NovelToon NovelToon

Menantu Sableng Mertua Gendeng

Bab 1

"Mami, I'm coming!" teriak Sabrina sambil merentangkan kedua tangannya ketika seorang wanita paruh baya membuka pintu.

Bu Maryam terkejut melihat ada wanita asing tersenyum lebar di depan rumahnya. Dia pun langsung menutup kembali pintu rumahnya karena takut itu orang yang akan minta sumbangan dengan modus baru.

"E, Mami! Tunggu. Mami buka pintunya. Aku ini menantumu," ucap Sabrina sambil mengetuk pintu berharap dibukakan kembali.

Sabrina merasa lelah dan ingin segera istirahat. Ditambah cuaca siang itu begitu terik sehingga suhu udara panas dan sedikit berdebu. Walau di halaman banyak sekali pohon yang rindang, Sabrina ingin segera masuk ke dalam rumah.

"Aku tidak punya menantu. Jangan suka ngaku-ngaku, deh!" teriak Bu Maryam dari dalam rumah.

"Tapi, aku ini beneran istrinya Zidan, Mami. Suer! Kalau bohong disambar geledek!" Sabrina mengacungkan dua jari tanda sedang jujur.

Duar! Duar! Duar!

Tiba-tiba terdengar bunyi ledakan petasan yang memekakkan telinga disusul suara tawa anak-anak. Sabrina sampai melompat di tempat saking terkejutnya.

"Kodok lompat! Kodok lompat!" teriak Sabrina spontan.

Entah di mana sumber petasan itu, yang jelas membuat jantung Sabrina terasa jatuh ke dasar perut. Wanita cantik itu sampai mengusap perut dengan gerakan ke atas agar jantungnya kembali ke posisi semula. Inilah salah satu kebiasaan dia jika merasa jantungan karena dikejutkan sesuatu.

"Sialan! Siapa yang menyalakan petasan siang-siang begini? Jika kena tangan yang rugi dia sendiri," gumam Sabrina sambil menoleh ke sekeliling, tetapi tidak ada siapa-siapa.

"Ah, bodo amat! Yang penting aku tidak apa-apa," lanjut perempuan yang jilbabnya kini miring ke kanan tidak beraturan.

"Mami ... buka pintanya, Mami!" teriak Sabrina yang tidak kenal lelah.

"Pergi sana! Kamu pasti tukang minta-minta, kan? Aku tidak punya uang," ucap Bu Maryam dari dalam rumah.

"Aku tidak mau minta uang, Mami," balas Sabrina memasang wajah cemberut karena tidak izinkan masuk. 

Lalu, perempuan cantik itu pun mencari keberadaan Zidan. Tadi Sabrina langsung turun dari mobil begitu sampai. Sementara sang suami membayar dulu ongkos dan menurunkan barang-barang mereka.

"Akang ...!" teriak Sabrina begitu melihat Zidan berjalan di halaman rumah sambil membawa dua koper.

"Ada apa, Neng?" tanya Zidan.

"Akang, Mami tidak izinkan aku masuk ke dalam rumah. Mami mengira aku ini tukang minta uang. Padahal aku tidak mengatakan hal aneh, cuma bilang aku ini menantunya," jawab Sabrina.

Zidan tersenyum tipis sambil mengusap kepala wanita yang baru saja menjadi istrinya tadi pagi. Lalu, dia mengucapkan salam sambil mengetuk pintu.

Tidak berapa lama pintu kembali terbuka. Terlihat Bu Maryam terkejut dengan kepulangan putra semata wayangnya.

"Zidan! Ya Allah, kamu pulang tanpa bilang-bilang," ucap Bu Maryam langsung memeluk laki-laki muda itu. "Bagaimana keadaan kamu? Sehat, kan?"

"Alhamdulillah, berkat doa Mamah, aku sehat selalu," balas Zidan sambil mencium tangan ibunya.

"Mah, kenalkan ini Sabrina, istriku," lanjut laki-laki yang memiliki kulit khas laki-laki Indonesia.

"Apa ... istri?" Mendadak Bu Maryam merasa ada yang menarik nyawanya.

