Andia Naftha Adama, anak gadis satu-satunya dari pasangan suami istri bernama Deva Naftha Adama dan, juga Yumna.
Andia lahir dan, juga di besarkan di tengah keluarga yang sederhana, mereka tinggal di desa nelayan yang berada di pinggiran kota.
Ketiganya hidup dengan banyak keterbatasan serta kekurangan juga penuh dengan lika-liku dan, perjuangan meskipun begitu Andia tidak kekurangan akan kasih sayang juga perhatian dari kedua orang tuanya.
Dev dan, juga Yumna selalu melimpahkan banyak cinta untuk putri mereka satu-satunya tersebut mereka selalu mengusahakan memberikan kebahagian untuk putri mereka meskipun keluarga mereka hidup di tengah-tengah keterbatasan.
Kini, Andia tumbuh menjadi gadis yang berparas ayu meskipun berpenampilan sangat sederhana tapi kesederhanaannya tetap tidak bisa menutupi paras ayu yang dimiliki oleh Andia.
Andia juga memiliki sikap dan, sifat yang baik sebab kedua orang tuanya mengajarkan banyak kebaikan untuk putri satu-satunya tersebut, Dev mengajarkan putrinya untuk bersikap rendah hati kepada siapapun juga Dev mengajarkan kepada putrinya agar memiliki rasa empati yang tinggi. Selalu bersyukur atas apapun yang dimiliki.
Dev tidak ingin putrinya tumbuh menjadi seorang manusia yang berkepribadian buruk manusia yang angkuh dan, melihat seseorang hanya dari status sosial mereka semata.
Sama seperti nenek Dev, yang menentang dirinya menikahi Yumna beberapa puluh tahun silam.
Hanya karena Yumna berasal dari keluarga biasa saja, ayah Yumna hanyalah seorang nelayan.
Dev berharap, Andia akan menemukan sosok suami yang akan mencintai putrinya dengan tulus setia dan, mau berjuang bersama-sama melewati setiap badai yang nantinya hadir di pernikahan mereka.
Dev berharap, Allah akan menghadirkan sosok suami seperti dirinya untuk putri tercintanya.
Dev dan, Yumna bersyukur karena meskipun keluarga mereka memiliki banyak kendala dalam hal ekonomi tetapi, Allah menganugerahkan kecerdasan untuk, Andia.
Sejak bersekolah di SD hingga sampai tamat SMA, Andia selalu mendapatkan peringkat pertama dan, juga nilai di atas rata-rata.
Karena hal tersebut Andia mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya di salah satu universitas terkenal di kota mereka.
Yumna sangat senang ketika mengetahui putrinya mendapatkan kesempatan untuk meneruskan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, tidak seperti dirinya yang saat itu terpaksa harus mengubur impiannya karena keterbatasan kedua orang tua, Yumna.
Yumna dan, Dev sepakat akan berjuang bersama agar putrinya bisa memperoleh impian dan, juga menjadi lebih baik dari kedua orang tuanya.
Yumna dan, juga Dev tinggal di rumah peninggalan mendiang kedua orang tua, Yumna.
Kedua orang tua Yumna sudah meninggal beberapa tahun silam.
Ayah Yumna meninggal karena badai di tengah laut saat sedang menangkap ikan bersama teman-temannya yang lain, kapal kayu yang ayah Yumna tumpangi tidak mampu bertahan dan, akhirnya terbalik karena terjangan ombak yang begitu kuat.
Sejak saat itu Yumna tidak mengizinkan Dev ikut menangkap ikan di laut, bersama para nelayan yang lain.
Dev bekerja di pelelangan ikan yang ada di desa mereka Dev bertugas memilah ikan-ikan yang akan di pasok di pasar-pasar di desa mereka dan, juga desa tetangga dan, juga yang akan di bawa ke kota untuk di pasok kepada pelaku-pelaku usaha lainnya seperti rumah makan juga beberapa hotel yang sudah percaya memasok ikan segar untuk dapur mereka dari desa,Yumna dan, juga Dev tinggal.
