NovelToon NovelToon

ARCANUM: Perjalanan Menuju Takhta Bintang

Bab 1: Prolog "Cahaya Baru"

Di sebuah Laboratorium yang terletak jauh di bawah tanah, tersembunyi di antara lapisan realitas yang dilipat sedemikian rupa sehingga hanya mereka yang memahami pola dimensional ke-7 atau memiliki kunci khusus yang bisa mengaksesnya.

Dinding-dindingnya terbuat dari kristal Circuitium, bahan semi-organik yang mampu menyerap dan mengalirkan mana dengan lebih stabil. Laboratorium tersebut bukan sekedar ruangan penelitian, melainkan simbol pencapaian tertinggi manusia dalam pengembangan sihir dan ilmu pengetahuan.

Laboratorium tersebut merupakan milik organisasi bernama Arcanum, sebuah organisasi sihir dan sains yang telah ada sejak abad pertengahan dan merupakan organisasi tertua di bidang sihir.

Di tengah ruangan laboratorium tersebut, berdiri sebuah menhir kristal berbentu prisma sebuah artefak peninggalan raja sihir Solomon, yang ditopang oleh delapan lengan mekanikal yang mengarah padanya dari berbagai sudut. Setiap lengan memiliki sigil-sigil yang terukir pada setiap bagiannya. sigil kuno tersebut diaktifkan lewat algoritma pemrograman sihir modern.

Batu awal mula begitulah nama yang mereka berikan pada kristal tersebut, sebuah peninggalan yang ditemukan oleh organisasi saat mencoba menggali sisa-sisa kerjaan milik Solomon yang di temukan beberapa tahun yang lalu.

Disamping alat tersebut berdiri seorang pria berambut hitam berusia awal tiga puluhan mengenakan jas laboratorium dengan emblem berukir bintang utara sedang mengamati aliran sihir yang terkandung dalam artefak tersebut, Caelum Aurelius seorang anggota pangkat tinggi dari organisasi Arcanum, saat ini dia sedang melakukan sebuah ekperimen sihir menggunakan artefak tersebut.

Dengan wajah serius dan sorot mata yang menggambarkan antusiasme, ia memeriksa satu persatu instrumen: stabilitas medan sihir, tekanan aliran mana, dan resonansi gelombang energi. Yang terpampang dalam layar hologram di hadapannya.

"Semuanya stabil" gumam Caelum sambil terus memperhatikan artefak tersebut.

"Kalibrasi artefak sudah selesai, Caelum", kata seorang wanita berusia sekitar enam puluh tahun, berdiri dibalik kaca ruang pengamatan.

"Tapi aku tetap tidak yakin dengan percobaan ini Caelum, konsep melintasi dinding realitas.. terlalu banyak variabel yang mungkin terjadi".

Caelum tidak langsung menjawab perkataan wanita tersebut melainkan tetap fokus pada layar hologram di depannya.

"Kita takkan pernah tahu jika kita tidak mencobanya sekarang, Master Evelyn"

Seorang pemuda berambut coklat dengan fitur wajah yang ramah berdiri disamping Evelyn, mengenakan jas laboratorium yang mirip dengan Caelum menambahkan "tapi ini bukan sekedar simulasi Caelum, jika kita memaksakan untuk menyuntikkan mana tanpa memiliki data yang lebih lengkap dan perhitungan yang tidak tepat pada artefak tingkat legendaris dampaknya dapat menghancurkan seluruh laboratorium"

"Apakah kamu meragukanku Simon?" bantah Caelum sambil tetap fokus pada layar hologram di hadapannya.

"Bukan meragukanmu Caelum, kami tahu kau jenius tapi sifat keras kepalamu terkadang menyebabkan masalah kau tahu" Evelyn yang juga mengawasi percobaan tersebut merasa sedikit ragu dengan Caelum.

