"Hiks...hiks...hiks," tangisan pilu disebuah rumah yang tidak terlalu besar, tapi sangat cantik dan rapi.
Rumah yang dibangun dengan jerih payah Pak Brata dan Ibu Lusi ketika mereka masih hidup.
Begitu banyak pelawat yang hadir, karena Pak Brata orang yang baik dan suka menolong sesama.
Bibi Nuri , wanita paruh baya yang sudah puluhan tahun bekerja dirumah itu, mendekati seorang gadis remaja yang berumur lima belas tahun, yang saat ini sedang menangis meratapi Papanya yang sudah terbujur kaku.
Bibi Nuri mengusap kepala dan bahu gadis remaja itu dengan penuh kasih. Bukan saja gadis remaja itu yang kehilangan, Bibi Nuri juga sangat kehilangan.
Pak Brata adalah majikan yang sangat baik, begitu juga dengan Ibu Lusi semasa masih hidup.
Bibi Nuri sudah bekerja dirumah ini sebelum gadis remaja disampingnya ini lahir.
Bahkan gadis remaja yang sedang menangis sekarang ini, Bibi Nuri yang menjaganya dan mengasuhnya.
"Sayang, jangan menangis lagi, ikhlaskan kepergian Bapak, do'akan Bapak agar ditempatkan disisi Allah SWT." Ujar Bik Nuri sembari tangannya mengusap kepala gadis itu.
"Bibi, sekarang Cindy sudah tidak punya Papa, kenapa Papa meninggalkan Cindy ? Hiks, hiks, hiks." Tangis Cindy semakin pecah, Bibi Nuri langsung memeluk Cindy.
Cindy adalah gadis remaja yang saat ini sudah beranjak lima belas tahun. Hari ini Papanya meninggal dunia.
Cindy tinggal dengan Papanya dan Ibu tirinya, serta satu orang Kakak tirinya.
Sedangkan Ibu kandung Cindy sudah meninggal sejak Umur Cindy delapan tahun.
Setalah Ibu Cindy meninggal Pak Brata tidak menikah lagi selama lima tahun.
Pak Brata lebih memilih merawat Anaknya yaitu Cindy. Namun setelah Cindy berumur tiga belas tahun Pak Brata menikah lagi dengan seorang janda, dan berharap bisa menjaga Cindy juga.
Namun ternyata Cindy sering kali, bahkan hampir setiap hari mendapat siksaan dari Ibu tirinya itu.
Akan tetapi Pak Brata tidak pernah tau, karena Cindy tidak pernah bercerita atau mengadu pada Papanya.
Cindy tidak berani mengadu, karena Ibu tirinya mengancam akan membunuhnya kalau dia mengadu.
Hanya Bibi Nuri lah yang menjadi sandaran Cindy saat dia disiksa dan dimaki oleh Ibu tirinya.
Didalam kamar, Nyonya Sera, yaitu Ibu tiri Cindy menyuruh Oliv Anaknya berpura-pura menangis didepan banyak orang, agar semua orang mengira kalau dia sangat mencintai Pak Brata dan juga sangat menyayangi Cindy.
"Kamu harus menangis, jangan sampai membuat orang curiga kalau kita sangat menginginkan kematiannya." Ujar Nyonya Sera pada Oliv Putri kesayangannya.
"Hiks, hiks." Nyonya Sera dan Oliv pura-pura menangis didepan jenazah Pak Brata.
Semua orang yang melawat, mengira kalau Nyonya Sera sangat mencintai Pak Brata, namun sangat berbeda dengan Bik Nuri, dia sangat tau watak Nyonya Sera, karena dialah saksi kunci kekejaman Nyonya Sera dirumah ini.
Jenazah Pak Brata diangkat keruangan luas, karena dia akan disholatkan.
Sedangkan Cindy tidak mau lepas dari Bik Nuri, dia terus menangis dalam pelukan Bik Nuri.
Nyonya Sera, sesekali melotot kan matanya kepada Cindy saat Cindy melihat kearahnya.
Dan sesekali dia menangis untuk menyempurnakan sandiwaranya.
"Mas, kenapa kamu pergi begitu cepat, kenapa kamu meninggalkanku, lihat Anak-anak kita, dia masih kecil, masih sangat membutuhkan mu, apa lagi Cindy, hiks, hiks," Nyonya Sera sungguh sangat pandai bersandiwara.
