"Tidak! Jangan ...." teriak seorang laki-laki muda berusia tujuh belas tahun, suaranya sangat lantang, bahkan bergema di atas puncak pertarungan. Mengubah ekspresi wajah semua orang yang kemudian berpaling menyaksikannya.
Dari langit, seorang wanita terjatuh, tubuhnya melayang di udara yang melesat segera menghantam tanah. Menghasilkan suara, "Gedebug!" tubuh wanita itu terjatuh, menghantam tanah dengan sangat keras, sehingga suara benturan itu terdengar dengan nyata.
Laki-laki muda yang mengenakan jubah putih, ikat pinggang berwarna keemasan yang melingkar di pinggangnya. Tubuhnya kecil, namun ia memiliki postur tubuh yang cukup tinggi, laki-laki itu berlari dengan membuat ekspresi wajah yang sangat sedih, bahkan ia berlari dan terus berlari lebih cepat lagi, hingga ia mengendurkan langkah kakinya yang kemudian terhenti.
Tiba-tiba, tubuhnya bergetar hebat, bola matanya yang hitam legam berkaca-kaca, air mata itu tak dapat lagi terbendung dan kemudian terjatuh membasahi pipinya. Tatapannya begitu kosong, tubuhnya runtuh, seolah-olah lututnya tidak lagi mempunyai tenaga untuk berdiri. Kedua belahan bibirnya bergetar, saat ia menelan ludah di antara kerongkongannya yang kering, "Glupppp!" suara itu terdengar sangat dalam.
Saat ini, ia duduk dengan kedua kakinya yang terlipat. Di depannya, seorang wanita cantik tengah terbaring tak berdaya, rambutnya yang ungu lurus tenggelam di kolam darah, kedua matanya sayu, bola matanya yang berwarna keunguan hampir tidak terlihat, air mata itu mengalir di antara pipinya, di wajahnya – darah segar itu masih menempel, bahkan di antara gaunnya yang berwarna ungu, tidak lagi terlihat ungu. Semuanya telah ternodai oleh darah segar.
"Yun'er!" laki-laki itu memanggil nama wanita di hadapannya. Nadanya sangat berat, seolah-olah bibir itu sangat sulit untuk terbuka.
Wanita yang terbaring lemas di atas genangan darah, ia mengangkat satu tangannya, menggunakan sisa-sisa tenaganya yang telah habis, menempatkan tangannya yang kecil dan lembut di pipi laki-laki itu. Kemudian wanita itu berkata dengan senyum tipis yang tergambar di wajahnya, "Ja — jangan menangis! Kamu ...." perkataannya tidak jelas, dan terpotong tepat ketika tangan kecil yang lembut itu terjatuh lemas tak bertenaga.
"Yun'er ... Yun, Yun'er!" laki-laki itu memanggil-manggil nama wanita itu! Namun, wanita itu telah menghembuskan nafas terakhirnya.
"Tidak, tidak ... ini tidak mungkin terjadi, kamu tidak boleh mati, aku tidak akan membiarkanmu mati! Yun'er, sadarlah, Yun'er ...." laki-laki itu berteriak dalam keputusasaan, suaranya yang lantang kembali menggema di tengah-tengah pertarungan yang menggetarkan langit.
Laki-laki itu mengangkat dan memeluk wanita itu di depannya, ia menangis histeris. Rasa sakit didalam hati yang sangat sulit untuk di jelaskan, seolah-olah ia tidak mengakui kenyataan yang telah terjadi.
Mulutnya terbuka, ia berteriak sejadi-jadinya, meneriakkan kata, "Haaaaa!"
Kemudian, ia mengangkat tubuh gadis itu di pangkuannya, ia berjalan di tengah terjadinya pertempuran yang hebat, ia berjalan dengan santai, tatapannya sangat tajam. Bahkan, tidak ada seorang pun yang berani untuk menyentuhnya.
Hingga, dia tiba di tepi Medan pertempuran, meletakkan wanita itu di atas rumput, lalu berkata, "Tunggulah, aku akan segera kembali!" ucapnya dengan nada yang begitu dingin di penuhi hawa kebencian.