"Mamah!" teriak Zidan karena melihat ibunya jatuh pingsan. Dia pun berhasil meraih tubuh wanita paruh baya itu.

***

Bu Mayang pingsan kurang dari satu jam. Zidan membalurkan minyak angin ke beberapa tempat tubuh ibunya. Wanita paruh baya itu membuka matanya perlahan. Orang yang pertama kali dilihat olehnya adalah Sabrina.

"Eh, Mami sudah bangun!" Senyum bahagia menghiasi wajah perempuan yang memiliki kulit berwarna putih cerah.

Zidan pun melihat ke arah Bu Maryam yang terlihat masih linglung. Dia paham kenapa ibunya seperti itu.

"Mah, minum dulu," kata Zidan sambil membantu sang ibu duduk. Lalu, memberinya minum dengan perlahan dan penuh perhatian.

"Siapa dia, Zidan?" tanya Bu Maryam sambil menunjuk ke arah Sabrina.

"Dia, Sabrina. Istriku yang semalam aku ceritakan sama Mamah," jawab Zidan.

Sabrina tersenyum tersipu malu. Dia berpikir kalau Zidan menceritakan yang baik-baik tentang dirinya kepada ibu mertua.

Berbeda dengan Bu Maryam yang malah mengerutkan kening ketika Zidan mengenalkan Sabrina. Tentu saja wanita paruh baya itu terkejut karena perempuan yang disangka tukang minta-minta tadi adalah menantunya. Memang semalam Zidan meminta restu kepadanya karena akan menikah. Namun, tidak disangka ternyata putranya mempersunting wanita seperti itu. Jauh dari ekspetasi Bu Mayang

"Kenalkan aku Raden Ayu Sabrina Putri Kusumah Wijaya, Mami. Orang-orang sering memanggil aku, Non Sabrina. Namun, khusus untuk Zidan dan Mami, panggil saja Sabrina." Sabrina pun mencium tangan ibu mertuanya setelah memperkenalkan diri. Tidak lupa dengan senyum ramah untuk memberikan kesan menantu baik.

Wanita paruh baya itu menatap tajam kepada sang menantu. Bu Maryam masih tidak percaya putra kesayangannya bisa menikah dengan wanita yang terlihat aneh kelakuannya. 

"Ceritakan dari mana kamu mungut wanita itu dan kenapa kamu bisa menjadikannya istri?" tanya Bu Maryam kepada putranya.

"Aku tidak dipungut, Mami! Tapi, aku dinikahi sama Zidan karena aku ini perempuan baik-baik dan cantik," balas Sabrina dengan percaya diri yang tinggi.

"Mami ...! Mami ...! Mami ...! Aku ini bukan germo. Jangan panggil Mami! Tidak sopan," ucap Bu Maryam sewot tidak terima dengan panggilan sang menantu.

"Germo itu makanan atau merek barang?" tanya Sabrina dengan wajah polos, tetapi terlihat berpikir keras.

Zidan tersenyum tipis. Baginya Sabrina itu seperti selembar kertas putih bersih dan polos, tanpa noda. Sehingga dia yang harus memberikan gambar dan warna padanya.

"Di kampung jarang ada orang memanggil "ibunya" dengan panggilan "mami" karena panggilan itu biasanya untuk wanita yang menaungi para P S K," jelas Zidan. "Kamu tahu apa itu P S K?" 

"Apa itu?" tanya Sabrina yang merasa asing dengan singkat itu.

"Sebutan untuk wanita malam yang menjual tubuhnya kepada laki-laki hidung belang?" jawab Zidan.

"Hidung belang? Ih, serem, ya, nama penyakitnya! Kok, aku baru tahu ada penyakit itu," ucap Sabrina yang terlihat ekspresi wajah merasa jijik dan takut.

Lagi-lagi Zidan tersenyum tipis. Dia tahu otak istrinya sedikit berbeda dengan dirinya. Hal itu karena saat masih kecil Sabrina mengalami keracunan obat karena salah resep obat dari dokter. Jadinya, otak wanita itu membutuhkan waktu untuk mencerna informasi yang dia terima.