"Tapi mas, jangan khawatir, aku akan menjaga Cindy dan membesarkan Cindy dengan penuh kasih sayang." Lanjut Nyonya Sera lagi, seolah dia sangat menyayangi Cindy.
Orang yang melawat, sangat percaya kalau Nyonya Sera sangat menyayangi Cindy, tapi tidak dengan Bik Nuri, Bik Nuri mencebirkan bibirnya, seperti ya dia hampir muntah.
Selesai di sholat kan, jenazah Pak Brata dibawa kepemakaman untuk dimakamkan.
Cindy dan Bik Nuri tidak hentinya menangis, bahkan setelah dimakamkan dan orang sudah pulang kerumahnya masing-masing, Cindy masih tidak mau pulang.
Tapi karena Bik Nuri terus membujuk dan menyemangatinya akhirnya Cindy mau pulang.
***
Satu Minggu sudah berlalu, Kepergian Pak Brata untuk selama-lamanya meninggalkan kesedihan yang mendalam dihati Cindy dan juga Bik Nuri.
Cindy sempat tidak mau makan dan minum, dia sangat terpukul dan kehilangan, namun berkat kegigihan Bik Nuri yang selalu membujuk dan merawat serta memberikan kasih sayang, akhirnya Cindy sering waktu bisa menerima kalau Papanya sudah tidak bisa lagi bersamanya.
Setelah makan malam, Cindy ditemani Bik Nuri tidur di kamarnya, setelah Cindy lelap, Bik Nuri kembali ke kamarnya dan meninggalkan Cindy terlelap sendiri.
Tepat pukul sepuluh malam, Cindy terbangun karena merasa tenggorokannya sudah kering.
Cindy bangun dan turun dari tempat tidurnya, langkahnya mengayun pelan menapaki lantai kamar kedapur.
Disaat dia melewati kamar Ibu tirinya, dia mendengar suara orang yang sedang mengobrol.
Dia melihat ke arah kamar Ibu tirinya, yang ternyata pintu sedikit terbuka.
Cindy melangkah pelan kepintu kamar itu, Cindy ingin melihat dengan siapa Ibu tirinya berbicara.
"Ayolah sayang, aku sudah tidak tahan," Nyonya Sera bergelayut manja didada seorang pria seperti seorang pelac*r.
Lelaki itu tidak mengindahkan Nyonya Sera, dia hanya diam saja.
"Sayang, kamu jangan marah, aku pastikan kita akan menikah, dan kita akan kaya, semua restoran, dan butik milik perempuan sialan itu, akan jatuh ke tanganku, hahaha." Tertawa Nyonya Sera ingin menguasai restoran dan butik Ibu Lusi, yaitu Ibunya Cindy yang sudah tiada.
"Kamu cuma ngomong aja, aku sudah tidak sabar menunggu tau ? kalau kamu tidak bisa mengurus gadis kecil sialan itu, biar aku yang mengurusnya." Ujar pria itu.
Cindy yang berdiri didepan pintu mendengar semua, namun dia tidak mengerti apa yang sedang mereka bicarakan, dia juga tidak tau siapa lelaki itu.
"Kamu tenang aja, Cindy itu masih kecil, dia tidak akan mengerti dengan semua ini, jadi akulah yang berkuasa dirumah ini, akulah yang mengatur bocah itu." Ujar Nyonya Sera yang sekarang sudah telanjang bulat tanpa sehelai benangpun ditubuhnya.
Pria itu, langsung menindih tubuh Nyonya Sera, sembari berkata.
"Baiklah, aku percaya sama kamu, sekarang ayo kita nikmati malam ini, tanpa harus takut seperti yang sudah-sudah, sekarang tidak ada yang mengganggu kita, lelaki itu sudah mati." Ujar pria itu langsung menusuk kedalam gua.
Cindy ingin menjerit, namun dia sadar dan takut ketahuan. Cindy menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
Namun naas, saat dia hendak pergi, Tampa sengaja dia menyentuh pintu, hingga membuat suara.
mendengarkan suara pintu, kedua manusia yang sedang asyik berpacu kuda, mereka cepat-cepat bangun.
Pria yang bernama Brian itu langsung berjalan kepintu, dia mendapatkan Cindy didepan pintu.
"Kurang ajar, beraninya kau mengintip, sudah berapa lama kamu disini hah, Plaaak," tamparan mendarat dipipi Cindy dengan begitu keras.
Cindy terhuyung dan jatuh dilantai, pipinya terasa panas dan membesar, air matanya jatuh tanpa diminta.
