NovelToon NovelToon

Getot Darjo

Permulaan

Di sebuah lembah yang berlatar belakang pegunungan yang menjulang tinggi, seorang pemuda bernama Getot Darjo berjalan tertatih-tatih. Kakinya tampak patah, dan pakaiannya compang-camping dengan guratan luka serta tetesan darah yang membasahi kain. Penampilannya sungguh mengenaskan.

"Bangsat betul," gerutunya, "Tak ada satu orang pun yang sudi menjadi guruku."

Di usianya yang menginjak 22 tahun, Getot memang tengah mencari seorang guru. Namun, anehnya, tak seorang pun berminat menerimanya sebagai murid. Perangainya yang buruk menjadi penyebab utama. Selain gemar menggoda wanita dan memiliki pikiran mesum, ia juga dikenal suka berjudi dan mabuk-mabukan bersama teman-temannya.

"Tapi aku puas," seringainya muncul di tengah ringisan kesakitan, "Padepokan yang kudatangi tadi sudah kuobrak-abrik... rasakan itu! Hehehe..."

Kendati sekujur tubuhnya nyeri akibat dipukuli murid-murid padepokan yang wajahnya bengkak digigit tawon, Getot masih mampu menyunggingkan senyum kepuasan.

Bukan tanpa alasan ia tampak begitu mengenaskan. Bayangkan saja, dilanda kekesalan mendalam karena tak ada yang mau menjadi gurunya, Getot nekat menyusuri hutan mencari sarang tawon. Keahlian ini ia warisi dari ayahnya yang gemar berburu sarang lebah di tengah rimba. Dengan mudah, ia berhasil mengumpulkan beberapa sarang tawon dalam bungkusan kain yang besar.

Setelah itu, ia melemparkan bungkusan berisi tawon itu ke dalam padepokan. Tak disangka, bungkusan itu mendarat tepat di tengah-tengah para murid yang sedang berlatih.

Getot, yang berada di luar tembok padepokan, tertawa terbahak-bahak mendengar hiruk pikuk dan kekacauan yang terjadi di dalam akibat serbuan tawon.

Namun, seorang murid mendengar tawa Getot, dan mereka pun mencari sumber suara itu. Begitu menemukannya, mereka langsung mengejarnya.

Karena Getot tidak memiliki ilmu bela diri, ia dengan mudah tertangkap dan digiring masuk ke dalam padepokan.

Sang guru terkejut mendapati bahwa pelaku keributan itu adalah Getot, pemuda yang baru kemarin merengek-rengek meminta untuk menjadi muridnya.

Sebagai pertanggungjawaban atas perbuatannya, Getot dihukum cambuk berkali-kali. Bahkan, seorang murid yang wajahnya penuh bentol akibat gigitan tawon melampiaskan amarahnya dengan menendang kaki Getot hingga patah.

Belasan murid lainnya pun ingin ikut menghakimi. Beberapa di antara mereka membawa parang, golok, dan berbagai senjata tajam. Namun, sang guru datang dan melarang murid-muridnya bertindak lebih jauh.

Ia masih memberi Getot kesempatan hidup, lalu melepaskannya dengan ancaman agar tidak pernah kembali ke padepokan itu.

"Ayah, ibu... maafkan anakmu ini yang tak mampu membalaskan dendam kematian kalian. Tak ada yang mau menjadi guruku. Tak ada yang mau mengajariku ilmu kanuragan," lirih Getot dalam hati.

Begitulah kira-kira awal mula mengapa Getot tumbuh menjadi pribadi dengan perangai buruk. Ini dikarenakan ia kehilangan kedua orang tuanya yang dibunuh secara keji oleh puluhan musuh bebuyutan mereka.

Saat itu usianya baru 20 tahun. Sebenarnya, ia tidak pernah tertarik untuk belajar silat, meskipun kedua orang tuanya adalah pendekar yang terkenal. Mereka terlalu memanjakan Getot sejak kecil, hingga semua keinginannya selalu dituruti.