Bu Maryam hanya bisa ber-istighfar sambil mengusap dada karena sang menantu. Selain itu kepalanya juga ikut sakit.

"Zidan, sebenarnya wanita seperti apa yang kamu nikahi ini? Mamah tidak suka punya menantu yang bodoh!" kata Bu Maryam merasa frustrasi dan ingin menangis.

"Mami, eh, Mom ...." Sabrina menoleh kepada Zidan.

"Mamah," tukas laki-laki itu.

"Mamah, aku tidak bodoh! Hanya lelet saja karena syaraf otakku ada yang kendor. Itu juga sedikit, kok. Aku ini Sarjana Ekonomi, loh!" bantah Sabrina yang merasa dirinya tidak bodoh.

"Masa, kamu sarjana?" tanya Bu Maryam tidak percaya.

"Iya. Aku dan Zidan kuliah di kampus yang sama cuma beda jurusan. Lalu, aku ini mahasiswa jalur khusus, kalau Zidan jalur mahasiswa yang mendapat beasiswa," jawab Sabrina jujur.

"Astaghfirullah. Zidan apa yang membuat kamu menikahi wanita seperti ini? Jangan bilang kalau kamu sudah menghamili dirinya makanya kamu terpaksa menikah dengannya!" jerit Bu Maryam dengan isak tangis.

"Iya, kan? Jawab Mamah!"

***

Assalamualaikum, teman-teman. Ini buku baruku, semoga suka. Walau ceritanya ringan dan berbumbu komedi, insya Allah ceritanya tidak akan membosankan.

Bab 2

"Astaghfirullah, Mah. Aku dan Sabriba tidak pernah melakukan hal terlarang," ucap Zidan yang sempat tersentak mendengar perkataan ibunya.

"Mamah, aku tidak hamil. Aku masih perawan ting-ting! Dijamin 100%," kata Sabrina di waktu bersamaan.

"Lalu, kenapa kamu menikahi wanita seperti ini? Apa tidak ada yang lebih baik darinya lagi?" tanya Bu Maryam merasa tidak rela kalau putranya menikah dengan perempuan berotak kosong.

Zidan menghela napas ketika melihat mimik muka Sabrina yang terlihat bersedih. Dia pun menggenggam tangan sang istri dengan lembut dan membuat perempuan itu tersenyum.

"Karena aku yakin Sabrina adalah wanita yang tepat untuk dijadikan pasangan hidup. Dia wanita yang memiliki hati yang baik dan tulus, Mah. Aku juga yakin dia akan menjadi menantu yang sayang sama Mamah," jawab Zidan dengan lembut, tetapi sarat akan keyakinan. "Hanya saja, kita memerlukan kesabaran dalam membimbing Sabrina."

Ada perasaan haru dan bangga yang dirasakan oleh Sabrina ketika Zidan berbicara tentang dirinya. Dia tidak pernah marah kepada orang yang mengatai bo-doh atau tol-ol. Karena perempuan itu menyadari kekurangannya. 

"Mohon bimbingannya, Mamah, agar aku bisa menjadi istri yang hebat dan menantu yang baik," ujar Sabrina yang tersenyum manis.

Walau di dalam hati Bu Maryam tidak suka kepada Sabrina, dia tidak lagi berkata apa-apa. Dia tahu Zidan itu seperti apa. Putranya tidak akan bertindak serampangan atau berbuat sesuatu dengan main-main, apalagi menyangkut kehidupannya.

***

"Neng, ayo sholat!" ajak Zidan.

"Oke!" Sabrina sangat antusias.

"Kita wudhu dulu, ya! Nanti aku ajarkan, Neng perhatikan dengan baik dan ingat bagian mana saja yang harus dibasuh," jelas Zidan dan sang istri mengangguk.

Dengan perlahan Zidan mempraktekkan wudhu dan Sabrina melihat dengan penuh konsentrasi. Wanita itu kemudian melakukan apa yang diintruksikan oleh suaminya. Dia juga diajarkan membaca doanya.

