NovelToon NovelToon

Hard To Say Goodbye

Silver wedding anniversary

Lara memeluk erat wanita paruh baya yang wajahnya masih memperlihatkan sisa kecantikan masa mudanya, kemudian diciumnya wanita yang tak lain adalah mamanya sendiri. Hari ini adalah perayaan pernikahan perak orang tuanya, dia sengaja pulang ke Surabaya dan mengambil cuti dari kantornya selama satu minggu khusus untuk acara spesial ini.

Setelah puas memeluk dan menciumi mamanya, Lara segera beralih ke pelukan pria di samping mamanya, papanya terlihat sangat tampan dengan setelan jas warna silver, selaras dengan gaun warna silver yang dengan anggun membalut tubuh mamanya. Setelah puas memeluk dan mencium orang tuanya, Lara menatap mereka bergantian penuh kekaguman, sungguh pasangan yang sangat serasi, gumamnya dalam hati.

"Happy wedding anniversary Ma, Pa. Maaf Lara terlambat datangnya, tadi pesawat sempat delay," Lara berkata sambil memeluk kedua orang tuanya.

"Tidak apa-apa sayang, yang penting kamu hadir di sini, sekalipun terlambat. Daripada tidak datang sama sekali, mama dan papa akan kecewa," ujar mamanya penuh kelembutan.

Lara memang sudah berusaha untuk menghadiri ulang tahun pernikahan perak kedua orang tuanya, dari mengurus ijin cuti yang sangat sulit didapat dari kantornya, hingga keberangkatan pesawat yang tertunda beberapa jam karena adanya kendala teknis. Setelah melalui drama yang cukup menguras tenaga dan pikirannya, pada akhirnya Lara bisa hadir di acara spesial ini.

"Apapun yang terjadi Lara pasti datang, Ma. Lara menyayangi Papa dan Mama, sebisa mungkin tidak ingin mengecewakan kalian."

Senyum bahagia terukir di wajah orang tuanya, Lara merasa damai dengan pemandangan yang terpampang dihadapannya.

"Kak Tiara belum kelihatan, Lara mau cari dulu. Mau kasih surprise," Lara berkata sambil mengedipkan matanya.

"Tidak usah dicari, Nak. Kakakmu sedang menunggu calon tunangan beserta keluarganya di depan, mungkin sebentar lagi mereka akan masuk."

Mata Lara membulat sempurna mendengar kalimat yang diucapkan papanya, sejak kapan kakaknya yang cantik tapi pendiam itu punya kekasih? tanya Lara dalam hatinya. Dan papanya tadi bilang bahwa Tiara menunggu calon tunangannya, sudah seserius itukah hubungan mereka? Lara terpaku sejenak.

"Kak Tiara sudah punya calon tunangan? Sejak kapan? Apakah Lara sudah terlalu lama tidak bersama kalian? Jadi tidak mengetahui perkembangan berita keluarga akhir-akhir ini," Lara melontarkan juga pertanyaan yang ada dalam hatinya tadi.

Mama dan Papa Lara sama-sama tersenyum, mereka kompak menggeleng pelan.

"Hampir setahun kamu tidak pulang, sibuk dengan pekerjaanmu. Mama dan Papa sampai kesulitan berkomunikasi denganmu Lara, apalagi kakakmu yang pendiam itu. Dia mungkin belum mampu berbagi kisahnya denganmu yang selalu sibuk, sayangku," ujar mamanya sambil mengusap lengan Lara.

Dalam benaknya Lara membenarkan ucapan mamanya, setahun belakangan ini dia sibuk berkarir di ibukota. Semisal tidak ada acara yang penting seperti hari ini, dia mungkin tidak akan pulang ke Surabaya.

Iya juga, Ma," Lara berkata lirih.

"Kamu tidak membawa kekasihmu? Kapan mau dikenalkan kepada kami?" tiba-tiba papanya bertanya demikian diiringi anggukan mamanya.

Darren, sekelebat pria berwajah tampan itu melintas di benaknya. Pria yang sudah menjadi kekasih hatinya dua tahun ini, memang belum pernah diperkenalkan pada keluarganya.