Sebagai anak tunggal, sifat manjanya semakin menjadi-jadi, dan perangainya pun kian buruk menjelang dewasa. Sayangnya, orang tuanya justru semakin memanjakannya, padahal reputasi buruk Getot sudah tersebar di seluruh desa.

Dengan susah payah, akhirnya Getot tiba di rumah peninggalan orang tuanya. Rumah itu cukup besar, dulunya keluarga Getot termasuk keluarga yang kaya raya.

Namun, setelah kedua orang tuanya dibunuh, rumah itu menjadi tak terurus. Bagian dalamnya berantakan dan dipenuhi sampah. Bahkan, sarang laba-laba menghiasi setiap sudut ruangan.

Di kamarnya, Getot hanya tidur beralaskan tikar yang sudah usang. Hanya itu yang ia miliki sekarang. Warisan orang tuanya justru habis untuk berfoya-foya, bermain judi, dan menikmati kesenangan duniawi.

"Akhirnya sampai rumah juga. Ugh, tubuhku rasanya hancur. Entah sudah berapa tulangku yang patah selama ini. Anehnya, aku masih hidup. Sial... kenapa aku tidak mati saja?" gumamnya penuh keputusasaan.

Keesokan paginya, tiba-tiba Getot sudah berada di tepi jurang. Ya, benar sekali. Ia merasa hidupnya sudah tidak berguna lagi. Tak ada yang mau mengajarinya, tak ada yang peduli padanya.

Bahkan kemarin, warga desa yang melihat Getot penuh luka berjalan menuju rumahnya tidak acuh dan tidak ada yang membantu. Sudah sering ia mengalami luka parah, namun anehnya ia selalu selamat.

"Kali ini aku pasti akan mati. Ayah, ibu... aku akan menyusul kalian. Aku rindu... hanya dengan cara ini kita bisa berkumpul lagi seperti dulu," pikirnya dengan tekad bulat.

Namun, saat ia bersiap-siap untuk terjun, tiba-tiba seorang gadis cantik yang sedang mencari kayu melihatnya. Gadis itu pun buru-buru menghampiri Getot.

"Hei, kamu mau apa?" tanya gadis itu dengan wajah heran.

Getot yang melihat kecantikan gadis itu terkejut.

"Aku mau bunuh diri..." jawab Getot lesu.

"Kenapa?" tanya gadis itu lagi.

"Tak ada yang peduli padaku. Hanya orang tuaku yang sayang padaku. Aku akan menemui mereka di alam nirwana," jelas Getot dengan nada sedih.

"Iya, kalau kau ke alam nirwana. Kalau kau ke alam neraka bagaimana?" cibir gadis itu.

"Hei, siapa kamu? Sok tahu!" bentak Getot yang tersinggung dengan ucapan gadis itu.

"Kau tak usah marah. Aku hanya sedang mencari kayu kering di hutan ini. Tiba-tiba kulihat dirimu sudah berdiri di pinggir jurang. Apa tidak ada jalan lain selain bunuh diri?" tanya gadis itu lembut."

Tidak ada. Hidupku sudah tidak berguna lagi. Buat apa hidup seperti ini? Lebih baik aku mati."

"Tapi bagaimana dengan sanak saudaramu? Mereka pasti akan bersedih melihatmu mati bunuh diri," gadis itu kembali bertanya.

"Hahaha... sudah kubilang tak ada yang peduli padaku."

"Siapa bilang?" ucap si gadis dengan nada menyemangati.

"Apa maksudmu?" Getot terheran dengan ucapan gadis itu.

"Buktinya aku ada di sini," jelas si gadis.

"Jadi, kau peduli padaku?" tanya Getot yang mulai merasa sedikit harapan.

"Ya..." jawab si gadis singkat.

Karena Getot merasa ada yang peduli padanya, ia pun mengurungkan niat bunuh dirinya.

Namun, kebetulan sudah seminggu ia tidak berinteraksi dengan wanita. Mendengar kata-kata gadis itu pun membuat hatinya berbunga-bunga.

Tanpa basa-basi dan sambil tersenyum, ia mendekati gadis itu dan langsung hendak meraih tangannya. Namun, gadis itu menolak.

