Seorang pria bertubuh tinggi, berwajah tampan dengan senyumnya yang manis, dan berkulit putih bersih melangkah menyusuri lorong basemant di salah satu gedung perkantoran di Ibukota Jakarta.
Pria itu bernama Kevin Bramasta. Berusia 30 tahun dan seorang pengusaha di bidang properti.
Bugh!
"Oh, ya ampun!" Kevin mengumpat kesal saat ada yang menabrak tubuhnya. Dia menatap tajam ke arah orang yang menabraknya.
"Kalau jalan pakai mata, dong! Sadar diri jika punya badan besar!" kesal Kevin.
Bukannya minta maaf, orang itu justru langsung pergi menuju lift dan masuk ke lift.
Kevin pun semakin dibuat kesal dan melangkah memasuki lift eksekutif menuju ruangannya.
Sesampainya di lantai lima belas, di mana ruangannya berada. Kevin bergegas masuk ke ruangannya. Dia mendudukkan tubuhnya di kursi kerja seraya memejamkan matanya. Kepalanya terasa berat memikirkan masalah pekerjaan juga masalah pribadi yang tengah dia hadapi saat ini.
Kevin kesal setelah pagi tadi mendengar kabar perjodohannya dengan seorang wanita yang tak lain adalah anak dari rekan bisnis sang papa.
Bayu Bramasta, pria paruh baya berusia 53 tahun tetapi masih tampak awet muda dengan tubuhnya yang masih terlihat gagah seperti ketika muda dulu.
Kevin menonaktifkan ponselnya, dia bahkan meminta sekretarisnya agar tak menerima klien atau tamu siapapun. Dia tak ingin siapapun mengganggunya saat ini.
"Masuk!" perintah Kevin ketika terdengar ketukan pintu.
"Maaf, Pak. Di luar ada Tuan Bramasta. Beliau ingin bertemu dengan Anda," ucap Siska, sekretaris Kevin.
Kevin mendengus kesal, entah apa lagi yang akan sang papa katakan. Dia bahkan sudah menonaktifkan ponselnya. Namun, nyatanya sang papa tak kehabisan akal dan justru langsung mendatanginya ke kantor.
"Persilakan Beliau masuk!" ucap Kevin dengan nada malas.
Tak lama masuklah Tuan Bramasta, beliau tampak santai memasuki ruang kerja putra semata wayangnya itu.
"Ada apa Papa sampai menyusul aku ke Kantor?" tanya Kevin.
Tuan Bramasta mengerutkan dahi seraya menatap Kevin.
"Papa kebetulan lewat depan kantor kamu, jadi mampir ke sini," ucap sang papa.
Kevin tersenyum sekilas dan bangun dari duduknya. Dia melangkah mendekati kaca jendel ruangan kantornya yang menampakkan hiruk pikuk Ibukota Jakarta.
"Kalau Papa mau bahas masalah tadi pagi, sebaiknya Papa pulang saja, aku masih banyak pekerjaan," ucap Kevin.
Tuan Bramasta menarik napas dalam dan mengembuskan-nya perlahan. Sungguh Putra semata wayangnya ini mirip sekali dengannya, sama-sama memiliki watak yang keras. Di mana sekali mengatakan tidak, maka keputusannya akan tetap tidak.
"Bahkan kamu belum bertemu dengan Prischa. Papa yakin, kamu akan menyukainya. Dia wanita yang baik, dan cantik. Papa yakin, setelah kalian menikah, kalian pasti akan hidup bahagia," ucap sang papa.
Prischa Atma Wijaya, Putri semata wayang dari Arya Atma Wijaya dan Rita Atma Wijaya. Seorang model cantik berusia 27 tahun, bertubuh tinggi dan memiliki bentuk tubuh yang sempurna bak gitar Spanyol. Sungguh bentuk tubuhnya menjadi idaman bagi setiap wanita. Kulitnya bahkan begitu putih dan bersih tanpa cacat sedikitpun. Bisa dikatakan, Prischa adalah wanita sempurna, cantik, dan tentunya pintar.
