"Lihat lah, dia cocok menjadi target kita selanjut nya." Ujar Raka sambil menunjuk seorang pelayan cafe.
Sontak membuat ke tiga sahabat nya menoleh ke arah wanita itu.
"Sialan lo." Umpat Julian "Dia karyawan gue jangan macam-macam."
Elvan terus menatap gerak gerik wanita yang sedang sibuk melayani para pengunjung, seringai senyum tipis menghiasi bibir Elvan "Apa yang akan lo berikan jika gue berhasil mendapatkan wanita itu?" Tanya Elvan kepada Raka.
"25% dari saham gue." Ucap Raka tenang.
"Woooo.....tuan Raka yang terhormat anda luar biasa." Ujar Julian tidak percaya.
"Berhenti mempermainkan wanita." Tegur Erkan "Sudah berapa banyak yang kalian lukai?"
"Gak usah munafik Erk, wanita memang pantas untuk di permainan kan." Sambung Elvan.
"Jangan hanya karena satu wanita yang melukai lo di masa lalu, lo bisa mempermainkan semua wanita." Nasehat Erkan.
Elvan mentap tajam sahabat nya "Raka gue terima tantangan lo dan siapkan saham nya." Ujar Elvan kemudian berlalu pergi.
Erkan hanya menggelengkan kepala "Dan lo Raka berhenti membuat taruhan yang tidak masuk akal kasihan mereka yang tidak bersalah."
Raka juga memilih pergi karena sudah mulai jengah mendengar ucapan Erkan yang selalu menasehati mereka.
"Gue gak ngerti dengan jalan pikiran mereka." Ujar Julian membuang nafas kasar kemudian bersandar pada kursi nya.
"Siapa nama nya?" Tanya Erkan tiba-tiba saat melihat wanita itu kembali.
"Azura, nama nya Azura Yumna Qabila dia karyawan gue yang baik juga rajin gue juga gak tega sama Zura tapi, melawan Elvan lo tahu sendiri akibat nya." Jelas Julian.
Elvan duduk termenung di kursi kebesaran nya, otak nya berpikir bagaimana cara untuk mendekati Azura.
"Nama nya siapa coba?" Tanya Elvan tanpa jawab dari siapa-siapa.
Kemudian Elvan memutuskan untuk pergi, ia kembali ke cafe milik sahabat nya.
"Ada apa?" Tanya Julian saat melihat Elvan langsung masuk ke dalam ruangan nya "Apa ada yang tertinggal?"
"Siapa nama karyawan lo?" Tanya Elvan tanpa basa basi.
"Siapa? karyawan gue banyak?"
"Yang akan menjadi taruhan gue."
Julian menatap sahabat nya kemudian mendengus "Cari yang lain saja, dia wanita baik-baik Van, dia udah lama kerja ama gue."
"Aku tidak peduli." Jawab nya dingin.
"Van, dia tulang punggung untuk kelurga nya tolong jangan ganggu dia."
Karena tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan, Elvan memutuskan untuk pergi.
Elvan memutuskan untuk menunggu di parkiran, cukup lama menunggu ia melihat target nya berjalan keluar.
Elvan melajukan mobil nya kemudian sedikit menyerempet ke arah Azura. Azura sangat kaget bahkan jantung nya nyaris copot.
"Hi...keluarlah." Teriak Azura.
Elvan keluar dari mobil nya "Ah...maaf aku tidak sengaja tadi aku buru-buru." Kilah Elvan.
"Ya sudah, lain kali hati-hati." Ujar Azura kemudian berdiri dan hendak pergi.
Azura melangkahkan kaki nya, namun kaki kiri nya sedikit terkiril.
"Aww...."Pekik Zura kembali duduk.
"Ada apa?" Tanya Elvan.
"Kaki ku sangat sakit." Jawab Zura Lirih.
"Biar ku antar pulang."
"Tidak usah, nanti merepotkan."
"Ayo lah, ini semua salah ku biarkan aku bertanggung jawab."