Caelum menoleh dan tersenyum tipis, "aku telah mempersiapkan sitem fail-safe tiga lapis. Jika sistem mendeteksi adanya kelainan, sistem akan langsung menghentikan transfer mana dan membentuk mantra barrier grade 8 disekitar artefak dan meredam lonjakan eterik yang mungkin terjadi".

Caelum tidak menyebutkan bahwa probabilitas keberhasilannya hanya 47%. Tapi dia yakin bahwa angka tersebut masih termasuk tinggi dan jika percobaan berhasil maka kemungkinan untuk melakukan warp akan mungkin untuk dilakukan.

"Kita mulai"

Lampu-lampu di dalam laboratorium meredup saat aliran mana disuntikkan kedalam artefak, menhir kristal bersinar ungu terang, berdenyut seperti jantung yang baru hidup. Aura disekitar berubah, suara-suara yang dihasilkan oleh gelombang menggema di dalam ruangan tersebut, suara yang sangat halus namun terasa sangat jeles seakan langsung menggema di dalam pikiran.

Caelum berdiri dan memperhatikan artefak tersebut menyala semakin terang, ia menutup mata dan mengaktifkan sihir pelindung yang terukir di emblem Arcanum yang ada di dadanya.

Caelum menarik nafas panjang.

"Satu loncatan ke takdir"

Seakan mendengar bisikannya seketika Caelum merasa kesadarannya terdorong ke dalam ruang hampa tak terbatas, melayang dalam sungai cahaya dan nampak gugusan bintang bagaikan titik-titik yang menghiasi di sepanjang bidang penglihatannya, pada saat itu Caelum melihat lapisan-lapisan dunia, dunia manusia, dunia roh, dimensi eterik, bahkan struktur asing yang berbentuk seperti sarang laba-laba yang mengikat setiap titip cahaya dan di tengah semuanya, ada sesuatu, bukan ruang, bukan makhluk, tapi celah.

Celah itu menyerapnya.

"Sinyal tidak stabil! Medan pelindung runtuh, matikan mesinnya Simon!", teriak Evelyn

"Baik" jawab Simon dengan panik.

Namun terlambat.

Celah yang tiba-tiba muncul di depan artefak tersebut telah menelan Caelum sepenuhnya, dan kemudian runtuh bagaikan pecahan kaca.

"Tidak!" teriak Evelyn sambil berlari kedalam ruangan

Dia berjalan semakin lambat saat tiba di tempat Caelum berdiri sebelumnya dan kemudian air mata mengalir di pipinya.

"Dasar bodoh kenapa kau tidak pernah mendengar kan perkataanku" Evelyn mengingat kembali saat pertama dia bertemu dengan Caelum, seorang anak pendiam di panti asuhan yang dia adopsi untuk menjadi asisten penelitiannya, sejak kecil dia sudah menunjukkan bakat dalam sihir namu sifatnya yang keras kepala selalu mendatangkan masalah.

"Aku menganggapmu lebih dari sekedar murid, tapi aku menganggapmu putraku"

 

Di saat terakhir Caelum merasa seperti menembus sebuah kaca, dan kemudian semuanya gelap.

Gelap.

Hening.

Setelah beberapa saat terjebak dalam keadaan tersebut Caelum merasakan sesuatu.

Sebuah titik cahaya kecil dalam kegelapan yang perlahan mendekati dirinya atau dirinya yang mendekati cahaya tersebut, Caelum tidak tahu, indranya sepenuhnya terasa mati dalam keadaan ini.

Perlahan cahaya itu semakin terang

"Ughhh, terlalu terang"

Cahaya matahari menerobos kelopak mata Caelum yang berat, gelombang kesadaran menghantamnya perlahan. Caelum mengerang pelan, menggeliat di atas tanah berumput yang dingin dan basah.

Bau tanah hutan, aroma dedaunan lembab, dan angin yang membawa wangi bunga liar menyambutnya. Sunyi, hening, hanya suara kicauan burung asing dan gemesin ranting pohon yang terdengar.

