"KIRENNNNN" DOR....DOR......
"Bangun kamu, udah jam berapa ini?" Teriak Laras kuat.
Suara teriakan Laras, mama Kiren, dan gedoran pintu seketika membuat Kiren terperanjat bangun.
Oh, ya Allah, mama. Gak ada manis-manisnya deh. Bangunin anak gadisnya Ckkk....
"Iya ma, Kiren udah bangun ini." Teriak Kiren didalam kamar.
"Udah jam berapa ini, Kiren. Kamu itu anak gadis. Masak jam segini baru bangun dan bla....bla...."
Belum apa-apa udah dapat sarapan tanpa gizi. Melirik jam diatas meja nakas, mata Kiren langsung melotot begitu mengetahui jam menunjukkan pukul 6.20.
Mampus gue kesiangan.
Secepat kilat, Kiren langsung berlari ke kamar mandi.
Bisa digorok gue, sama mbak Hanum kalau tau telat.
Hari ini adalah jadwal Kiren membuka cafe baru. Maklum, Kiren adalah maneger Hanum sekaligus merekap sekertaris pribadinya. Hanum adalah seorang pembisnis sekaligus atasan Kiren. Dia memiliki beberapa bisnis kuliner, berhubung hari ini dia sedang menghadiri acara pertunangan adiknya.
Kiren lah yang bertugas membuka cabang cafe di Bekasi. Tetapi na'as, hari ini Kiren kesiangan. Semua ini pasti gara-gara Yuli yang dari semalam memborbardir Kiren dengan chat, dan telepon tentang persiapan penyambutan pembukaan cabang cafe. Berakhir, Kiren tidur larut dan bangun kesiangan. Semua itu karna kemauan Hanum.
Dia menginginkan pembukaan cabang kali ini lebih heboh dari biasanya. Padahal sudah berulang kali Kiren katakan. Yang akan meresmikan cabang bukan dia, melainkan Kiren. Lalu kenapa harus heboh. Toh dia tidak bisa hadir. Tapi dengan semua keluar kasasinya, dan keajaibannya. Dia tetap melakukan semua apa yang dia inginkan.
Berakhir, Yuli lah yang menjadi kelimpungan dengan semua tuntutan keinginannya. Kalau sudah begini, Kiren bisa apa.
Maklum, gue mah apa atuh, cuman remukan rangginang. Ckkkk
Dengan mandi secepat yang Kiren bisa. Kiren langsung bergegas, bersiap-siap sebelum Hanum menelpon dengan semua pertanyaan ajaibnya. Bisa berabe kalau sampai Hanum tau, kalau Kiren kesiangan pagi ini.
Hanya butuh waktu tiga puluh menit Kiren melakukan persiapan itu. Demi apa pun, ini adalah rekor mandi plus persiapan Kiren paling cepat yang pernah ada, selama hampir dua puluh lima tahun dihidup Kiren.
Berjalan terburu-buru turun dari tangga, Kiren langsung berteriak heboh begitu melihat mamahnya, Laras sedang mengelap koleksi guci-guci cantiknya diruang tengah.
"Apa sih Ren, teriak-teriak..... Ini itu rumah, bukan hutan." Tegur Laras galak.
Agak kesal melihat anak gadisnya yang teriak-teriak heboh sambil lari-lari tidak jelas, di pagi buta seperti ini. Kapan sih anak gadisnya itu bersikap sedikit waras.
"Mama, Ihhh. Kiren udah telat tau." Jawab Kiren sambil menarik tangan kanan Laras untuk dia cium.
"Mangkanya pagi-pagi itu bangun, jangan kesiangan mulu. Gimana kamu mau dapat jodoh coba, kalau kelakuannya kayak gini terus." Omel Laras.
"Iya- Iya Mama, udah ah ngomel mulu. Kiren berangkat ya. Assalamu'allaikum." Ucap Kiren sedikit kesal.