"Hei, kau mau apa?" hardik si gadis yang terkejut dengan kelakuan Getot.

"Memegang tanganmu. Katanya kau peduli padaku. Aku senang. Kita bisa menjadi sepasang kekasih, lalu mempunyai anak yang banyak," jawab Getot dengan polosnya.

"Apa? Kau sudah gila, ya? Maksudku mempedulikanmu itu sebagai sesama manusia. Kau tidak boleh bertindak nekat seperti itu. Umurmu masih muda. Jalanmu masih panjang," nasihat si gadis dengan nada tegas namun lembut.

Getot pun merasa kecewa. Ia salah sangka. Ternyata gadis itu hanya menganggapnya sebagai sesama manusia. Namun, jujur saja, setelah uangnya habis seminggu lalu karena kalah berjudi, ia tidak bisa lagi merasakan kehangatan tubuh wanita.

Karena hutan itu sepi, tiba-tiba muncul rencana jahat di benaknya. Ya, apalagi kalau bukan memperkosanya. Gadis itu cantik dan memiliki tubuh yang menggoda. Jelas saja Getot tergiur.

"Hei, kenapa matamu melihatku seperti itu? Kau mau apa?" ucap si gadis sambil mundur perlahan.

"Aku ingin menyentuh tubuhmu, Nona."

Hari yang nahas

Ketakutan langsung mencengkeram hati sang gadis. Niat awalnya yang tulus untuk menolong Getot mengurungkan niat bunuh diri, kini berbalik mengancam dirinya.

"Kau sudah gila!" bentaknya dengan nada panik.

"Haha, sepertinya kau belum mengenalku. Ngomong-ngomong, siapa namamu, gadis cantik?" tanya Getot sambil terus mendekat. Namun, gadis itu sudah bersiap dengan kuda-kuda jurus kaki seribu.

"Hei, kau mau lari, ya? Oh, tidak bisa. Walaupun kakiku patah, aku masih sanggup mengejarmu..." ancam Getot dengan seringai mengerikan.

"Ternyata kau orang jahat!" hardik si gadis dengan ketus.

"Hahaha, itu sudah mendarah daging, Nona. Akulah manusia terjahat di dunia!" jawab Getot dengan nada bangga yang membuat bulu kuduk gadis itu berdiri.

Seketika itu juga, bulu roma si gadis meremang. Ia menyesali keputusannya menghampiri pemuda itu. Sekarang, yang terpenting adalah menyelamatkan diri.

Tanpa ragu, ia langsung berlari sekuat tenaga. Namun, benar seperti yang dikatakan Getot. Dalam sekali lompatan, pemuda itu bergerak secepat kilat dan berhasil menangkapnya.

Karena dalam posisi melompat, saat tertangkap, tubuh si gadis kehilangan keseimbangan dan langsung ambruk terlentang. Getot dengan sigap berada di atasnya, menindih tubuhnya.

"Aww, pemuda laknat! Lepaskan aku!" teriak si gadis sambil meronta sekuat tenaga.

"Hahaha, kau tidak akan bisa lepas dariku, Nona. Sudah seminggu aku tidak merasakan hangatnya tubuh wanita. Dan sekaranglah saatnya!" desis Getot dengan mata berbinar liar.

Gadis itu terus meronta dan berteriak. Anehnya, meskipun tubuh Getot masih terluka, melihat gadis cantik dan sintal di bawahnya seolah memberinya kekuatan baru.

Getot bertindak cepat, merobek-robek pakaian gadis itu dengan kasar. Tak terkecuali bagian bawahnya. Gadis itu terus meronta dan berteriak histeris. Namun, nahas baginya, tenaga Getot terlampau kuat hingga ia tak berdaya ketika mulut pemuda itu mulai melumat kasar dadanya.

"Bangsat! Pemuda laknat! Hentikan... lepaskan aku!" raung si gadis dengan air mata berlinang.

Getot semakin beringas dalam lumatannya. Namun, di tengah keputusasaannya, mata si gadis menangkap sebuah batu sebesar kepalan tangan di dekatnya.