Caelum membuka mata perlahan.

Langit di atasnya bukan langit yang ia kenal, dia langsung menyimpulkan demikian karena di sudut matanya dua bulan menggantung berdekatan di langit, satu tampak sama persis dengan bulan di bumi, dan satunya berwarna merah seperti bara api yang padam.

"Pemandangan ini, bagaimanapun aku melihatnya bukan sesuatu yang ada di bumi".

Caelum berusaha menenangkan pikirannya dan mengingat apa saja yang terjadi, ingatan terakhirnya adalah dia yang sedang melakukan percobaan di dalam laboratorium dan seketika artefak yang dia ujia menelan dirinya dan kesadarannya.

Setelah memenangkan dirinya selama beberapa waktu, tangannya bergerak secara reflek ke sabuknya, mencari alat komunikasi, sensor vital, atau setidaknya benda sihir miliknya. Tapi semuanya tidak ada, bahkan jam tangan dan emblem yang ada di dadanya juga hilang, hanya menyisakan pakaiannya.

Caelum bangkit perlahan, lututnya gemetar.

"Tunggu rasanya sedikit aneh, apakah aku memang seringan ini, dan aku merasa sedikit lebih pendek" Caelum menatap tangannya.

Kulit lebih halus, jari-jarinya lebih ramping, tidak ada bekas luka bakar yang biasanya ada si pergelangan tangan kirinya, bekas luka yang dia dapatkan saat melakukan sebuah percobaan sihir beberapa tahun yang lalu.

"Tidak mungkin... "

Caelum meraba wajahnya, lalu menyentuh rambutnya yang kini terasa lebih tebal dan jatuh ke kening, tubuhnya mengecil, menjadi, ramaja.

Panik mulai menjalar ke dadanya, tapi Caelum adalah peneliti yang berpengalaman dan terbiasa dengan situasi serupa, Caelum menarik nafas panjang.

"Fokus"

Hal pertama yang harus dilakukan adalah analisis lokasi untuk memperkirakan lokasi, Cael kemudian menatap sekelilingnya, pohon-pohon menjulang tinggi dengan daun berkilau, seakan menyerap dan memantulkan cahaya. letak matahari berada di antara 45° dan sepertinya condong ke arah barat jadi sekarang sekitar pukul tiga sore, rumput dan semak tumbuh dengan lebih lebat, jadi kemungkinan wilayah ini jarang dilalui oleh sekelompok orang. Jadi hal pertama yang harus aku lakukan saat ini adalah untuk menjelajahi area sekitar dan mencari sumber makanan dan tempat beristirahat.

Caelum kemudian berjalan di sepanjang hutan dengan hati-hati, suara aliran air terdengar dari kejauhan. Caelum berjalan mengikuti suara tersebut, melintasi semak dan akar pohon yang mencuat seperti lengan raksasa yang sedang tertidur.

Setelah menembus semak tinggi, Caelum tiba di pinggiran sungai kecil. Airnya jernih dan mengalir pelan, memantulkan cahaya matahari. Caelum menatap sosok yang terpantul di air tersbut, seorang pemuda berkata biru keperakan, rambut hitam, dan wajah yang lebih muda, dari refleksi tersebut Caelum memperkirakan dia kembali ke usia sekitar lima belas tahun.

Caelum mengamati ada beberapa hewan air yang nampak sedikit asing baginya, karena memiliki bentuk yang belum pernah dia lihat sebelumnya, setelah yakin bahwa air itu aman, Caelum menyendok air tersebut dan meminumnya, air tersebut terasa segar saat mengalir melalui kerongkongan dan menghilangkan rasa haus serta memberikan kesejukan yang diikuti perasaan tenang.

Duduk di tepi sungai Caelum mengingat kembali percobaan yang dia lakukan sebelum terlempar ke dunia asing ini, Jika artefak itu menariknya ada kemungkinan bukan dia satu-satunya yang terseret ke dunia ini.