"Next time ya, Pa. Kekasihku sedang ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan," ujar Lara.

Lara memandangi halaman belakang yang hari ini sengaja didekorasi, dia mengagumi desain dekorasinya, sangat glamour dengan dominasi warna silver. Seandainya Darren ada di sini, dia juga akan mengagumi dekorasi ini karena memang mereka memiliki selera yang sama dalam beberapa hal.

"Itu mereka sudah datang," seru mamanya senang.

Lara mengalihkan pandangannya ke arah yang ditunjuk oleh mamanya, dari kejauhan dia melihat kakaknya berjalan di samping wanita cantik yang mungkin berumur kurang lebih sama dengan mamanya. Mungkin calon mertua kakaknya, pikir Lara sambil tersenyum samar.

Di belakangnya nampak berjalan dua orang pria yang satu lebih muda dan yang lainnya seusia dengan papanya, calon tunangan dan calon ayah mertua Tiara. Mereka berjalan bersamaan menuju tempat Lara dan orang tuanya berkumpul. Ketika mereka mendekat, tiba-tiba ponsel Lara berdering menandakan ada panggilan masuk. Dengan sopan Lara memberi tanda pada papanya untuk menerima panggilan di sudut yang lebih sepi, disambut anggukan pelan papanya.

"Ada apa, Tia?" tanya Lara menyambut panggilan yang ternyata berasal dari sahabatnya Mutia.

"La, maaf aku agak sedikit terlambat ke rumahmu ya. Jalanan agak macet nih," sahut Mutia diujung sana.

"Iya, tidak apa-apa. Aku juga baru sampai kok, aku tunggu ya. Kangen banget, long time no see." Lara menimpali dengan penuh semangat.

"Oke siap, sampai ketemu di sana ya, La."

Mutia mengakhiri panggilannya, Lara segera kembali mencari keluarganya, dia juga ingin menumpahkan kerinduan pada kakaknya tercinta. Dengan tergesa dia melangkahkan kaki menuju meja makan panjang tempat keluarganya berkumpul. Sementara para tamu undangan sedang menikmati makan malam mereka.

Ketika hampir mendekati meja makan, Lara menghentikan langkahnya, matanya menatap tajam pria muda tampan yang duduk tepat di samping kakaknya. Mereka sama-sama terkejut, saling menatap dalam diam, tidak menghiraukan keadaan sekitar dengan hiruk pikuknya. Lara yakin 100 persen bahwa pria itu adalah Darren, pria yang sudah dua tahun ini menjalin hubungan serius dengannya. Lalu bagaimana bisa sekarang pria yang katanya sedang ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggal sehingga tidak bisa ikut menghadiri acara ulang tahun penikahan orang tuanya, sekarang sedang duduk manis di samping kakaknya dengan status calon tunangan kakaknya?

"Kok malah bengong, La? Katanya kangen sama Tiara?" sentuhan halus dan suara lembut mamanya segera menyadarkan Lara dari keterkejutannya tadi.

Dengan anggun Lara tersenyum samar dan segera memgalihkan tatapannya dari pria yang sangat dicintainya itu, ada banyak pertanyaan berkecamuk di dadanya. Tidak terucapkan tapi cukup membuatnya sesak.

Perlahan dihampirinya Tiara yang langsung berdiri menyambut kehadirannya, mwereka berpelukan erat melepaskan kerinduan setelah hampir setahun tidak bertemu dan hanya berkomunikasi via telepon saja. Lara merasakan ada sepasang mata yang menatapnya, tapi dia berusaha menghindari tatapan itu.

"Kamu cantik sekali malam ini, La," tutur Tiara sambil mengelus punggung Lara dengan lembut.

"Kakak lebih cantik loh, aku selalu suka dengan tampilan kakak yang seperti ini. Miss you so, kak," balas Lara sambil menetralkan gemuruh dalam dadanya.