Laki-laki itu berdiri tegak, pedang di tangan kanannya, pandangannya lurus tertuju menatap Medan pertempuran. Lalu, ia bergerak dengan seberkas cahaya, cahaya keemasan yang sangat berkilau melintas di udara, dan seketika mendarat di tengah-tengah pertempuran.
"Blammmm!" seketika ledakan besar pun meluluhlantakkan daratan. Puluhan bahkan ratusan musuh-musuh mati, terhempas oleh ledakan yang sangat besar.
Asap dari dampak ledakan menyelimuti seluruh area, membuat semua pandangan itu terbutakan, semua orang memasang ekspresi yang terkejut! Hingga angin berhembus kencang menerpa asap hingga menghilang.
Di tengah-tengah, seorang pemuda berdiri dengan penuh kebencian yang terpatri dari raut wajahnya yang mengandung kegetiran. Ditengah hamparan kabut pekat yang menyelimuti medan pertempuran yang gelap, terdapat sebuah bayangan yang mengaburkan antara batas dunia fana dan alam gaib.
Sosok yang tak pernah menoleh kebelakang, namun kehadirannya saja mampu membangkitkan bisikan legendaris di antara para pejuang.
Tubuhnya memancarkan aura yang penuh dengan duka, tekad, dan rahasia yang terpatri dalam setiap helai rambut hitamnya yang panjang.
Rambut panjang hitam itu mengalir laksana tirai malam, dihiasi pita-pita berwarna merah yang berkibar tertiup angin, seakan menyimpan sebuah cerita pertempuran yang telah melelahkan waktu.
Dibalik keangkuhan jubah putih dan kuning emasnya yang menyelubungi tubuhnya, tersimpan luka-luka yang tak kasat mata. Salah satu tangannya yang kini terangkat seolah dalam sapuan doa bisu, memamerkan noda darah yang segar.
Tetesan darah itu jatuh perlahan, seolah menghitung setiap detik yang berlalu. Detik demi detik dalam perjalanan yang penuh dengan derita, bagi dirinya, darah bukanlah sekedar darah yang mengalir, ia adalah saksi bisu atas segala yang telah terjadi pada hari itu.
Dalam setiap tetesan darah yang menetes, tersimpan kenangan masalalu yang kelam, sekaligus janji untuk menantang takdir yang dituliskan oleh tangan nasib.
Angin malam yang membawa aroma embun dan kesepian, menyanyikan lagu-lagu pilu yang hanya bisa didengar oleh hati yang terluka.
Di antara hembusan angin itulah, laki-laki itu mendengar bisikan para roh leluhur yang telah lama pergi, menyampaikan sebuah pesan tentang kekuatan yang tumbuh melalui penderitaan.
Setiap hembusan angin itu, seolah mengingatkannya bahwa hidup adalah perjalanan yang tidak pernah lepas dari rasa sakit, penderitaan, dan luka.
Namun, disetiap luka itu terdapat benih yang tumbuh menjadi kekuatan yang tak terhingga, mampu kembali menyalakan bara api harapan dalam gelapnya malam yang paling pekat.
Matahari telah lama tenggelam dibalik awan kelabu, menyisakan bintang-bintang yang lemah namun setia. Cahaya mereka menyelinap melalui celah-celah kabut, menerangi wajahnya yang tegas namun menyimpan kegetiran.
Dibawah sinar rembulan, laki-laki muda itu berdiri diatas bebatuan tua, tempat dimana sejarah tempat itu terukir dalam goresan waktu. Setiap batu, setiap retakan di dinding jurang, menceritakan tentang kisah pertempuran yang menguji keberanian dan keuletannya. Di sinilah, diantara keheningan dan bisu alam, ia merenungi perjalanan panjang yang telah membawanya pada titik ini. Sebuah pertemuan antara masa lalu yang penuh luka dan masa depan yang belum pasti.
Permukaan tanah berwarna merah! Darah itu berlumuran melapisi lapisan permukaan tanah berlumpur di atasnya. Seorang pria berdiri dengan pedang di tangannya, ia telah siap untuk menerkam dengan ganas para musuh.