Sejenak Zura berpikir, kemudian Elvan menuntun nya menuju mobil milik Elvan.
"Kena kau." Batin Elvan saat akan masuk ke dalam mobil.
Hening, di perjalan mereka tak saling bersuara "Siapa nama mu?" Tanya Elvan membuka suara.
Azura sedikit keget " Azura panggil aja Zura." Jawab nya.
"Kau bekerja di cafe milik Julian?" Tanya nya pura-pura.
"Bagaimana kau tahu?"
"Julian sahabat ku."
Zura hanya mengangguk tanda mengerti, perjalan kembali hening sampai mobil Elvan berhenti di depan gang yang sudah di beri tahu Zura sebelum nya.
"Kau tinggal di sini?"
"Iya, aku ngekos di sini ibu ku ada di kampung." Jelas Zura.
Elvan kemudian membukakan pintu mobil untuk Zura "Apa kau bisa berjalan?"
"Bisa, terimakasih sudah mengantar ku."
"Boleh aku meminta nomor telpon mu."
Zura menatap sekilas kemudian membuang pandangan nya "Untuk apa?" Tanya nya.
"Emmm...biar kita bisa jadi teman." Alasan Elvan.
Tanpa curiga Zura memberikan nomor telpon, karena Zura juga merasa tidak enak kepada Elvan apa lagi Elvan adalah sahabat bos nya.
𝑨𝒌𝒖 𝒉𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒔𝒆𝒃𝒖𝒕𝒊𝒓 𝒑𝒂𝒔𝒊𝒓 𝒕𝒂𝒌 𝒕𝒆𝒓𝒍𝒊𝒉𝒂𝒕.
𝑺𝒆𝒅𝒂𝒏𝒈𝒌𝒂𝒏 𝒌𝒂𝒖 𝒂𝒅𝒂𝒍𝒂𝒉 𝒔𝒆𝒃𝒐𝒏𝒈𝒌𝒂𝒉 𝒆𝒎𝒂𝒔 𝒎𝒆𝒔𝒌𝒊 𝒔𝒆𝒋𝒂𝒖𝒉 𝒎𝒂𝒕𝒂 𝒎𝒆𝒎𝒂𝒏𝒅𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒊𝒍𝒂𝒖 𝒎𝒖 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒕𝒆𝒓𝒍𝒊𝒉𝒂𝒕.
𝑪𝒊𝒏𝒕𝒂 𝒎𝒖 𝒃𝒂𝒈𝒂𝒊 𝒋𝒂𝒓𝒖𝒎 𝒆𝒎𝒂𝒔 𝒃𝒆𝒓𝒉𝒂𝒓𝒈𝒂 𝒏𝒂𝒎𝒖𝒏 𝒔𝒂𝒏𝒈𝒂𝒕 𝒔𝒂𝒌𝒊𝒕.
𝑵𝒊 𝑹
Kilau mentari memberi hangat setiap insan yang menyambut hati dengan semangat.
Zura melangkah ria menuju tempat kerja nya, namun langkah nya terhenti saat sebuah mobil sport mewah berhenti tepat di hadapan nya.
"Hi....." sapa Elvan saat keluar dari mobil nya.
Zura terseyum kemudian membalas sapa Elvan.
"Mau berangkat kerja?" tanya Elvan sambil membuka kacamata nya.
"Iya." jawab singkat Zura.
"Aku antar." tawar Elvan.
"Tidak perlu, lagian sudah dekat." sambil menunjuk arah cafe.
Elvan mengikuti arah telunjuk Zura "dekat apa nya? itu masih 500 meteran.''
Zura menggaruk kepala nya yang tak gatal sambil tercengir " hehe....iya."
"Dia cantik, hanya saja pakaian yang sederhana." batin Elvan sambil melihat Zura dari atas ke bawah.
"Kenapa?"
"Eh...gak, ayo aku antar."
Meski menolak, akhir nya Zura masuk ke dalam mobil milik Elvan.
"Sudah berapa lama kerja sama Julian?" tanya Elvan membuka suara.
"Sudah tiga tahun."