Zidan menjadi imam dan Sabrina mengikuti gerakannya. Sang suami mengajari ilmu agama secara perlahan-lahan dan menyesuaikan kemampuan istrinya.

"Sekarang kita belajar bacaan salat," kata Zidan setelah mereka salat.

Kedekatan Zidan dan Sabrina baru sekitar tiga bulan. Hal itu juga karena tidak disengaja. Sang wanita langsung jatuh cinta pada pandangan pertama ketika di rumah sakit. Dia selalu agresif mendekati pujaan hatinya.

Zidan yang takut tidak bisa menahan diri, mencoba menjauh. Karena di sadar diri siapa dirinya dan siapa Sabrina. Namun, keteguhan dan perjuangan wanita itu membuat hatinya luluh. Laki-laki itu pun menawarkan pernikahan karena tidak ingin jatuh ke dalam lubang dosa.

Dengan perasaan senang, Sabrina menerima pinangan Zidan. Dia sudah bucin akut kepada laki-laki baik hati yang sudah menolong dari kematian. Tidak perduli dengan penolakan keluarganya, bahkan sampai dicoret dari daftar ahli waris keluarga Wijaya. Dunianya sudah dipenuhi oleh Zidan.

Bu Maryam yang hendak menyuruh anak dan menantunya makan, dibuat terdiam ketika mendengar Zidan sedang mengajarkan surat Al-fatihah kepada Sabrina. Walau terbata-bata perempuan itu terus mengulang apa yang diajarkan oleh sang suami.

"Alhamdulillah, akhirnya sudah bisa membaca surat Al-fatihah," kata Zidan senang setelah dua jam mengajari ayat per ayat.

"Mana hadiahnya? Kan, aku berhasil bisa!" Kebiasaan Sabrina sering mendapatkan hadiah dari kedua orang tuanya atau kedua saudaranya jika berhasil meraih atau bisa melakukan sesuatu.

Zidan terdiam dan berpikir sebentar. Lalu, dia berkata, "Ini hadiah yang bisa aku berikan kepadamu." Lalu, dia mencium kening Sabrina cukup lama.

Jantung Sabrina berdebar kencang ketika merasakan kelembutan dan kehangatan bibir Zidan di keningnya. Ini kedua kalinya dia mendapatkan ciuman dari sang suami.

"Lagi!" pinta Sabrina ketika Zidan menjauhkan kepalanya.

"Nanti lagi. Sekarang kita makan, lalu sholat Ashar," balas Zidan karena sekitar 15 menit lagi memasuki waktu salat.

Zidan dan Sabrina jalan bergandengan tangan menuju dapur. Tidak ada siapa-siapa di sana. Namun, makanan sudah tersaji di meja. 

"Mamah ke mana?" gumam Zidan mencari sosok ibunya.

Rupanya Bu Maryam sedang memberi pakan ayam di belakang. Suaranya terdengar sayup-sayup.

"Mah, ayo, kita makan!" ajak Zidan yang mencari keberadaannya.

"Mamah sudah makan tadi. Lama nungguin kamu," balas Bu Maryam.

Akhirnya Zidan dan Sabrina makan berdua. Perempuan itu belajar mengambilkan makanan untuk sang suami, tidak lupa dengan air minum.

Menu makanan sederhana itu terasa nikmat di lidah Sabrina. Dahulu, makanan yang dibuat koki di rumah sangat banyak dan beragam. Namun, dia langsung dibuat jatuh cinta sama masakan ibu mertuanya.

Selama makan Sabrina banyak bertanya tentang makanan yang sedang mereka makan. Bagaimana cara membuatnya dan bahan apa saja yang digunakan. 

Dengan sabar Zidan memberi tahu dan menjelaskan. Walau banyak yang masih tidak dipahami atau tidak diketahui oleh Sabrina. Karena wanita itu tidak pernah memasak, jadi tidak tahu jenis bumbu dapur.

***

"Kang, apa aku boleh lepas jilbab-nya?" tanya Sabrina.

"Jika di rumah dan tidak ada orang lain, boleh tidak memakai jilbab. Kalau ada tamu, harus pakai jilbab-nya lagi," jawab Zidan setelah Sabrina mandi di sore hari dan kepalanya basah habis berkeramas.