Caelum menatap langit yang terasa asing sambil berfikir,sepertinya untuk pulang ke bumi akan sulit.

"hahahahahaha" suara tawa bergema di hutan sunyi tersebut, perlahan tawa itu berubah menjadi suara lirih.

"Entah kenapa aku merindukan Master saat ini, apakah ini perasaan yang dimiliki seorang anak saat merindukan orang tuanya" sambil bergumam Caelum kemudian bangkit dan berjalan lebih dalam ke arah hutan..

Bab 2: Bayangan di Tepi Hutan

Angin lembut menyapu rambutnya yang acak-acakan saat Caelum berjalan perlahan melintasi hutan lebat dan asing, pohon-pohon semakin tinggi saat Caelum berjalan semakin dalam ke arah hutan, perlahan surai tipis kabut mulai nampak, sudah sekitar satu jam Caelum berjalan di hutan untuk menemukan seseorang, namun belum ada tanda-tanda orang lain yang mungkin melintasi di sekitar hutan tersebut.

Perlahan matahari senja menyinari langkah Caelum, dedaunan tampak sangat indah saat terkena sinar matahari senja, tempat yang terasa asing ini anehnya terlihat indah dan membuat Caelum bertanya-tanya apakah ini mimpi?.

Caelum memperhatikan ada beberapa hewan yang nampak bergerak di selah-selah batang pohon tinggi, "Ada kemiripan biologis dengan spesies di Bumi, tapi, evolusi nya nampak dipengaruhi oleh faktor lain". Dia mencatat hal tersebut dalam catatan imaginer nya.

"Sepertinya butuh pengamatan lebih lanjut untuk mendapatkan lebih banyak informasi"

Setelah beberapa jam berjalan, Caelum mulai merasa lelah, suara keroncongan terdengar dari perutnya. Caelum menemukan buah liar berwarna ungu kehijauan yang nampak seperti buat plum yang ada di bumi, setelah dia melihat seekor binatang mirip burung memakan buah tersebut tanpa ada keanehan atau efek samping, dia yakin kalau buah itu dapat dikonsumsi.

"Rasanya asam-manis, tidak buruk untuk mengisi tenaga" Caelum mengambil beberapa dari buah-buahan tersebut dan menyimpannya untuk menjadi bekalnya sembari menjelajahi hutan.

Matahari semakin condong ke arah barat, atau seperti itulah yang disimpulkan Caelum karena langit mulai tampak gelap, setelah berjalan cukup lama Caelum melihat sebuah gua yang terletak di bawah tebing kecil, terdapat pohon-pohon disekitarnya yang dapat menjadi pelindung alami jika ada binatang buas yang mencoba untuk masuk kedalam hutan, setelah tiba di depan gua, Caelum melihat bahwa gua tersebut terlalu simetris untuk sebuah gua yang terbentuk secara alami.

Di atas gua tersebut tumbuh sebuah pohon raksasa yang daunnya menutupi langit, karena terlalu lelah Caelum memutuskan untuk tidak memperdulikannya dan masuk kedalam gua, di dalam gua tersebut dia melihat ada sebuah mangkuk batu yang menampung tetesan air yang jatuh dari celah atas gua, melihat air jernih tersebut Caelum meminum air itu, seketika sensasi sejuk dan menyegarkan melintasi kerongkongan dan seakan memulihkan rasa lelahnya.

"Sedikit pusing, mungkin air ini tidak higienis"

Caelum menemukan sebuah sudut yang cocok untuk beristirahat.

"Aku terlalu lelah sampai lupa untuk menguji sihirku", Caelum mencoba untuk menggunakan mantra sederhana, untuk menyalakan api unggun.

"ignite" hanya suara pelafalan mantra yang terdengar, tidak ada raesksi sama sekali.