Dalam sepersekian detik, dia menghilang dari pandangan, menyisakan bayang-bayang cahaya ilahi yang menghilang di terpa angin. Tiba-tiba, laki-laki berjubah putih itu telah berada di tengah-tengah musuh yang sedang berkumpul. Pedang di ayunkan, satu tebasan membunuh ratusan musuh. Pedang bulan dimalam hari, ketika pedang berayun, cahaya bulan sabit mengiringi setiap ayunan pedangnya.
Di atas langit, bala bantuan telah datang! Mereka bergelantungan dengan sayap-sayap spiritual yang indah di punggungnya.
Mereka adalah para pasukan elite Kekaisaran Bulan Matahari, praktisi-praktisi yang telah mencapai tingkatan ranah Martial King yang dikenal juga dengan sebutan Raja Tempur.
Di atas medan pertempuran berlumpur, laki-laki berjubah putih itu terus menerus mengamuk membabi-buta. Seolah-olah dia adalah seekor harimau yang kelaparan, mengejar, memangsa musuh-musuhnya dengan sangat ganas.
Menggunakan kakinya, laki-laki itu melompat tinggi, dengan pedang di atas kepalanya. Badannya melengkung melayang di udara, ia telah siap melesatkan serangannya yang kuat.
Ketika tubuhnya mendarat diantara lautan ras iblis di medan pertempuran, pedang itu mengeluarkan bentuk ilahi yang membentuk sebuah pedang besar dan panjang sepanjang sepuluh meter.
Pedang itu menebas, menghancurkan semuanya! Cahaya keemasan menyilaukan mata, bahkan tanah pun terbagi dua, membuat celah tanah yang sangat dalam.
"Ha! Ha! Ha!" suara tawa yang lantang menggema, suaranya seolah-olah memecah, merobek udara. "Ternyata masih ada yang lebih hebat dari gadis kupu-kupu itu!" suara laki-laki terdengar. Membuat laki-laki berjubah putih memalingkan pandangannya, ia berbalik badan, melihat di kejauhan seorang petarung kuat yang tengah berdiri dengan kedua tangan yang menyilang di dada.
Dengan segala kebenciannya, laki-laki itu berteriak, suara teriakannya yang keras meneriakkan, "Gui Li!" sebuah panggilan nama dengan amarah yang semakin memuncak dan kebencian yang telah mendarah daging.
Dimana Gui Li adalah Raja Iblis ke-delapan, dan juga merupakan orang yang telah membuat gadis bernama Xiao Yun'er kehilangan nyawanya.
Xiao Yun'er yang sebelumnya di panggil dengan sebutan Yun'er oleh laki-laki berjubah putih itu, merupakan tuan putri Kekaisaran Bulan Matahari, dia adalah putri Kaisar Xiao Tian, Kaisar generasi ke sebelas dalam catatan benua Tian Yuan sebagai pemimpin Kekaisaran Bulan Matahari.
Sedangkan laki-laki berjubah putih itu bernama Wang Yuxiu. Tuan muda keluarga Wang di kekaisaran Bulan Matahari, dan dia adalah kekasih Xiao Yun'er, yang dimana Xiao Yun'er terbunuh oleh Raja Iblis Gui Li.
Wang Yuxiu yang telah kalap oleh emosinya, jarak seratus meter itu tidaklah jauh, ia menempuh jarak seratus meter dalam satu langkah. Saat ini, dia telah berada tepat di hadapan Raja Iblis Gui Li.
Lutut kuda-kuda, Wang Yuxiu telah bersiap mengayunkan pedangnya.
"Sring!" satu tebasan pedang dengan suara yang begitu nyaring, seketika membuat kepala Gui Li terlepas dari posisinya. Kepala itu bergelinding di permukaan tanah dan terhenti diantara permukaan tanah berlumpur.
Darah itu seperti air mancur, menyemburkan darah segar ke udara.
Wang Yuxiu pun berdiri tegak, pedang itu di tancapkan di atas tanah. "Raja iblis Gui Li ... hanya begitu saja!" ucapnya dengan nada yang sangat dingin dipenuhi kebencian.
