NovelToon NovelToon

Kau Hianatiku Kunikahi Pamanmu

Kejutan Berbalik

Seorang wanita cantik berusia dua puluh tiga tahun, bernama Amanda Adelia, melangkah dengan anggun di atas sepatu selop berwarna cokelat. Gaun berwarna kuning gading yang membalut tubuhnya semakin menambah kesan elegan, sementara rambutnya yang panjang bergelombang dicepol di atas kepala, menyisakan beberapa helai rambut yang terurai lembut di sisi kanan dan kiri pelipisnya. Penampilannya malam itu berbeda dari biasanya, sengaja ingin memberikan kejutan pada atasannya yang sekaligus kekasihnya, bernama Reno Bramasta.

Saat ini Amanda sudah berada di salah satu pintu yang menjulang, tangannya terulur dengan mantab menekan tombol password apartemen itu. Setelah memasukkan enam digit angka pintu pun terbuka, memberi akses dirinya untuk masuk.

Amanda masuk ke dalam apartemen itu dengan membawa kue ulang tahun, yang masih tersimpan di dalam wadah. Sampai di dalam, Amanda meletakan wadah itu dengan hati-hati di atas meja, lalu membukanya perlahan. Setelah itu menaruh lilin berbentuk angka dua puluh lima di atasnya, sesuai dengan usia Reno. Senyuman lembut terukir di wajahnya, membayangkan reaksi sang kekasih saat melihat kejutan yang telah ia persiapan. Ia yakin Reno akan merasa sangat senang.

Amanda lantas mengangkat kue itu, membawanya ke bagian lebih dalam apartemen, suaranya yang lembut memanggil Reno.

"Sayang," panggil Amanda. Namun, tidak ada sahutan.

Amanda kembali mencoba memanggil sang kekasih, tetapi hasilnya sama. Ketiga kalinya Amanda memanggil, tetapi terhenti tiba-tiba lantaran melihat sesuatu yang tidak biasa.

Amanda meletakkan kue yang dibawa ke atas meja, lalu melangkah mendekati sofa dengan mata menyipit berusaha mempertajam penglihatannya. Seketika matanya membelalak melihat sesuatu yang tidak asing. Amanda membungkuk, tangannya terulur mengambil benda yang tergeletak di lantai, sebuah bra berwarna merah muda. Jelas itu bukan miliknya karena ukurannya lebih besar.

"Ini milik siapa? Kenapa bisa ada benda ini di sini?" gumam Amanda.

Pikiran negatif mulai bermunculan di benak Amanda, apalagi ketika melihat pakaian wanita berserakan di lantai.

Pandangan Amanda jatuh pada tas selempang berwarna cokelat, ia mengenali tas itu. Untuk membuktikan dugaannya benar, Amanda menggeledah isi tas itu dan menemukan id card tempatnya bekerja, AMBASADOR LUXURY HOTEL atas nama Jolie Calista, rekan kerja sekaligus teman dekatnya.

"Jadi bra dan pakaian ini miliknya!" Amanda membatin sambil melihat bra dan id card itu secara bergantian. "Apa yang dia lakukan di sini? Mereka gak mungkin ... tidak, tidak, mereka tidak mungkin melakukannya, 'kan?"

Amanda menjatuhkan bra juga id card milik Jolie ke lantai, lantas melangkah menuju ke salah satu kamar di apartemen itu. Sebelum melangkah lebih jauh lagi, Amanda lebih dulu melepas sepatu selop yang dipakainya, memastikan setiap langkahnya tidak menimbulkan suara.

Rasa takut bercampur kecemasan menyelimuti dirinya, membuat langkahnya terasa goyah. Amanda merasa takut apa yang ia bayangkan sebelumnya menjadi kenyataan.

Keraguan sempat dirasakan olehnya, ingin berbalik dan mencoba percaya pada kekasihnya, tetapi rasa penasarannya lebih mendominasi. Pada akhirnya, Amanda melanjutkan langkahnya menuju kamar yang biasa ditempati oleh Reno.

"Ah, ya di situ, Pak Reno."

Langkahnya terhenti saat suara desahan seorang wanita terdengar dari dalam, membuat jantungnya berdegup kencang.

"Itu benar suara Jolie," batinnya nyaris tidak percaya.

