Lembaran tisu sudah tidak terhitung jumlahnya, dan sampai sekarang masih terus bertambah sehingga menyebabkan benda berwarna putih itu berserakan di kamar kost-nya.
Seorang gadis menangis tersedu, sambil mencaci maki penyebab yang membuatnya sampai menangis seperti sekarang.
“Hiks … mau taro dimana muka gue, cantik-cantik tapi diselingkuhin. Huaa …. malu banget!!!” Teriakan sedih terus saja dilontarkan, air mata pun masih terus membasahi wajahnya.
Sang sahabat, mengusap bahu gadis itu. Berusaha untuk menenangkan, namun tak berani untuk mengatakan ‘sabar ya’.
“Awas lo ya kalo nyuruh gue sabar!!” Kata Tania dengan tarikan suara cairan yang sering keluar dari hidung.
“Yaelah, Tan. Udah jangan nangis mulu, harusnya lo bersyukur karena tahu sebelum nikah sama tuh jantan.” Timpal Raina, sahabat Tania.
Tania menggeleng, dia tetap saja merasa sedih dan sakit hati begitu mengetahui jika pria yang akan ia nikahi bulan depan selingkuh.
Persiapan sudah dilakukan, namun untungnya undangan belum disebar. Memalukan sekali jika nanti para tamu datang ke tempat acara, tapi pengantinnya tidak ada.
“Hiks setannn setann!!! laki muka pas-pasan kayak kudanil aja belaga selingkuh, mana selingkuhannya bocah ingusan yang kehausan jajan lagi.” Gerutu Tania dengan perasaan kesal.
“Terus gue gimana dong, gimana bilang sama mama papa gue. Hiks … Bobby sialann banget udah bikin hati mungil gue potek!” tambah Tania.
Tisu sudah semakin banyak jumlahnya, membuat Raina bingung harus apa. Menasehati sudah, memintanya untuk melabrak bocah ingusan itu tidak mau, jadi Tania ini maunya apa?
“Udah deh kita jambak aja rambut itu admin proyek, masih bocah tapi bisa-bisanya jadi selingkuhan. Pengen banget gue giles pake dump truck!” Raina ikut geram.
Tania menangis makin keras, kepalanya menggeleng terus sambil menekan air matanya yang seakan tak mau berhenti.
Meski wajah Bobby tidak terlalu tampan, namun hubungan mereka sudah berjalan 3 tahun lamanya. Bukan hal yang mudah lupa begitu saja.
Tania meraih cermin, kemudian menatap wajahnya sendiri. Tangisannya berhenti, kemudian merapikan wajahnya sedikit. Sesaat kemudian wanita itu sudah kembali menangis sambil berkaca.
Raina yang melihat itu tampak geli sendiri, dia merinding dengan sikap sahabatnya yang berubah tiba-tiba itu.
“Gue sayang sama Bobby, Na ….” Erang Tania sambil terus berkaca diri.
“Eh monyet hutan, najiss banget gue denger omongan lo begitu. Udah mah tuh laki kagak ganteng, kulit gelap, bau debu, tukang selingkuh lagi. Terus sekarang gampang banget bilang masih sayang.” Sahut Raina tidak habis pikir.
Raina menoyor kepala Tania. “Ini otak dipake dodol, cantik doang otaknya nggak ada.” Tambah gadis itu kesal.
Tangisan Tania makin keras mendapat perlakuan seperti itu dari sahabatnya.
“Jahat lo, udah gue abis di selingkuhin, lo malah berlaku kdrt sama gue.” Kata Tania.
Raina hanya diam, dia duduk di sebelah Tania kemudian merangkul bahu sahabatnya.
“Udah jangan nangis mulu, tadi gue ajak labrak lo nggak mau, sekarang malah nangis kejer disini.” Tutur Raina melembut.
Tania tidak membalas, tangisannya masih terdengar namun tidak se-histeris tadi.
“Lo tahu kan podcast si Denny Sumargo itu, dia bilang kalo kutukan cewek cantik itu pasti diselingkuhin.” Kata Raina lagi.
Tania menyeka air matanya. “Kok lo nggak diselingkuhin?” tanya Tania.
“Anak sialann, lo doain gue di selingkuhin?!” teriak Raina.
Raina meraih bantal, kemudian memukul wajah sahabatnya itu sampai berbaring. Mereka berdua tertawa bersama.
“Nah kan cantik banget kalo ketawa. Sekarang istirahat dulu, besok kita cincang si Bobby, abis itu pelan-pelan baru lo cerita sama mama papa lo.” Kata Raina.
“Makasih ya, Na. Lo sahabat baik gue, banget-banget pokoknya.” Ungkap Tania dengan sungguh-sungguh.
“Iya tau gue, udah ah tidur besok harus kerja. Dan ya, gue yakin nanti lo dapet yang lebih, jauh lebih baik dari si Bobby.” Sahut Raina lembut.