Wang Yuxiu membalikkan badannya, ia berjalan ke arah Xiao Yun'er berada. Namun, betapa terkejutnya Wang Yuxiu, ketika seseorang tanpa kepala, berjalan melewatinya.
Kedua mata Yuxiu terbelalak terbuka lebar, melihat bahwa itu adalah tubuh Raja Iblis Gui Li yang tidak mati, tubuh berjalan tanpa kepala, lalu mengambil kepalanya yang tergeletak di atas tanah berlumpur.
"Kali ini — kami kalah! Namun suatu hari nanti, aku pasti akan menaklukan seluruh daratan di dunia ini!" ucap Raja Iblis Gui Li sembari memasangkan kepalanya kembali, di antara lehernya yang terputus.
Wang Yuxiu seolah-olah membeku, ia terdiam tanpa berbicara sepatah katapun, bibirnya terkunci rapat, lidahnya seakan-akan mengeras.
Raja Iblis Gui Li terbang melayang di udara dengan sayap hitamnya yang seperti kelelawar. Raja Iblis Gui Li pergi meninggalkan medan pertempuran.
"Mundur!" teriak keras menggema di medan pertempuran, membuat semua pasukan ras iblis seketika mundur.
Wang Yuxiu yang diam membeku, tubuhnya pun runtuh, ia duduk di atas tanah berlumpur yang merubah jubah putihnya menjadi berwarna coklat. Kedua matanya bergetar, "B— bagaimana mungkin dia tidak mati!" ucap Yuxiu dengan sangat begitu tidak percaya.
Di medan pertempuran! Lautan pasukan Kekaisaran Bulan Matahari bersorak riang, mereka meneriakkan kata, "Menang, hore, kita menang!" rasa senang atas perjuangan yang telah melelahkan waktu. Pertempuran panjang terjadi dalam dua bulan terakhir, tanpa istirahat, tanpa sedikitpun mengendurkan pertahanan.
Akhirnya, hari ini tiba! Dimana pasukan Ras Iblis menarik pasukannya. Kekaisaran Bulan Matahari kembali pada masa damai, tanpa pertumpahan darah yang menyakitkan bagi semua orang.
Waktu berlalu, semua orang telah pergi. Mereka kembali untuk bertemu dengan keluarganya masing-masing, kembali kerumah, kembali ke perguruan, menikmati masa kemenangan bahkan pesta yang akan di adakan.
Saat itu, suasana begitu sunyi! Hanya deru angin yang terdengar, tanpa sedikitpun suara manusia.
Wang Yuxiu masih berada di medan pertempuran, di tepi jurang yang gelap, di antar rerumputan yang hijau.
Wang Yuxiu duduk bersandar pada tebing bebatuan. Di sebelahnya, Xiao Yun'er terbaring di atas rumput hijau, ia tidur untuk waktu yang lama, bahkan itu adalah tidur abadi yang tidak akan pernah terbangun kembali.
Malam itu, bulan purnama menunjukan keagungannya. Cahaya bulan purnama bersinar terang, menerangi wajah Wang Yuxiu yang lusuh, dan kotor. Dalam keheningan malam yang begitu sunyi, ia berbicara, "Yun'er ... A— pakah surga itu nyaman? Tapi ... Walaupun ke neraka sekalipun, aku akan menyusul mu!"
Disaat ia berbicara, tatapannya kosong, seolah-olah jiwanya tak lagi berada didalam tubuhnya. Namun, ia kemudian mengambil pedangnya yang tergeletak di sisi kanannya. Wang Yuxiu yang berada dalam keputusasaan, karena tidak berhasil melindungi kekasihnya. Wang Yuxiu berniat untuk mengakhiri hidupnya sendiri, dan menemani sang kekasih di surga.
Pedang itu di angkat, benar-benar berada di antara kulit lehernya. Kedua matanya terpejam, ia nampak ragu, namun rasa kehilangan itu terasa amat menyakitkan.