Kevin menghela napas. Dia tak pernah menyukai perjodohan. Apalagi dia belum terpikirkan untuk menikah dan membina sebuah rumah tangga. Baginya, tak ada yang lebih penting selain karirnya. Karena menurutnya, jika pria sudah mapan, tak perlu mencari seorang wanita. Wanita bahkan akan berusaha mengejarnya. Lagi pula, Kevin pun masih ingin menikmati masa lajangnya.
"Aku nggak mau dijodohkan, aku bisa cari perempuan sendiri. Papa nggak bisa menjodohkan aku dengan wanita pilihan Papa," ucap Kevin.
Sang papa menghela napas.
"Apa kamu sakit, Vin?"
Kevin mengerutkan dahinya seraya menatap sang papa.
"Apa maksud Papa?" tanya Kevin.
"Maksud Papa, apa kamu punya kelainan? Ya, semacam suka sesama jenis, dan tak menyukai wanita?" tanya sang papa seraya menatap Kevin dengan tatapan penuh selidik.
Kevin membulatkan matanya, dia terkejut mendengar ucapan sang papa.
"Apa maksud Papa? Bagaimana bisa Papa mengira aku punya kelainan?"
Rasanya, Kevin tak percaya sang papa bisa mengatakan semua itu.
"Lalu, kenapa kamu selalu menolak jika Papa akan mengenalkanmu dengan seorang wanita? Bahkan, sekalipun Papa tidak pernah lihat kamu dekat dengan perempuan manapun, selain sekretaris kamu, dan itu pun hanya di kantor."
Ya, perjodohan ini memang bukan kali pertama bagi Kevin. Sebelumnya, sang papa pernah mencoba menjodohkan Kevin dengan perempuan pilihannya tetapi saat itupun Kevin menolak untuk dijodohkan.
"Astaga, Papa. Jelas saja aku normal, Pa. Aku suka sama perempuan. Bagaimana bisa aku memiliki kelainan, sementara Papa sendiri normal?" ucap Kevin.
"Apa maksud kamu bawa-bawa Papa?"
"Aku nggak ada maksud apa-apa. Tapi, Pa, tolong jangan bahas masalah ini lagi, aku pusing dengan kerjaan kantorku yang sudah menumpuk, tolong jangan bikin aku tambah pusing," ucap Kevin.
Sang papa menghela napas. Entah harus dengan cara apa lagi mmebujuk anaknya itu agar mau dijodohkan.
"Apa kamu tidak malu? Di usia kamu yang sudah menginjak kepala tiga ini, kamu justru masih senang bermain-main, Papa bahkan sudah ingin menimang cucu. Semenjak Mama kamu meninggal, dan kamu sibuk dengan pekerjaanmu, Papa benar-benar merasa kesepian. Apa Papa salah jika Papa mengharapkan sesuatu dari kamu? Dari anak Papa satu-satunya?"
Matanya memerah, bibirnya bergetar. Dia sungguh merindukan almarhumah sang istri yang tak lain adalah Ibu kandung Kevin yang meninggal sejak Kevin berusia 3 tahun. Kevin bahkan tak bisa mengingat wajah sang Ibu.
Kevin menghela napas. Seketika hatinya dipenuhi rasa bersalah ketika melihat raut wajah sang papa yang tampak sedih.
"Ya sudah, aku akan menemui Prischa," ucap Kevin.
Sang papa tersenyum. Dia bahagia karena akhirnya putera keras kepalanya luluh.
"Baik, Papa akan atur pertemuan dengan keluarga Prischa," ucap sang papa seraya tersenyum. Jelas sekali kebahagiaan terpancar dari raut wajahnya.
Namun, berbeda dengan Kevin. Wajahnya sama sekali tak menampakkan rasa bahagia.
***
Keesokan harinya, tepatnya jam makan malam.
Tuan Bramasta dan Kevin sudah tampak gagah dengan stelan jas formalnya. Rencananya, mereka akan bertemu dengan keluarga Prischa untuk makan malam bersama. Mereka pergi menuju salah satu restauran mewah yang berada di Daerah Jakarta Pusat.