Tanpa ragu, ia meraih batu itu dan dengan sekuat tenaga menghantamkannya bertubi-tubi ke kepala Getot hingga terdengar suara tengkoraknya yang retak mengerikan.

Bugg! Bugg! Krakkkk!

"Arghhh, bangsattt...!" erang Getot kesakitan.

"Rasakan, bajingan!" rutuk sang gadis dengan napas terengah-engah.

Getot bangkit berdiri sempoyongan sambil memegangi kepalanya yang mengucurkan darah segar, tepat di tepi jurang.

Dalam keadaan limbung, kakinya tiba-tiba terantuk batu, membuatnya kehilangan keseimbangan dan terjun bebas meluncur ke dalam jurang yang menganga.

"Oh, tidak!" seru sang gadis dengan nada tercampur antara kengerian dan keterkejutan.

Anehnya, alih-alih merasa lega, gadis itu justru merasakan iba melihat Getot jatuh ke dalam jurang yang begitu dalam hingga dasarnya pun tak terlihat. Meskipun pemuda itu jelas-jelas ingin memperkosanya, ia tak tega melihatnya menemui ajal dengan cara seperti itu.

Wusssshhh... Sradakkkk....

Krak! Brug! Krak! Brug...

Bregg...

Getot meluncur deras ke bawah. Tubuhnya sesekali menghantam tebing terjal, tercabik-cabik oleh ranting-ranting pohon liar yang tumbuh di sela-sela bebatuan.

Hingga akhirnya, suara keras tubuh yang menghantam bumi terdengar membahana dari dasar jurang.

Brugg!

Keinginannya terkabul. Getot mati mengenaskan dengan kepala pecah dan tubuh remuk di dasar jurang. Darah mengalir deras dari seluruh tubuhnya. Tak ada lagi napas yang berhembus. Tamat sudah riwayat Getot Darjo.

Entah sudah berapa lama jasad Getot terbaring di dasar jurang itu. Anehnya, tubuhnya sama sekali tidak membusuk dan masih utuh seperti saat ia jatuh.

Bahkan, darahnya pun seolah tidak mengering. Dasar jurang itu sebenarnya cukup luas dengan lantai berpasir, hanya ditumbuhi banyak ilalang di sekitarnya.

Sungguh sebuah keanehan, jasad Getot sama sekali tidak dihinggapi serangga atau binatang pemakan bangkai lainnya. Namun, tiba-tiba dari arah ujung sela tebing yang gelap, muncul sesosok makhluk yang mengerikan.

"Grok grokk grokk..." suara aneh itu terdengar saat makhluk itu mendekati jasad Getot. Tanpa ragu, makhluk itu melahap seluruh tubuh pemuda malang itu, termasuk serpihan-serpihan kecil yang berserakan.

Setelah menelan habis Getot, makhluk itu merayap kembali ke dalam celah tebing yang gelap, menghilang di balik kegelapan yang misterius. Entah apa yang bersembunyi di sana, yang jelas, Getot kini telah berpindah tempat ke dalam perut makhluk tersebut.

Ternyata, celah tebing itu mengarah ke sebuah gua yang cukup luas. Di sanalah makhluk itu masuk. Sesampainya di dalam gua yang remang-remang, makhluk itu berhenti tepat di hadapan seorang petapa yang tampak sudah sangat tua.

"Hmmm... Udhet Gede. Siapa yang kau bawa di dalam perutmu itu?" tanya petapa sepuh itu kepada makhluk di hadapannya, yang ia panggil dengan sebutan Udhet Gede.

"Grokk... grokk grokk," jawab makhluk itu dengan suara berat.

"Manusia? Apa pendengaranku tidak salah?" gumam petapa itu, mencoba memastikan.

"Grokk grokk grokk," sahut Udhet Gede, seolah membenarkan.

"Bukan main. Ternyata pendengaranku memang mulai berkurang. Aku sama sekali tidak mendengar ada orang jatuh di dalam jurang. Ya ya... umurku memang tinggal sebentar lagi..." ujar petapa itu, seolah memahami bahasa makhluk besar itu.

"Grokk grokk grokk," balas Udhet Gede.

