Zaman Sekarang,
“Assalamualaikum”,
Rumah yang sedang ramai itu kedatangan tamu.
“Waalaikumussalam”,
Salah seorang penghuni rumah segera membalas salam dan menyambut tamu yang datang. Tuan rumah mempersilahkan tamunya untuk masuk.
Tapi orang-orang di rumah itu pada bingung karena tidak kenal dengan tamu yang baru saja masuk ke dalam rumah mereka.
Sosok seorang laki-laki berusia tiga puluhan tahun dengan perawakan proporsional dan wajah yang rupawan. Rambutnya agak panjang namun disisir dengan rapi.
Rumah itu sedang banyak kedatangan tamu bukan karena sedang ada acara bersuka ria. Tapi karena seorang penghuni yang paling tua di rumah itu sudah beberapa hari ini mengalami sakit dan tak kunjung sembuh-sembuh.
Mbah Ishwar mereka memanggilnya. Beliau sudah berumur tujuh puluhan tahun. Walau pun begitu keseharian mbah Ishwar selalu dipenuhi dengan kesibukan di luar rumah.
Sudah seminggu ini mbah Ishwar jatuh sakit. Sudah periksa ke dokter tapi tidak ada diagnosa yang membahayakan. Katanya sekedar kelelahan saja. Disuruh minum vitamin sama banyak-banyak istirahat di rumah.
Sekarang kondisi mbah Ishwar semakin parah. Beliau hanya bisa berbaring di atas tempat tidur. Seluruh tubuhnya tidak bisa dibuat bergerak. Bicara pun juga tidak bisa.
Orang-orang saling bertanya siapa tamu yang terakhir datang.
Orang itu bukan teman dari anak-anak mbah Ishwar. Bukan juga warga desa sini.
Para tetangga yang sedang datang menjenguk sama sekali tidak mengenali sosok laki-laki berbaju kotak-kotak itu.
“Benar ini rumahnya mbah Ishwar?”, tanya orang itu.
“Betul, ini rumahnya bapak saya”,
Jawab anak sulung mbah Ishwar.
“Saya dengar beliau sedang sakit?”,
“Mbah Ishwar sakit apa?”, tanya orang asing tersebut.
“Sudah seminggu bapak tidak bisa apa-apa”,
“Sebelumnya kalau boleh saya tahu saudara ini datang darimana?”,
“Bagaimana saudara bisa kenal dengan mbah Ishwar bapak saya?”,
Anak sulung mbah Ishwar balik bertanya. Ia heran dengan sosok tamu ini yang usianya pun masih lebih muda darinya.
“Maaf aku lupa mengenalkan diri”,
“Aku teman baiknya mbah Ishwar”,
“Maksud aku, bapak aku adalah teman baiknya mbah Ishwar”,
“Aku datang dari tempat yang jauh”, jawab orang itu.
“Apakah boleh aku masuk untuk melihat kondisi mbah Ishwar?”,
“Aku ingin mendoakannya supaya lekas sembuh”, pinta orang itu.
Anak sulung mbah Ishwar tidak lantas percaya begitu saja dengan orang asing yang tiba-tiba datang bertamu dan mengaku datang dari jauh.
Apalagi usianya yang masih terbilang muda tidak ada separuh dari umur bapaknya. Bagaimana mungkin orang ini bisa kenal dengan mbah Ishwar.
Apa jangan-jangan orang ini punya niat buruk? Bisa berbahaya bagi keselamatan mbah Ishwar yang sedang sakit.
“Memangnya bapak saya kenal sama kamu?”, tanya anak sulung mbah Ishwar.
“Bilang saja kepada mbah Ishwar kalau Mahdi datang untuk mengunjunginya”, kata tamu sembari menyebutkan namanya.
“Tunggu sebentar”,
Anak sulung mbah Ishwar masuk ke dalam kamar bapaknya. Di dalam kamar itu ada anak-anak mbah Ishwar yang lain dan juga cucu-cucu yang tengah membacakan surah al-qur’an.
“Ada apa?”,
“Ada anaknya teman bapak”,
“Dia ingin melihat bapak dan mendoakannya”,
“Kamu kenal?”,
“Tidak ada yang kenal”,
“Tapi dia tetap ngotot ingin masuk”,
“Namanya Mahdi”,
“Katanya bapak kenal sama dia”,
“Ya sudah kamu bilang saja sama bapak”,
“Kita lihat respon bapak”,
Anak sulung mbah Ishwar mendekat. Bapak terbujur diam tidak bisa berbuat apa-apa. Matanya menatap kosong memandang langit-langit rumah. Mulutnya sesekali bergumam tanpa mampu menghasilkan suara.