Apakah sihir tidak dapat digunakan di sini, perlahan perasaan tidak nyaman menggerogoti diri Caelum, dia mencoba semua mantra dasar yang dia ketahui dan seperti yang pertama tidak ada reaksi sama sekali, bagaikan menyalakan api tanpa ada bahan bakar, mantra yang diucapkannya sudah tepat dan sesuai dengan prosedur namun, setiap kali mencoba menciptakan fenomena magis, energi dunia atau yang lebih dikenal mana, tidak mau merespon.

Mengatur pikirannya untuk lebih tenang, Caelum memutuskan untuk mencoba melakukan meditasi dan mencari tahu penyebab dia tidak dapat menggunakan sihir.

Setelah beberapa saat melakukan meditasi Caelum dapat menyimpukan beberapa hal. Mana di dunia ini ada, seperti di bumi namun mana yang ada di dunia ini terasa sedikit berbeda dengan di bumi, kalau di bumi mana akan terasa lebih kaku dan dibutuhkan pola dan tahapan secara sistematis untuk mempengaruhi mana dan menciptakan sebuah fenomena magis, sedangkan disini, mana terasa lebih hidup dan memiliki kehendaknya sendiri, jadi pendekatan seperti yang ada di bumi tidak dapat digunakan disini.

"Menarik, bukan sihir tidak dapat digunakan di sini, tapi cara penggunaan sihir yang sedikit berbeda yang mengakibatkan sihirku tidak dapat bekerja di tempat asing ini".

Karena tidak dapat menggunakan sihir untuk menyalakan api Caelum memutuskan menggunakan cara primitif yang pernah dia pelajari sebelumnya dengan menggunakan kayu yang saling digesekkan untuk menghasilkan panas dan menyalakan bara api kecil.

Setelah beberapa percobaan akhirnya Caelum dapat menyalakan api unggun.

"Ahhh rasanya kembali ke masa-masa dimana aku belum bisa menggunakan sihir dan mengandalkan diri dan otak untuk mengerjakan pekerjaan remeh seperti ini".

Setelah melakukan beberapa percobaan lain, Caelum memutuskan untuk beristirahat dan melanjutkan semuanya besok.

"Tujuanku saat ini adalah untuk mengetahui dimana aku berada".

Rasa kantuk akhirnya mengalahkannya dan perlahan Caelum menutup matanya.

Sebuah suara lembut dan asing terdengar bergema di dalam gua bagaikan sebuah nyanyian yang menenangkan.

...----------------...

Pagi membawa cahaya hangat yang perlahan menyinari seluruh hutan, suara binatang yang saling bersahutan bagaikan irama musik seakan mencoba untuk membangunkan setiap kehidupan dan menjadi penanda bahwa hari baru telah dimulai.

Di sisi lain hutan, sebuah sosok sedang mengamati hutan, dengan rambut berwarna silver yang indah dan mata hijau yang seakan bersinar saat memantulkan cahaya matahari, sosok tersebut berjalan dengan hati-hati di hutan dengan mengenakan pakaian yang nampakbseperri pakaian berburu, sebuah tas kecil tergantung di kedua sisi pinggang sosok tersebut.

Ketika sosok tersebut berjalan di dekat sebuah gua, sosok tersebut menyadari ada seseorang yang sedang terbaring di dalam gua, dengan waspada sosok itu perlahan mendekat dan menarik sebuah belati dari sarungnya yang tergantung di paha sosok tersbut, terdengar suara aneh yang diucapkannya.

Sosok itu mengerutkan alis, telinganya yang runcing menangkap suara-suara kecil di antara hembusan angin. Ia sedang menjelajahi hutan untuk mengumpulkan bahan langka namun dia tidak menyangka kalau dia akan bertemu dengan manusia. Di hutan ini yang seharusnya menjadi hutan tersembunyi para elf.

