Nama ku hand Ivanov. aku dari keluarga menegah dari desa umur ku 18 tahun dan aku hidup sebatang kara. kerna satu tahun yang lalu keluarga Ivanov kecelakaan ketika kita semua pergi liburan dan hanya aku yang masih hidup. Tapi aku harus kehilangan satu tangan kerna terjadinya kecelakaan itu, Han sekolah di SMA di tempat dia tinggal.
#####pagi hari nya
seorang anak muda baru saja bangun dari tidurnya, terlihat dari badan dan satu tangannya meneggang dan merentangkan tangannya keatas.
"ahhhh... udah pagi aja nih, badan masih pegel gini lagi"
Han pun bangun dari tempat tidurnya untuk mandi kerna ia harus sekolah, walaupun dia sebenarnya sangat malas untuk pergi ketempat yang menurutnya sangat menjengkelkan itu.
selesai mandi dan berpakaian, Han pun bersiap dan sarapan seperti biasa. yaitu mie rebus, kerna kebutuhannya sudah habis untuk bayar ke rentiner dan spp sekolah.
Kerna saat Han dan keluarganya kecelakaan ia sempat minta tolong ke salah satu tetangganya untuk mengadaikan rumah untuk biyaya dirinya dan keluarganya di rumah sakit. untungnya tetangga Han itu baik, tidak memanfaatkan kepercayaan Han.
Sesampainya Han di sekolah ia langsung duduk di bangkunya yang berada di pojok paling belakang, Beberapa saat ada yang datang menghampiri Han.. ya dia adalah Bela cewe yang Han suka sejak awal masuk SMA ini, dan bela juga yang paling baik dengan Han walaupun keterbatasan dan kekurangannya saat ini .
"Hay Han, Apa kabar?" sapa Bela
"Eh bela ada apa" balas Han tersenyum senang
"Emm kmu udah ngerjain tugas belum" kata bela dengan maksud tertentu.
"Oh udah dong" jawab Han
"Aku boleh liat nggak? soalnya aku lupa ngerjain" kata bela tanpa basa-basi dengan suara manjanya.
"Boleh dong bel biasa nya juga gitu kan"
Ya.. Han memang sering membantu bela soal belajar kerna Han anak yang paling berprestasi di kelasnya, dan kerna itu juga Bela mau berteman dengan Han.
Han tidak tau saja kalau dia cuma di manfaatin sama Bela yang dia anggap wanita terbaik itu selain ibunya, Bela juga sering menggoda Han kerna dia tau kalo Han menyukai dirinya.
"Ihhhh.. kan aku lupa tadi malam karena di ajak orang tua aku buat ketemu partner kerja papa" belanya cemberut
"Iya, nih." katanya sambil menyerahkan buku tulisannya "nanti kembalikan ya soalnya hari ini mau di kumpul" lanjut Han gemes melihat sikap bela yang menurutnya sangat imut itu.
"Terimakasih Han, iya nanti akan aku kembalikan kalau sudah selesai" bela tersenyum pada Han hingga membuat Han menjadi salah tingkah.
Ting... Ting... Ting...
Saat bela mengembalikan buku Han, lonceng masuk pun berbunyi.
Han memperhatikan setiap penjelasan yang telah gurunya sampaikan, hingga beberapa jam mereka belajar waktu istirahat tiba semua murid dengan antusias keluar dari kelas untuk jajan atau bermain.
Sedangkan Han hanya duduk di bangku dan merebah kan kepalanya di meja kerna memiliki satu tangan Han pun melipat satu tangan itu untuk dijadikan bantal kepalanya.
"Oy buntung, rebahan Mulu." kata Dimas yang sering membuliy Han
Han yang di sapa seperti itu pun tanpa Mehiraukannya dan tetap merebahkan kepalanya di atas meja, karena ia tau untuk apa orang itu datang menemuinya.
"Wah bos udah berani dia sama kamu" salah satu orang yang datang bersama Dimas mencoba memprovokasinya.