"Sudah-sudah, nanti saja kangen-kangenannya. Sekarang kita makan dulu saja ya," Lara dan Tiara melepaskan pelukan masing-masing setelah mendengar suara papanya.

Lara menuju tempat duduk di samping mamanya yang memang sengaja dikosongkan untuknya, dan itu tepat berhadapan dengan Darren, kekasih yang akan menjadi tunangan kakaknya. Mereka mulai acara makan malamnya tanpa suara.

Selama acara makan malam berlangsung, Lara sibuk dengan pikirannya sendiri. Ada rasa nyeri di sudut hatinya saat mengingat percakapan terakhirnya dengan Darren sebelum dia berangkat kesini, dia menghela napas pelan. Dia sama sekali tidak pernah menyangka kalau ternyata Darren sanggup mengkhianatinya, dan yang lebih parahnya lagi, Darren melakukan pengkhianatan itu dengan kakak kandungnya sendiri. Lara sangat yakin Tiara dan keluarganya tidak ada yang mengetahui tentang hubungannya dengan Darren, karena mereka bersikap biasa saja.

"Kami ucapkan selamat ulang tahun pernikahan perak kepada Andreas dan.Mia, kami turut berbahagia dengan perjalanan pernikahan yang kalian lalui bersama, dengan anugrah dua orang putri yang sangat cantik-cantik," suara papa Darren memecah kesunyian ketika mereka selesai bersantap.

"Terima kasih mas Gunawan, kami juga sangat berbahagia dengan kehadiran kalian," timpal papanya Lara.

Mereka sama-sama tersenyum simpul, ternyata Gunawan papa Darren dan Andreas papa Lara adalah sahabat lama yang kembali dipertemukan dalam ikatan dunia bisnis mereka, itu yang Lara simak dari percakapan mereka sedari tadi.

"Akhirnya kita bisa segera melaksanakan niatan kita sewaktu masih muda dulu, kita mau menjodohkan anak-anak supaya persahabatan kita semakin abadi. Di malam bersejarah ini, aku ingin memberikan hadiah dalam bentuk pertunangan anak-anak kita. Darren anakku dan Tiara anakmu sudah cukup dewasa untuk membina rumah tangga, lagipula mereka sudah cukup lama saling mengenal. Akan lebih baik jika disegerakan ke jenjang yang lebih serius. Bukankah begitu Darren?" Darren yang tak bersuara dari awal pertemuannya dengan Lara di meja makan ini hanya mengangguk kecil.

Hati Lara terasa perih melihat anggukan Darren, sebisa mungkin dia menahan air matanya yang sedang berebutan keluar dari pelupuk matanya yang sudah semakin mengabur.

Senyum bahagia tampak mengembang di wajah masing-masing anggota keluarga yang ada, mereka merayakannya dengan bersulang.

"Bersulang untuk calon besan," ujar papa Lara dengan senyum bahagianya.

Lara memandangi wajah mereka satu persatu, semua nampak bahagia, senyum mengembang sempurna di wajah mereka masing-masing. Tegakah dia menghancurkan semua itu dengan menyatakan bahwa Darren adalah kekasihnya? Ah, Lara merasa lebih baik memendam sendiri dalam hatinya, menikmati rasa sakit hatinya atas pengkhianatan Darren, dan mengubur dalam rasa cinta yang pernah dan bahkan masih ada untuk Darren.

"La, maaf aku telat banget ya," seru suara dibalik punggungnya, Lara tahu itu suara Mutia sahabatnya.

"Om, tante, congrats ya. Happily ever after," Mutia menghampiri orang tua Lara dan mengucapkan selamat sambil memeluk mereka satu-satu.

"Terima kasih sayang," balas mama Lara lembut.

Selesai memberikan ucapan selamat, Mutia kembali ke tempat duduk Lara dan merangkul bahu sahabatnya tersebut. Matanya membelalak ketika dilihatnya di hadapannya duduk Darren di samping Tiara dan kedua orang tua Darren.

"Darren, kamu juga disini? Ternyata om Gunawan dan tante juga disini? Kok bisa?" Mutia terus bertanya tanpa jeda.