"Kurang ajar, kau mengganggu kesenangan ku." Ujar Nyonya Sera menjambak rambut Cindy , sehingga membuat Cindy mendongak.
"Jangan kira aku tidak tau apa yang kalian rencanakan."
Bersambung.
"Kau tau apa hah, kamu pikir aku takut, kalau kau tau semua, yang ada kamu tidak akan disini lagi." Nyonya Sera mencekik Cindy.
"Hei, lepaskan kau bisa membunuhnya." Cegah Brian melepaskan tangan Sera di leher Cindy.
Cindy terbatuk batuk, dia juga mencoba menghirup udara, Brian melihat leher Cindy merah, dia mengusap leher itu.
Leher Cindy terasa lembut, putih bersih, wajah Cindy juga cantik, hidung mancung, bulu mata lentik, bibir bagai bulan sabut, Cindy hampir sempurna.
Brian dikuasai nafsu, dia pikir dari pada Sera akan membunuh gadis ini lebih baik dia menikmatinya lebih dulu.
"Dari pada kamu ingin membunuhnya, lebih baik aku nikmati dulu dia." Brian langsung menggendong Cindy ketempat tidur.
Sedangkan Sera masih terduduk dilantai menahan sakit di bokongnya akibat dorongan Brian tadi.
"Ayo sayang, aku akan membuatmu merasakan kenikmatan." Brian langsung merobek lengan baju Cindy, dan hendak mencium Cindy.
Cindy berteriak, dia melawan Brian, namun apa daya, Cindy hanyalah remaja, tentu akan kalah dengan Brian, apa lagi Brian seorang lelaki.
"Lepaskan, jangan lakukan, aku mohon,"Cindy menangis dia terus mengelakkan wajahnya yang ingin dicium oleh Brian.
"Jangan mengelak sayang, kalau kamu sudah merasakannya, aku yakin kamu pasti minta lagi." Ujar Brian, dan sudah berhasil melumat bibir Cindy.
Namun Brian berteriak, dan segera melepaskan lumayan bibir Cindy, karena Cindy menggigitnya.
"Kurang ajar, aku akan membuatmu menangis." Brian merobek baju Cindy sehingga menampakkan benda kenyal Cindy.
Brian hendak mencicipi benda kenyal itu, tapi kepalanya sudah mendongak dan menjerit kesakitan.
"Aw, aww, sakit tau." Brian langsung bangun dari tubuh Cindy, kemudian dia menghadap Sera yang masih menarik rambutnya.
"Kalau kamu ingin memperkosanya silakan, aku jijik sama kamu, dan ingat kamu tidak akan mendapat apa-apa." Ujar Nyonya Sera.
Mendengar itu Brian langsung memohon dan merengek, seperti Anak kecil digunung kembar Sera.
Sedangkan Cindy masih ditempat tidur, nafasnya terengah-engah, tenaganya sudah habis, dia menangis, sembari telungkup.
"Maaf sayang, aku tadi khilaf, aku lupa kalau masih ada sayangku yang paling cantik dan paling bisa membuat aku puas." Brian langsung melumat bibir Sera, dan Sera juga membalasnya.
"Sayang, tapi bocah itu sudah mendengar pembicaraan kita, kita harus menyingkirkannya." Ujar Brian.
"Kamu tenang aja sayang, malam ini aku pastikan dia sudah tidak ada dirumah ini lagi. Hahaha." Tawa Sera.
"Gimana caranya ?" tanya Brian tidak mengerti apa maksud yang Sera katakan
"Kamu ingin membunuhnya ?" tanya Brian lagi, Brian tidak mau Sera membunuh Cindy, karena Brian takut kalau dia akan dipenjara.
"Tidak, aku tidak sebodoh itu, aku akan membawanya ke suatu tempat, sekarang kamu ikat dia, tutup mulutnya !" titah Sera.
Brian langsung ingin mengikat Cindy, Cindy berteriak, dia minta tolong, sehingga Bik Nuri datang kekamar itu.
"Nuri, masukkan beberapa pakaian kedalam tas Cindy !" titah Sera pada Bik Nuri saat sudah sampai di pintu.
"Tapi Nyonya." Kata-kata Bik Nuri tersangkut di lidah, Saat Sera membentaknya.
"Nuri lakukan yang aku suruh, kalau kamu ingin berkumpul lagi dengan keluargamu." Ancam Sera membuat Bik Nuri tidak punya pilihan.