Sesampainya di depan restoran.
"Apa kamu sudah siap?" tanya sang papa.
"Hem..." Kevin mengangguk.
Keduanya turun dari mobil dan mulai memasuki pintu restauran. Pertama kali mereka disambut oleh sang greeter atau resepsionis yang kemudian mengantar keduanya menuju ruang vip.
Dengan santai Kevin berjalan memasuki ruangan tersebut.
"Halo, Tuan Arya. Maaf, Anda harus menunggu," ucap papa Kevin seraya menjabat tangan tuan Arya dan sang istri.
Kevin pun menyalami kedua orangtua itu.
"Bukan masalah, kami juga baru saja sampai. Lagi pula, Prischa juga belum sampai. Sepertinya, dia terjebak macet. Yah, Anda tahu sendiri, Jakarta seperti apa?" ucap tuan Arya seraya tersenyum.
Tuan Bramasta mengangguk dan mendudukkan tubuhnya di kuris. Disusul juga oleh Kevin yang mulai duduk di dekat sang papa.
Beberapa saat kemudian.
"Maaf, aku terlambat," ucap seorang wanita yang tiba-tiba saja menghampiri meja Kevin.
Semua orang melihat ke arah wanita itu.
"Nah, itu dia, Prischa," ucap tuan Arya.
Kevin yang melihat wanita itu pun syok.
'Jadi, Prischa yang papa maksud, adalah dia?' batin Kevin tak percaya.
Kevin terkejut melihat Prischa kini ada di hadapannya. Dia hanya tahu sang papa akan menjodohkannya dengan wanita bernama Prischa. Namun, tak mengetahui bahwa Prischa yang dimaksud adalah Prischa seorang model yang tak lain adalah mantan kekasihnya.
Papa Kevin memang berniat memberikan kejutan untuk Kevin. Lihat saja, Kevin pun benar-benar dibuat terkejut.
Ya, Prischa adalah mantan kekasih Kevin yang meninggalkan Kevin sejak satu tahun lalu demi pria lain, atau lebih tepatnya Prischa mengkhianati Kevin.
Kevin tersenyum sinis melihat Prischa. Sungguh dunia ini begitu sempit sehingga dirinya kembali bertemu dengan masa lalu. Kevin menghela napas. Dia pun bangun dari duduknya serta melihat kedua keluarga inti secara bergantian.
"Maaf, Saya menolak perjodohan ini!" ucap Kevin mantap.
Tanpa berpikir panjang Kevin langsung menolak perjodohan itu, seolah dia yakin bahwa dia tak akan pernah lagi berurusan dengan Wanita yang sudah mengkhianati cinta dan kepercayaannya.
Semua orang terbelalak mendengar pernyataan Kevin. Jelas saja, pembicaraan tentang perjodohan itu belumlah dimulai. Namun, Kevin justru langsung menolak perjodohan tersebut.
Prischa bahkan tak kalah terkejut.
"Kevin, apa-apaan kamu?" tanya papa Kevin.
"Maaf, Pa. Aku nggak bisa menerima dia sebagai pendamping hidupku!" tegas Kevin seraya melihat ke arah Prischa.
Kevin pun meninggalkan ruang vip itu.
Prischa yang terlihat masih syok karena Kevin menolaknya secara terang-terangan pun seketika tersadar dan langsung mengejar Kevin.
"Vin, tunggu!"
Kevin menghentikan langkahnya. Tatapannya tak terlepas dari mata indah Prischa.
"Kenapa kamu pergi, Vin?" tanya Prischa.
"Karena nggak ada hal penting lagi di sini. Jadi, untuk apa aku diam di sini?" ucap Kevin.
"Aku minta maaf, Vin. Aku sayang sama kamu, aku mau hidup sama kamu, kamu juga masih sayang sama aku 'kan?" ucap Prischa seraya memeluk Kevin.
Kevin menghela napas.