"Jelas ia sudah mati, Udhet. Lalu apa maksudmu?" tanya petapa itu, mengerutkan kening.

"Grokk grokk grokk," jawab Udhet Gede lagi.

"Jasadnya masih bagus? Tidak dimakan serangga dan binatang sama sekali?" tanya petapa itu dengan nada heran.

"Grokk grokk grokk," jawab Udhet Gede, membenarkan.

"Luar biasa. Baiklah, kita akan menguji coba ilmu kita pada pemuda itu, Udhet. Siapa tahu berhasil. Dan bila berhasil, aku akan menjadikannya muridku," putus petapa itu dengan tatapan penuh harap.

"Grokk grokk grokk," sahut Udhet Gede,

"Ya, kau benar, Udhet. Umurku tidak lama lagi. Jatuhnya pemuda itu mungkin rezeki dari Tuhan untukku. Sudah saatnya aku mewariskan ilmuku pada seseorang," gumam petapa itu, menatap jasad di dalam perut Udhet Gede.

Tiba-tiba, Udhet Gede menggeliat hebat. Tubuhnya tampak mengocok-ngocok jasad yang berada di dalam perutnya.

Tak lama kemudian, makhluk itu memuntahkan jasad Getot. Ajaibnya, jasad itu kembali utuh, meskipun masih diliputi lendir hijau menjijikkan.

Padahal sebelumnya, tubuh Getot hancur berantakan. Tampaknya, Udhet Gede memiliki kemampuan luar biasa untuk menyatukan kembali jasad di dalam perutnya.

"Bagus, Udhet. Kau telah menyatukan kembali jasad pemuda itu," puji petapa tua itu dengan nada kagum.

Petapa itu pun mendekati jasad Getot yang terbaring tak bergerak.

"Hmmm... sepertinya pemuda ini memiliki riwayat sering berkelahi. Kalau kulihat susunan tulangnya berantakan. Tapi anehnya, tulang-tulang yang berantakan ini sanggup menopang tubuhnya. Luar biasa..." gumam petapa itu sambil mengamati jasad Getot dengan seksama.

Terlahir kembali

Sambil menjilati sekujur tubuh Getot, Udhet menyelesaikan tugas membersihkannya.

"Wajah pemuda ini terasa familiar. Namun, seharusnya ia sudah lanjut usia. Mungkinkah ini putranya?" gumam petapa itu dengan kerutan di dahi.

"Grokkk...grokkk"

"Ya, kemiripannya memang mencolok. Kau benar, kemungkinan besar ia adalah anaknya. Sungguh disayangkan jika orang tuanya tidak mengetahui apa yang telah terjadi padanya," ujar Ki Amuraka, tanpa menyadari bahwa kedua orang tua Getot telah lama berpulang. Ia hanya bisa menduga berdasarkan kemiripan wajah.

"Baiklah, Udhet, mari kita mulai ritual untuk memanggil Jin Qorin dari pemuda ini."

Makhluk itu pun bergerak merayap menuju lubang di dalam gua. Sementara Ki Amuraka menyiapkan dupa dan mengambil kitabnya.

Tak lama kemudian, Udhet kembali dengan membawa ratusan ulat hijau di mulutnya, lalu memuntahkannya ke jasad Getot.

Ulat-ulat hijau itu segera mengerumuni jasad, tampak menggigit dan membuatnya berubah kehijauan.

"Bagus, Udhet. Sekarang pergilah. Aku membutuhkan konsentrasi penuh agar Jin Qorinnya dapat kupanggil," perintah Ki Amuraka.

Udhet pun merayap menjauh. Ki Amuraka menyalakan dupa dan mulai membuka kitabnya. Sementara itu, tubuh Getot terlihat semakin menghijau.

Itulah cara Ki Amuraka untuk menyambung kembali urat-urat yang putus dan otot yang kendur di tubuh Getot dengan bantuan Udhet.

Terlihat Ki Amuraka berkomat-kamit sambil membaca kitabnya. Ia berkonsentrasi penuh hingga peluh membasahi tubuhnya.