Sebelum mendapat omelan Laras lebih lama lagi, Kiren langsung lari keluar rumah. Mamanya itu, kalau sudah mengomel tidak pernah melihat waktu dan tempat, bisa-bisa sampai seharian kalau dibiarkan terus.
"Dasar anak durhaka......" Sungut Laras emosi.
Itulah jawaban Laras yang Kiren dengar sebelum dia lari keluar dan masuk kedalam Mobil.
*********
Pukul 8 lebih, Kiren sampai ditempat peresmian cafe. Bahkan, Hanum sudah menelponnya berkali- kali. Begitu pun Yuli saat diperjalanan tadi. Sengaja tidak diangkat oleh Kiren, agar Kiren lebih fokus mengemudi. Kiren sudah hatam bagaimana bosnya itu kalau sudah mengomel, bisa naik darah Kiren dibuatnya kalau sampai meladeni bos sarap nya itu.
"Woy, kemana aja sih loe? Mbak Hanum ni dari tadi nelpon gue mulu.... Nanyain loe kenapa gak ngangkat telpon nya." Jerit Yuli heboh begitu Kiren turun dari mobil.
Maklum Yuli yang ditugaskan Hanum membantu Kiren untuk mengurus persiapan cafe. Karna kerja Yuli yang bagus, gadis berusia kisaran 23 tahun itu juga salah satu orang kepercayaan Hanum setelah Kiren pastinya.
Kiren menoleh kearah Yuli dan meliriknya sebentar. "Berisik loe ah." Ketus Kiren pada Yuli yang berdiri sambil berkacak pinggang disamping mobil Kiren.
"Et dah galak banget si. Mbak, Jomblo." Delik Yuli sambil mengekor Kiren masuk ke dalam cafe.
Maklum terpaut usil dua tahun tidak membuat Yuli menghormati Kiren yang lebih tua darinya. Karna sifat Kiren yang apa adanya dan ceplas-ceplos, membuat Yuli bersikap netral dan ceplas-ceplos seperti seusianya dengan Kiren.
Toh, Kiren nya juga tidak mempermasalahkan itu semua, jadi Yuli juga tidak mau ambil pusing.
Berbeda dengan Hanum, Yuli sedikit sungkan pada bosnya itu. Maklum, umur Hanum jauh lebih tua darinya. Dan juga Hanum kalau sudah keluar tanduknya, bisa sangat menyeramkan dia seperti badak kehilangan tanduknya.
...----------------...
Acara pembukaan cafe hari ini pun berjalan lancar. Tidak ada kendala sama sekali. Kiren cukup puas dengan hasil kerja keras anak buahnya, begitu pun Hanum pastinya.
Kiren Berjalan kearah parkiran menuju mobilnya, dia akan pulang saat ini. Seharian ini membuka cabang cafe sendirian membuat tubuhnya terasa lelah. Dia butuh cepat-cepat pulang agar bisa mengistirahatkan tubuhnya karna lelah.
Mengangkat alis heran, Kiren semakin memicingkan mata curiga melihat Yuli yang berdiri disamping mobilnya. Dengan senyum lebar seperti model pepsodent, unjuk gigi.
"Ngapain loe disitu?" Ketus Kiren begitu sampai didepan mobil.
Sambil cengengesan dengan wajah sok polos. "Loe mau pulang kan Ren? Gue nebeng dong?" Jawab Yuli memelas.
"Ogah, jalan kaki sono loe!! lagian gue sibuk.... Gak ada waktu buat nganter-nganter orang kayak loe." Tolak Kiren mentah-mentah, bukannya tersinggung, Yuli malah dengan santai menepuk lengan Kiren pelan.
"Belagu loe ah." Ucap Yuli kesal.
"Lagian, loe tadi kesini sama siapa? Kenapa gue harus repot-repot nganter loe."
"Gue tadi dianter Bebeb Bayu. Dia gak bisa jemput, soalnya ada urusan mendadak katanya."