Dimas pun hanya senyum dan duduk di atas meja, tanpa ada peringatan sedikit pun tangannya terayun keatas.
Plakk!!
"Eh buntung kalau di tanya itu JAWAB!" bentak dimas dengan mata yang melotot.
Han yang merasakan belakang kepalanya terasa panas, emosinya menjadi tersulut. jika biasanya ia di bully menggunakan kata-kata pedas atau hinaan yang bisa melukai perasaannya, dia mungkin masih bisa menahan. tapi kali ini??
Mereka sudah keterlaluan, bukan hanya hinaan yang dirinya dapat tapi juga kekerasan atau main fisik, sehingga emosi Han tak terbendungi dan memutuskan untuk melawan.
dengan wajah memerah. Han berdiri dan menarik kerah baju Dimas dengan rahang yang mengeras dan tatapan yang tajam.
orang-orang yang masih berada di kelas itu terkejut melihat tindakan Han yang di anggap berani, mereka mengira Han adalah anak yang cupu. karena setiap kali mereka mem-bully nya, Han selalu diam tanpa berani melawan.
Dimas yang awalnya terkejut akibat tarikan Han, dengan cepat berubah dengan tatapan meremehkan.
Dia tersenyum menatap langsung kedalam mata Han, yang wajah mereka sejajar itu.
"Kalau ngajak orang berantem minimal tuh tanggan utuh lah? biar langsung bisa mukul, kalau kaya ginikan susah?" celetuk Dimas yang di sambut tawa terbahak-bahak oleh teman-temannya.
Bahkan seisi kelas ikut tertawa seolah melihat lelucon yang sangat menghibur.
Rahang Han semakin mengeras dan cengkraman tangannya di kerah baju Dimas semakin kuat.
Melihat wajah Han seperti itu Dimas semakin senang dan dia mencoba memprovokasinya kembali.
"uhh... marah ya? takutnya, nih coba pukul kalo bisa." Dimas menunjukan pipinya yang berada di hadapan Han.
tanpa di duga oleh semua orang, iba-tiba Han melepas kerah baju Dimas dan....
Bugg!
Sebuah pukulan keras menghantam pipi Dimas.
membuat Dimas terjatuh dari atas meja yang di dudukinya, Pukulan Han memang keras, karena ia sudah terbiasa berkerja keras menggunakan satu tangan kirinya sehingga menimbulkan otot yang terbentuk dengan sendirinya.
Dimas yang tidak Terima meminta kedua temannya untuk mengeroyok Han.
dan Perkelahian pun terjadi, tanpa ada yang berani memisahkan. tentu saja Han di keroyok oleh Dimas dan dua temen nya sehingga Han di buat babak belur oleh mereka.
Han terkapar di atas lantai, beruntung suara lonceng yang menandakan kelas masuk berbunyi. sehingga Dimas dan teman-temannya berhenti memukuli Han.
"Eh buntung, kalo lu berani laporin kita ke guru BK. lu bakalan kita habisin inget itu" sebelum pergi Dimas memberi peringatan pada han.
"Uhuk!" Han terbatuk
wajahnya lebam dan seluruh tubuhnya terasa sakit semua, bukan saja di pukul tapi dirinya juga mendapatkan tendangan di seluruh tubuhnya, Han hanya bisa diam karena tidak bisa lagi untuk ngelawan akibat keterbatasan satu tangannya.
orang-orang yang ada dikelas nya pun hanya melihatnya dengan sinis tanpa ada yang perduli dengan kondisinya.
Bahkan dari awal perkelahian Bela juga ada di sana.. hanya saja dia bodo amat dengan Han kerna dia memang tidak menyukai Han.
Setelah susah payah untuk duduk di bangkunya, Guru kelas pun masuk dan Han hanya bisa menunduk untuk menyembunyikan wajahnya agar terhindar dari masalah.
Guru kelas pun tidak mengetahuinya, kerna Han duduk di pojok dan menunduk jadi tidak keliatan oleh temen kelas nya yang di depan.