"Kamu tahu, nggak semua hal di dunia ini dapat terjadi sesuai yang kamu inginkan. Aku sayang sama kamu, tapi itu dulu. Sekarang, aku udah punya pacar," ucap Kevin.
Prischa terkejut dan menatap Kevin dengan tatapan menyelidik.
"Nggak mungkin, kamu cuma sayang sama aku, nggak mungkin kamu punya pacar dalam waktu sesingkat ini," ucap Prischa.
Prischa yakin bahwa Kevin belum bisa melupakan dirinya. Dua tahun menjadi pasangan kekasih, tentunya cukup lama untuk menjalin sebuah hubungan.
Kevin tersenyum tipis dan memegang bahu Prischa ketika pelukan berakhir.
"Jadi, kamu mau hidup sama aku?" tanya Kevin seraya menatap dalam ke arah manik mata coklat Prischa.
Prischa tersenyum seraya mengangguk.
"Tapi, aku nggak mau hidup sama wanita yang pernah mengkhianati cinta dan kepercayaanku. Kamu tahu, Prischa? Kamu itu perempuan labil yang masih butuh mendewasakan pikiran kamu, agar kamu dapat belajar menghargai perasaan orang lain. Agar kamu tahu, bahwa orang lain pun memiliki hati yang bisa hancur, dan terluka. Aku menyesal karena saat itu, tepatnya tiga tahun lalu aku telah memilih kamu menjadi kekasihku. Jadi, mana mungkin aku mau kembali sama kamu!" ucap Kevin, kemudian berlalu meninggalkan Prischa yang terdiam.
Prischa menyesal telah mengkhianati Kevin demi sebuah popularitas. Prischa begitu terobsesi menjadi seorang model, hingga dia sampai mengkhianati Kevin. Ketika itu, dia justru menjalin hubungan terlarang dengan laki-laki yang memiliki posisi tinggi dalam manajemen tempatnya bekerja.
***
Kevin melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju salah satu klub malam yang berada di Daerah Jakarta Selatan.
Dia sungguh kesal saat ini, dia kesal karena harus bertemu dengan masa lalu yang paling menyakitkan baginya. Bagaimana tidak? Kevin sudah benar-benar menyayangi Prischa tetapi Prischa justru mengkhianatinya.
Sesampainya di depan klub. Kevin membuka jasnya kemudian menggulung lengan kemejanya. Dia keluar dari mobil dan memasuki klub. Terlihat klub tampak belum ramai oleh pengunjung.
"Wah, Bro. Masih sore sudah ke sini," ucap kepala bartender bernama Santos.
"Suntuk," ucap Kevin.
"Jerry nggak ke sini?" tanya kevin seraya melihat sekeliling.
Jerry Irawan, Pria bertubuh tinggi dan tak jauh berbeda dengan Kevin, dia pun memiliki tubuh yang tinggi dan seorang pebisnis di bidang travel.
"Ini masih sore, dia malam biasanya baru ke sini," ucap Santos.
kevin mengangguk dan meminta Santos untuk membuatkan minuman kesukaannya.
Cukup lama Kevin duduk di depan bar, hingga tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.
Puk!
Kevin tersentak ketika ada yang menepuk bahunya. Dia melihat ke arah orang tersebut dan ternyata Jerry.
"Kapan datang?" tanya Jerry.
Kevin menenggak minumannya, dia tak menjawab pertanyaan Jerry.
"Astaga! Berapa gelas yang kamu minum?" tanya Jerry saat melihat wajah Kevin yang terlihat begitu merah.
"Entahlah," ucap Kevin.
"Lagi ada masalah? Cerita saja," ucap Jerry.
"Papa lagi-lagi menjodohkan aku, dan kamu tahu siapa wanita itu?" ucap Kevin.
Jerry menggelengkan kepalanya dan menatap Kevin dengan tatapan penasaran.
"Prischa," ucap Kevin.
Jerry syok.
"Prischa? Apa maksudmu wanita yang sudah mengkhianatimu?" tanya Jerry.
Kevin mengangguk.