"Wah....lumayan lama."
"Iya, karena ada ibu yang harus aku hidup."
Elvan melirik Zura sekilas "Memang nya ibu mu kenapa?'' tanya Elvan "Maaf kalau aku banyak tanya." ucap nya kembali.
"Ibu ku sakit gagal ginjal jadi setiap minggu harus cuci darah, dan aku harus bekerja sangat keras."
"Maafkan aku." Ujar Elvan.
"Tidak apa." Zura tersenyum.
Tak lama, mobil mewah itu tiba tepat di depan cafe, Zura mengucapkan terimakasih pada Elvan kemudian langsung masuk.
Julian menatap kepergian Elvan dari balik ruang kerja nya yang tembus pandang. "Gue harap suatu saat lo sadar Van." lirih nya.
Julian mengambil ponsel milik nya lalu menelpon seseorang yang tak lain adalah Erkan. Sekitar satu jam , Erkan tiba di cafe milik Julian.
"Ada apa?" tanya Erkan.
"Elvan berhasil mendekati Zura, Zura wanita baik-baik tidak pantas di sakiti."
Erkan membuang nafas kasar "Bagaimana awal nya?"
"Elvan sengaja menyerempet Zura kemarin."
Lagi-lagi Erkan membuang nafas kasar " Kapan dia akan berubah?"
"Zura tulang punggung keluarga nya, kalau Elvan berhasil dengan taruhan nya gue gak tahu apa yang akan terjadi. Dan lo tahu sendiri Elvan tak bisa di cegah."
"Sebaik nya kita menonton saja, kalau Elvan berada di luar batasan nya, gue sendiri yang akan turun tangan."
Semenjak pertama kali melihat Zura, ada rasa yang berbeda di rasakan oleh Erkan. Pria itu telah jatuh hati pada wanita cantik itu, namun ia tak berani memulai karena ia tahu kalau Elvan akan murka saat apa yang ia punya di ganggu.
"Sebaiknya lo juga deketin Zura." ucap Julian tiba-tiba.
"Untuk?"
"Gue yakin kali ini Elvan akan lebih parah dari sebelum nya."
Erkan mendecih, mereka bukan tidak berani melawan Elvan hanya saja semua perusahaan yang mereka pegang ada di bawah naungan perusahan Elvan.
Erkan melihat setiap gerak gerik Zura dari balik ruangan Julian, mata nya bahkan tak berhenti menatap ke arah Zura.
"Dia sangat ramah dan murah senyum." ujar Julian, "Gue mengenal nya sudah tiga tahun ini."
"Dia sangat cantik."
"Lo menyukai nya?"
"Entahlah."
"Bersainglah dengan Elvan."
"Dia bukan barang." ucap Erkan sedikit geram "Dia wanita, pantas di cintai di hargai juga di manja." sambung Erkan.
Julian hanya menaikan bibir nya dan tak tahu harus bicara apa lagi. Erkan masih setia melihat gerak gerik Zura yang sedang melayani beberapa pengunjung.
Satu bulan berlalu, Elvan semakin gencar mengejar Zura, meski terkadang Zura menghindar namun pria itu dengan mudah untuk mengganggu nya.
Raka hanya tertawa setiap kali Elvan menceritakan bagaimana sulit nya untuk mendapatkan hati Zura.
"Gue tambah taruhan kita, 40% saham milik gue akan jadi milik lo jika lo berhasil menikah dengan wanita itu selama satu tahun." tawar Raka dengan licik nya.
Elvan mulai tertarik dengan permainan mereka, "Gue jamin lo akan bangkrut." ucap Elvan.
"Gue yakin lo akan gagal di tengah jalan."
Elvan sedikit emosi saat Raka merendahkan diri nya, Elvan sedikit mengingat ke memori masalalu nya kemudian berucap "Iya, gue terima tantangan lo." ucap nya dengan sorot mata penuh kebencian.
Pagi menjelang, seperti biasa Zura dengan sangat rajin selalu datang lebih awal dari pada teman-teman nya. Wanita itu segera membersikan ruangan cafe yang terdapat dua lantai tersebut.