“Pak, ada Mahdi”, bisik lirih di telinga mbah Ishwar.
Seketika wajah bapak yang sudah berhari-hari pucat pasi berubah menjadi segar kembali.
Kemudian tangan kanan mbah Ishwar yang sudah seminggu kaku bisa bergerak. Tangan kanan bapak diangkat tinggi-tinggi.
Sebuah respon positif dari mbah Ishwar yang menginginkan supaya tamu yang bernama Mahdi itu masuk ke dalam kamar untuk menemuinya.
“Panggil orang bernama Mahdi itu”, kata anak-anak.
Mahdi pun datang masuk ke dalam kamar dimana mbah Ishwar seminggu ini dirawat.
Belum juga Mahdi berbicara atau pun berbuat sesuatu. Tiba-tiba mbah Ishwar bangun dengan posisi duduk tegap di atas tempat tidur.
Tubuhnya berkeringat seperti habis berlari.
Dan mbah Ishwar kembali menemukan suaranya untuk bicara.
“Alhamdulillah”,
“Kenapa kamu lama sekali Mahdi?”,
“Aku pikir aku sudah mau mati”, kata mbah Ishwar.
Orang-orang di rumah itu sungguh-sungguh dibuat terkejut dengan kesembuhan mbah Ishwar yang mendadak.
Anak-anak dan cucu-cucu mbah Ishwar yang berada di dalam kamar lantas meninggalkan mbah Ishwar. Memberikan waktu dan privasi kepada mbah Ishwar untuk berbicara berdua dengan orang yang bernama Mahdi.
Orang-orang saling pandang. Sepertinya mbah Ishwar dan Mahdi punya sejarah yang panjang.
Ishwar tidak tidur semalaman. Ia sengaja melakukannya karena tidak ingin bayi laki-lakinya turut dijadikan tumbal.
Dua malam yang lalu saat Ishwar sedang pergi ke rumah tetangga untuk memenuhi undangan kendurian. Ada yang mengganggu istri dan anaknya di rumah.
Pada masa itu jarak antara satu rumah dengan rumah yang lainnya saling berjauhan. Banyak pohon-pohon besar yang ditanam di halaman rumah mau pun pekarangan.
Di desa lampu juga belum ada. Hanya nyala api yang bisa diandalkan untuk penerangan pada waktu malam.
Ada yang mengetok pintu rumah Ishwar malam-malam.
Siapa gerangan orang yang hendak bertamu tanpa mengucap salam? Hanya pintu yang terus diketok-ketok.
Zainab istri Ishwar terpaksa membukakan pintu. Ibu muda yang tengah di rumah tanpa suaminya itu khawatir kalau suara ketokan pintu itu membangunkan bayinya yang baru sejenak tertidur.
“Sebentar”,
“Siapa ya?”,
“Mas Ishwar sedang pergi kenduri”,
Zainab keluar dari dalam kamar untuk membukakan pintu.
Ketika pintu dibuka tidak ada siapa-siapa di depan rumah Ishwar. Hanya angin malam yang berembus menampar tubuh Zainab.
Kemudian Zainab lekas menutup dan mengunci pintu rumahnya kembali. Ia berlari kembali ke kamar.
Anaknya yang masih bayi tiba-tiba menangis dengan menjerit-jerit.
“Aduh sayang”,
“Kamu kenapa anak lanang?”,
“Baru tidur sebentar sudah bangun”,
Zainab menimang dan menyusui bayinya yang terbangun tanpa sebab. Padahal biasanya anaknya itu jika sudah terlelap tidak mudah untuk dibangunkan.
Aneh pikir Zainab.
Zainab perlu waktu yang lama untuk menidurkan buah hatinya.
*
“Tadi ada yang mengetok pintu”,
“Pas aku buka tidak ada orangnya”,
Zainab mengadu kepada Ishwar yang baru saja pulang dari kenduri.
“Kamu yakin itu bukan suara angin?”,
“Angin apanya?”,
“Suaranya jelas dan tidak berhenti-berhenti sebelum aku datangi”,
Zainab sedikit kesal karena Ishwar menganggapnya sepele.