"Manusia tidak mungkin bisa masuk sejauh ini kedalam hutan tanpa niat yang baik, apakah dia mata-mata?" gumam sosok tersebut.

Karena manusia sangat jarang dan bahkan mustahil masuk kedalam hutan ini, sosok tersebut tidak menurunkan kewaspadaannya sedikitpun.

Setelah cukup dekat dengan manusia tersebut dia melihat bahwa manusia itu tampak masih muda, dengan fitur wajah dan tubuh sekitar usia remaja serta menggunakan pakaian yang terlihat asing namun dia tahu kalau pakaian yang digunakan oleh manusia tersebut memiliki bahan dan kualitas yang bagus.

Caelum merasakan sesuatu, perasaan sedang di awasi.

Perlahan Caelum membuka matanya, dari sudut matanya dia bisa melihatnya siluet seseorang, perasaan campur aduk mencul dalam benak Caelum.

"Apakah ini manusia lain? tapi aku belum tahu niatnya atau apakah dia orang yang dapat di percaya, tapi melihat dia belum bertindak setidaknya untuk saat ini dia tidak memiliki niat jahat".

Caelum bangkit perlahan, dia tidak menunjukkan kepanikan, tangannya meraba saku jas, namun dia ingat bahwa semua barang sihirnya hilang.

"Siapa kau? " tanya Caelum dengan nada waspada

Setelah dia dapat melihat sosok yang berdiri di dekatnya, ciri fisik yang hanya pernah dia dengar dari cerita fantasi dibumi

"Elf? apakah aku sedang bermimpi?"

Bab 3: Serangan yang Tidak Terduga

Setelah memenangkan diri Caelum akhirnya yakin kalau sosok yang dia lihat adalah seorang elf.

Cantik, muda, rambut berwana silver yang diikat bentuk ponytail, telinga panjang dan runcing, pakaian berburu dan ketat yang menonjolkan fitur-fitur tubuh tapi tunggu dulu menonjol? tapi itu agak datar.

Sosok itu menatap Caelum dengan aneh, dimatanya manusia tersebut memasang ekpresi yang aneh namu dia tahu kalau manusia itu sedang manatap ke arah dadanya.

"Siapa kamu?" tanya Caelum

"Elen síla lúmenn' omentielvo, Mirathiel. Anqualmë e'thalorien?" Jawab elf tersebut

"Apa yang aku harapkan hahahaha, mana mungkin ini seperti novel transmigrasi dimana tokoh utama dapat langsung berbicara dengan elf cantik dan memulai kisah romantis".

Caelum tersenyum ke arah elf tersbut dan melakukan gerakan isyarat menggunakan kedua tangan dan mulut nya berusaha untuk menunjukkan maksdunya.

Melihat elf tersebut mengarahkan belati yang dipegangnya ke arah Carlum dan berkata dengan bahasa asing lagi.

"Síla na lómë, Caerion. Lirien i'vanyalië. Nalta quessë teni'halda."

"Oh ayolah aku tidak bermaksud buruk". Caelum menunjukkan tanda damai dengan mengangkat kedua tangannya menunjukkan dia tidak punya niat buruk.

Elf tersebut melihat apa yang dilakukan Cael dan sedikit menurunkan kewaspadaannya. Dimata elf tersebut Caelum nampak mengucapkan bahasa aneh dan gerakan aneh, dia mengira manusia tersebut sedang mencoba mengeluarkan mantra untuk menyerangnya.

Dalam keheningan dan situasi tegang dan canggung tersebut Caelum mengambil inisiatif untuk memberikan isyarat kepada elf itu untuk duduk di seberangnya.

Melihat Caelum duduk dan seakan meminta elf itu untuk duduk, elf tersebut kemudian duduk.

Dalam keheningan itu Caelum mencoba kembali berkomunikasi pertama tama dia mengucapkan namanya dalam ejaan secara berulang sembari menunjuk-nunjuk dirinya.