Yumna bersyukur karena memiliki suami seperti Dev, yang mencintainya dengan tulus menerima segala kekurangan, Yumna, serta setia dalam segala hal juga pekerja keras.
Dev selalu ada di samping Yumna, dalam setiap hal mereka berdua bersama-sama melewati setiap ujian hidup.
Yumna berharap putrinya pun akan mendapatkan sosok suami seperti ayahnya.
Entah akan seperti apa kehidupan Yumna, jika ia tidak menikah dengan pria yang baik juga sangat bertanggung jawab seperti, Dev...
Sejak pagi-pagi sekali, Yumna sudah sibuk menyiapkan bekal untuk ketiganya yang akan pergi ke kota mengantar Andia.
Hari ini Andia akan berpisah sementara dengan kedua orang tuanya untuk melanjutkan sekolahnya di perguruan tinggi.
"Nak ...." Yumna mengetuk pintu kamar putrinya.
Andia yang masih tertidur terbangun, karena samar-samar mendengar suara ketukan di pintu kamarnya.
Dengan langkah gontai Andia bangun dan, berdiri dari tempat tidurnya berjalan ke arah pintu kamarnya membuka pintu tersebut.
"Iya, Bu...." Jawab Andia lirih, sembari mengucek salah satu matanya.
"Ayo sarapan dulu, Nak. Ayah udah nunggu di dapur," ucap Ibu Andia.
Keduanya pun berjalan bersama-sama ke arah dapur mereka.
Saat melihat putrinya datang, Dev berdiri dari duduknya menarik kursi untuk Andia duduk.
Yumna tersenyum melihat hal tersebut semenjak, Andia lahir, Dev melimpahkan banyak perhatian juga cinta untuk putri mereka.
Meskipun karena hal tersebut, Dev terkadang lupa melakukan hal yang sama untuk Yumna, tetapi Yumna tidak pernah merasa kehilangan perhatian dari suaminya tersebut.
Yumna justru sangat senang, Dev memperlakukan putrinya sama seperti mendiang ayah Yumna, memperlakukan dirinya kala itu, layaknya seorang putri yang sangat berharga.
Terkadang Yumna mencandai, Dev dan, juga putrinya berpura-pura merajuk merasa cemburu.
"Makasih, Ayah." Andia duduk di kursi sembari tersenyum manis kepada ayahnya.
Dev membalas senyuman putrinya sembari membelai lembut pucuk kepala putrinya tersebut.
"Siang nanti,kita berangkat ke kota yaa semua keperluan kamu sudah siap, kan?" tanya Dev kepada putrinya.
"Udah, Yah, aku udah siapin semuanya semalam."
"Kita berangkat sama-sama pak Rama, kita numpang di mobil pak Rama,sekalian pak Rama mengantarkan pesanan sayuran juga ikan segar untuk hotel di kota," ucap Dev.
"Gak papa kan, Nak?" tanya Dev pada Andia.
"Gak papa, Ayah, kita bisa menghemat biaya untuk ke kota." Jawab Andia sembari tersenyum kepada Dev.
Dev mengacak lembut rambut putrinya sementara,Yumna tersenyum melihat keakraban Dev juga putri mereka.
Ketiganya pun menikmati sarapan pagi mereka dengan kesederhanaan, tetapi penuh dengan kehangatan karena saling mengasihi satu sama lain.
Setelah selesai sarapan pagi, mereka semua bersama-sama membagi tugas membersihkan meja makan, setiap hari,Dev selalu membantu Yumna mengerjakan pekerjaan rumah jika dirinya berada di rumah.
Ia tidak pernah membiarkan, Yumna kerepotan seorang diri, sementara Andia, karena melihat contoh baik yang selalu di berikan oleh kedua orang tuanya, Andia pun selalu membantu pekerjaan rumah tanpa di minta oleh sang ibu.
Setelah membantu ibunya mencuci piring, Andia kembali masuk ke dalam kamarnya untuk mandi juga kembali bersiap-siap.
Sementara itu Yumna, membawakan secangkir kopi ke teras rumah mereka karena Dev sedang berada di luar, menyapu halaman kecil rumah mereka.