"Dunia ini memang bulat dan berputar, akhirnya bertemu kembali dengan masa lalu. Tapi sayang, aku udah nggak berminat sama dia. Jangankan menikah sama dia, aku bahkan nggak mau berurusan sama dia lagi," ucap Kevin.
Jerry mengangguk dan menepuk bahu Kevin..
"Bagus, hidup itu melihat lurus ke depan, bukan melihat ke belakang. Aku setuju kamu menolak perjodohan itu, karena sekali sudah mengkhianati, akan ada kemungkinan untuk pengkhianatan kedua kalinya," ucap Jerry.
Kevin mengangguk dan merangkul bahu Jerry.
"Thanks," ucap Kevin.
Kevin pun tak sadarkan diri karena terlalu banyak minum alkohol.
Sementara itu, Jerry hanya menggelengkan kepalanya, kebiasaan buruk temannya itu adalah ketika dilanda masalah maka dia akan melampiaskannya dengan datang ke sebuah klub malam dan berakhir dengan tak sadarkan diri karena mabuk.
Keesokan harinya.
Seperti biasa Kevin memulai kembali aktivitasnya dengan datang ke kantor. Sebetulnya, kepalanya terasa sakit, tetapi hari ini ada meeting yang biasa diadakan pertiga bulan sekali. Beberapa staf sudah berkumpul di dalam ruang meeting. Tak lama Kevin pun memasuki ruang meeting dan memulai meeting tersebut.
Kurang lebih 45 menit Kevin memimpin meeting tersebut dan meeting pun berakhir. Perhatian Kevin tertuju pada seorang wanita bertubuh gemuk yang terlihat kesulitan saat akan bangun dari duduknya. Wajahnya begitu tak asing, sepertinya ini bukan kali pertama dia melihat wanita itu.
Namun, di mana dia melihat wanita itu?
Ah, entahlah. Kevin pun tak ingin memikirkan hal itu. Sepertinya dia staf baru di kantor atau memang Kevin yang tak terlalu memperhatikan staf-nya sehingga tak pernah melihat wanita bertubuh gemuk itu berada di kantornya.
'Astaga, manajemen macam apa yang membiarkan gentong air seperti dia masuk ke perusahaan ini?' batin Kevin.
Kevin benar-benar heran dengan pihak HRD yang menerima wanita gemuk itu bekerja di perusahaannya. Perusahaannya bahkan memiliki kualifikasi tinggi dalam memilih seorang staf.
Kevin tengah berada di ruangannya. Dia sudah memulai pekerjaannya. Di tengah kegiatannya, seseorang masuk ke ruangannya.
Terlihat papa Kevin lah yang memasuki ruangan Kevin. Wajahnya tampak kecewa.
Kevin pun menatap malas pada sang papa. Dia sudah mengerti akan maksud kedatangan sang papa ke Kantornya.
"Tadi malam, apa maksudmu mengatakan semua itu?" tanya papa Kevin.
"Yang mana?" tanya Kevin dengan tatapannya yang masih terfokus pada layar laptop di hadapannya. Jarinya bahkan tak hentinya mengetik sesuatu di sana.
Papa Kevin menarik napas dalam dan mengembuskan-nya agak kasar.
"Cukup, Kevin!" bentak sang papa seraya memukul meja kerja Kevin. Sontak Kevin pun menghentikan kegiatannya.
"Sampai kapan kamu akan seperti ini? Apa kamu tidak kasihan dengan orangtua yang saat ini ada di hadapanmu? Papa nggak pernah meminta apapun dari kamu, Kevin. Tapi, Papa minta tolong, mulailah memikirkan masa depanmu juga. Papa hanya ingin melihat kamu berkeluarga, hanya itu!"
Sebetulnya, papa Kevin hanya merasa cemas pada Kevin. Dia cemas Kevin memiliki kelainan semacam menyukai sesama jenis. Tentu saja hal itu adalah sebuah aib untuk keluarga. Dia tak akan sanggup menampakkan wajahnya di hadapan semua orang jika Kevin benar-benar penyuka sesama jenis.