"Oh, gitu, ya!" Sabrina mengangguk paham.

Zidan mengajak Sabrina untuk memasak di dapur. Dia mengenalkan jenis-jenis bumbu dapur. Seperti biasa laki-laki itu begitu sabar menjelaskan satu persatu. Lalu, melakukan perbandingannya jika sang istri tidak juga paham. Sabrina tidak bisa membedakan mana, jahe, kunyit, laja, dan lengkuas. Mana uyah dan mana gula pasir, juga micin.

"Hah, kamu ini benar-benar bodoh! Apa ibumu tidak pernah mengajarkan sesuatu kepadamu? Kok, hal begini saja tidak tahu," celetuk Bu Maryam ketika Sabrina melihat Sabrina sedang belajar bumbu-bumbu yang berjajar memenuhi meja.

"Mamiku tidak pernah mengari aku memasak, Mah," balas Sabrina dengan tatapan mimik wajah sendu.

Zidan pun menjelaskan kepada ibunya kalau keluarga Sabrina menggunakan jasa koki dan pelayan dalam mengurus bebutuhan makanan dan kebersihan serta kerapihan rumah.

"Jadi, dia beneran menak?" Bu Maryam semakin tidak suka karena di matanya Sabrina itu wanita bodoh dan manja.

"Iya, Mah. Masakan Mamah sungguh enak," kata Sabrina memuji sambil mengacungkan jempol.

"Bukan enak, Neng, tapi menak," kata Zidan. "Menak itu bangsawan."

"Walau menak, jika sudah menjadi istri, tetap harus bisa melakukan banyak hal. Misal mengurus suami dan rumah. Apalagi jika sudah punya anak harus pintar-pintar dalam melakukan segala sesuatu. Masa nanti akan mengandalkan suami dan mertua," lanjut wanita paruh baya itu lagi.

"Baik, Mah. Mohon bimbingannya, Mah, agar aku bisa melakukan semua tugas sebagai seorang istri," balas Sabrina.

Inilah salah satu yang membuat hati Zidan luluh. Sabrina orangnya mau belajar dan pantang menyerah. Baginya tidak ada yang mustahil tidak bisa dilakukan, selagi mau terus belajar dan berusaha.

Malam itu Zidan mengajari Sabrina masak telur dadar. Mulai dari cara menyalakan kompor gas sampai makanan itu matang.

"Kamu berhenti bekerja. Lalu, mau kamu kasih makan apa istrimu itu?" tanya Bu Maryam sambil melirik sekilas kepada Sabrina.

"Aku tidak akan muluk-muluk, Mah. Aku makan nasi juga, kok!" celetuk Sabrina dan itu membuat Bu Maryam mengangakan mulutnya.

"Aku akan buka usaha di kampung saja, Mah," jawab Zidan menahan tawa karena mendengar ucapan istrinya.

Bu Maryam memijat kepalanya yang mendadak sakit. Dia berharap penyakit darah rendahnya tidak kambuh karena menghadapi sang menantu model begini.

"Usaha apa? Di sini sulit mendapatkan pekerjaan dan kalau pun ada gajinya sedikit. Kenapa kamu tidak kembali bekerja di kota saja?" tanya Bu Maryam.

Sabrina melirik ke arah Zidan. Dia tidak mau jika ditinggal oleh laki-laki itu.

Bab 3

Bu Maryam tidak tahu seberapa kuat pengaruh dan kekuasaan keluarga Sabrina di negeri ini. Tentu saja Zidan tidak akan mudah mendapatkan pekerjaan di perusahaan besar atau kecil di sana. Karena keluarga Wijaya sudah mem-blacklist dirinya dengan Sabrina dari semua anak perusahaan mereka.

Rasa cintanya kepada sang istri membuatnya berani mengambil resiko. Jadi, lebih baik membuka usaha di kampung. Selain itu dia juga bisa membimbing Sabrina menjadi seorang istri yang solehah dan menjaga ibunya.

"Mungkin aku akan buka usaha sendiri, Mah. Dagang pentol mungkin," ucap Zidan.