Rasa penasaran yang kian memuncak, membuatnya kembali bergerak, kali ini lebih hati-hati. Dengan mengendap-ngendap, ia mendekati kamar yang pintunya yang tidak tertutup sempurna.

Tangan Amanda terulur menyentuh gagang pintu. Jemarinya sedikit bergetar saat mendorongnya, berusaha agar tidak menimbulkan suara sekecil apa pun.

"Pak Reno, cepatlah! Aku tidak tahan. Aku sudah ingin keluar."

Mata Amanda berkaca-kaca, pandangannya nanar, dadanya terasa sesak, seolah udara menolak masuk ke rongga paru-parunya, dunianya seakan runtuh dalam sekejab, ketika menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri kekasih dan sahabatnya sedang beradu kemesraan di atas tempat tidur.

Cairan bening sudah memenuhi air matanya, bisa dipastikan dalam sekali kedipan, cairan bening itu akan keluar dari matanya.

"Pak Reno, cepat!"

Telingannya mendengar Jolie dan Reno mengerang merasakan kenikmatan, selanjutnya melihat keduanya berpelukan dengan begitu erat, seperti ingin menyatu lebih dalam lagi. Mata Amanda refleks menutup dibarengi jatuhnya cairan bening dari matanya. Hati Amanda hancur, berkeping-keping, hingga rasanya tidak bisa disatukan lagi.

Mengetahui kenyataan pahit itu, pikiran Amanda menjadi kacau, tidak tahu harus melakukan apa. Kakinya tiba-tiba lemas, tidak bisa lagi menahan beban tubuhnya, tetapi Amanda mencoba bertahan dengan berpegangan pada gagang pintu. Sakitnya bukan main, dadanya terasa sesak seperti terhimpit oleh bebatuan besar. Ingin pergi, tetapi kakinya seolah terpatri di sana.

Seteleh beberapa saat Amanda masih berdiri di tempat yang sama, membiarkan cairan bening mengalir dan membasahi wajahnya, tangannya mengepal kuat menahan amarah yang ingin meledak, melihat bagaimana dua orang yang amat dirinya percaya menikamnya dari belakang, rasa sakit hatinya saat tidak bisa dilukiskan dengan apapun.

Amanda lantas mengusap jejak air matanya, tidak ingin terlihat lemah di hadapan dua manusia itu. Dengan ekspresi kesal, Amanda memerintahkan keduanya. Padahal sudah cukup lama dia berdiri di tempat itu, tetapi dua manusia laknat itu masih tidak menyadari keberadaan, bahkan ingin kembali bercinta.

BRAK

Tidak tahan lagi Amanda memilih membanting pintu dengan kuat. Tindakkan Amanda itu berhasil mengejutkan Jolie dan Reno. Keduanya sama-sama menoleh ke asal suara. Mata mereka membulat melihat keberadaan Amanda. Meskipun tidak mengatakannya, tetapi dari ekspresi wajah mereka, menunjukkan rasa keterkejutan yang luar biasa. Keduanya lantas buru-buru memisahkan diri.

Reno segera memakai celana boxer miliknya dan Jolie menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang telanjang tanpa sehelai benang pun.

"Sayang —"

"Stop! Jangan mendekat! Tetap di situ!" Ucapan Amanda membuat langkah Reno terhenti.

"Sayang, aku akan jelaskan. Ini tidak seperti yang kamu duga." Reno kembali ingin mendekati Amanda, tetapi Amanda melangkah mundur dan mengulurkan tangannya, mengisyaratkan pada Reno untuk tidak mendekati juga menyentuhnya.

"Don't touch me again!"

Amanda yang tadinya menunduk memberanikan diri untuk melihat ke arah Reno, menatap sang kekasih dengan mata serta wajahnya yang basah.

"Sejak kapan?" tanya Amanda lirih nyaris tidak terdengar.

"Sayang —"

"SEJAK KAPAN KALIAN MELAKUKAN INI? JAWAB!"

PRANK

Amanda mengambil hiasan guci berwana putih dari atas lemari kabinet lalu melemparnya ke dekat Reno. Beruntung Reno cepat mengangkat kaki kanannya. Jika tidak, kemungkinan kaki kanannya akan terluka.