"Om harus jawab yang mana dulu, Tia? Nanya satu-satulah, pakai spasi," perkataan Gunawan disambut dengan tawa semuanya.

Sementara Lara dan Darren masih berkutat dengan kegalauannya sendiri, sambil menghela napas Lara menghindari tatapan Darren.

"Om ini sahabat om Andreas, dan sudah pasti diundang ke acara spesial ini. Ditambah lagi kabar baik di acara ini juga sekalian acara pertunangan Darren dan Tiara, yang artinya sebentar lagi kami besanan. Apa sudah jelas keponakanku sayang?" Gunawan menjelaskan panjang lebar pada Mutia yang adalah keponakannya sendiri.

Mutia terdiam sejenak mencerna perkataan om Gunawan, kemudian tak lama dia membelalakkan matanya menatap Darren dan Tiara. Dia menggeleng tak percaya, kemudian ditatapnya punggung Lara yang tak bergeming.

"Darren, kamu..."

Belum sempat Mutia melanjutkan kalimatnya, Lara berdiri tiba-tiba. "Aku permisi ke toilet."

Dengan gerakan pelan Lara meninggalkan meja makan, disusul oleh Mutia yang sudah siap membombardirnya dengan segudang pertanyaan.

"La, tunggu. Ini ada apa sebenarnya? Kamu dan Darren kan...?" Mutia tidak melanjutkan kalimatnya.

"Kenapa dia jadi tunangan sama Tiara?" Mutia mengguncang bahu Lara.

Lara menggeleng berulang kali, air mata yang dibendungnya dari tadi akhirnya berhamburan keluar tak tertahankan. Mutia memeluk Lara sambil menepuk-nepuk punggungnya mencoba menenangkan. Tidak ada kata yang terucapkan, Mutia membiarkan Lara menangis puas di pelukannya.

I hate you

Lara membuka matanya perlahan, dia mengerjap berusaha menyesuaikan dengan sinar matahari yang masuk melalui gorden jendela kamarnya. Sedikit memijat pelipisnya karena kepalanya terasa berat, dia ingat semalaman sudah menangis. Menangisi Darren si pengkhianat, matanya langsung membuka sempurna ketika ingat Darren. Kembali kristal bening meleleh tanpa seijinnya, membanjiri pipinya dengan deras.

Dengan kasar disekanya air mata, diliriknya nakas di samping tempat tidurnya, dengan malas dia meraih ponselnya dan melihat notifikasi. Ternyata ada banyak panggilan masuk dari Darren, ratusan chat yang salah satu pengirimnya adalah Darren. Tiba-tiba ada panggilan masuk, tentu saja dari Darren.

Dengan penuh kemarahan Lara menolak panggilan itu, segera memblokir nomor Darren.

Aku akan menghapus semua tentang Darren, cukup sampai disini saja kisah kita. Aku sangat membencimu, batin Lara.

Ketukan di pintu kamarnya membuyarkan lamunannya.

"Masuk," Lara berkata serak.

"Hai, La. Sudah bangun?" Ternyata Tiara yang mengetuk pintu kamarnya.

"Sudah kak, masuklah. Maaf semalam aku meninggalkan acara, aku kurang enak badan," dusta Lara.

Tiara mengangguk lembut. " Wajahmu pucat."

"Mau kakak bawakan sarapanmu kesini?" tanya Tiara disambut gelengan Lara.

"Nanti aku turun kak, mau mandi dulu. Mama dan papa ada kak?"

Tiara mengangguk sambil merapihkan anak rambut yang berjatuhan ke wajah Lara, ada sebersit kekhawatiran menggelayut di matanya.

"Kamu cari kerja disini. La. Aku, mama dan papa merasa kesepian tidak ada kamu. Apalagi kalau aku sudah menikah nanti, mereka pasti tambah kesepian."

Menikah? Dengan Darren? Dadanya kembali sesak, Lara bersusah payah menahan air matanya yang siap meluncur bebas di pipi mulusnya.