"Alasan." Cibir Kiren.
Yuli langsung mengerucutkan bibir mendengar cibiran Kiren.
"Gimana? Boleh ya? Please!!!" Mohon Yuli sambil memasang tatapan sepolos mungkin.
"Najis gue mah..... Gak cocok loe masang tampang begitu....." Cibir Kiren semakin menjadi-jadi.
"Ya udah buru naik. Awas aja loe berisik.... Gue turunin loe ditengah jalan." Ancam Kiren tak tanggung-tanggung.
Mendengar ucapan Kiren, Yuli langsung memandang Kiren dengan binar mata bahagia. "Jadi loe mau nganter gue?." Tanya Yuli memastikan.
"Hmmmm." Jawab Kiren malas.
Dengan semangat 45, Yuli langsung melesat masuk kedalam mobil. Sangking bahagianya, Yuli sampai loncat-loncat kecil saat berjalan menuju mobil Kiren. Membuat Kiren yang melihatnya, hanya mendengus pelan karna kesal.
Bersambung.....
Kiren berdiri di samping meja mini bar Cafe. Memperhatikan beberapa pelayan yang berlalu lalang mengantar makanan.
Menjadi maneger di cafe membuat Kiren nampak sibuk di jam-jam makan siang seperti ini. Karna dia akan selalu membantu para pelayan yang nampak sibuk kewalahan melayani para pelanggan.
Walau hari ini cafe tampak sedikit lenggang, tapi tidak terlalu sepi juga. Karna masih banyak meja-meja yang terisi, walau tidak rame seperti biasanya.
"Ren?"
Merasa dipanggil, Kiren langsung menolehkan kepalanya cepat, mencari sumber suara. Disana, Hanum berdiri didepan pintu ruangannya.
"Sini." Panggil Hanum melambaikan tanganya kearah Kiren.
"Kenapa?" Tanya Kiren heran sambil mengerutkan kening bingung.
"Ngobrol di ruangan gue yuk." Jawab Haum mengajak Kiren masuk keruangan nya.
"Kenapa sih mbak?" Tanya Kiren heran.
Setelah duduk di sofa single yang ada di ruangan Hanum. Memperhatikan raut muka Hanum yang duduk disisi sofa lain disamping Kiren. Benar-benar terlihat mendung, tidak ada senyum di wajah itu.
"Gapapa..... Temenin gue ngobrol ah disini.... Otak gue lagi butek sekarang..." Jawab Hanum.
"Butek kenapa?"Tanya Kiren heran.
"Loe tau adek gue kan?" Tanya Hanum memandang lurus kearah Kiren.
Kiren menganggukkan kepalanya sekali."Emang kenapa?"
"Dia gagal nikah!" Jawab Hanum pelan.
"Loh kok bisa?" tanya Kiren agak heboh.
Pasalnya dua bulan yang lalu, Hanum mengatakan adiknya baru saja melangsungkan bertunangan. Walau acaranya lebih privasi dan hanya dihadiri oleh keluarga. Tapi tetap saja aneh, baru dua bulan tunangan masa udah gagal nikah aja.
Walau Kiren hanya bertemu beberapa kali dengan adik Hanum saat berkunjung ke caffe. Tapi Kiren tau, kalau adik Hanum ini. Nyaris sempurna tanpa cacat.
Jadi perempuan seperti apa yang mau membatalkan pernikahan dengan adik bosnya ini.
Dimulai dari tampang, Ok!!
Badan? Biuuuuuhhh jangan tanya, badan sekeren itu Kiren yakin pasti bisa ngalahin oppa-oppa korea yang sering Kiren liat di Video Yt.
Kaya? Jangan tanya, dari pakaian yang digunakan saja, sudah bisa ditebak kalau harganya ngalahin gaji Kiren sebulan.
Lalu apa yang membuat dia gagal nikah!!.