"Pentol itu apa?" tanya Sabrina penasaran.

"Makanan seperti cilok," jawab Zidan.

"Kenapa Akang tidak buka minimarket saja? Aku punya uang untuk modalnya," ujar Sabrina.

"Tidak. Itu uang kamu. Sedangkan kewajiban aku menafkahi kamu," balas Zidan karena ingin menjadi suami yang bertanggung jawab.

"Kalau begitu Akang pinjam saja dulu uang aku, nanti kembalikan lagi jika sudah punya banyak keuntungannya," pungkas Sabrina bersikukuh. Dia berpikir kalau Zidan jualan keliling akan melelahkan dirinya. Jadi, sebaiknya berdagang di toko saja.

"Benar kata istri kamu. Lebih baik pakai dulu uangnya untuk modal usaha. Nanti balikin lagi uangnya. Lalu, sebaiknya buka toko kelontongan saja, jangan minimarket. Ini di kampung, pastinya banyak warga mencari harga barang yang murah," kata Bu Maryam yang baru pertama kali setuju dengan sang menantu.

Zidan terdiam, berpikir. Uang hasil kerja selama ini habis untuk menunjang kehidupannya di kota dan sang ibu di desa. Ada tabungan, baru saja dia gunakan untuk merenovasi rumah ini setahun yang lalu.

Maskawin yang Zidan berikan untuk Sabrina juga dari hasil tabungannya setahun. Jadi, semua uangnya habis sudah tak bersisa.

"Memangnya Neng punya uang berapa?" tanya Zidan.

"Ada sedikit, tapi aku rasa cukup untuk membuka usaha. Kalau tabungan aku kurang jual saja beberapa perhiasan aku ini," jawab Sabrina sambil menunjukkan beberapa kalung yang melingkari di lehernya.

Mata Bu Maryam terbelalak melihat sangat banyak kalung yang terpasang di leher jenjang Sabrina. Mungkin ada sepuluh buah, mulai dari yang pas di leher sampai yang menjuntai sampai perut.

Begitu juga dengan Zidan yang terkejut karena sang istri memakai begitu banyak perhiasan. Setahu dia kemarin, papinya Sabrina melarang membawa harta benda dan kartu ATM miliknya juga di sita.

"Apa itu emas asli?" tanya Bu Maryam meragukan perhiasan sang menantu.

"Asli, dong, Mah! Masa emas palsu, malu-maluin aja," jawab Sabrina. "Aku sengaja memakai semua kalung perhiasan ini untuk jaga-jaga ketika aku butuh uang."

Selain memakai semua kalung miliknya, Sabrina juga memasang beberapa gelang kaki dan cincin pada jari-jari tangannya. Hal ini baru disadari oleh Zidan. Selama ini wanita itu hanya menggunakan satu cincin saja peninggalan neneknya.

"Aku pintar, kan? Sebelum papi sama mami mengunci brankas aku ambil dulu beberapa perhiasan mahal dan uang tunai. Mereka tidak akan tahu karena terlalu banyak barang yang ada di dalam brankas milikku itu," ucap Sabrina tersenyum lebar dengan penuh bangga.

Sejak dua bulan yang lalu, Sabrina sudah memindahkan beberapa aset miliknya secara sedikit demi sedikit. Dia sudah terlalu bucin sama Zidan dan ingin menikah dengannya. Namun, dia tahu keluarganya akan menentang hal itu. Jadi, perempuan itu berpikir keras agar tidak kesulitan jika dibuang oleh keluarganya.

Zidan menggelengkan kepala. Dia tidak menyangka kalau Sabrina bisa berpikir seperti itu.

"Semua perhiasan itu lebih baik Neng simpan saja. Bukannya itu hadiah pemberian dari keluarga," ucap Zidan.

"Oke, kalau uang ada 500 juta di koper. Aku rasa itu cukup untuk memulai usaha," tukas Sabrina.

Mulut Bu Maryam menganga lebar dan mata melotot mendengar nominal uang yang dimiliki oleh Sabrina. Seumur-umur dia belum pernah melihat uang sebanyak itu.