Disaat ia hendak memotong lehernya sendiri, tiba-tiba pedang itu tidak dapat bergerak, dan ternyata seseorang yang tengah menghentikan aksinya.
Pedang yang tajam menyentuh leher, darah itu menetes, namun beruntung, tetua agung Istana Kekaisaran Bulan Matahari, datang tepat waktu, lalu menghentikan aksi Wang Yuxiu untuk mengakhiri hidupnya sendiri.
"Tuan muda Wang, jangan bertindak bodoh!" ucapnya dengan suara yang serak-serak basah.
Dengan sangat terkejut, Wang Yuxiu pun membuka kedua matanya yang sebelumnya terpejam, dan melihat tetua agung Feng Tian yang berada di hadapannya, tubuhnya membungkuk, dua jari tangan kanannya menahan bilah pedang yang hampir memotong leher Yuxiu.
"Tetua Feng ...." seru Yuxiu dengan nada yang sangat lemah tak mempunyai semangat.
Dengan cepat, tetua agung Feng Tian pun merampas pedang itu, dan melemparkannya hingga menancap di atas tanah. Menghela nafas!
"Yang mulia Kaisar pasti akan sangat sedih jika mengetahui tuan putri Xiao Yun'er telah gugur!" ujar tetua Feng Tian.
Namun, Wang Yuxiu tidak berkata ataupun menanggapi ucapan tetua agung Feng Tian, ia hanya terdiam, bersandar lemas pada tebing bebatuan. Wang Yuxiu telah benar-benar kehilangan semangat hidupnya.
Tetua agung berjalan dua langkah kedepan, "Sebaiknya, kita segera kembali ke istana, dan menyiapkan pemakaman untuk tuan putri!" ucap tetua agung Feng Tian.
Mendengar itu, jelas membuat Wang Yuxiu semakin bersedih. Air matanya kembali menetes, namun wajahnya terlihat masih kosong tak berekspresi, hanya air mata yang mengalir membasahi kedua pipinya.
Di bawah gelapnya langit malam, sinar bulan purnama itu tertutupi oleh awan kelabu, membuat sinarnya sedikit terhalangi.
Tetua agung Feng Tian mengangkat tubuh Xiao Yun'er. Disitulah tetua agung Feng Tian merasakan, bahwa secercah jiwa Xiao Yun'er masih berada di dalam tubuhnya. Namun, sebagian besar jiwanya telah pergi, membuat Xiao Yun'er berada dalam keadaan mati suri.
"Tuan putri ... masih bisa diselamatkan!" ucap tetua agung Feng Tian dengan nadanya yang sedikit ragu.
Walaupun nada yang terdengar itu sedikit ragu, api kehidupan yang kembali menyala, membakar semangatnya yang menggebu-gebu. Wang Yuxiu tiba-tiba mencengkram lengan pakaian tetua agung Feng Tian, "Benarkah!" ucapnya dengan sangat keras dan antusias, kedua matanya berlinang kan air mata, pipinya yang kotor dibasahi oleh air mata.
Tetua agung terdiam, raut wajahnya terlihat nampak ragu.
"Tetua, kenapa anda hanya diam, jawab aku!" teriak Wang Yuxiu dengan emosinya yang memuncak.
"Tuan muda ... sebaiknya anda tenangkan diri anda terlebih dahulu!" ucap tetua Feng Tian.
Lagi-lagi Wang Yuxiu kembali tersulut emosi, ia menarik baju tetua Feng Tian. "Tetua Feng, sebaiknya anda jangan pernah mencoba mempermainkan aku! Walaupun anda berada pada tingkatan bintang raja tempur yang lebih tinggi dariku, aku tegaskan! Aku bisa membunuhmu dengan cepat!" ucap Wang Yuxiu dengan nadanya yang sangat dingin, kedua matanya menatap dengan tajam kepada tetua Feng Tian.
Tetua Feng Tian merasa kesal terhadap Wang Yuxiu, ia pun melepaskan cengkraman Yuxiu, sehingga Yuxiu pun mundur beberapa langkah kebelakang.