#mohon maaf buat yang merasa tersinggung dengan cerita ini, saya tidak bermaksud buat menghina kekurangan seseorang, ini hanya cerita karangan saja tidak ada unsur penghinaan,
*Buat kalian yang mempunyai kekurangan yang sama dengan Han, kalian anggap aja cerita ini seperti kalian walaupun awalnya menyakitkan tapi akhirnya menjadi kebahagiaan hehe semangat semua dan terimakasih buat yang dukung cerita saya*
Sehabis pulang sekolah. Han, kembali pergi untuk menjadi kuli bangunan, karena di desanya akan ada sebuah penginapan yang didirikan oleh pengusaha dari kota.
karena desa tempatnya tinggal ini, salah satu tempat wisata yang menjadi daya tarik orang luar untuk pergi berlibur atau melepas penat dengan pemandangan gunung dan kebun teh. bahkan air terjun juga ada disini sehingga menjadi daya tarik para wisata yang ingin memuaskan diri mereka dengan alam.
Han ikut bekerja untuk menjadi pesuruh. di sana dia membantu mengangkat bata dan semen, walaupun Han memiliki keterbatasan satu tangan. Namun dirinya masih mampu untuk bekerja dengan semangatnya. ia tidak ingin dianggap lemah selagi tubuhnya masih sehat, Han tidak akan mau minta-minta ke orang lain.
memang semua pekerja yang membangun sebuah penginapan ini berasal dari desa ini sendiri, sehingga para warga tidak mempermasalahkan para pengusaha dari kota, justru mereka ikut senang jika ada pengusaha yang membangun bisnis di sini, karena mereka juga akan mendapatkan bagian dari proyek itu.
Awalnya sang mandor tidak ingin memperkerjakan Han karena menurutnya anak muda seusia Han tidak cocok untuk berkerja kasar seperti ini.
apa lagi menurutnya, Han akan bekerja sangat lambat. jika hanya menggunakan satu tangan, tapi karena rasa kasihan yang dimiliki sang mandor dan mengingat hubungannya dengan almarhum kedua orang tau anak muda itu cukup baik. Sang mandor memutuskan untuk memberi kesempatan untuk Han. ikut bekerja, dan ternyata asumsinya tentang anak muda itu salah.
Han cukup cekatan dalam bekerja dan semangat yang luar biasa sehingga sang mandor memberi perhatian khusus terhadap anak muda itu.
"Selamat siang pak" sapa Han melihat sang mandor yang sedang mengawasi para pekerja.
"Eh kamu Han" katanya terkejut, sebelum melanjutkan. "Itu kenapa wajah kamu lebam-lebam gitu" tanya pak Dadang si mandor.
"Eh ini pak. biasa anak muda" jawab Han sambil nyinyir.
Pak Dadang menatap Han dengan iba, dia tau jika anak muda itu sering mendapatkan bully-an dari teman sekolahnya, tapi dia baru tahu bahwa mereka juga menggunakan kekerasan terhadap Han.
"Yaudah kalo gitu saya kerja dulu ya pak" kata Han menghindar
"Ehh... itu kamu gapapa? kalo sakit ga perlu kerja di rumah aja, Kalo kenapa-kenapa pas kerja nanti bahaya" khawatir pak Dadang
"Enggak pak.. saya kuat ko, lagian ini bonyok dikit doang" kata Han sambil tersenyum dan bergabung dengan perkerja lainnya.
Pak Dadang menghela nafas lelah, dia tau jika anak muda itu keras kepala dan tidak ingin di kasihani.
***
tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 21.00, yang berarti sudah waktunya Han pulang. karena penginapan yang di bangun cukup besar sehingga pekerja di adakan dua sif, siang dan malam agar pembangunan cepat selesai.
Han masuk kerjanya jam 2 siang jadi Han pulang jam 21.00
begitu Han selesai bersih-bersih, ia dipanggil oleh pak Dadang di sebuah ruangan seperti pos yang di bangun dekat penginapan.