Memperbaiki letak duduknya, Kiren langsung memasang pendengaran dengan baik, takut-takut kalau salah dengar nanti.
Bahkan tingkat ke kepoan Kiren langsung melejit ke level tertinggi saat ini. Bersiap mendengarkan apa pun alasan yang akan diceritakan bos cantiknya ini. Kiren langsung duduk diam dengan perasaan penasaran setengah hidup.
Walau Hanum sudah menikah, tapi tidak merubah kadar kecantikan wanita 30 tahunan ini.
"Kayanya calon istrinya kabur."
"Kayak nya?" Ucap Kiren mengulang jawaban Hanum. "Kok kayaknya sih mbak?" Tanya Kiren heran.
"Iya. Soalnya perempuan itu tiba-tiba hilang....Gak ada yang tau kemana perginya tu cewek..... Keluarganya juga gak ada yang tau... Mana pernikahan tinggal tujuh hari lagi... Berasa mau pecah kepala gue Ren... Mikirin masalah ini." Jelas Hanum dengan nada frustasi.
"Udah coba cari tau ketempat-tempat yang sering dikunjungi?"
Hanum menganggukkan kepalanya pelan."Udah.... Tapi tetep aja gak ada hasil!" Menghela nafas lelah. "Varo bahkan udah berusaha nyari kemana-mana. Tapi hasilnya tetep nihil." Sambung Hanum lagi.
Melihat wajah mendung Hanum, membuat Kiren mau tak mau ikut merasakan prihatin.
Hanum itu, sudah dianggap Kiren seperti kakaknya sendiri. Kiren yang terlahir menjadi anak tunggal dari kedua orang tuanya. Tidak pernah merasakan bagaimana rasanya punya saudara. Dan saat mengenal dan bertemu Hanum, akhirnya Kiren bisa merasakannya.
Bangun dari sofa, Kiren berjalan kearah Hanum dan duduk disampingnya. "Sabar, mbak..... Pasti semua ada jalan keluarnya." Ucap Kiren memberi semangat, sambil menggenggam sebelah tangan Hanum, Kiren tersenyum tipis. Berharap dengan cara ini dapat menyalurkan sedikit semangat untuk Hanum.
BRAAAAAK......
"Kak Han, Mama masuk rumah sakit."
*******
Rumah sakit.Pradipta
Disinilah Kiren sekarang. Duduk menemani Hanum yang sedari tadi menangis karna merasa khawatir.
Khawatir pada sosok malaikat tanpa sayap. Wanita luar biasa yang sering kita panggil ibu.
Setelah insiden di ruangan Hanum tadi. Dengan datangnya adik satu-satu Hanum. Alvaro Pradipta.
Yang mengatakan ibunya masuk rumah sakit, karna mendengar calon menantunya hilang entah kemana. Padahal persiapan pernikahan sudah 90%. Langsung syok dan tak sadarkan diri.
Orang tua mana yang tidak akan syok, jika tau bahwa calon mempelai anaknya kabur. Disaat semua persiapan pernikahan hampir selesai. Ini waktu pernikahannya cuman tinggal satu minggu loh. Enak aja tu cewek main kabur-kaburan.
Mau cari pengganti,? Gak mungkin.
Mau dibatalin? Mau di taro dimana muka mereka membatalkan pernikahan yang hanya tinggal menghitung hari.
Diam-diam, Kiren memperhatikan Pria yang berdiri disamping pintu ACU.
Alvaro Pradipta, atau yang sering Hanum panggil dengan Varo. Pakaiannya terlihat sudah awut-awutan tidak jelas. Kemeja demin putih panjang bahkan sudah keluar dari celana hitam panjangnya dan terlihat sangat kusut. Bahkan lengannya pun sudah digulung sampai setengah siku. Juga ada guratan lelah di wajahnya yang begitu ketara, kantung mata hitam disekitar matanya.