Tak lama kemudian, jasad Getot Darjo terlihat bergetar. Begitu pula Ki Amuraka. Semakin kuat jasad Getot bergetar, semakin hebat pula getaran di tubuh Ki Amuraka.

Kini, kepulan asap tampak membubung dari ubun-ubun Ki Amuraka. Wajahnya semakin tegang. Tiba-tiba, gua itu terasa seperti dilanda gempa.

"Hahaha...Jin Qorin, hadirlah...hadiiirrr...!" seru Ki Amuraka.

Perlahan, tampak seperti ada arwah yang keluar dari tubuh Getot. Ki Amuraka dapat melihatnya dengan ilmu panca indra yang telah mumpuni.

"Hadir...aku hadir, Ki Amuraka...ada gerangan apa hingga kau memanggilku?" tanya Jin Qorin.

Dalam dunia persilatan, pemanggilan arwah atau jin Qorin sejatinya termasuk dalam praktik ilmu hitam.

Ki Amuraka, seorang penganutnya di masa lalu, kini telah lama meninggalkan gemerlap duniawi dan memilih mengasingkan diri di dalam gua.

Di zamannya, ia dikenal sebagai pesilat aliran hitam yang tangguh dan tak terkalahkan.

Namun, sebuah peristiwa membuatnya memilih jalan sunyi pengasingan diri.

Kini, menyadari usianya yang mungkin tak lagi panjang, ia mulai khawatir ilmunya takkan ada yang mewarisi.

Namun, ia telah pasrah. Mengasingkan diri di dalam gua adalah pilihannya. Tak ada manusia yang mungkin mendatanginya. Tetapi, siapa sangka, rezekinya justru tiba suatu hari.

Meskipun pemuda itu telah tak bernyawa, hal itu tak menjadi masalah baginya. Ia akan berusaha sekuat tenaga untuk menghidupkannya kembali.

"Akhirnya kau menampakkan diri juga, Jin Qorin...siapa namamu?" tanya Ki Amuraka.

"Namaku Getot Darjo. Aku adalah jin kembaran dari jasad ini. Aku telah bersemayam di dalamnya sejak ia dilahirkan. Apa keinginanmu, Ki Amuraka?" jawab Jin Qorin.

"Jadi, kau mengenaliku?" tanya Ki Amuraka.

"Tentu saja. Siapa yang tak mengenal dedengkot aliran ilmu hitam?" jawab Jin Qorin.

"Hahaha, kau terlalu memujiku," sahut Ki Amuraka.

"Rupanya pengasingan dirimu tak mengubah sifat hitammu dahulu. Malah kini semakin pekat," ejek Jin Qorin.

"Jangan kau ajari aku tentang hitam dan putih. Aku memanggilmu bukan untuk mendengar ceramahmu," balas Ki Amuraka.

"Baiklah, kalau begitu, cukup basa-basi. Katakan apa maumu?" tanya Jin Qorin.

"Aku perintahkan kau untuk mengambil alih tubuh Getot," ujar Ki Amuraka dengan nada memerintah.

"Hahaha. Tentu saja, Ki Amuraka. Maksudku, tentu saja tidak bisa! Hahaha!" tawa Jin Qorin mengejek.

"Jadi, kau berani menolak perintahku, wahai Jin Qorin?" tanya Ki Amuraka dengan nada mengancam.

"Siapa sudi memasuki jiwa sekotor itu? Jelas aku menolak, wahai petapa laknat!" jawab Jin Qorin dengan sinis.

"Baiklah, jika kau menolak. Namun, jangan sampai kau menyesal," ancam Ki Amuraka.

"Apa yang akan kau lakukan, Ki Amuraka?" tanya Jin Qorin, mulai merasa waswas.

"Sesuatu yang akan membuatmu berubah pikiran," jawab Ki Amuraka misterius.

Lalu, Ki Amuraka membuka kitabnya dan mulai melantunkan mantra-mantra di dalamnya. Jin Qorin yang mendengarnya seperti mengenali mantra tersebut, namun ia yakin Ki Amuraka takkan mampu melakukannya.

"Mantra penghancur jin? Kau pikir kau siapa, Ki Amuraka? Kau takkan bisa melakukannya!" ejek Jin Qorin.