"Hentikan, Sayang." Reno mengulurkan tangannya, memberikan isyarat pada Amanda untuk berhenti dan tidak melempar hiasan lainnya. "Kita ngobrol baik-baik, okey," bujuk Reno.

"Apa? Ngobrol baik-baik?" Amanda bicara pelan, menahan sakit yang tengah dirasakannya. "SETELAH APA YANG KAMU LAKUKAN PADAKU, KAMU BERHARAP KITA BISA NGOBROL BAIK-BAIK?"

"Ck, Amanda. Dialamlah!"

Seketika pandangan Amanda beralih pada Jolie, melihat temannya sedang memakai kemeja Reno, lantas melangkah ke tempat Reno berdiri, memeluk pria itu dari belakang, sembari mengusap-usap otot perut Reno, tetapi pandangannya mengarah pada Amanda, dengan tatapan seolah sedang mengejeknya.

"Sudahlah Pak Reno, katakan saja yang sejujurnya," suruh Jolie. Suaranya dibuat semanja mungkin. "Atau aku yang bicara."

"Hmm," gumam Reno. "Bicaralah!"

Pandangan Jolie beralih pada Amanda, menatap temannya dengan sinis, sama halnya dengan Amanda yang menatap Jolie penuh permusuhan.

"Kami melakukan ini juga karena salahmu," ucap Jolie.

Amanda tertawa sumbang mendengar perkataan Jolie, ia lantas menghapus air mata yang ada di pipinya, kemudian menatap Jolie dengan tatapan marah. "Apa? Salahku?"

"Ya," jawab Jolie.

"Tidak salah? Kamu menjadikan aku sebagai tersangka di sini?" Amanda menggeleng, tidak percaya dengan kata-kata yang keluar dari mulut Jolie.

"Pak Reno itu pria normal, Amanda. Dia butuh kepuasan dan kamu tidak mau memberikannya kepuasan itu," ujar Jolie. "Jadi terpaksa dia mencari kepuasan dari wanita lain. Dan ... kebetulan aku bisa memberikannya.

Amanda tidak langsung merespon perkataan Jolie, ia justru melihat ke arah Reno. "Benar apa yang dikatakan oleh Jolie, Reno?"

"Ya, aku sering mengajakmu. Tapi kamu menolak dengan alasan kita belum resmi menjadi suami istri," jawab Reno. "Tapi kamu tenang saja. Aku tidak akan melakukan ini lagi setelah kita menikah."

Amanda melambangkan mundur, sambil menggeleng pelan, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "KALIAN MENJIJIKAN!"

Putus

"KALIAN MENJIJIKAN!"

Amanda berlari menjauh dari kamar, meninggalkan dua manusia laknat itu, tidak peduli dengan panggilan dari Reno, juga tidak peduli lelaki itu mengejarnya.

"Amanda, tunggu." Reno menarik lengan Amanda, memaksa wanita itu untuk melihat ke arahnya. "Dengarkan aku dulu!"

"Aku tidak mau dengar kalimat apapun yang keluar dari mulutmu!" tolak Amanda. "Sekarang lebih baik kamu lepaskan tanganku. Kembali saja kamu pada Jolie! Kita putus!"

Amanda memberontak, mencoba melepaskan diri dari Reno, tetapi gagal. Tenaga pria itu lebih kuat.

"Apa? Putus?" Reno menarik lengan Amanda lebih kuat lagi, hingga tubuh Amanda berada dekat dengan dadanya yang telanjang. "Kamu tidak bisa melakukannya!"

"Kenapa tidak?" Amanda menatap Reno dengan tatapan menantang. "Apa kamu pikir setelah aku tahu tentang kamu dan Jolie, melihat apa yang kalian lakukan, aku akan tetap mempertahankan hubungan ini?" Amanda menjeda ucapannya beberapa saat. "Jangan bermimpi!"

"Jika kamu memutuskan hubungan kita, kamu akan kehilangan pekerjaanmu!" ujar Reno, kalimatnya mengandung ancaman.

"Kamu pikir aku tidak bisa mendapatkan pekerjaan lain, hah?" balas Amanda. "Aku tetap ingin putus darimu. Aku tidak sudi bersama laki-laki kotor sepertimu!"

DUG

"Aaa!" Reno memekik saat Amanda menendang pangkal pahanya menggunakan lutut, membuat cengkraman tangannya di lengan Amanda terlepas.