"Aku mandi dulu kak, setelah mandi aku turun sarapan ya," Lara mengusir kakaknya dengan cara halus.

Tiara memeluk Lara sekilas, dengan menepuk punggungnya seolah dia berkata bahwa semua akan baik-baik saja. Lara membalas pelukan kakaknya dan itu membuatnya semakin perih.

Setengah jam kemudian Lara selesai mandi dan menuruni anak tangga menuju meja makan untuk sarapan, dilihatnya formasi lengkap anggota keluarganya sudah menunggu untuk sarapan bersama.

"Maaf membuat Mama, Papa, dan kak Tiara menunggu ya," Lara mengambil tempat duduk di samping Tiara.

"Tidak apa-apa sayang, ayo kita sarapan dulu. Ini mama masak nasi goreng telur favoritmu," ujar mamanya bersemangat.

Mereka semua senang dengan kepulangan Lara kali ini, karena sudah lama sekali mereka tidak berkumpul dengan formasi lengkap.

Saat sarapan ponsel Tiara berdering, Lara melirik ponsel yang kebetulan dekat dengannya. Ternyata panggilan masuk dari Darren, Lara menelan ludah ketika merasakan sesak kembali menghinggapi dadanya.

"Iya, Darren. Kita semua sedang sarapan. Lara? Sudah baikan kok, kemarin kurang enak badan katanya. Boleh kok, sebentar ya..."

Tiara menyerahkan telepon kepada Lara sambil tersenyum, sebenarnya Lara malas menerima telepon dari Darren, tapi untuk menghindari kecurigaan Tiara dan orang tuanya, akhirnya dia menerima ponsel dari Tiara.

"Iya?" Lara menjawab lirih.

"Buka blokir nomorku, ada yang harus kubicarakan denganmu. Jangan menghindar dariku, atau aku datang ke rumahmu sekarang dan membiarkan mereka semua tahu yang sesungguhnya tentang kita," Darren dengan suara tegasnya membuat Lara tidak punya pilihan lain.

"Baik, aku sudah agak baikan," Lara mengalihkan pembicaraan supaya tidak menimbulkan kecurigaan.

"Setengah jam lagi aku hubungi nomormu, kalau masih diblokir juga aku akan hubungi nomor Tiara."

"Baik, terima kasih."

Dasar laki-laki kurang ajar yang tidak tahu malu, dia yang berkhianat, alih-alih merasa bersalah, seenaknya saja mengancam orang lain. Lara menarik napas pelan, segera dia kembalikan ponsel Tiara dan melanjutkan sarapannya.

"Darren sangat perhatian ya, Pa. Calon adik iparnya kurang enak badan ikutan kuatir. Kamu beruntung Tiara, bersikap baiklah pada Darren," mama menasehati Tiara.

"Lara mau coba periksa ke dokter?" lagi-lagi mamanya bertanya lembut.

Lara menggeleng, "I'm okay, Ma. Ini sudah agak baikan kok. Istirahat sebentar juga pasti lebih baik."

"Pergunakan masa cutimu untuk istirahat yang cukup, La. Dan coba pertimbangkan saran Papa untuk bantu di kantor saja. Resign dari perusahaanmu yang sekarang," papa Andreas berkata tegas.

"Lara ingin mandiri, Pa. Ijinkan Lara untuk cari pengalaman di luar, supaya nanti punya bekal yang cukup untuk bantu Papa juga. Sementara Lara belum bisa bantu Papa dulu ya."

Papanya hanya bisa menggeleng saja, dia tidak ingin memaksa kalau memang Lara belum siap dengan kewajibannya di perusahaan. Mereka segera menyelesaikan sarapannya, kemudian Papanya bersiap berangkat ke kantor, Tiara juga bersiap ke butik miliknya. Tinggalah Lara dan mamanya di rumah.

"La, are you okay?" tanya mamanya lembut.

"I'm okay, mom," Lara berkata sambil merangkul mesra mamanya.