"Iya pak, Bapak manggil saya" kata Han setelah masuk di ruangan pak Dadang
"Ini gaji kamu bulan ini" pak Dadang menyodorkan sebuah amplop abu-abu.
Han pun dengan senang hati menerimanya dan berterima kasih, setelah itu Han pamit untuk pulang. tapi sebelum itu, dia terlebih dahulu pergi kewarung untuk membeli beras dan telur untuk persediaannya dirumah.
Sesampainya Han di rumah. ia pergi mandi dan makan, baru saja ia merebahkan tubuhnya di kasur rasa sakit langsung merajam keseluruh tubuhnya, tulang-tulangnya terasa remuk.
akibat pukulan dan tendangan yang bertubi-tubi saat di sekolah, apa lagi bekerja seharian dengan beban yang berat membuat badannya di ambang batas kemampuannya.
Arghhhh!!!
Han Mengerang di atas tempat tidur menahan rasa sakit di seluruh tubuhnya, berharap dengan mengeluarkan suara mengerang seperti itu bisa membuat rasa sakitnya berkurang.
pagi harinya. Han terbangun setelah mendengar alaram hp yang cukup keras itu.
Beruntung. Han bisa tertidur walaupun seluruh badannya terasa sangat sakit, mungkin di karenakan dirinya yang sudah sangat kelelahan sehingga ia bisa tertidur.
****
Sesampainya Han di sekolah jam sudah menunjukkan pukul 07.35, ia pun segera masuk kedalam kelas. dan terlihat Bela sudah duduk di bangkunya sambil bermain Hp dan kebetulan saat Han ingin melewati bangkunya, bela menatapnya dengan pandangan tidak suka tapi dengan cepat mengubahnya agar terlihat khwatir.
"ya ampun. Han, kok bisa wajah kamu seperti ini?"
"ini pasti ulah dari Dimas cs kan?" kata Bela terlihat sangat marah.
Han yang sudah bodoh jika berhadapan dengan Bela pun sangat senang begitu melihat perhatian yang ditunjukkan oleh Bela, tanpa menyadari bahwa itu semua hanya sandiwaranya.
"engga kok, gini doang mana sakit." kata Han yang tidak ingin terlihat menyedihkan.
Bela tersenyum sinis tanpa di sadari oleh Han.
"hehe.." kekeh bela menahan muaknya.
"Ehh Han hari ini ada ulangan harian ya" tanya Bela
"Iya Bel, MTK sama fisika" jawab Han
"Yah.. kok malah yang susah-susah sih" keluh bela sambil cemberut berharap Han paham dengan maksudnya.
Han yang tidak tega melihat wanita yang disukainya kesusahan pun memutuskan untuk ikut membantu.
"Yaudah kamu duduknya di samping aku aja biar aku bantu, di jamin dapat nilai tinggi" kata Han penuh percaya diri.
Bela tersenyum dan mengangguk, walaupun dirinya sebenarnya sangat malas jika harus berdekatan dengan Han.
"Makasih ya Han. udah gantengnya, pinter, baik, lagi" goda bela yang membuat Han kelepek-klepek seperti ikan tanpa air.
Namun. apa yang dikatakan Bela itu memang benar, bahwa Han itu ganteng, putih, dan tinggi. hampir sempurna di mata cewek jika dilihat fisik, Namun. semenjak Han menjadi cacat popularitas yang pernah dia dapatkan menjadi runtuh, bahkan Teman-teman sekolahnya menganggapnya hina.
"udah yu duduk, bentar lagi gurunya pasti datang" kata Han, sambil menarik tangan Bela menuju bangkunya.
Waktu pun terus berlalu hingga lonceng istirahat berbunyi dan semua murid satu persatu keluar dari kelas. termasuk Bela, setelah menyelesaikan soal dia langsung pergi tanpa mengajak Han dan sekarang yang tersisa hanya dirinya saja didalam kelas.