Meski terlihat begitu berantakan, tapi jujur Kiren merasa kadar ketampanannya tidak berkurang sedikit pun. Malah, adik bosnya itu terlihat begitu seksi dengan rambut acak-acakan dan pakaian berantakan.
Dih, kok Kiren jadi mikirnya kemana-mana sih.
"Keluarga Nyonya Isa?" Panggil dokter saat baru keluar dari ruang ACU.
"Bagaimana keadaan mama saya dok?" Tanya Hanum dengan nada khawatir.
"Semua baik-baik saja, nyonya hanya kelelahan dan syok ringan....... Setelah istirahat, nyonya bisa dipindahkan keruang rawat inap..... Tapi saran saya.... Tolong jangan biarkan nyonya Isa berfikir yang berat-berat dulu..... Karna tidak baik untuk kesehatannya kali ini......" Jelas dokter panjang lebar. Yang langsung diangguki oleh Hanum dan juga Varo.
Sebelum pergi, dokter itu sempat melirik Varo sebentar dan menepuk pelan pundak Varo. Seperti memberi semangat dan menenangkan.
"Terimakasih dok." Ucap Varo bersamaan dengan Hanum.
"Mending kakak pulang, istirahat.... Biar Varo yang jaga mama disini." Ucap Varo pelan memandang Hanum lurus.
"Istirahat?" Tanya Hanum pelan dengan air mata yang belum kering di pipinya, atau bahkan sudah turun lagi tanpa komando.
" Kamu kira... Kakak--- bakal bisa istirahat dalam keadaan kayak gini--?" Ucap Hanum marah.
"Kakak tidak perlu mikirin masalah ini, ini masalah Varo. Biar Varo yang menyelesaikan semua masalah ini!"
"Bagaimana cara kamu menyelesaikan masalah ini? Hah? Bagaimana? Jawab kakak Varo?" Teriak Hanum marah. "Gimana?" Sambung Hanum lirih.
"Mbak tenang mbak..... Ini rumah sakit..... Mbak harus tenang sekarang..." Ucap Kiren mengusap punggung Hanum. Mencoba menenangkan Hanum yang terlihat sudah kehilangan kontrol.
Merosot kelantai, Hanum menangis pilu. Memikirkan keluarganya yang akan menanggung malu sebentar lagi. Hanum tidak yakin jika mamanya akan baik-baik saja, jika sampai pernikahan ini gagal.
Bahkan mereka sudah menyebar undangan begitu banyak, belum lagi keluarga besar mereka yang pasti menggunjingkan keluarganya. Semua itu pasti yang membuat mamanya syok dan stres.
Hanum manangis tergugu diatas lantai yang dingin dirumah sakit. Bahkan Kiren sudah ikut duduk dilantai samping Hanum. Mencoba menenangkan bosnya yang terus menangis. Bahkan, air mata Kiren pun ikut turun melihat Hanum yang menangis dengan suara menyedihkan. Ohhhhhh Kasian.
"Dari awal, hiks.....Kakak...Dan mama gak pernah setuju. hiks... Kamu berhubungan atau bahkan menikah dengan gadis itu. hiks..." Ucap Hanum disela-sela tangisnya.
"Tapi kamu.. hiks Selalu keras kepala.... Liat sekarang.... Wanita yang kamu bangga -banggakan menghancurkan semuanya... Hikssss... Semuanya Varo.. Semuanya... Puas sekarang kamu melihat mama terbaring dirumah sakit ini... Puas kamu menyoreng nama baik keluarga kita sekarang..." Sambung Hanum terus meracau dalam pelukan Kiren dan disela-sela tangisnya.
Berjongkok didepan Hanum. Varo hanya bisa memandang kakaknya dengan tatapan bersalah tanpa tau harus melakukan apa. Mengepalkan kedua tangannya kuat, Varo memandang lirih penuh rasa bersalah pada Hanum yang tampak hancur karna ulahnya. Tapi disini, bukan cuman Hanum yang hancur, Varo juga merasaknnya. Atau bahkan dua kali lipat kehancuran yang Varo rasakan saat ini.