Bik Nuri langsung memasukkan baju kedalam tas, Bik Nuri juga memasukkan korek, dan lilin, tidak lupa juga dia memasukkan pisau dan juga makanan kedalam tas itu.
Bik Nuri sudah punya firasat yang tidak baik, makanya dia menyiapkan semuanya untuk Cindy.
Setalah itu, Bik nur kembali kekamar Sera, dia memberitahu Sera kalau baju untuk Cindy sudah siap.
Cindy sudah tidak sadarkan diri, selain tubuhnya yang lelah, Brian juga memukul punggungnya hingga membuat Cindy pingsan.
"Masukkan kedalam mobilku !" titah Sera lagi. Mau tidak mau Bik Nuri harus melakukannya.
Bik Nuri segera memasukkan tas itu seperti yang disuruh oleh Sera.
"Brian, angkat, dan bawa dia ke mobil !'' Titah Sera lagi pada Brian.
Setelah Brian melepaskan Cindy ke mobil, Sera menghampiri Bik Nuri, ya g sedang menangis.
"Nanti kalau Oliv pulang katakan saja aku lagi ada urusan, dan ingat satu lagi,kejadian ini jangan ada seorangpun yang tau, kalau kamu ingin keluarga mu selamat." Setelah itu Sera langsung masuk kedalam mobil.
"Jalan !" Suruh Sera menjalankan mobilnya secepat mungkin pada Brian.
Bik Nuri masuk kedalam rumah, dia menangis sejadi-jadinya, dia juga minta maaf pada Cindy karena tidak bisa melindungi Cindy.
"Maafkan Bibi Non, Bibi tidak berdaya membela Non," Tangis Bik Nuri semakin pecah.
Brian langsung mengemudi dengan kecepatan tinggi, biar cepat sampai di pelabuhan.
Tidak butuh waktu lama, mobil yang dikemudikan oleh Brian tiba di pelabuhan kecil.
Disana sudah ada dua orang, yang menunggunya. Saat melihat mobil berhenti, kedua orang itu langsung menghampiri.
"Masukkan dia ke kapal kalian, buang dia ke pulau yang tidak berpenghuni, ambil bajunya juga!" titah Sera dan Brian pada kedua orang itu.
Kedua orang itu, tidak beraksi, dia menatap Sera dan Brian. Sera yang peka kenapa kedua orang itu hanya diam berdiri.
Dia langsung mengeluarkan uang cash didalam tasnya.
"Ini sepuluh juta dulu, saat kalian kembali aku akan kasih sisanya, tapi ingat kamu harus membuat video kalau kalian benar-benar membuangnya ke pulau." Ujar Sera pada kedua orang itu.
"Kamu tenang saja, kalau ada uang pasti beres, hahaha." Jawab kedua orang itu. Dan langsung membawa tubuh Cindy kedalam kapalnya.
"Sekarang kita bebas, kita akan kaya raya, rumah, restoran, butik, semuanya akan menjadi milikku. Huhuu..." sorak Sera penuh kemenangan.
Tapi tidak dengan Brian, dia tidak gembira, dia menatap Sera tajam, dia marah karena Sera mengatakan hanya dirinya yang kaya, dan semua harta peninggalan almarhumah Mama Cindy menjadi miliknya.
"Kamu kenapa sayang, kok kelihatannya kamu tidak senang ?" tanya Sera tidak mengerti dengan Brian.
Brian langsung mencekik, Sera dan menyandarkan tubuh Sera dimobil. "Tadi kamu bilang, semuanya akan menjadi milikmu, apa kamu ingin membohongi aku ?" marah Brian.
"Ti...ti...tidak, semua akan menjadi milik kita, kita akan menikah." Sera susah mengeluarkan suara karena Brian mencekik tenggorokannya.
Brian melepaskan tangannya pelan-pelan dari leher Sera.
"Jangan pernah membohongi aku, kalau kamu masih mau hidup lama." Ancam Brian.
Sementara didalam kapal, Cindy masih belum sadarkan diri, padahal kapal sudah berlayar lebih dua jam.
"Kenapa, Sera ingin membuang gadis ini ?" tanya orang yang memegang kemudi kapal.
"Tidak tau, tapi bagus, kita akan punya uang kalau seperti ini. Oh ya, apa gadis ini dibius, atau dia sudah mati," Ujar seorang lagi.