Seperti biasa. Han merebahkan kepalanya di atas meja, tidak lama terdengar suara keributan di luar sehingga menarik perhatiannya.
karena penasaran, Han pun mengintip melalui jendela dan terlihat banyak orang mengelilingi lapangan.
yang menjadi perhatian Han adalah Bela yang menjadi pusat perhatian semua orang bersama cowok yang di kenal Han sebagai Andre sekaligus ketua OSIS di sekolah ini.
Han yang khwatir dengan Bela pun keluar kelas dan berjalan kearah lapangan, sesampainya di sana Han terkejut ternyata Bela sedang di tembak oleh Andre dihadapkan semua orang.
"Bela... apa kamu mau jadi pacar aku?" kata Andre berlutut satu kaki sambil menyodorkan seikat bunga.
Di saksikan oleh semua orang, wajah Bela menjadi merah merona.
apalagi yang menembaknya adalah seorang Andre, cowok terpopuler di sekolah yang menjadi idaman semua wanita di sekolah ini.
semua orang yang ada di lapangan pun berteriak dan bertepuk tangan agar Bela menerima cintanya Andre.
terima!!! terima!!! terima!!!
"iya. aku mau jadi pacar kamu" jawab Bela tanpa pikir panjang
Andre yang mendengar itu berdiri sambil memeluk Bella, semua Murid-murid pun teriak dan tepuk tangan seolah ikut bahagia dengan pasangan yang serasi itu.
Deg!
Han yang sejak awal melihat semua kejadian itu pun mematung di tempat. wajahnya pucat pasi, hatinya sangat sakit seperti di tusuk oleh ribuan pisau, membuat dirinya kesulitan untuk bernafas.
wanita yang di cintainya telah menerima cinta cowok lain? ia berusaha untuk tidak mempercayainya. Namun, itu semua terjadi dihadapkan matanya.
ia melihat, bagaimana Bela sangat bahagia dalam pelukan Andre. dan senyuman itu? senyuman itu, tidak pernah di lihat oleh Han saat mereka sedang bersama.
waktu terasa berhenti bagi Han, dan bayangkan-bayangan saat mereka sedang bersama muncul begitu saja. dan tanpa di sadari, cairan bening lolos dari matanya dan membasahi pipinya yang kemerahan.
Han pergi dari sana sebelum ada yang menyadari keberadaannya, dirinya tidak kuat jika harus berlama-lama melihat kemesraan yang ditunjukkan oleh Bela dengan laki-laki lain.
ia pergi kebelakang sekolah, salah satu tempat teraman dari ganguan-gangguan yang menjengkelkan itu.
Sesampainya di sana, Han duduk dengan lemas bersandar di bawah pohon sambil memandang gunung yang memenangkan. Namun, itu semua masih belum cukup untuk menenangkan hati dan pikiran anak muda yang sedang patah hati itu.
Ting!!! Ting!!! Ting!!!
Begitu lonceng berbunyi. Han bangun untuk ke kelas, setelah menenangkan dirinya.
"aku harus menanyakannya kembali pada Bela, agar semuanya jelas" batin Han
Han menggangap semua ini salah dirinya, karena tidak berani untuk menyatakan perasaannya. ia berpikir bahwa Bela terlalu lama menunggu kepastian darinya sehingga menerima cowok lain.
Han terlalu bodoh soal percintaan sehingga ia tidak menyadari semua kejadian-kejadian tentang dirinya dan Bela yang hanya memanfaatkannya saja.
Dia berpikir bahwa Bela selama ini juga mencintanya. ya begitulah, jika orang sudah jatuh cinta. buta dan sangat mudah untuk di bodohi sekalipun dirinya pintar dalam pelajaran.
