Nadine atau Ayah Rey adalah seorang asisten wakil direktur utama di perusahaan cabang kedua, tidak terlalu dekat tidak juga terlalu jauh Zenara bisa mengawasi 'orang' itu melalui keluarga ini, tak sampai disini demi memudahkan misi, Damian sempat bernegosiasi dengan Nadine agar Zenara di beri pekerjaan tetap di perusahaan cabang kedua itu. Rey setuju dengan membiarkan Zenara sebagai asistennya yang sebagai seorang manager disana, Damian senang karena dengan begitu Zenara tiga langkah lebih maju untuk melindungi 'orang' itu dari 'jauh'.

sorenya, Zenara kembali ke kosnya, disana Zenara mengabari Leo yang sudah di anggap nya sebagai kakaknya kandungnya itu

"kak Leo.. Ara mau ngasih kabar kalo minggu depan.." Zenara menahan kalimatnya, mengumpulkan keberanian untuk berbicara

"apa Ara? kamu mau keluar negeri untuk menangkap 'orang' itu secara langsung?" tanya Leo di kejauhan sana

"bukan, minggu depan Ara mau menikah.. Ara berharap Kak Leo punya sempat buat dateng" jawab Zenara sambil menutup mata meluapkan keberanian

"hah!!! Ara?? kamu mau.. nikah?? sama siapa? kamu gak ngelanturkan? punya pacar aja kamu enggak, ini malah mau nikah.. kamu tau gak sih nikah itu apa??" tanya Leo terkejut, Zenara yang di anggap nya adik kesayangan itu tiba-tiba memberi kabar tentang pernikahan? baru dua hari kemarin mereka bertemu di panti, dan sekarang tiba-tiba memberi kabar akan menikah minggu depan! apa Zenara sudah merencanakan pernikahan nya itu sudah lama?

"sejak kapan kamu rencanain pernikahan ini? kok kamu gak ngasih tau kakak? kamu kok gak diskusi dulu sama kakak? apa kak Leo gak berarti buat kamu Ara??" tanya Leo sedih, hatinya seakan terpotek tujuh kali

"kak.. Lana gak pernah rencanain pernikahan ini.." Zenara menceritakan awal mula dirinya bertemu dengan Nadine hingga keputusan menikah di putuskan oleh kakek Damian sendiri

".... "

Leo tidak mengatakan apapun lagi, dirinya masih terkejut karena harus mendengar kabar tak terduga secara tiba-tiba. lalu juga mencerna maksud Damian mendorong Zenara kedalam pernikahan itu

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!