Wanita paruh baya itu balas merangkul Lara, dia tahu ada yang tidak beres, dia bisa merasakannya. Akan tetapi dia tidak bisa memaksa Lara untuk membagi keresahannya, biarlah dia akan menunggu putrinya sendiri yang akan menceritakan kesusahannya.

"Kita harus bicara, La. Temui aku sekarang di cafe Vista," dikte Darren setelah Lara membuka blokirnya.

"Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, it's done," tandas Lara dingin.

"No, aku tunggu di cafe Vista sekarang, atau aku akan jemput kamu langsung."

Lagi-lagi mengancam, Lara menghembuskan nafasnya dengan kasar.

"Aku anggap itu jawaban ya dari kamu, aku tunggu sekarang," tak lama sambungan telepon diputus dari ujung sana.

Membutuhkan waktu 15 menit saja untuk sampai di cafe yang dimaksudkan oleh Darren, dan Lara langsung melihat Darren disudut ruangan cafe yang cukup tersembunyi. Cih, aku seperti selingkuhannya saja, batin Lara kesal.

"I have no time, singkat saja," Lara berkata sinis setelah duduk berhadapan dengan Darren.

"La, aku minta maaf. Aku tahu aku salah karena tidak jujur padamu, tapi ini semua karena aku tidak mau menyakiti perasaanmu. Aku tidak ingin kamu terluka," Darren menyentuh tangan Lara akan tetapi segera ditepis olehnya.

"Permintaan maaf diterima, lupakan semua yang sudah pernah ada diantara kita, jangan pernah mengungkitnya apalagi di depan kak Tiara atau orang tua kita, semua sudah berakhir," bulir bening mengalir d pipinya tanpa bisa ditahan. "Selamat tinggal, Darren," Lara berdiri dari duduknya, dia ingin segera beranjak pergi.

Belum sempat Lara melangkahkan kakinya, Darren sudah menariknya ke dalam pelukannya. "Maafkan aku," ujarnya lirih sambil mengecup puncak kepala Lara.

"Lepaskan aku," Lara memukul dada Darren sambil terisak. "Kamu jahat, kamu bilang ada kerjaan mendesak padahal aku mau mengenalkan kamu pada orang tuaku. Ternyata kamu bohong, yang lebih menyakitkan lagi kamu bertunangan dengan kakakku sendiri. Apa yang ada dalam otakmu? Kamu pikir aku ini apa? Tega kamu..."

Darren membiarkan Lara menyalurkan kekesalannya sambi terus memeluknya erat, dia tidak peduli Lara yang memukul-mukul dadanya. Diusapnya punggung Lara dengan lembut, semata-mata untuk menenangkannya.

"Beb, kamu sadar tidak kalau semua mata di cafe ini memperhatikan kita. Dapat tontonan gratis nih," bisik Darren di telinga Lara.

Terkesiap Lara melepaskan pelukan Darren, tatapan matanya beredar ke sekeliling ruangan cafe yang terlihat cukup ramai. Lara menunduk malu.

"Aku pulang, kak. Bye," Lara berlari keluar cafe diikuti oleh Darren.

I love you

Darren berlari mengejar Lara yang keluar dari cafe, dia merasa masih harus menjelaskan perihal hubungannya dengan Tiara.

"Beb, tunggu aku," Darren kembali meraih lengan Lara.

"Apalagi kak? Semua sudah jelas disini, aku memang bodoh. Dua tahun menjalani hubungan yang sia-sia denganmu, ternyata di belakangku kamu ada main dengan perempuan lain. Yang membuatku lebih sakit, perempuan itu adalah kakakku sendiri. Kamu posisikan seandainya kamu yang jadi aku, sehancur apa aku sekarang?" tanya Lara sinis. "Satu lagi ya calon kakak iparku, jangan pernah panggil aku beb lagi, i'm not you babe anymore. We're done."

Darren menghela nafas, ternyata sesulit ini menenangkan seorang gadis yang sedang emosi tinggi.