"C-A-E-L-U-M".

Elf tersebut akhirnya sedikit paham dengan apa yang dilakukan oleh Caelum, kalau gerakan aneh yang dia lakukan sebenarnya bertujuan untuk memperkenalkan diri.

"Kaelúmë?"

Meskipun pengucapannya sedikit aneh Caelum tahu kalau elf itu sedikit paham dengan apa yang coba dia lakukan.

Setelah perkenalan tersebut Caelum menunjuk elf itu berusaha untuk memberitahu nya untuk memperkenalkan diri.

"Lira" Elf tersebut menjawab singkat.

Ughh kenapa namanya lebih mudah untuk di ucapkan.

Setelah itu mereka berdua bertukar beberapa percakapan dasar, mulai dari penyebutan beberapa anggota tubuh hingga penyebutan benda-benda yang ada di sekeliling mereka.

Lira perlahan mulai merasa kalau manusia itu cukup aneh, dari pengamatan nya manusia tersebut tidak memiliki sedikitpun niat jahat, tapi meski demikian dia tidak sepenuhnya menurunkan rasa waspadanya.

setelah cukup lama saling bertukar kata dalam kecanggungan, Lira perlahan berdiri dan memberikan isyarat kepada Caelum untuk berdiri dan mengikutinya, bagaimanapun manusia yang berhasil masuk sejauh ini kedalam hutan elf bukanlah sesuatu yang bisa di putuskan untuk tangani, jadi dia memutuskan untuk mengajak Caelum ke kota elf untuk diserahkan kepada para tetua.

Melihat isyarat dari Lira, Caelum mengerti kalau dia diminta untuk mengikuti elf itu.

"sepertinya dia belum mempercayaiku sepenuhnya, tapi saat ini aku masih belum tahu dimana aku berada setidaknya dia tidak menunjukkan niat jahat jadi sebaiknya aku mengikuti permintaannya".

Mereka berdua berjalan perlahan meninggalkan gua tersebut ke arah selatan, di sepanjang jalan, Lira nampak berjalan dengan waspada dan sangat terampil saat melewati akar-akar pohon yang sangat tebal dan licin.

Mengikuti Lira tersebut, sesekali Caelum berhenti mengikuti instruksi nya saat dia perhatikan Lira sedang mengambil beberapa daun dari beberapa tanaman aneh, saat mengambil daun tersebut Lira menyebutkan beberapa hal yang Caelum yakini bahwa Lira sedang mencoba memperkenalkan beberapa tanaman itu.

Setelah berjalan beberapa waktu bersama Lira, Caelum yakin kalau Lira bukanlah elf yang jahat, bahkan bisa dibilang dia cukup ramah.

Saat mereka berdua berjalan semakin dalam ke arah hutan, tiba-tiba sesuatu yang melangkah dengan cepat mendekat ke arah mereka berdua, Lira dengan sigap menghunuskan belatinya dan mengucapkan kata-kata aneh dan seketika seberkas cahaya bergelombang dan tipis menutupi sekujur tubuhnya, bola matanya memancarkan cahaya zamrud.

Dari semak di depan mereka muncul seekor binatang raksasa, tubuhnya mirip seekor singa namun memiliki tanduk seperti tanduk rusa, sorot matanya yang merah tampak sangat marah.

Binatang itu mengaum dan menciptakan gelombang kejut membuat tanah bergetar. Caelum menghindar dengan melompat ke samping berlindung di balik akar pohon.

Lira dengan terampil melompat dan mengayunkan belatinya ke arah binatang tersebut, seketika bilah-bilah tipis angin keluar dari belatinya dan mengenai paha dan punggung binatang tersebut, membuat binatang itu mengaum dan semakin marah.

"Apakah itu sihir? itu mirip, dengan tebasan angin mantra grade 1 di bumi, apakah itu mantra sihir atau belati yang di pegang Lira adalah sebuah benda sihir", dari balik akar Caelum memperhatikan pertarungan antara Lira dengan binatang buas tersebut.