Kevin menarik napas dalam dan menghembuskan-nya perlahan. Dia mengepalkan tangannya. Sungguh dia tak suka di desak seperti itu, apalagi untuk masalah pernikahan.
Tentu saja pernikahan bukanlah hal main-main, tentu banyak yang harus dipertimbangkan dan di pikirkan untuk membina sebuah rumah tangga.
Namun, memang benar selama ini sang papa tak pernah meminta apapun pada Kevin. Dia bahkan memberikan kepercayaan penuh pada Kevin untuk memilih masa depannya sendiri. Seperti bisnis yang dijalaninya saat ini, sebetulnya sang papa menginginkan Kevin meneruskan bisnisnya untuk memproduksi berbagai macam jenis perhiasan tetapi Kevin tak ingin mengikuti jejak sang papa, dia memilih menyalurkan bakat designnya melalui cara membuat perusahaan yang bergerak di bidang properti, atau lebih tepatnya dia adalah pemilik perusahaan properti cukup ternama di Jakarta dan sudah memiliki cabang di berbagai daerah.
"Papa benar-benar khawatir padamu Kevin. Papa khawatir dengan kesendirian kamu, Papa hanya ingin yang terbaik untukmu, karena kamulah satu-satunya yang Papa miliki saat ini," ucap papa Kevin.
"Tolong jangan desak aku untuk menikah dengan wanita pilihan Papa. Karena, aku punya wanita pilihan aku sendiri, dan aku sangat mencintai dia, Pa. Karena itu, aku menolak perjodohan itu," ucap Kevin.
Sang papa menatap Kevin dengan tatapan curiga.
"Jangan membohongi Papa, Kevin. Papa itu kenal kamu bukan hanya setahun, dua tahun. Papa mengenal kamu sejak kamu masih menjadi bayi merah."
"Aku serius, aku sudah panggil dia keruangan aku, sebentar lagi dia datang," ucap Kevin.
"Baiklah, Papa akan menunggu wanita pilihan kamu itu."
Sang papa pun duduk di sofa seraya menunggu wanita yang Kevin maksud.
Sebetulnya, Kevin berbohong pada sang papa. Jangankan memanggil kekasihnya untuk datang ke kantor, saat ini dia bahkan tak memiliki kekasih. Namun, dia mencoba bersikap tenang di hadapan sang papa. Jangan sampai papanya itu mencurigai dirinya.
Sepuluh menit berlalu.
"Mana? Ini sudah terlalu lama, Kevin. Kamu bilang sebentar lagi kekasihmu akan datang," ucap Papa seraya menatap Kevin dengan tatapan semakin curiga.
"Tunggu sebentar lagi, Pa. Mungkin, dia masih sibuk," ucap Kevin..
Kevin cemas saat ini tetapi lagi-lagi dia mencoba bersikap tenang di hadapan sang papa. Dia mencoba menyambungkan telepon di ruangannya dengan ruangan Siska, sekretarisnya. Namun, tak ada jawaban dari panggilannya.
Sebelumnya Kevin sudah meminta tolong pada Siska agar mau berpura-pura menjadi kekasihnya. Tapi lihatlah, entah saat ini Siska pergi ke mana. Dia bahkan tak menjawan panggilan Kevin.
Kevin pun mengumpat kesal dalam hatinya, padahal Siska lah harapan dia satu-satunya.
Kevin tersenyum ketika mendengar suara ketukan dari pintu ruangannya. Dia melihat sang papa seraya tersenyum.
"Itu dia datang," ucap Kevin dan bergegas membuka pintu ruangannya.
"Maaf, Pak, saya diminta Pak Angga untuk membawakan laporan ke--"
Kevin terdiam, tubuhnya pun mendadak kaku.
"Kenapa diam? Kok, nggak di suruh masuk?" tanya sang papa . Dia pun beranjak dari duduknya dan menghampiri kevin.