"La, kasih aku kesempatan untuk setidaknya menjelaskan. Kamu tahu tidak apa yang aku rasakan sekarang ini? Betapa hatiku sakit ketika semalam duduk bersanding dengan gadis lain tapi di hadapanku duduk juga gadis yang kucintai? Gadis yang menahan tangisnya, aku ingin sekali memelukmu memberikan kenyamanan, tapi aku tidak bisa. Aku juga sakit, La," Perkataan Darren kembali membuat air mata Lara meleleh.

Dengan penuh kasih Darren menyeka air mata Lara dengan ibu jarinya.

"Aku sama sekali tidak tahu kalau kamu salah satu putri om Andreas, aku juga baru tahu kalau orang tua kita bersahabat."

"Tapi kenapa kamu mau ditunangkan dengan kakakku? Bahkan setelah kamu tahu aku adalah adiknya Tiara, kamu tetap melanjutkan pertunangan ini? Aku tidak habis pikir, seandainya Tiara bukan kakakku, kamu bertunangan dengan gadis lain tanpa sepengetahuanku. Sampai kapan kamu akan membodohiku?" Lara menepis tangan Darren dari wajahnya. "Kamu pikir perasaanku ini cuma mainan? Bisa kamu tarik ulur sesuka hatimu?"

"La, aku sangat mencintai kamu. Aku mencari waktu yang tepat untuk menjelaskan semuanya padamu. Aku..."

Lara mengangkat tangan kanannya menandakan dia meminta Darren berhenti bicara.

"Cukup, kak. Aku tidak perlu mendengar apapun lagi, satu hal yang pasti hubungan kita selesai sejak kamu bertunangan dengan kakakku semalam. Sekarang ini hubungan kita tidak lebih dari sekedar kakak dan adik ipar saja. Jangan pernah menggangguku lagi."

Darren menggeleng keras, tidak terima dengan keputusan Lara. Tapi untuk saat ini memaksa Lara untuk mendengarkannya juga bukan pilihan bijak, pada akhirnya Darren hanya bisa memandangi punggung Lara yang menghilang dibalik tikungan. Dia memutuskan tidak mengejarnya, memberikan Lara waktu untuk berpikir jernih dulu.

Lara membawa motornya menuju rumah Mutia, sebelumnya dia sudah berjanji akan mampir ke rumah Mutia siang ini. Dia perlu bahu untuk menangis, setidaknya bisa untuk meringankan bebannya.

"Masuk, La," Mutia menyambut sahabatnya dengan riang.

Mereka menuju ruang tamu, suasana rumah sepi karena penghuninya beraktifitas di luar semua. Kecuali Mutia yang memang sedang menikmati day off di rumah saja.

"La, aku sebenarnya dari semalam bingung dengan kisah cinta kalian bertiga. Kok bisa kamu pacaran sama Darren, tapi yang jadi tunangannya malah kak Tiara?" Mutia to the point ke inti permasalahannya.

"Kamu aj bingung, apalagi aku?" ujar Lara dengan suara serak karena kebanyakan menangis. "Tadi aku baru saja bertemu dengan Darren, dia memaksaku mendengar penjelasannya. Tapi aku tidak mau mendengar apapun lagi, aku sudah akhiri hubungan kami. Dan kamu tahu? Dia tidak mau mengakhiri semua ini, ya aku tidak maulah. Masa aku mau jadi org ketiga diantara mereka?" lanjut Lara emosi.

Mutia mengangguk tanda mengerti, dia mengelus pundak Lara yang sedikit bergetar karena kembali menangis. Diambilkannya segelas air putih untuk Lara minum, dengan terisak Lara mencoba minum.

"Thanks ya, Tia. Aku tidak tahu harus cerita sama siapa kalau tidak ada kamu."

"It's okay, La. I'll always be here for you," Mutia kembali menenangkan sahabatnya itu. "Jadi sampai detik ini keluargamu tidak ada yang mengetahui tentang hubungan kamu dan Darren?" tanya Mutia disambut gelengan Lara.

Mutia menarik nafas seolah dia bisa merasakan kepenatan hati Lara.

"Biarkan seperti ini saja, lebih baik tidak ada yang tahu, jadi tidak akan ada yang tersakiti. Cukup aku saja," Lara menatap kosong.