Amanda menggunakan kesempatan itu untuk lari. Ia lebih dulu mengambil selop dan juga tasnya, lantas berlari keluar dari apartemen itu.

"Amanda, tunggu!" Reno ingin mengejar Amanda, tetapi rasa nyeri di pangkal pahanya membuat Reno kesulitan untuk melangkah. "Aaa, sial!" umpat Reno sambil memegangi pangkal pahanya.

"Sudahlah, Pak Reno. Amanda sudah tidak mau sama Bapak ngapain dikejar."

Reno menoleh ke asal suara, terlihat Jolie sedang berjalan menuruni anak tangga sembari mengikat tali kimono tidurnya. Pandangan Reno tidak lepas dari tubuh seksi Jolie, hingga perempuan itu sampai di hadapannya.

"Masih ada saya, Pak Reno." Jolie merangkul leher Reno dengan tatapan menggoda. "Saya akan puasin Bapak lebih dari biasanya. Kalau perlu setiap hari dan selamanya."

"Ck!" Reno menyingkirkan tangan tangan Jolie dari lehernya, berjalan melewati wanita itu begitu saja. Pria itu berjalan ke meja mini bar, menuang wine mahal ke gelas crystal berkaki, lantas menghabiskannya dalam sekali tenggak. "Aku tidak menyukaimu."

"Lalu apa Anda menyukai Amanda?" tanya Jolie.

Reno tidak menjawabnya membuat Jolie menyunggingkan senyuman sinis. "Jika Anda menyukai Amanda, tidak mungkin Anda berselingkuh dengan saya."

"Saya cuma butuh tubuh kamu," ujar Reno. "Jadi jangan berharap lebih dariku."

Wajah Jolie berubah masam, kesal lantaran perkataan Reno, tetapi wanita itu tidak menyerah untuk mendapatkan hati sang bos. Jolie memutar isi kepalanya, mencari cara untuk tetap bisa bersama Reno. Matanya tidak sengaja menemukan kue tart di atas meja, mungkin Amanda yang membawanya.

Saat Reno sibuk dengan minumannya, Jolie berjalan ke tempat di mana kue tart itu berada.

"Jadi hari ini ulang tahun pak Reno," batin Jolie.

Senyuman licik membingkai di wajah Jolie. Melihat kue itu membuat Jolie memiliki ide untuk tetap bersama Reno. Dengan hati-hati Jolie mengangkat kue itu dengan kedua tangannya, berjalan ke tempat Reno berada sembari menyanyikan lagu selamat ulang tahun.

Reno yang mendengar itu menoleh ke asal suara, berdecak kesal melihat apa yang tengah dilakukan oleh Jolie.

"Selamat ulang tahun, Pak Reno." Jolie menyodorkan kue ulang tahun ke dekat Reno.

Reno mendengkus melihat kue itu, dia tahu Amanda pasti yang membawanya. "Singkirkan kue itu!"

"Tidak ingin merayakan ulang tahun Anda, Pak Reno?" tanya Jolie dengan suaranya yang dibuat manja.

"Hanya anak kecil yang merayakan ulang tahun." Reno tersenyum sinis mengingat setiap tahun ia dipaksa untuk merayakan ulang tahun oleh Amanda. "Dia selalu memaksaku untuk melakukan hal itu." Reno kembali menenggak minumannya.

Jolie tersenyum sinis sebelum meletakan kue di tangannya ke atas meja mini bar. Setelahnya Jolie duduk di kursi berharap langsung dengan Reno, menyilangkan kaki, memperlihatkan pahanya.

"Ck, sayang sekali. Padahal kue ini rasanya sangat nikmat." Jolie mencolek kue rasa cokelat itu dengan jari telunjuknya, memasukkannya ke mulut lantas menjilati jari telunjuknya, menghabiskan sisa kue yang menempel di jarinya. Jolie sengaja melakukan itu untuk mengoda Reno. "Ayo kita rayakan ulang tahun dengan cara yang berbeda."

"Dengan cara apa?" tanya Reno dengan kening yang mengerut.

Jolie turun dari kursi, berdiri di hadapan Reno, lalu menarik tangan pria itu, mengarahkan ke salah satu gundukkan yang ada di dadanya, meminta pria itu untuk memijatnya.