Sang papa terkejut melihat siapa yang kini ada di hadapannya. Dengan cepat dia menarik tubuh Kevin agar ikut dengannya menjauh dari orang itu.
"Astaga, Vin. Papa nggak sangka, ternyata kekasih kamu cantik sekali, montok," ucap papa Kevin seraya tersenyum.
Wanita itu melihat heran ke arah Kevin dan papanya. Dia pun mendekati Kevin dan berniat memberikan beberapa berkas pada Kevin.
"Maaf, Pak. Ini--"
"Apa kamu karyawan di sini?" tanya papa Kevin.
"Iya betul, Pak," ucap wanita itu seraya tersenyum.
"Kenapa kamu panggil Kevin, Pak? Kenapa tidak memanggil dengan panggilan sayang?" tanya papa Kevin.
Wanita itu terkejut mendengar ucapan papa Kevin.
"Maaf, apa maksud Anda?" tanya wanita itu di tengah kebingungannya. Dia tak mengerti maksud ucapan papa Kevin.
"Lho... Kalian ini 'kan pasangan kekasih, kenapa kamu malah memanggil Kevin dengan panggilan formal begitu?"
Wanita itu membulatkan matanya, dia sungguh terkejut mendengar ucapan papa Kevin.
"Maaf, saya--"
Belum sempat wanita itu menyelesaikan ucapannya, Kevin justru mencium pipi wanita itu dengan cepat.
"Kamu lama banget, sih, sayang. Papa udah nungguin kamu dari tadi, lho," ucap Kevin seraya tersenyum.
Lagi-lagi wanita itu membulatkan matanya. Dia pun semakin tak mengerti dengan apa yang terjadi saat ini.
Tuan Bramasta tersenyum melihat dua orang yang kini ada di hadapannya. Dia sungguh senang karena ternyata ketakutannya tentang Kevin tidaklah benar. Nyatanya, Kevin memang menyukai seorang wanita dan tak memiliki kelainan.
"Papa akan membatalkan perjodohan kamu dengan Prischa," ucap papa Kevin, sontak membuat Kevin syok.
"Apa Papa serius?" tanya Kevin.
Sang papa pun tersenyum seraya mengangguk.
"Tentu saja, Papa akan urus semuanya. Tapi, Papa harap hubungan kalian akan secepatnya melaju ke tahap selanjutnya. Ingat, kamu sudah cukup dewasa untuk membina rumah tangga," ucap papa Kevin.
Kevin dan wanita itu kemudian saling tatap.
"Ya sudah, kalian lanjutkan saja pekerjaan kalian. Mau sekalian pacaran juga, nggak apa-apa," ucap papa Kevin seraya tersenyum.
Setelah itu, papa Kevin pun keluar dari ruangan Kevin.
"Ini apa maksudnya, ya, Pak?" tanya wanita itu.
Kevin mengusap wajah kasar. Dia menatap lekat wanita itu. Dia bahkan memperhatikan wanita itu dari ujung kaki hingga ujung kepalanya.
'Astaga, kenapa harus gentong air yang akhirnya jadi pacar bohonganku?' batin Kevin
Wanita itu bukanlah Siska, melainkan wanita bertubuh gemuk yang Kevin lihat di dalam ruang meeting tadi pagi.
Lagi-lagi Kevin menatap lekat wajah wanita itu. Meski tubuhnya gemuk tetapi wanita itu memiliki wajah yang cukup cantik dan manis.
(Visual wajah Melika)
Wanita itu mengibaskan tangannya tepat di hadapan Kevin, membuat Kevin tersadar dari diamnya.
"Siapa nama kamu?" tanya Kevin.
"Melika, Pak," jawan wanita itu.
Melika Santoso, wanita berusia 21 tahun, berkulit putih, dengan tinggi badan 160cm, dan bertubuh gemuk dengan berat badan sekitar 90 kilogram. Dia adalah staf baru yang bekerja di perusahaan Kevin.
"Mulai sekarang, kamu jadi pacar Saya," ucap Kevin.
"Apa?" Melika pun terkejut mendengar ucapan Kevin.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!