"Mas ... minum dulu." Yumna meletakkan segelas kopi ke atas meja kecil yang ada di teras mereka.
Dev segera menyudahi kegiatannya menyapu halaman Dev berjalan ke arah kursi yang berada di teras rumah mereka.
"Makasih, Sayang ... Andia mana?" tanya Dev.
"Sepertinya mandi, Mas," jawab Yumna.
Dev menyeruput kopi buatan istrinya tersebut dengan perlahan.
"Mas ...," panggil Yumna lirih.
"Kenapa, Sayang?" tanya Dev.
"Aku khawatir sama Andia, Mas ... kenapa yaa dia harus dapat beasiswa di universitas yang ada di kota."
"Aku senang karena Andia bisa mendapatkan kesempatan kuliah di salah satu universitas yang terkenal, tapi bagaimana kalo di sana dia akan bertemu keluarga besar Mas Dev."
Dev menatap lembut Yumna, ia bisa melihat kegelisahan Yumna.
Dev mengambil salah satu tangan Yumna yang terus saja meremas rok nya sendiri, Dev menggenggam lembut tangan tersebut.
"Sayang ... tenang yaa, di kota ada banyak manusia lainnya bukan hanya Andia dan, juga keluarga besar Mas."
"Kemungkinan untuk kita bertemu mereka sangat kecil dan, lagi kita sudah tidak pernah berkomunikasi dengan mereka selama 20 tahun, kan."
"Mas rasa meskipun bertemu, mereka tidak akan mengenali kita berdua atau Andia."
"Kalau pun takdir menuntun kita semua bertemu kembali dengan keluarga besar Mas, tidak ada hal yang perlu kita khawatirkan ataupun kita takutkan Yumna."
"Mas pergi dari rumah tanpa membawa harta benda dari rumah itu, Mas tidak mencuri apapun milik mereka."
"Kamu gak perlu khawatir yaa, sekarang kita harus fokus untuk putri kita. Dia pintar, Sayang ... dia punya potensi untuk sukses di masa mendatang." Dev membelai lembut tangan Yumna.
Keduanya saling bertatapan dan, tersenyum manis.
Tanpa mereka sadari Andia ada di balik dinding yang memisahkan ruang tamu dan juga teras mereka Andia mendengarkan percakapan kedua orang tuanya.
Andia merasa bingung dengan apa yang baru saja diucapkan oleh kedua orang tuanya, entah rahasia apa yang mereka sembunyikan dari Andia.
Meski begitu, Andia tersenyum, karena melihat sikap ayahnya terhadap ibunya, hatinya menghangat melihat kelembutan ayahnya kepada sang ibu.
Andia tersenyum sendiri membayangkan dirinya memiliki sosok suami seperti sang ayah.
Andia tersadar dari lamunannya, cepat-cepat ia menggeleng-gelengkan kepalanya sendiri sembari mengetuk beberapa kali kepalanya.
Merutuki dirinya sendiri karena menghayal terlalu jauh, sedangkan dirinya saja baru tamat SMA beberapa bulan yang lalu, perjalanan hidup Andia masih sangat panjang.
Andia mengintip sekali lagi ke arah sang ibu dan, juga ayahnya. Setelah itu Andia kembali berjalan masuk ke dalam kamar miliknya.
"Terus gimana dengan tempat tinggal Andia selama berkuliah di kota, Mas?" tanya Yumna.
"Kamu lupa yaa, Sayang sejak Andia bersekolah di SMP, aku mulai menabung untuk pendidikan dia sampai kuliah."
"Karena Andia mendapatkan beasiswa untuk kuliahnya kita bisa pake uang itu untuk mengontrak rumah juga membeli beberapa keperluan dapur untuk Andia."
"Tapi Mas, kontrakan di kota kan mahal,apa uangnya cukup?" tanya Yumna lagi.
"InsyaaAllah cukup, Sayang ... kita sudah mengajarkan banyak kebaikan juga kesederhanaan kepada putri kita dia saksi perjuangan kita selama ini."
"Mas yakin, putri kita bahkan bisa jauh lebih baik dari kita berdua dia akan bisa survive di mana pun dia berada, Sayang."