“Habis itu anak kita nangis kencengnya minta ampun”, lanjut Zainab.
“Apa yang terjadi setelah kamu membuka pintu?”, Ishwar mulai menanggapi istrinya dengan serius.
“Kaya ada angin yang masuk ke dalam rumah”, jawab Zainab yang masih ingat dengan seksama.
“Waduh dek”,
“Besok lagi kalau ada yang mengetok pintu tanpa mengucap salam tidak usah dibukakan”, pinta Ishwar.
“Kenapa mas?”,
“Tiba-tiba mas Ishwar jadi takut”, Zainab membaca gelagat suaminya.
“Tadi di kendurian …”,
Ishwar pun bercerita kepada istrinya. Sewaktu kendurian habis isya di rumah tetangga tadi ia mendengar cerita yang sama. Kejadian yang baru saja dialami oleh Zainab juga terjadi pada warga yang lain.
Tidak hanya satu. Ada beberapa peristiwa serupa yang terjadi di rumah-rumah yang lain di desa ini.
Ketukan pintu tanpa suara salam. Ketika pintu dibuka tidak ada orangnya.
“Tok… tok… tok…”,
“Tok… tok… tok…”,
“Tok… tok… tok…”,
“Tok… tok… tok…”,
“Mas”,
“Mas Ishwar”,
Zainab terbangun di tengah malam.
“Sudah biarkan saja”,
“Tidur lagi”, kata Ishwar.
*
Ishwar tidak tidur semalaman. Ia sengaja melakukannya karena tidak ingin bayi laki-lakinya turut dijadikan tumbal.
Tidak hanya Ishwar yang melakukannya. Semua bapak-bapak di desa juga melakukan hal yang sama.
Sebelumnya desa ini baik-baik saja. Tapi dalam dua pekan terakhir sudah ada dua orang yang meninggal.
Terang warga bertanya-tanya. Karena mereka yang meninggal dalam kondisi yang tidak wajar.
Orang-orang desa percaya penyebab semua ini adalah karena ada tamu baru di desa mereka yang sekarang kerap datang berkunjung.
Sebulan yang lalu seorang janda dari desa ini dipersunting oleh seorang duda tua kaya raya dari desa lain yang tempatnya jauh dari desa ini.
Semenjak saat itu di desa ini mulai mengalami kejadian-kejadian aneh yang menakutkan.
Mungkin orang-orang dewasa terlalu sibuk bekerja sehingga tidak bisa melihat ulah-ulah usil mereka.
Tapi anak-anak kecil di desa ini bisa merasakan kehadiran mereka. Bahkan ada beberapa yang bisa melihatnya lalu jatuh sakit selama berhari-hari.
“Kulo nuwun”,
“Permisi”,
Sore itu ada yang bertamu ke rumah Zainab. Orang itu sengaja datang di waktu sore menjelang magrib karena tahu kalau Ishwar pasti sudah berada di rumah.
Ishwar seperti kebanyakan warga desa yang lain bekerja sebagai seorang petani yang menggarap sawahnya sendiri.
“Monggo”,
“O… mbah Yuti”,
“Silahkan masuk mbah”,
“Duduk mbah”,
Zainab menerima tamu yang ternyata adalah mbah Yuti tetangganya sendiri.
“Tumben sore-sore mbah”, kata Zainab.
“Aku mau ada perlu”,
“Suamimu ada?”, kata mbah Yuti.
“Mas Ishwar baru saja selesai mandi”, kata Zainab.
Ishwar yang mendengar ikut menemui mbah Yuti.
“Besok rabu kalian bantu-bantu di rumahku ya?”,
“Siap mbah”,
“Ada acara apa mbah?”, Ishwar dengan senang hati mau membantu.
“Siti mau menikah lagi”, jawab mbah Yuti.
Mbah Yuti tinggal berdua di rumahnya bersama Siti anaknya. Siti adalah seorang janda yang sudah lama dicerai oleh suaminya karena tidak bisa memiliki anak. Mantan suami Siti yang juga orang desa sini sudah menikah lagi dan punya anak dengan istrinya yang baru.
Sekarang umur Siti sudah empat puluhan tahun. Siapa gerangan laki-laki yang mau menikahi Siti yang tidak bisa memberikan keturunan?
“Alhamdulillah”,
“Kami ikut senang mbah”,
“Mbak Siti mau menikah dengan siapa mbah?”, tanya Ishwar penasaran.