Jolie, menengadah sembari memejamkan mata, mengigit bibir bawahnya, menikmati apa yang tengah dilakukan oleh Reno. Ketika Reno berhenti, Jolie melihat ke arah Reno dengan tatapan nakal.

"Kita main lagi, saya yang ambil kendali," ucap Jolie dengan suaranya yang serak tapi menggoda.

Reno tersenyum sinis lantas berdiri, menekan pinggang Jolie hingga membuat tubuh mereka saling menempel. Pria itu memejamkan menikmati saat dua gundukkan besar di dada Jolie menempel di tubuhnya.

"Ayo, aku akan bayar lebih untuk ini."

Sementara itu, Amanda berjalan sambil menangis, tidak peduli dengan tatapan orang yang melihatnya. Hatinya sudah terlalu sakit, tidak ingin menambah rasa sakitnya dengan memikirkan pandangan buruk mengenai dirinya lagi.

"Dasar pria berengsek! Seenaknya saja dia, sudah ketahuan tidur dengan perempuan lain masih bisa menyalahkan aku," gerutu Amanda tanpa berhenti melangkah.

Entah sudah berapa jauh Amanda berjalan, sadar ketika kakinya mulai terasa pegal. Amanda melihat sekeliling, merasa asing dengan tempat itu.

TIN TIN TIN

Amanda terjengit lantaran suara klakson mobil yang begitu keras. Perempuan itu menoleh, melihat mobil mewah berwarna hitam berada di belakangnya.

TIN TIN TIN

Mobil itu kembali membunyikan klakson, Amanda pun bergeser, memberikan jalan untuk mobil itu. Mobil itu berjalan melewati dirinya, mata Amanda masih terus saja memandangi mobil itu.

"Amanda."

Amanda terperanjat saat ada yang memanggil namanya. Ia mencari sumber suara, tidak jauh dari tempatnya berdiri, seorang wanita sedang berjalan ke arahnya.

"Benar, ternyata itu kamu."

"Li-sa," ucap Amanda, melotot dan memerhatikan perempuan di hadapannya dari atas hingga bawah, lalu dari bawah hingga atas. Amanda terperangah melihat penampilan baru teman sekolahnya dulu.

"Ya, ini aku," balas Lisa. "Jangan melihatku seperti itu dong. Aku bukan musuhmu."

"Iya, maaf. Aku terkejut tadi" Amanda menggaruk pelipisnya yang tidak terasa gatal. "Sudah lama tidak bertemu, penampilanmu juga sudah berubah, aku pangling," ujar Amanda dibalas kekehan oleh Lisa.

"Sedang apa kamu di sini?" tanya Lisa.

"Itu aku ...?" Amanda menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal, bingung mau bicara apa.

"Tunggu. Kamu ...." Lisa menyentuh dagu Amanda, memerhatikan wajah teman sekolahnya dulu. "Kamu habis nangis?"

"Eh, enggak kok." Amanda menyingkirkan tangan Lisa dari wajahnya lantas melihat ke arah lain.

"Enggak, enggak. Enggak salah iya," ujar Lisa dibalas cibiran oleh Amanda. "Udah ayo ikut, kita ngobrol di dalam saja." Lisa menarik tangan Amanda, tidak peduli teman semasa sekolah itu menolak untuk ikut.

Menyewa Lelaki

"Eh, tunggu! Lisa kita mau ke mana?" tanya Amanda.

"Ngobrol," jawab Lisa tanpa menghentikan langkahnya.

"Tapi ... apa harus di sini?"

Amanda merasa canggung ketika memasuki tempat yang dipenuhi oleh orang-orang yang sedang menari, minum, bahkan sesekali Amanda melihat seorang laki-laki dan perempuan tengah berciuman, rasanya benar-benar tidak nyaman. Ditambah musik keras yang iramanya menusuk telinga, bahkan jantungnya ikut bergetar oleh suara musik itu.

Amanda ingin keluar dari tempat itu, tetapi Lisa tidak memberinya kesempatan untuk melakukannya.

"Lisa, ayo keluar!" Amanda bicara sambil berteriak.

"Jangan katakan kamu belum pernah masuk ke club malam, Amanda," ujar Lisa.