"Entahlah, mau mati kek, mau pingsan kek, bukan urusan kita, tugas kita hanya membuang gadis ini ,dan setelah itu kembali mengambil sisanya." Jawab kapten yang mengendalikan kemudi.
Bersambung.
Kapal yang membawa Cindy ke pulau terus berjalan, sementara Cindy masih tidak sadarkan diri.
"Kita sebentar lagi akan sampai ke pulau itu, tapi gadis ini belum sadar, apa kita buang aja dia dalam keadaan seperti ini ?" tanya orang yang ingin membuang Cindy sebut saja nama Brewok.
Kapten yang mengemudi kapal itu melirik ke temannya sebelum menjawab pertanyaan dari temannya itu. Sebut saja kapten itu, Kasim.
"Itu akan lebih baik, kita tidak perlu repot-repot menghindari dia nanti." Jawab Kasim yang mengemudikan kapal.
Pekerjaan seperti ini bukan kali pertama yang mereka kerjakan, tapi sudah beberapa kali, dan saat mereka membuang orang yang ingin dibuang mereka selalu direpotkan oleh orang yang dibuangnya karena ingin kembali.
Makanya Kasim kapal mengatakan akan lebih baik Cindy pingsan, dan itu tidak membuatnya repot menghindari Cindy nantinya.
Tidak lama kemudian, kapal mereka sampai di pulau yang dituju, pulau yang tidak terlalu besar, namun pulau itu sangat jauh dari darat.
Pulau yang berposisi ditengah laut itu, membutuhkan 5 jam menggunakan speed boat jika kesana.
Brewok langsung turun saat kapal mereka sudah mendarat di tepi pulau itu.
Brewok langsung mengikat kapal mereka pada pohon yang sudah mati yang berada ditepi laut pulau itu.
"Cepat angkat gadis itu, ambil barangnya juga, kita harus cepat, takut binatang buas datang." Ujar Brewok yang sudah mengikat kapal itu.
Sementara Kasim temannya langsung mengangkat Cindy dan diberikan pada Brewok yang sudah berada di darat.
Setelah selesai meletakkan tubuh Cindy yang belum sadarkan diri, dan juga barang Cindy, Brewok langsung naik ke kapal lagi, dan mereka segera meninggalkan pulau itu, kembali ke daratan.
"Bagaimana kalau gadis itu dimakan binatang buas ?" tanya Kasim pada Brewok.
Kasim sebenarnya merasa kasihan pada Cindy, karena Kasim lihat Cindy masih belia, tapi Kasim harus melakukan pekerjaan ini untuk bisa menghasilkan uang.
"Biarkan saja, yang penting kita sudah melakukan tugasnya,dan sebentar lagi kita akan mengambil sisa uang kita." Jawab Brewok sedikitpun tidak simpatik pada Cindy.
Kasim hanya mengangguk lemas, dan dia kembali fokus pada pelayarannya.
Setelah menghabiskan beberapa jam, akhirnya Kasim dan Brewok tiba di darat.
Keduanya langsung menghubungi Sera untuk meminta sisa uang mereka pada Sera.
***
Pagi telah menyapa, burung-burung berkicau ria, suara ombak yang menerjang karang terdengar gemuruh, matahari juga menyinari seluruh alam semesta.
Cindy yang berbaring di pasir tanpa alas, dia mulai membuka matanya pelan saat sinar matahari menerangi wajah cantiknya.
Pertama kali Cindy membuka mata, pemandangan yang dia lihat adalah langit yang hampa.
Telinganya menangkap suara kicauan burung dan gemuruh ombak yang menghantam karang ditepi pulau itu.
perlahan Cindy bangkit, dia memandangi disekitar dengan perasaan terkejut.
Yang dia lihat hanyalah hutan dan laut lepas disekitarnya. Cindy menepuk kedua pipinya memastikan apakah ini mimpi atau nyata.
Cindy merasakan sakit, ternyata dia bukan bermimpi, dia bingung kenapa dia berada disini.
"Dimana aku, kenapa aku berada disini ?" Gumamnya.
Cindy mencoba bangkit, namun kaki dan tubuhnya merasa sakit, dia menyibak celananya, ternyata kakinya sakit saat dia meronta ketika Brian ingin menodainya.
Cindy mulai mengingat apa yang terjadi tadi malam, dan dia juga ingat Sera Mama tirinya ingin membuang dirinya.