"Sebagai orang tua kita juga harus selalu mendoakan kebaikan untuk anak kita, Mas yakin. Allah akan menjaga Andia untuk kita." Dev tersenyum manis sembari memandang lembut wajah Yumna.
Dev melepaskan genggaman tangannya dengan Yumna,ia mengambil kembali cangkir kopi miliknya menyeruputnya dengan perlahan sembari memandang lurus ke depan.
Di dalam hatinya, Dev pun berdoa juga berharap putrinya akan selalu di berikan kemudahan oleh, Allah ta'ala.
Rasanya berat untuk melepas Andia putri satu-satunya mereka untuk tinggal berjauhan dari mereka berdua.
Tetapi, Dev tidak ingin menjadi ayah yang egois. Allah sudah memberikan kesempatan untuk sang putri meniti jalan menuju kesuksesan. Ia tidak ingin menahan putrinya untuk tetap berada di sisi mereka berdua.
Sekeras apapun Dev menahan sang putri agar terus berada di sisinya, hal tersebut akan sia-sia karena pada akhirnya putri kecilnya tersebut akan menikah dan, memiliki kehidupan sendiri.
Tiba-tiba hati Dev menjadi sakit memikirkan putrinya akan menikah juga meninggalkan dirinya serta ibunya untuk hidup bersama pria asing yang akan menjadi suaminya.
Meskipun begitu Dev selalu berdoa putrinya akan bertemu dengan pria yang sama seperti dirinya.
Pria yang akan memperjuangkan cintanya, pria yang mengusahakan kebahagian untuk orang yang dicintainya dengan segenap jiwa juga raga.
Pria yang tetap setia dan mau berjuang bersama dalam suka juga duka ...
Siang harinya ...
Dev sekeluarga sudah berkumpul di teras rumah mereka dengan beberapa barang yang akan mereka bawa.
Mereka sedang menunggu mobil pak Rama datang, karena setiap ke kota mobil pak Rama akan melewati rumah Yumna.
Setelah menunggu beberapa menit mobil pak Rama pun datang dan, berhenti tepat di depan pagar kayu rumah Yumna.
"Dev ... maaf yaa, tiba-tiba Sinta juga ibunya ingin ikut ke kota jalan-jalan."
"Gak papa kan kalo kalian di belakang saja?" tanya Pak Rama.
Dev menoleh sejenak ke arah istrinya juga, Andia.
Keduanya bersama-sama mengangguk tanda bahwa mereka pun tidak keberatan.
"Iya, gak papa Pak Rama, bisa menumpang di mobil Pak Rama saja sudah alhamdulillah," jawab Dev.
Dev membantu Andia terlebih dahulu untuk naik ke atas mobil pickup milik pak Rama, setelah itu barulah ia membantu istrinya naik.
Ketiganya duduk bersama di bagian belakang mobil pickup, bersama dengan beberapa kotak fiber berisi ikan segar juga beberapa karung sayuran segar milik pak Rama.
Andia sama sekali tidak merasa risih atau malu karena dirinya duduk di bagian belakang mobil bersama kedua orang tuanya.
Ketiganya duduk dengan santai di bagian belakang mobil sambil bercerita juga bersenda gurau.
Jarak tempuh dari desa mereka ke pusat kota hanya berkisar kurang lebih 2 sampai 3 jam saja, tergantung dari keadaan lalu lintas yang mereka lewati juga kecepatan laju mobil yang mereka tumpangi.
"Ayah, Ibu, gak langsung pulang ke desa, kan?" tanya Andia.
"Aku takut, Yah," ucap Andia lagi.
"Apa yang kamu takutkan, Nak?" Dev bertanya, tangannya membelai kepala putrinya.
"Ini kan pertama kali Andia jauh dari Ayah juga Ibu, pasti rasanya akan sangat berbeda Andia pasti kesepian."
"Apa Ayah dan, Ibu gak bisa ikut Andia pindah ke kota?" tanya Andia.
"Tapi pekerjaan Ayah ada di desa."
"Kalo kita bertiga hidup di kota pasti biayanya akan sangat mahal."