Varo melihat kakaknya menangis pilu, hanya bisa diam tidak bisa berbuat apa-apa. Tangisan kedua Hanum setelah kepergian papa mereka.
Dulu, Varo berani memeluk kakaknya, berani menenangkannya atau bahkan menghiburnya. Walau hatinya ikut hancur karna kehilangan sosok pria hebat dihidupnya. Tapi Varo harus tetap tegar demi dua wanita hebat yang sangat dia sayangi.
Tapi sekarang lihat. Varo tidak bisa berbuat apa-apa selain memandang Hanum dengan pandangan menyesal dan rasa bersalah yang membuncah.
Jika dulu Varo pernah berjanji tidak akan membuat, mama atau kakaknya menangis untuk kedua kalinya. Berbeda dengan kali ini, Vro berjanji akan melakukan apa pun asal bisa menebus rasa sesal dan rasa bersalahnya terhadap kedua wanita hebat dalam hidupnya itu. Varo berjanji, akan melakukan apapun. Apapun yang bisa membuat senyum kedua wanita itu kembali seperti sedia kala. Meski harus mengorbankan kebahagiaannya atau masa depannya. Tapi, adakah cara untuk Varo melakukan semua itu.
Merasa gagal menjadi satu-satunya pria dikeluarganya. Varo semakin merasa bersalah kali ini, karna tidak memiliki berani untuk menenangkan Hanum. Sekedar memberi semangat atau pelukan pun Varo tidak berani. Membuat Varo semakin terlihat menyedihkan saat ini.
Dan pada akhirnya, Wanita asing lah yang memberikan pelukan kepada kakaknya. Wanita asing ini, yang mencoba menenangkan kakaknya. Dan memberi semangat kalau semua akan baik- baik saja. Semua pasti akan kembali seperti semula dan sediakala
Bersambung....
"Mbak Hanum udah mendingan?" Tanya Kiren mengulurkan tisu kearah Hanum.
Hanum menerima uluran tisu dari Kiren. "Hmmm.... Makasih ya Ren loe jadi repot gara-gara gue."Jawab Hanum walau dengan mata sembab tapi sudah ada senyum di bibirnya. Membuat Kiren sedikit bernafas lega melihatnya.
"Apa sih mbak, kayak sama siapa aja!" omel Kiren sambil mengerling jahil, berniat menggoda Hanum dan nyatanya Hanum semakin tersenyum lebar karenanya.
"Gue gak tau Ren..... Harus ngomong apa!!! Tapi jujur.... Ini pasti berat buat mamah gue.... Dia itu udah pengen banget nimang cucu." Bisik Hanum lirih dengan wajah menunduk sedih.
Mendengar Hanum membahas perihal soal cucu. Keren cuman bisa diam, tidak bisa berkomentar apa-apa. Takut jika salah bicara dan malah semakin menyakiti Hanum.
Walau Kiren ceplas-ceplos tapi masih ada batasannya, tidak mungkin menambah rasa sakit orang yang sedang ada masalah seperti Hanum.
"Dan loe tau kan....Giman gue sama laki gue." Sambung Hanum pelan.
Mengangguk hikmat. Kiren tetap diam mendengar keluh kesah Hanum. Mungkin ini yang dibutuhkan Hanum saat ini, yaitu berbagi cerita dan keluh kesahnya. Mungkin dengan begini bisa sedikit mengurangi beban dipundaknya.
"Oh iya, suami mbak kemana? Kok gak keliatan." Tanya Kiren mengalihkan pembicaraan. Agar Hanum tidak murung lagi.
"Mas Adam lagi pergi perjalanan bisnis keluar negeri." Jawab Hanum sekenanya.