"Mereka membuang ku, aku sudah dibuang, tapi ini dimana, kenapa ada laut, bukan hanya hutan saja." Gumamnya, Cindy belum tau kalau dia sedang berada di pulau, Cindy pikir Sera membuangnya Hanau kehutan dan bukan di pulau ditengah laut dan jauh dari daratan.
Cindy berdiri, dia melihat ke sekitar, yang hanya nampak laut lepas, tidak ada apapun selain burung camar yang terbang mencari makan.
"Kenapa pemandangannya hanya laut, apakah aku sekarang." Cindy mulai ingat lagi kalau Sera mengatakan dia akan dibuang ke pulau.
"Aku sekarang di pulau, ternyata benar," air mata Cindy mulai turun, dia menangis, takut tentu saja saat ini menyelimuti dirinya.
Dia belum pernah berada dalam situasi seperti ini. "Mama, Papa," Cindy teringat pada Mama dan Papanya yang selalu memanjakannya.
Beberapa menit kemudian, Cindy mengusap air matanya, dia menguatkan dirinya, dia tidak boleh lemas, dia harus mencari cara untuk kembali kerumahnya.
"Aku tidak boleh lemah, aku harus kuat, aku harus menghadapi ini semua, sekarang yang harus aku pikirkan gimana caranya kembali kerumah." Gumamnya.
Cindy mengambil kopernya, dan mulai berjalan memasuki hutan dipulau itu, dengan semangat dia melangkah memasuki hutan lebat didepannya.
Bermacam suara hewan terdengar ditelinga Cindy, terkadang Cindy merinding sendiri, namun dia tetap bertekad menyemangati dirinya agar tidak ketakutan.
"Jangan takut Cindy, itu hanya suara burung, kamu gadis yang kuat." Cindy menyemangati dirinya.
Langkahnya terus menyusuri lebih dalam dipulau itu. Nasib baik hingga saat ini tidak ada halangan apapun hingga Cindy merasa perutnya lapar, dia berteduh disebatang pohon besar dan lebat dengan ranting dan daun.
Cindy duduk istirahat, dia membuka kopernya dan mencari apa yang bisa dimakan.
Cindy menemukan roti dan air mineral yang dimasukkan kedalam kopernya oleh Bik Nuri, namun itu semua tidak akan cukup bertahan lama, tapi setidaknya dia punya makanan untuk beberapa hari kedepan.
Disaat Cindy sedang mengistirahatkan tubuhnya, dia mendengar suara persik dedaunan.
Cindy membuka matanya yang tadi terpejam, dia ketakutan, namun dia tidak bersuara sedikitpun, tubuhnya bergerak pelan bersembunyi dibelakang pohon, matanya terus fokus menatap pada suara persik yang dia dengar semakin mendekat dengannya.
Suara itu semakin dekat, dan pohon kecil mulai bergoyang, tiba-tiba seekor binatang berlari kencang kearahnya.
Cindy terkejut langsung menyatukan tubuhnya dengan pohon hingga binatang yang tidak lain adalah rusa lari lurus kedepan memasuki hutan disebelah Cindy.
Cindy menghembuskan nafas lega, tangannya memegang dada menetralkan degupan jantungnya yang tadi berdetak kencang karena takut.
Beberapa menit kemudian, Cindy gadis 15 tahun itu, kembali menjejaki langkahnya menyusuri hutan.
Waktu terus berjalan, Cindy juga terus berjalan menyusuri hutan hingga kembali melihat laut yang terbentang luas didepannya, namun bukan ditempat dia terbangun tadi pagi.
Laut yang sekarang dilihat Cindy adalah laut disebatang hutan yang dia telusuri tadi.
Cindy merasakan sangat kelelahan, kakinya sudah letih, Cindy duduk di pohon yang tumbang.
Matanya menatap laut, dan ombak yang pecah ditepi pantai itu. Udara begitu segar, namun semua itu tidak membuat hati Cindy tenang.
Cindy termenung memikirkan semua yang terjadi padanya, dimana dia dulu hidup bahagia semasa Mamanya masih ada, namun sekarang hidupnya seperti dineraka.
Cindy kembali melangkah, dia mencari tempat berteduh, karena hari sudah hampir gelap.
Tidak lama kemudian langkah Cindy terhenti saat melihat...
Bersambung.
Yang suka dengan cerita ini, mohon like, komen dan vote. Semoga cerita ini menghibur semua pembaca.
Terimakasih sudah membaca cerita autor, semoga selalu dalam lindungannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!