"Kok, Neng, punya uang banyak sekali?" tanya Zidan.

"Dulu aku menyimpan 10 juta setiap harinya. Biar tidak disadari oleh papi dan mami. Tapi, uang 100 jutanya aku kasih ke Bi Inah dan Mang Ujang yang membutuhkan uang untuk berobat keluarganya," jawab Sabrina.

Maka di sepakati Zidan akan membuka toko kelontong di dekat perempatan jalan yang tidak jauh dari rumah mereka. Kebetulan ada toko kosong milik Haji Solihin. Laki-laki itu merekrut salah seorang pemuda yang masih menjadi tetangga mereka.

***

Bu Maryam mengundang warga untuk syukuran Zidan sudah menikah, sekaligus memperkenalkan Sabrina kepada warga kampung. Berita pernikahan itu langsung cepat menyebar ke seluruh pelosok. Banyak para gadis yang patah hati mengetahui berita ini. Sosok Zidan yang tampan, gagah, dan cerdas, juga baik hati sangat disukai oleh kaum wanita, apalagi di kalangan ibu-ibu yang ingin mempunyai menantu sepertinya.

"Maryam, kenapa Zidan menikah diam-diam? Tahu-tahu bawa istri ke kampung," tanya Ceu Edoh penasaran.

"Kalau sudah ketemu yang cocok, buat apa ditunda-tunda," jawab Bu Maryam yang merasa tidak suka dengan sifat kepo tetangganya itu.

Inilah yang membuat Bu Maryam malas kalau pergi ke warung. Banyak tetangga yang nongkrong sambil bergosip. Jika ingin mengetahui kabar terbaru atau yang sedang viral, cukup datang ke warung Mak Eneng. Dijamin lima menit sudah mendapatkan banyak informasi.

"Hey, kalau nikahnya diam-diam begitu, kan, kita jadi curiga! Jangan-jangan ...." lanjut Ceu Euis sambil melirik ke Ceu Entin. Keduanya saling lempar senyum.

"Jangan-jangan ... apa? Menantuku itu masih perawan. Kalian bisa buktikan perutnya rata belum ada isinya," balas Bu Maryam kesal. Lalu, dia buru-buru pergi.

Zidan tidak lupa mengurus kartu keluarga terbaru dan KTP. Sabrina juga mulai berkenalan dengan tetangga di samping rumah.

"Teh Sabrina asli dari mana?" tanya Dewi, tetangga samping rumah yang usianya di bawah tiga tahun, tetapi sudah punya seorang anak balita.

"Asli dari mana?" batin Sabrina. Kemudian dia ingat dengan pertanyaan seperti ini. "Oh, aku asli Jakarta."

"Oh. Kok, bisa menikah dengan Aa Zidan?" tanya Dewi lagi.

Tadi pagi Sabrina sudah di tatar sama Bu Maryam, jika ditanya oleh orang lain maka harus jawab itu. Katanya akan banyak warga kampung yang suka kepo. Jadi, harus pandai-pandai menjawab biar tidak ditertawakan.

"Kenapa aku bisa menikah dengan Akang Zidan? Ya, karena sudah takdir dari Allah. Jika tidak ditakdirkan maka aku tidak akan menikah dengannya," jawab Sabrina dengan senyum manis. Di dalam hati perempuan itu bersorak gembira karena bisa menjawab dengan baik.

"Berapa lama kalian berpacaran?" tanya Dewi yang masih saja penasaran.

"Akang Zidan bilang tidak boleh pacaran, dosa. Jadi, kita langsung menikah biar halal," jawab Sabrina masih tersenyum.

Dewi merasa tersentil oleh ucapan Sabrina. Karena dia dan suaminya berpacaran cukup lama, sejak zaman sekolah. Tentu saja mereka melakukan dosa ketika pacaran, seperti berpelukan dan berciuman. Mereka buru-buru dinikahkan karena takut hamil duluan.

"Apa Teh Sabrina ...?" Dewi merasa ragu untuk bertanya. Mata wanita itu melirik ke arah perut Sabrina.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!