"Zura." sapa Julian.
"Iya pak."
"Saya perlu bicara sama kamu."
Kemudian Zura mengikuti langkah Julian yang menuju ruangan milik nya, "Duduk." perintah Julian.
Zura sedikit gugup, tak seperti biasa nya bos nya itu datang sepagi ini.
"Sejauh mana hubungan kamu dan Elvan?" tanya Julian membuat Zura panik.
"Biasa saja pak." jawab nya gugup.
Julian terdiam dan sejenak berpikir, "Kalau gue kasih tahu Zura yang sebenarnya Azura pasti selamat dari permainan Elvan dan Raka. Tapi, gue pasti hancur berkeping-keping." batin Julian.
Azura menatap bos nya yang sedang asik dengan lamunan nya, wanita itu semakin bingung dengan apa yang terjadi saat ini.
"Pak..." tegur Zura namun Julian masih setia dengan lamunan nya "Pak...." ucap nya kembali setengah berteriak, membuat Julian terlonjak kaget.
"Eh....iya ada apa?"
"Ada yang lain pak?"
"Oh...kamu boleh keluar." perintah Julian.
Azura keluar dari ruangan Julian dengan menggaruk kepala nya bingung. Zura kembali memfocuskan diri pada pekerjaan nya.
Di lain tempat, Erkan dan Elvan sedang janjian untuk bertemu.
"Ada apa?" tanya Elvan dengan suara datar.
"Hentikan permainan lo Van." pinta Erkan.
"Cih...jangan sok suci kan."cibir Elvan.
"Dia wanita baik-baik Van." gumam Erkan.
"Lo suka sama dia?" tanya Elvan "Nanti setelah permainan gue selesai lo ambil aja." ucap nya kemudian berlalu pergi.
Erkan hanya diam memandang kepergian Elvan, "Lo pria yang baik Van, hanya karena satu perempuan lo jadi membenci semua nya." lirih Erkan.
Sayup Jingga sudah terlukis di langit senja, Elvan dengan sengaja menjemput Azura untuk mengantar wanita itu pulang.
Elvan menunggu di jalan yang biasa Zura lewati, "Dooooor....." Zura terkejut dengan kehadiran Elvan, sedangkan Elvan tak berhenti tertawa saat melihat ekspresi wajah Azura.
"Kamu suka mengagetkan ku." ucap Zura sambil mengusap dada nya.
"Maaf kan...." ujar Elvan "Aku hanya iseng." sambung nya kembali.
"Dari mana mau kemana?" tanya Azura.
"Emmm...dari kantor mau jemput kamu."
Azura paham dengan kata-kata yang di ucapkan Elvan, bahkan ia sudah tahu apa yang akan di lakukan oleh Elvan.
"Kamu mau kemana dulu?" tanya Elvan dari balik kemudi.
"Emm....aku pengen makan ayam goreng di pinggir jalan." jawab Zura seketika membuat Elvan mengerutkan dahi nya.
"Tapi itu tidak higenis."
"Semua bersih dan di jamin enak, kalau kamu tidak mau turunkan saja aku di sini." pinta Zura.
"Eh...gak kok, kasih tahu aja tempat nya."
Setelah puas menyusuri jalan yang mulai gelap, Meraka tiba di sebuah tenda yang menjual ayam goreng tersebut. Zura memesan dua porsi,setelah masak makanan tersebut langsung di hidangkan di atas meja namun Elvan menatap makanan yang ada di depan nya.
"Kalau kamu ragu gak usah makan." ucap Zura sambil melahap makanan nya.
Dengan terpaksa Elvan menyuap makanan tersebut menggunakan tangan kosong mengikuti Zura.
"Emmm....enak." ujar Elvan, bahkan pria itu lebih lahap dari Zura.
Azura hanya tersenyum, ia sangat senang melihat Elvan makan dengan lahap nya. Setelah kenyang dan membayar, Elvan memutuskan untuk mengantar Zura pulang terlebih dahulu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!