Han berusaha untuk fokus belajar di kelas dan sesekali memperhatikan Bela yang tersenyum sendiri itu tanpa memperhatikan penjelasan di depan.
beberapa jam kemudian...
waktu yang di tunggu-tungg pun tiba lonceng pulang sekolah berbunyi dan semua Murid berhamburan keluar, Han yang ingin memastikan kembali tentang apa yang ia lihat pada Bela pun tak sempat.
kerna Bela lebih dulu keluar dengan terburu-buru. Han berusaha untuk mengejar dan sesampainya di parkiran, Han bisa melihat Bela yang sedang bersama Andre yang menaiki motor sportnya.
Han yang melihat itu menjadi ragu, apa ia akan menanyakannya sekarang? tapi jika tidak sekarang ia akan selalu penasaran dan pekerjaannya akan terganggu. jadi Han memberanikan diri untuk menemui Bela yang sudah menaiki motor.
"Bela, Kamu mau pulang bareng Andre?" tanya Han
Bela yang menyadari bahwa Han menyusulnya terlihat tidak suka.
"Iya. kenapa nanya gitu" jawab Bela sinis
Han yang gugup pun mencoba memberanikan diri untuk bertanya.
"Em.. kalian pacaran?"
"dia siapa sayang?" Tanya Andre terlihat tidak suka dengan cowok cacat yang berpura-pura akrab dengan pacarnya.
"dia?" Bela menunjuk Han sebentar sebelum menatap Andre dengan senyuman manisnya.
"dia babu aku sayang" lanjutnya.
"babu?" heran Andre, tapi kemudian dia ikut tersenyum.
"iya babu, dia yang suka aku suruh-suruh buat kerjain tugas sekolah aku." kata Bela yang mulai memperlihatkan sikap aslinya.
"ohh gitu.. hahahaha" tawa Andre sebelum melanjutkan, "eh buntung. kalo gitu nanti tolong kerjain PR gue ya"
"Be-Bela" Han terlihat tidak percaya.
"Apa! Lo pikir gue suka sama lo? engga ya. amit-amit gue suka sama cowok buntung kaya lo, Dasar nggak sadar diri."
Kata Bela dengan lantang. Perkataannya membuat Han tercekat tak percaya. Ia selalu mengira Bela adalah wanita yang baik dan berbeda dari orang lain. Ternyata, memang Bela berbeda—dia adalah seorang pengkhianat yang menusuk Han dari belakang, meninggalkan luka yang jauh lebih dalam dibandingkan luka dari siapa pun yang pernah menyakitinya.
"Lo-nya aja yang gampang dibodohin. Kalau lo nggak pinter mah, ogah banget gue deketin lo. Ingat ya, Han, lo itu cuma gue manfaatin. Lagian, ngaca deh! Di rumah punya kaca, kan? Emang ada cewek yang suka sama cowok yang cuma punya satu tangan?"
Perkataan Bela itu menyambar Han seperti petir di siang bolong. Ia hanya diam membisu, terpaku di tempat, sementara tatapan orang-orang yang hendak pulang tertuju padanya. Bisik-bisik pun mulai terdengar di sekelilingnya.
"Nggak tahu malu banget, ya! Emang dia pikir dia siapa?" gumam seseorang di area parkiran sekolah.
"udah yu kita pulang." kata Bela pada Andre sambil memeluknya dari belakang.
"awas lu ya." kata Andre melotot pada Han sebelum menjalankan motornya.
Brum... Brum... Brum...
Han masih terpaku di tempatnya. Butuh waktu beberapa saat hingga akhirnya ia memutuskan untuk pulang ke rumah dengan berjalan kaki. Perasaannya campur aduk—antara sedih, marah, dan tak percaya. Ia melangkah tanpa arah, tenggelam dalam lamunan, tak memperhatikan jalan di sekitarnya. Sesekali, langkahnya terhenti karena tersandung, tapi ia terus berjalan, seolah tak peduli pada apa pun lagi.
Saat sudah dekat dengan rumah, Han kembali dikejutkan oleh pemandangan yang tak kalah menyakitkan—seorang petugas bank berdiri di depan rumahnya, sementara semua pakaian dan barang-barangnya berserakan di halaman.