"Apa? Kamu bicara sesuatu, Lisa?" tanya Amanda. Kerasnya musik di tempat itu membuat Amanda tidak dapat mendengar suara Lisa.

Pada akhirnya keduanya masuk lebih dalam lagi ke tempat itu, Amanda hanya bisa pasrah.

Lisa lantas menarik Amanda ke meja bar, sedikit jauh dari lantai dansa. Mereka melanjutkan obrolan di sana. Tidak lupa Lisa memesan minuman untuk mereka pada bartender di sana.

"Untuk apa kita ke sini. Jika ingin mengobrol kita cari tempat lain saja," ucap Amanda seraya melihat ke sana kemari merasa canggung dan tidak nyaman berada di tempat itu.

"Amanda, apa kamu belum pernah masuk ke club malam?" tanya Lisa.

Amanda menjawab dengan menggelengkan kepala, membuat Lisa tertawa.

"Ya ampun Amanda, kamu masih sangat lugu rupanya," ujar Lisa.

"Dan kau berubah begitu drastis dari sikap dan juga penampilan kamu. Aku tadi hampir tidak mengenalimu jika saja aku tidak melihat tahi lalat di bawah hidungmu," balas Amanda disambut kekehan oleh Lisa. "Kamu sering ke tempat ini?"

Lisa mengangguk untuk merespon pertanyaan Amanda. "Ya, aku bekerja di sini."

"Pekerjaan apa yang kamu bisa lakukan di tempat ini?" tanya Amanda.

"LC."

"What?"

"Pekerjaan ini penghasilannya lumayan, Amanda. Kamu tahu beban apa yang aku tanggung selama ini," jelas Lisa.

"Apa tidak ada pekerjaan lain yang bisa kamu lakukan selain ini?" tanya Amanda, ekspresi wajahnya begitu prihatin.

"Untuk saat ini belum," jawab Lisa.

Amanda hanya mengulas senyuman, tanpa mengatakan apa pun lagi.

"Lupakan tentang aku, sekarang ceritakan tentang dirimu sendiri," ujar Lisa. "Tapi sebelum itu minumlah."

Lisa memberikan minuman yang sama dengannya kepada Amanda, lantas bersulang. Lisa menghabiskan minuman itu dalam sekali tenggak. Berbeda dengan Amanda, saat minuman itu baru menempel di lidahnya, ia buru-buru menjauhkan dari mulutnya. Amanda menarik lengan Lisa, lantas berbisik di telinga perempuan itu, "minuman apa ini? Kenapa rasanya tidak enak sama sekali."

Bukannya menjawab, Lisa justru tertawa, membuat Amanda merasa kesal. "Awal minum memang rasanya tidak enak, tapi rasanya akan nikmat setelah kamu sering meminumnya."

"Aku tidak berminat untuk meminumnya lagi," ujar Amanda ketus, sembari menjauhkan minuman itu darinya, membuat Lisa kembali tertawa.

"Baiklah, lupakan tentang minuman. Sekarang katakan padaku kenapa kamu menangis?" tanya Lisa.

Amanda tidak langsung menjawab pertanyaan Lisa, ekspresi wajah pun tiba-tiba berubah, rasanya malas ketika harus mengingat kembali hal menjijikan itu.

"Amanda, are you okey?" Lisa mengenggam pergelangan tangan Amanda membuat Amanda tersentak kaget. "Ada apa?"

Amanda mengela napas berat sebelum menceritakan apa yang terjadi dengannya. "Aku tidak tahu apakah aku harus menangis, tertawa, atau kesal. Aku baru saja memergoki kekasih dan sahabatku berselingkuh, bahkan aku melihat mereka bercinta."

Lisa terdiam dengan ekspresi bingung, antara ingin tertawa atau iba. Having s*x bukan lagi hal baru baginya, tetapi mungkin tidak bagi Amanda. Akan tetapi sebagai sesama perempuan pastilah Lisa memahami perasaan Amanda, ia mengerti bagaimana sakitnya dikhianati.

"Sabarlah, Amanda. Laki-laki di dunia ini bukan cuma dia saja. Masih banyak laki-laki yang mungkin jauh lebih baik darinya," ujar Lisa.

"Ya, hanya saja rasanya sangat sakit. Dikhianati oleh orang-orang yang kita percaya," balas Amanda.