Kiren mengangguk mengerti. Kiren memandang Hanum yang tampak diam didepannya. Jarang-jarang bosnya ini bisa diam atau anteng seperti ini. Karna biasanya, selalu ada saja tingkah Hanum yang kadang membuat sakit kepala dan geleng kepala tidak percaya karna tingkah ajaibnya.
"Mbak Kiren boleh nanya gak?" Tanya Kiren hati-hati sambil melirik takut- takut Hanum.
"Ckkkkk..... Gak cocok banget Ren..... Gak gaya loe banget mau nanya segala pakek ijin." Cibir Hanum.
"Isssss. Mbak Hanum mah gitu. Ini mah serius tau mbak."
Hanum mengangkat sebelah alis heran. "Apa?" Tanya Hanum penasaran.
"Kenapa mbak gak setuju sama calon Varo? Bukannya orangnya cantik ya mbak?" Tanya Kiren sambil mengingat-ingat wajah ayu calon istri Varo, yang beberapa kali sempat dibawanya ke cafe.
"Cantik sih!!. Cuman ya gitu. Filing gue gak sreg aja sama dia."
"Sejak kapan mbak nilai orang pakek filing?" Cibir Kiren sambil melirik Hanum geli.
Merasa konyol akan ucapan Hanum tentang menilai orang.
"Yeee. Gue mah kalau nilai orang selalu pakek filing kali. Emang loe pakek toak." Seru Hanum kesal tak urung membuatnya tersenyum juga. Sedikit lega karna bisa menghilangkan sedikit rasa stresnya.
"Santai mbak. Santai. Jangan pakek urat dong ngomongnya."
"Tau ah, makin sepet otak gue ngomong sama loe." Ketus Hanum.
"Ckkkkk....Terserah lah."
"Tapi beneran deh...Sekarang ini, gue sama sekali gak ada ide buat cari solusi masalah Vora. Loe ada ide gak Ren? Buat masalah ini?"
"Emang kalau batal nikah napa sih mbak? Varo juga masih muda.... Masih banyak gitu yang mau sama dia!" Kata Kiren santai sambil menyeruput jus jeruknya yang baru diantar pelayan kemeja mereka.
"Enak aja... Mau buat Emak gue kena serangan jantung loe!!. Acara persiapan pernikahan Varo itu hampir 90% tau. Loe kira gampang batalin gitu aja." Omel Hanum berapi-api.
"Ya udah kalau gitu, temuin calonnya. Atau kalau enggak cari pengganti lain kek.... Susah banget." Ceplos Kiren tanpa pikir panjang.
"Ahhhhh.. Ide bagus itu Ren. Gak sia-sia Ren, loe ada disini....Ternyata otak loe berguna juga." Jawab Hanum dengan senyuman sok misterius.
********
"Kiren..." Teriak Laras begitu melihat anak gadisnya masuk kedalam rumah.
"Apa sih ma teriak-teriak" Jawab Kiren kesal pada Laras. Mamanya ini hobi sekali teriak-teriak padahal waktu sudah menunjukan malam.
Sekarang dia tau, dari mana sikap ajaibnya itu. Dari mana lagi kalau bukan karna keturunan mamanya. Papanya? Gak mungkin! Karna papanya atau Herman itu tidak pernah bersikap heboh atau yang aneh-aneh. Papanya itu adalah orang yang paling lurus dan lempeng dirumah ini.
Berjalan malas, Kiren menghampiri mamanya yang sedang duduk diruang tengah bersaama papanya. Sepertinya sedang menikmati acara tv.
"Kenapa?" Tanya Kiren setelah duduk di sofa samping papanya. Mau cari aman!! Karna kalau Kiren duduk disamping mamanya sudah pasti mereka akan adu urat plus adu mulut.
"Dari mana kamu? Jangan bilang dari Cafe!! Tadi mama kesana, tapi kamu gak ada. Kata Yuli, kamu pergi sama Hanum keluar." Cecar Laras dengan banyak pertanyaan.
"Ngapain mama ke caffe?" Tanya Kiren heran.