"Hahaha, kita lihat saja, jin laknat!" balas Ki Amuraka dengan seringai.

Ki Amuraka kembali melafalkan mantra. Sementara Jin Qorin hanya mencibir dengan senyum merendahkan.

Tiba-tiba, setitik lubang cahaya muncul di dada Jin Qorin. Cahaya itu memancar kuat dari dalamnya. Seketika itu juga, Jin Qorin panik dan berusaha menutup lubang di dadanya dengan kedua tangannya.

"Kurang ajar! Hanya penghuni istana Jin yang bisa melakukan itu! Siapakah sebenarnya kau, Ki Amuraka?" seru Jin Qorin dengan nada terkejut dan marah.

Namun, Ki Amuraka tak menjawab dan terus melantunkan mantranya. Semakin lama, semakin banyak cahaya keluar dari tubuh Jin Qorin. Jin Qorin semakin panik dan tak menyangka Ki Amuraka mampu melakukan hal ini.

"Hentikan, Ki! Hentikan! Jangan diteruskan lagi!" pinta Jin Qorin dengan nada memohon.

Ki Amuraka pun menghentikan mantranya sejenak.

"Hahaha, bagaimana? Apakah sekarang kau sudah berubah pikiran?" tanya Ki Amuraka dengan nada kemenangan.

"Dasar petapa laknat! Baiklah, aku turuti kemauanmu. Tapi, ingatlah, semua perbuatanmu ini akan ada akibatnya nanti!" geram Jin Qorin.

"Lagi-lagi kau mengguruiku. Kau tak perlu tahu apa yang akan kulakukan. Segala sebab dan akibat, aku sudah memahaminya," jawab Ki Amuraka dengan tegas.

Kemudian, Ki Amuraka memanggil kembali Udhet. Makhluk itu pun keluar dari persembunyiannya. Jin Qorin yang melihatnya tak mengerti apa yang akan dilakukan Ki Amuraka.

"Apalagi ini?" tanya Jin Qorin dengan keheranan.

"Inilah caraku untuk menyatukan dirimu dengan tubuh Getot," sahut Ki Amuraka.

"Tak perlu! Aku bisa melakukannya sendiri!" bantah Jin Qorin.

"Hahaha...jangan kau pikir aku tak tahu apa yang akan kau lakukan. Jika kau menyatukan dirimu sendiri, sudah tentu kau bisa kapan saja keluar dari tubuh Getot," jelas Ki Amuraka.

"Grokk. Grokkk," suara Udhet terdengar.

Tiba-tiba, dengan gerakan cepat, Udhet meluncurkan lidahnya ke arah Jin Qorin.

"Bangsat! Kau tak bisa melakukan ini, petapa laknat!" bentak Jin Qorin.

Jin Qorin mencoba menghindar, namun juluran lidah Udhet sangat cepat dan tiba-tiba telah melilit tubuh jin itu.

"Bajingan...lepaskannn...!!!!!" Jin Qorin meronta-ronta.

"Ahahaha...sekali lilit, bahkan gunung pun tak akan bisa lepas darinya, Qorin. Sudahlah, kau tak usah melawan. Ikhlaskan saja arwahmu untuk ditelan oleh makhluk peliharaanku," ujar Ki Amuraka dengan kejam.

Udhet pun mulai menarik tubuh Jin Qorin menuju mulutnya yang besar.

"Tidakkk...tidakkk...aku tak mau masuk ke dalam tubuh berjiwa kotor itu selamanya...tidaaaakkk...!!!!"

Kembali Jin Qorin mencoba memberontak sekuat tenaga, namun lilitan lidah Udhet memang sangat kuat. Hingga akhirnya, jin itu tertelan juga.

"Grokk grokk...ahhh," suara Udhet setelah menelan Jin Qorin.

"Kerja bagus, Udhet. Kau tak pernah mengecewakanku. Nah, sekarang telan tubuh Getot. Kita butuh waktu seminggu untuk menyatukan jin itu dengan jasad Getot di dalam perutmu," perintah Ki Amuraka.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!