"Tuan Rendi, kenapa semua barang saya dikeluarkan?" tanya Han dengan bingung, sambil buru-buru memunguti dan membereskan bajunya.
Pak Rendi, yang melihat Han sudah tiba, menjawab dengan nada tegas,
"Bawa barang-barangmu dan pergi dari sini sekarang. Rumah ini disita. Kamu sudah menunggak pembayaran selama lima bulan."
Han, yang tak terima rumah satu-satunya—warisan dari keluarganya—akan disita, mencoba memohon dan meminta keringanan, berharap masih ada jalan untuk mempertahankan apa yang tersisa dari hidupnya.
"Tapi Tuan, saya sudah bayar bulan kemarin," kata Han dengan nada putus asa.
"Iya, kamu memang bayar. Tapi cuma setengah bulan, sedangkan kamu sudah menunggak lima bulan. Mana bisa begitu?" jawab Pak Rendi dingin.
"Tapi ini rumah satu-satunya yang saya punya," Han masih mencoba bertahan, suaranya mulai bergetar.
Pak Rendi mulai kehilangan kesabaran. Ia menoleh ke arah anak buahnya dan memerintahkan tanpa sedikit pun rasa kasihan,
"Cepat usir dia dari sini. Kalau dia melawan, pukul saja!"
Anak buahnya pun segera menyeret Han keluar. Han yang berusaha melawan tak mampu menandingi kekuatan mereka. Ia diseret bersama tas berisi pakaiannya, lalu dilempar ke tanah. Masih berusaha bertahan, Han memeluk kaki salah satu dari mereka, memohon agar tidak diusir. Namun ia malah ditendang hingga tersungkur ke tanah.
"pergi dari sini. atau aku akan menghilangkan satu tanganmu yang tersisa, biar kau tidak punya tangan sekalian." sala satu anak buah Rendi mengancam
karena tak berdaya lagi, Han perlahan bangkit dan mulai berjalan menjauh. Sesekali ia menoleh ke belakang, memandangi rumah peninggalan orang tuanya yang kini tak lagi bisa ia miliki.
Ia terus melangkah hingga hutan mulai menyelimuti sisi kiri dan kanan jalan. Dalam kesunyian, Han mulai berbicara dalam hati.
"Sekarang aku harus pergi ke mana? Apa aku harus ke ibu kota Tamian? Tapi hari sudah mulai gelap… dan aku juga lapar. Belum makan dari siang tadi."
Sambil memegangi perutnya yang keroncongan, Han akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam hutan. Tempat itu sudah tak asing baginya—ia biasa berburu ayam hutan dan kelinci di sana. Ia tahu hutan itu aman dari binatang buas, jadi ia berani masuk lebih dalam, meski langit mulai gelap.
Han naik ke atas sebuah pohon besar tempat ia biasa beristirahat. Di sana, ia pernah membuat tempat tidur darurat dari papan kayu. Setelah meletakkan barang-barangnya, ia turun untuk berburu.
Tak lama, ia berhasil menangkap seekor ayam hutan. Ia menyalakan api, memanggang hasil buruannya, dan makan dengan lahap. Setelah kenyang, Han kembali naik ke atas pohon dan merebahkan tubuhnya. Meski ia tahu hutan ini aman, Namun rasa takut tetap menyelinap.
Cahaya bulan menembus sela-sela dedaunan, menciptakan bayangan samar di sekelilingnya. Tiba-tiba, kilatan petir terlihat di langit.
"Apa mau hujan, ya? Wah, bisa gawat kalau hujan," gumam Han, memandangi langit yang mulai bergemuruh.
Duuaaaarrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr!!!
Tanpa peringatan, petir menyambar ke arahnya. Tubuh Han seketika seperti disetrum listrik yang sangat kuat. Ia merasa jiwanya ditarik ke langit, terbawa oleh kilatan petir itu ke suatu tempat yang belum pernah ia bayangkan sebelumnya…
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!