"Aku mengerti perasaanmu. Aku menjadi seperti ini juga berawal dari sebuah pengkhianatan," aku Lisa membuat Amanda meringis.

"Halo, Sayang."

Obrolan mereka terhenti oleh suara seseorang. Amanda dan Lisa menoleh ke asal suara, mereka melihat seorang laki-laki berjalan ke tempat mereka.

"Hai."

Mata Amanda membulat melihat Lisa tiba-tiba berciuman dengan seorang laki-laki di tempat umum tanpa rasa malu, mereka seolah menikmatinya tanpa ada rasa terganggu sedikit pun.

Melihat pemandangan itu membuat Amanda menelan air liurnya sendiri untuk membasahi tenggorokannya yang mendadak mengering, lantas berpaling, melihat ke arah lain, merasa malu sendiri melihat Lisa dan laki-laki itu berciuman.

Setelah beberapa saat, ciuman itu berakhir, membuat Amanda merasa lega, ia mampu kembali bisa bernapas dengan normal.

"Siapa dia?" tanya si pria membuat Amanda gugup.

"Teman lama," jawab Lisa lantas pandangannya mengarah pada Amanda. "Amanda kenalkan dia Andrew, kekasihku."

"Oh, Hai," sapa Amanda canggung.

"Hai, aku Andrew." Andrew mengulurkan tangannya ke hadapan Amanda dibalas oleh Amanda.

"Aku, Amanda," balas Amanda.

Pandangan Andrew beralih kembali pada Lisa sekali lagi mencium bibir Lisa, tapi hanya kecupan singkat. "Baiklah kamu ngobrol dulu dengan temanmu ini, tapi nanti malam jangan lupa layani aku."

"Okey, Baby," balas Lisa.

Andrew lantas meninggalkan tempat itu membuat kecanggungan di dalam diri Amanda mereda. Pandangan Amanda lantas mengarah pada Lisa, menyipitkan mata, menatap perempuan itu dengan tatapan penuh tanya bercampur rasa tidak percaya.

"Lisa, apa kamu sering melakukan ini?" tanya Amanda.

"Hmm, bahkan kami sering menghabiskan malam bersama," jawab Lisa tanpa ragu.

"Maksudmu?" tanya Amanda dengan kening yang mengerut

Lisa memberikan isyarat pada Amanda untuk mendekat, setelah Lisa mendekatkan bibirnya ke dekat telinga Amanda, lantas membisikan sesuatu, "aku sudah tidak perawan."

Mata Amanda terbelalak lantas, menarik dirinya dengan cepat, kemudian menatap Lisa, dengan tatapan tidak percaya. "Ya ampun, Lisa. Kamu serius?"

"Hmm." Lisa bergumam untuk merespon pertanyaan Amanda.

Tiba-tiba Amanda diam, memikirkan banyak hal. Apa melakukan hubungan suami istri sebelum menikah sudah menjadi hal yang wajar?

"Kenapa malah melamun?" Lisa menjentikan jarinya membuat lamunan Amanda buyar. "Apa yang kamu pikirkan?"

Sebelum menjawab pertanyaan Lisa, ponsel Amanda lebih dulu berdering. Fokus Amanda beralih pada ponselnya, mengambil benda pipih itu dari dalamnya. Rupanya ada notifikasi pesan masuk, dari Jolie, sebuah pesan suara.

Amanda yang merasa penasaran membuka pesan itu, matanya terbelalak, begitu juga dengan Lisa mendengar isi pesan itu. Terdengar suara desahan laki-laki dan perempuan yang sedang bercinta. Setelah itu muncul satu pesan lagi dari Jolie. Amanda membacanya dengan penuh rasa kesal.

Kekasihmu sangat menikmati kebersamaan kami. Bahkan kami melakukannya sampai empat kali. Kekasihmu sangat kuat.

Amanda meletakan ponselnya ke atas meja bar lumayan keras hingga menimbulkan suara. Setelah itu mengambil minuman yang awalnya tidak ia pedulikan, menghabiskannya dalam sekali tenggak, tidak memperdulikan rasa pahit dan panas di tenggorokannya.

"Lisa," panggil Amanda dengan ekspresi kesal.

"Ya," sahut Lisa.

"Carikan laki-laki yang mau menghabiskan malam denganku."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!