"Kau ... aku akan mengatakannya. "Di dunia ini terdapat empat alam yang disebut sebagai Alam Fana, Alam Dewa, Alam Iblis, dan Alam Bintang! Aku pernah membaca sebuah catatan kuno, dimana terdapat batu bintang yang dapat mengabulkan apa saja yang kita inginkan! Kekuatan, kekayaan, bahkan itu bisa menghidupkan kembali seseorang yang telah mati. Namun dengan syarat, orang itu harus mempunyai secercah jiwa yang masih tertinggal didalam tubuhnya." ujar tetua Feng Tian.
"Maafkan aku tetua Feng, aku terlalu terbawa emosi, tolong lanjutkan, aku akan mendengarkannya dengan baik!" ucap Wang Yuxiu dengan nadanya yang mulai kembali tenang.
Tetua Feng Tian pun berjalan ke arah tubuh Xiao Yun'er yang terbaring. Lalu, tetua Feng Tian pun duduk di atas batu hitam.
"Tuan muda Wang, aku tidak terlalu yakin dengan hal itu!" ucapnya dengan nada yang tenang.
"Maksud anda, tetua Feng?" Wang Yuxiu bertanya dengan sangat serius.
"Ini— hanyalah sebuah catatan kuno." ucap tetua Feng sembari mengeluarkan sebuah gulungan catatan dari dalam cincin ruang penyimpanannya.
"Didalam catatan ini, tertulis sebuah catatan yang mengatakan, bahwa jika seseorang mengumpulkan sembilan batu kristal bintang, maka seseorang itu mempunyai kesempatan untuk membuka alam bintang, dan di alam bintang itulah tempat tumbuhnya pohon dewa! Dimana dengan buah dewa itu, maka seseorang bisa mendapatkan manfaat yang sangat besar, bahkan jika buah dewa itu diberikan kepada orang yang telah mati, dengan memakannya, maka orang itu kemungkinan bisa hidup kembali!" ucap tetua Feng Tian.
Kedua mata Wang Yuxiu terbuka lebar, ia sangat begitu senang mendengar itu.
"Lalu ... dimana aku bisa mendapatkan sembilan batu bintang?" tanya Wang Yuxiu dengan sangat antusias.
Tetua Feng Tian bangun dari tempat duduknya di atas batu hitam, ia berdiri dengan kedua tangan yang membuka gulungan kuno tersebut, ia bersama Wang Yuxiu pun melihatnya dan membacanya bersamaan.
Didalam catatan kuno itu, dikatakan bahwa untuk mendapatkan batu kristal bintang tidak mudah. Terdapat tahapan yang tidak bisa di langgar, dimana seseorang itu harus mengikuti jalur yang telah di tentukan.
Jika seseorang telah menentukan untuk mengambil langkah itu, maka dia harus memulainya di Alam fana. Dikatakan bahwa tiga batu kristal bintang tersebar di Alam Fana yang disebut tugas batas dunia Alam Fana.
Setelah berhasil mendapatkan tiga batu kristal di Alam Fana, maka pintu Alam Iblis akan terbuka dengan sendirinya, tanpa perlu membuat sebuah formasi atau apapun untuk menuju alam iblis.
Dikatakan bahwa di alam iblis juga tersebar tiga batu kristal bintang, dan tiga batu kristal lainnya berada di alam dewa.
Saat ini, dunia yang di huni oleh Wang Yuxiu adalah Alam Dewa. Tetapi, dalam catatan kuno itu mengatakan, bahwa batu bintang tidak dapat ditemukan jika tidak mengikuti jalur yang telah di tentukan oleh surga.
Maka, seseorang harus mengawali perjalanannya dengan memasuki Alam Fana terlebih dahulu.
Namun, ketika seorang kultivator memasuki Alam Fana! Maka kekuatan mereka akan di tekan oleh langit dan bumi, bahkan seorang dewa pun hanya akan menjadi praktisi raja tempur setelah memasuki alam manusia.
***
***
Tetua Feng Tian memalingkan wajahnya dan menatap ke arah Wang Yuxiu.
"Tuan muda, apakah anda yakin?" tanya tetua Feng dengan sangat tegas.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!