"Ditanya kok balik nanya. Gimana sih?" Ketus Laras sambil melotot galak kearah Kiren. Tapi setelah itu pura-pura melihat acara tv. Karna dipandang begitu intens oleh Kiren.
"Mama mencurigakan deh?" Ucap Kiren memperhatikan mamanya yang terlihat menghindar.
"Aneh giman sih. Udah ah, ditanya kok malah balik nanya!!" Omel Laras
"Dari rumah sakit." Jawab Kiren sambil mencomot pisang goreng diatas meja. Lumayan ganjel perut pikirnya.
"Loh, siapa yang sakit?" Tanya Herman sedikit kaget.
"Mamanya mbak Hanum."
"Si Isa?" Tanya Laras.
"Loh, kok mama kenal?" Tanya Kiren heran. Pasalnya, selama ini mamanya tidak pernah membahas kalau mengenal keluarga Hanum. Apalagi mamanya.
"Ya kenal lah.... Isa itukan teman sekolah mama pas SMA." Jelas Laras sambil melirik anak gadisnya yang seperti orang kelaparan, begitu lahap memakan pisang goreng.
Kiren hanya mengangguk mengerti tanpa mau repot berkomentar.
"Emang sakit apa Ren?" Tanya Herman lagi.
"Cuma syok sama kecapean."
"Syok kenapa?" tanya Laras kepo.
"Kepo ah mama."
"Kamu ini ditanya orang tua juga. Gak sopan!!"
"Isss..... Tau ah Kiren mau keatas. Mau mandi, udah gerah." Ucap Kiren menghindar.
Kiren ini paling malas kalau sudah menghadapi mamanya yang kalau sudah kepo bikin naik darang tinggi. Mana kalau diladeni terus tidak ada habisnya lagi. Pasti ada saja pertanyaannya.
Bisa-bisa besok subuh baru selesai, kalau Kiren ladeni. Sedangkan Kiren, badannya butuh mandi dan istirahat.
Herman hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan anak dan istrinya. Anaknya terlihat enggan meladeni ke kepoan istrinya. Sedangkan istrinya, kalau sudah kepo mau Keren ke ujung dunia pun pasti dia kejar.
Terkadang Herman sampai heran. Dirumah ini, hanya ada mereka bertiga. Tapi kalau istri dan anaknya sudah berdebat, atau merebutkan sesuatu. Pasti rumah ini akan menjadi sangat ramai seperti ditinggali lebih dari 10 orang. Benar-benar bikin Herman cuman bisa geleng-geleng kepala heran.
Saat melihat Laras, istrinya yang berdiri dan mengejar Kiren. Herman hanya tertawa geli. Dia yakin, tidak lebih dari 10 menit pasti Kiren akan berteriak kesal dan mengadu padanya. Kiren dan Laras kan seperti Tom and Jerry. Bertengkar terus tidak ada habisnya. Kalau sehari saja mereka tidak bertengkar, mungkin bakal turun hujan badai dirumahnya ini.
"MAMA IHHH.... KIREN MAU MANDI."
Nah kan belum juga 5 menit, tapi Kiren sudah berteriak kesal karna ulah istrinya.
Istrinya itu memang luar biasa ajaib dan langka. Tidak heran kalau Keren bersikap begitu, karna sudah pasti dia menuruni sifat Laras. Siapa lagi yang punya sikap seperti itu dirumah ini selain istrinya, Laras. Tentu saja tidak ada.
Mengabaikan teriakan Kiren dan tawa istrinya, Laras. Herman melanjutkan acara nontonnya yang sempat tertunda tadi.
Sedikit tenang, karna sepertinya Herman akan terhindar dari sikap ajaib istrinya. Laras kali ini. Itung-itung menikmati waktu tenangnya dari istri galaknya sebentar, tidak salah kan. Toh Herman tidak yang aneh-aneh.
Bersambung......
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!