Aku harus kuat menghadapi semua ini, gumam Lara dalam hati. Dia hanya perlu fokus pada pekerjaan dan cita-citanya, mungkin sedikit bisa mengalihkan semua sakit hati yang dirasakannya saat ini.

Dia yakin bahwa semua akan baik-baik saja tanpa Darren dalam hidupnya, mungkin awalnya saja yang akan terasa berat.

"Aku ingin menghabiskan sisa hidupku bersamamu, aku mencintaimu, dan tidak menuntut kamu harus mencintaiku juga. Satu hal yang pasti, aku akan selalu ada untukmu."

Lara tersenyum getir mengingat ucapan Darren kala itu, begitu manis dan menyegarkan. Tapi kenyataannya sekarang teramat pahit dirasa.

"Stop berkhayalnya, La. Kita happy-happy saja ya. Kapan lagi bisa jalan-jalan bareng gini, beberapa hari lagi kan kamu sudah harus kembali ke Surabaya. Enjoy dululah sama aku," Mutia mencoba mengalihkan Lara dari kesedihannya.

Sekarang mereka sedang berada di salah satu pusat perbelanjaan, cuci mata ala-ala ABG.

"Kirana Larasati?" Lara mencari arah suara yang menyebutkan namanya secara lengkap.

Lara mengangguk ragu, di hadapannya berdiri pria tampan berusia hampir 30 tahunan sepertinya. Dengan garis wajah tegas, bodi atletis, dan tinggi yg proporsional dengan bentuk badannya yang ideal. Good looking, sedap dipandang. Lara tersadar dari kekagumannya terhadap pria ini justru karena merasakan pinggangnya dicolek oleh Mutia.

"Maaf bapak siapa ya?" tanya Lara dengan polosnya.

"Wah, ini kedua kalinya kamu memanggil saya dengan sebutan bapak. Kok saya merasa tua ya?" Laki-laki dihadapannya tertawa renyah.

Lara tampak mengernyitkan dahinya, sedang berusaha mengingat siapa pria dihadapannya ini.

"Saya Joshua, PT. Karya Jaya. Kita ketemu waktu tender beberapa minggu yang lalu di Surabaya., waktu itu kamu panggil saya juga dengan sebutan bapak dan saya protes tidak terima," laki-laki bernama Joshua ini murah senyum, ketampanannya semakin menyihir lawan bicaranya.

"Oh iya, pak. Saya ingat sekarang, maaf ya karena penampilan bapak hari ini sangat casual, saya tidak mengenalinya. Apa kabar pak?" Lara berkata sopan.

"Don't call me bapak, please. Memangnya saya kelihatan sudah seperti bapak-bapak ya?" Joshua tersenyum lagi. "Next month saya ulang tahun yang ke 29 loh, belum terlalu tua kan ya?" lanjutnya lagi.

"Ehem..." Mutia berdehem karena merasa jadi obat nyamuk.

"Iya, maaf ko. Bolehkah saya panggil koko saja?" tanya Lara yang kebetulan mengenali tipe wajah oriental milik Joshua. "Perkenalkan ini sahabat saya, Mutia namanya."

"Halo," sapa Mutia malu-malu.

"Halo Mutia, salam kenal ya, saya Joshua. Kamu boleh panggil nama saya atau panggil koko juga boleh seperti Kirana memanggil saya barusan."

Mereka berbincang ringan, sambil bertukar nomor whatsapp, tetap menjaga jarak sesuai protokol kesehatan karena adanya wabah virus Covid-19.

From author :

Hi, good people...

Kenalan dikit ya sama saya. Nama saya Lanny, ini karya pertama saya disini lho.

Masih banyak banget kekurangannya, masih sambil belajar juga, tapi tetep kasih yang bagus lho buat readers smua.

Hopefully kalian suka ya sama cerita ini.

Ikutin terus kelanjutan kisah ini sampe selesai ya, mohon dukungan VOTE, LIKE, 'n COMMENT juga ya guys. Terima kasih banyak...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!