“Yang mau menikahi Siti, Pak Kaji Ud”,
Mendengar jawaban mbah Yuti, Ishwar dan Zainab terkejut.
Di desa ini siapa yang tidak kenal dengan yang namanya Pak Kaji Ud. Walau berasal dari desa yang lain. Pak Kaji Ud sudah dikenal dimana-mana.
Pak Kaji Ud adalah seorang tuan tanah yang kaya raya. Punya ternak sapi banyak dan juga usaha transportasi umum.
Memang belum lama ini tersiar kabar bahwa Pak Kaji Ud telah menjadi seorang duda. Istri Pak Kaji Ud yang kedua telah meninggal dunia menyusul istri pertamanya yang sudah lama mati.
“Selamat ya mbah”,
“Mantap”,
“Mbah Yuti sama mbak Siti tidak perlu susah-susah lagi”,
“Jaminan Makmur mbah”, ucap Ishwar yang turut gembira.
*
Hari dimana pernikahan itu tiba,
Pernikahan Siti dengan Pak Kaji Ud digelar sederhana. Yang diundang hanya beberapa orang saja dari keluarga dan tetangga-tetangga dekat.
Di hari yang seharusnya penuh dengan kebahagiaan itu ada sebagian orang yang melihat keengganan pada raut wajah Siti. Terutama sahabat dekat mbak Siti yang bernama mbak Yuyun.
“Mbak Siti kenapa mukanya cemberut mbak Yuyun?”, tanya Ishwar.
“Siti sedih karena setelah menikah dia harus meninggalkan desa dan ikut tinggal di rumah Pak Kaji Ud”,
“Tapi aku sudah janji sama dia”,
“Kalau Siti jarang pulang ke desa maka aku yang akan berkunjung ke sana”, jawab mbak Yuyun.
Memang kelihatannya seperti mudah pernikahan antara janda dengan duda. Akan tetapi tetap saja ada hal-hal yang meski direlakan.
Dalam pernikahan Siti dengan Pak Kaji Ud memang mbak Siti dan mbah Yuti bak mendapatkan durian runtuh yang jatuh di siang bolong. Mereka berdua tidak akan menderita lagi demi memenuhi kebutuhan hidup.
Tapi usia Pak Kaji Ud yang sudah terlalu tua sejatinya jauh lebih cocok jika bersanding dengan mbah Yuti ketimbang dengan mbak Siti anaknya.
Di sinilah Siti berkorban untuk menyenangkan hati mbah Yuti ibunya. Ia harus ikhlas menerima Pak Kaji Ud apa adanya dan memberikan segalanya. Jiwa dan raga.
“Siapa lagi yang mau menikahi janda mandul seperti aku?”,
“Meskipun aku sendiri tidak terlalu menginginkannya aku mau menerima lamaran Pak Kaji Ud karena ibuku yang sudah semakin tua”,
“Kami berdua tidak memiliki apa-apa”,
“Aku tidak tega melihat ibuku yang semakin renta setiap hari masih buruh di sawah”,
Begitulah keluhan Siti kepada sahabatnya Yuyun yang secara tidak sengaja didengar oleh Ishwar.
Di sisi lain Pak Kaji Ud adalah seorang yang sangat terpandang. Ia datang ke desa ini dan juga ke desa-desa yang lain untuk membeli hasil panen warga. Bekerja sama dengan para petani untuk menggarap tanah-tanah yang sudah Pak Kaji Ud beli.
Sama halnya dengan beternak. Pak Kaji Ud mempunyai peternakan sapi-sapi dan kambing di banyak tempat.
Tidak setiap hari Pak Kaji Ud datang ke desa. Bisa seminggu hanya sekali atau dua kali. Terkadang juga menyuruh anak-anaknya yang sudah dewasa untuk mewakilinya.
Di waktu itu lah Pak Kaji Ud kepincut hati dengan mbak Siti anak dari mbah Yuti. Hingga akhirnya datang lobi-lobi dan sampai jadi lah mereka berdua menikah. Menjadi pasangan suami istri yang sah.
Tidak lama setelah pernikahan Siti dengan Pak Kaji Ud desa ini mulai mengalami kejadian-kejadian janggal. Dari peristiwa-peristiwa kecil sampai berujung kepada kematian.
Padahal Pak Kaji Ud dan Siti tidak tinggal di desa ini. Mereka menetap di rumah Pak Kaji Ud di desa yang jauh berada di barat.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!