"Sementara di desa untuk sayuran kita bisa ambil dari hasil kebun di belakang rumah dan, untuk ikan Ayah selalu dapat jatah selesai bekerja di pelelangan."
"Andia bisa kerja sambil kuliah, Yah," timpal Andia.
"Gak! Kamu gak boleh kerja, itu tugas Ayah sebagai kepala keluarga, kamu cukup fokus sama impian kamu," ucap Dev.
"Ayah masih sanggup bekerja untuk kalian berdua." Dev menatap bergantian Andia juga Yumna.
"Percaya sama Ayah juga Ibu yaa, Nak. Akan ada saatnya kamu pun akan berusaha juga berjuang sendiri nantinya."
"Hidup di kota tidak sama seperti di desa, Nak, jangan percaya dengan siapapun selain Ayah dan, juga Ibu."
"Apalagi jika mereka mengiming-imingi pekerjaan dengan gaji yang besar, kami masih mampu untuk membiayai segala keperluan kamu selama kuliah di kota," ucap Yumna.
Andia menatap haru kedua orang tuanya bergantian, Andia pun merangkul sang ayah juga juga ibunya, ketiganya saling berpelukan.
Tidak terasa mereka sudah menempuh perjalanan selama 2 jam lebih, karena rute Dev lebih dulu, pak Rama pun menurunkan Dev sekeluarga terlebih dahulu.
Dev tertegun melihat keadaan kota yang sudah lama ia tinggalkan ia merasakan debaran yang aneh di hatinya.
Tiba-tiba saja terbesit di hatinya, ingin melihat keadaan kedua orang tuanya juga kakek serta neneknya.
Dulu ... Dev pergi dari rumah karena rasa emosinya terhadap sang nenek juga ibunya.
Dev menggeleng-gelengkan kepalanya berusaha menghalau apa yang ada di dalam kepalanya. Dev berusaha memfokuskan dirinya lagi hanya untuk keluarga kecilnya.
Yumna yang melihat tingkah suaminya pun langsung membelai lembut sisi pundak Dev.
Dev menoleh sejenak ke arah Yumna dan, memberikan senyuman terbaiknya.
Dev sangat menyukai kepekaan yang Yumna miliki.
"Yah ... kita mau kemana?" tanya Andia.
"Kita cari kontrakan, alamatnya sudah benar di sini, ayo kita jalan lagi." Dev melihat secarik kertas yang berisikan alamat.
"Kontrakannya gak jauh dari kampus kamu, jadi nanti kamu bisa jalan kaki ke kampus, Nak."
"Ayah tanya sama pak Burhan, si Mirna juga ngontrak di tempat yang sama dengan kamu."
"Berarti, Ayah tau dari pak Burhan soal kontrakannya?" tanya Andia.
"Iya ,,, Ayah percaya Mirna bisa bantu untuk memperhatikan kamu juga menjaga kamu selama kamu di kota."
"Kalian harus saling menjaga juga memperhatikan satu sama lain yaa," ucap Dev.
Andia mengangguk tersenyum, menanggapi ucapan ayahnya sembari ia terus melihat ke kanan dan juga ke kiri, memperhatikan keadaan di sekitarnya.
Ada rasa khawatir di dalam hati Andia, ia takut jika nanti dirinya akan mengecewakan kedua orang tuanya, ia khawatir apakah dirinya akan mampu berjuang juga menyelesaikan pendidikannya seorang diri tinggal di kota, tempat baru yang sama sekali belum ia ketahui bagaimana seluk beluknya.
Setelah berjalan beberapa meter, Dev pun akhirnya menemukan alamat rumah kontrakan yang di tuliskan oleh pak Burhan untuknya.
Sebelum masuk ke dalam halaman rumah kontrakan Dev memperhatikan keadaan sekitarnya, Dev melihat bangunan yang ada di depannya lebih cocok jika di katakan kosan dari pada kontrakan, karena terdiri dari beberapa petak yang tidak terlalu besar.
"Lokasinya strategis, Mas. Ini pasti mahal perbulannya apalagi letaknya di pinggir jalan kaya gini, aksesnya mudah ke mana-mana," ucap Yumna.