Binatang tersebut meskipun memiliki badan yang besar namun tidak mempengaruhi kecepatannya, binatang itu bergerak dengan lincah mencoba untuk mengejar dan menerkam Lira.

Lira dengan terampil mengindari binatang tersebut, tidak adaa tanda-tanda panik yang ditunjukkan hanya ketenangan seakan-akan hal tersebut bukan pertama kalinya dia menghadapi binatang buas itu.

Lira memanfaatkan kelincahannya dengan berlari dan melompat di sepanjang dahan dan batang pohon sembari terus mengeluarkan tebasan angin dari belatinya, semakin banyak bekas luka yang tirtingal di badan binatang buas itu, karena merasa tidak dapat mengejar Lira, biantang tersebut berdiam di tengah dan mengalihkan perhatiannya ke arah Caelum.

Menyadari binatang tersebut melihat kearahnya, Caelum memutuskan untuk berlari di antara batang pohon yang lebih rendah dan memperkirakan kalau binatang tersebut tidak dapat mengejarnya karena terhalang batang-batang pohon.

Seketika binatanfmg itu berlari dengan ganas ke arah Caelum, menyadari niat binatang buas itu, Lira memanfaatkan kesempatan itu dan merapalkan mantra, seberkas cahaya zamrud berkumpul di antara kedua telapak tangannya perlahan cahaya itu semakin pekat, angin menderu disekitar cahaya tersebut dan semakin besar cahaya itu semakin deras angin berputar di sekitarnya.

Menyadari, ada sesuatu yang berbahaya di belakangnya binatang buas tersebut berbalik ke arah Lira, namun sudah terlambat, Cahaya zamrud itu telah terbentuk menjadi sebuah tombak yang disekeliling nya terdapat bilah-bilah angin ganas yang berputar mengelilingi tombak zamrud tersebut, tombak zamrud itu meluncur dengan sangat cepat dan mengenai binatang buas tersebut, ledakan yang dihasilkan oleh serang itu sangat kuat dan menghancurkan tumbuhan dan pohon disekitarnya. Setelah melepaskan mantra yang dahsyat itu, Lira terjatuh dengan lututnya, nafasnya menjadi berat, dia baru saja melepaskan sihir terkuatnya dan itu membuatnya kehabisan banyak mana, sebenarnya melawan hewan buas yang dikenal dengan nama Varkham, bukanlah masalah bagi Lira, Varkham terkenal dengan kekuatan dan kecepatan namun memiliki tempramen yang pemarah sehingga taktik melawannya adalah dengan menyerang dan menghindar sambil menunggu tenaganya habis, namun karena melihat Varkham menargetkan Caelum Lira spontan mengeluarkan mantra terkuatnya.

Melihat hal tersebut Caelum merasa kagum sekaligus waspada, ternyata Lira memiliki sihir yang begitu kuat, Caelum dengan waspada berjalan mendekati Lira setalah memastikan kalau Varkham telah mati sepenuhnya. Melihat Lira sedang berusaha berdiri dengan susah payah Caelum berjalan mendekat mencoba untuk membantunya, saat dia berada di depan Lira, tiba-tiba sebuah suara dari belakangnya terdengar, Verkham menggunakan sisa tenaga terkahir nya untuk mengeluarkan serangan auman untuk menyerang ke arah Caelum dan Lira. Karena tidak mempunyai sisa tenaga Lira hanya menatap hal tersbut, Caelum dengan spontan memeluk Lira dan berusaha melindunginya, serangan itu membuatnya terlempar bersama Lira, rasa sakit yang kuat menghantam punggungnya bagaikan di tabrak oleh mobil.

"Ahh sial, apakah begini akhirnya" bisik Caelum tak berdaya saat rasa sakit menyelimutinya dan menelan kesadarannya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!