"Mas udah tanya sama pak Burhan, Sayang ... uang yang terkumpul cukup untuk membayar sewanya sampai 6 bulan ke depan."
"Ayo masuk." Dev merangkul pundak istri juga anaknya, menuntun agar kembali berjalan masuk ke dalam area rumah kontrakan tersebut.
Dev membuka pagar tinggi yang menutupi beberapa petak rumah kontrakan yang ada di dalamnya.
Ketiganya pun masuk bersama-sama, setelah itu Dev kembali menutup pintu pagarnya.
Sementara itu pemilik rumah kontrakan tersebut yang sudah di beritahu oleh pak Burhan melihat dari CCTV kedatangan Dev sekeluarga, ia langsung keluar dari dalam rumah pribadinya sendiri. Menghampiri Dev sekeluarga.
"Selamat sore, Pak Dev yaa." Ucap Pak Setyo mengulurkan tangannya mengajak Dev berjabat tangan.
"Iya Pak, benar. Saya Dev."Dev menerima uluran tangan Pak Setyo, keduanya pun berjabat tangan.
Sementara Yumna juga Andia hanya tersenyum saja.
"Mari, biar saya antarkan melihat ke unit kos yang kosong." Pak Setyo mempersilahkan Dev sekeluarga untuk berjalan ke arah unit kos yang akan di tempati oleh Andia.
Mereka berjalan melewati beberapa pintu unit kos. Milik Andia berada di paling ujung, karena hanya unit tersebut yang tersisa.
Dev sekeluarga sabar menunggu pak Setyo yang sedang membuka pintu unit kos tersebut.
"Silahkan masuk," ucap Pak Setyo.
Andia tertegun melihat keadaan di dalam kos yang akan ia tempati.
Ia berpikir dirinya akan tinggal di tempat yang sangat sederhana, ia berpikir tempat tinggalnya selama di kota hanya sepetak ruangan dengan kasur lantai juga bantal.
Tapi ternyata Andia salah, kedua orang tuanya memberikan tempat tinggal yang terbaik dan juga sangat nyaman untuknya.
Andia melambatkan langkahnya,ia menghapus butiran bening yang berhasil lolos di salah satu sudut matanya.
"Mas ... ini pasti mahal banget." Yumna berbisik di telinga Dev.
"Bagaimana, Andia suka dengan kos bapak?" tanya Pak Setyo.
Andia hanya mengangguk pelan dan tersenyum.
"Alhamdulillah ,,, kami hanya tinggal mengisi beberapa peralatan yang belum tersedia di sini yaa Pak Setyo," timpal Dev.
"Benar Pak Dev, untuk kasur, kompor, kulkas juga lemari, kami sudah menyediakan nya di semua unit kos milik kami, memang bukan yang mahal, tapi insyaaAlloh semuanya masih berfungsi dengan baik," ucap Pak Setyo.
"Kasurnya pun hanya berbahan busa Pak Dev,lemari pun hanya lemari plastik," ucap Pak Setyo lagi.
"Seperti itu saja sudah alhamdulillah Pak Setyo, apalagi harga perbulannya di sini masih relatif terjangkau," timpal Dev.
"Iya saya dan, juga istri sepakat untuk memberikan kemudahan bagi siapa saja yang ingin tinggal di kos ini."
"Dulu, saya bersama istri pun pernah mengalami yang namanya berjuang bersama-sama sampai bisa memiliki usaha ini, Pak Dev."
"Kami mengingat setiap perjuangan itu, makannya ketika kami di berikan amanah oleh Allah,kami bisa memiliki usaha ini, kami meniatkan memberikan banyak kemudahan untuk setiap yang tinggal di unit kos kami, seperti biaya sewa yang kami sesuaikan dengan standart gaji karyawan restauran dan, sebagainya."
Dev tersenyum manis menanggapi ucapan pak Setyo, ternyata masih ada orang di kota ini yang memiliki hati yang baik seperti pak Setyo.
Karena biasanya seseorang yang tinggal di kota, apalagi pelaku usaha, mereka hanya memikirkan keuntungan untuk diri mereka sendiri ...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!