Kedua gadis itu pun tidur setelah hampir 3 jam Tania menangisi nasibnya yang di selingkuhi oleh sang calon suami.
***
Tania dan Raina sudah bersiap untuk berangkat bekerja, kondisi Tania pun sudah jauh lebih baik. Dia berusaha untuk tidak sedih lagi, dia yakin akan mendapat laki-laki yang jauh lebih baik.
Selain itu, Tania bersyukur karena memiliki Raina dalam hidupnya. Sahabat sejak awal perkuliahan sampai dengan hari ini, terhitung sudah hampir 7 tahun persahabatan mereka.
Kini mereka berdua pun bekerja di perusahaan bahkan divisi yang sama, yaitu finance bidang konstruksi bangunan.
“Hari ini gue aja yang bawa mobil.” Kata Tania.
Raina yang sudah siap duduk di kursi kemudi lantas mengangguk. Dia kemudian berpindah posisi dan membiarkan sahabatnya itu menyetir.
“Hati-hati lho, Tan. Jangan karena sakit hati, nyawa kita bahaya. Nggak penting frustasi buat si Bobby.” Ucap Raina mengingatkan.
“Iyalah, gue juga ogah kali. Lagian kan kita masih muda, gue mau ngerasain di geledah-geledah sama suami gue.” Balas Tania sambil cengengesan.
Mereka pun langsung berangkat mengingat hari semakin siang. Perjalanan tidak terlalu jauh, bahkan hanya butuh waktu 30 menit dengan mobil.
Selain itu, rumah mereka juga tidak jauh dari kantor tapi memutuskan untuk kost agar bisa bebas dan mudah jika ada pekerjaan urgent.
“Eh, Tan. Gue belum bilang ya.” Ucap Raina tiba-tiba begitu mereka sampai di parkiran.
“Apaan?” tanya Tania bingung.
“Hari ini abang gue balik, nanti gue pulang ke rumah dulu ya buat nyambut dia.” Jawab Raina.
Tania menatap sahabatnya itu dengan aneh. “Lo jangan halu begitu, Na. Kita udah sahabatan lama, nggak pernah tau gue kalo lo punya abang.” Timpal Tania sewot.
“Apaan halu, gue beneran punya abang dodol. Dia kerja di Kalimantan, udah lama banget dan nggak pernah pulang selama itu, makanya lo nggak pernah liat.” Ujar Raina dengan tak kalah sewot.
“Yaudah iya-iya, makanya kalo punya abang cerita kek, selama ini lo berasa jadi anak tunggal kayaknya.” Cibir Tania.
“Enak sih, dimanja mama papa.” Kata Raina dengan riang.
Tania mendengus, kemudian lekas menyamai langkah sahabatnya itu untuk sampai di kantor.
Sampai di kantor, Tania dan Raina langsung sama-sama sibuk dengan pekerjaan mereka, dan kebetulan sekali mereka berdua bersama manajer keuangan akan visit ke lapangan.
“Heh, lo aman ke lapangan? nanti ketemu sama kodok empang itu.” Kata Raina menongolkan kepalanya dari meja sebelah.
“Aman lah, gue nggak bakal sedih lama-lama apalagi gamonin si Bobby. NOT MY STYLE!!” sahut Tania dengan bangga.
Raina bersorak, bahkan sampai bertepuk tangan yang mana hal itu mengundang tatapan orang sekitar.
“Jangan berisik lo, lagian ngapain sih tepuk tangan? lo pikir gue burung?!” Cibir Tania dengan mata yang menatap sinis Raina.
Raina hanya cengengesan, kemudian lanjut bekerja.
Bersambung ......................................................
HALO GUYS, BERTEMU LAGI DENGAN KARYA TERBARU DARI AUTHOR ILANG-ILANGAN KAYAK AKU, HEHEHE. SEMOGA SUKA CERITANYA YA, LUV U SEMUA ...
Seperti yang dia ucapkan tadi jika hari ini dia akan visit ke lapangan untuk mengecek progress pekerjaan agar bisa mengeluarkan invoice tagihan kepada pihak developer.
Selama perjalanan, Tania biasa saja. Sangat amat jauh berbeda dengan Tania yang semalam menangis tersedu karena di selingkuhin.
“Nanti kalo si Bobby deketin, lo langsung tendang aja burungnya ya. Gue dukung lu, secara penuh!” ucap Raina dengan kedua tangan mengepal penuh semangat.
Tania menatap sahabatnya itu heran, kemudian dia menggeleng.
“Nggak mau, disana kan banyak orang dan mereka semua tahu kalo gue ini finance baik hati yang murah senyum. Nggak lucu kalo tiba-tiba gue jadi macan hutan!” tolak Tania tegas.
Raina mendengus. “Serah lo deh ah, males gue ngomong sama lo.” Cibir Raina ketus.
Akhirnya setelah menghabiskan waktu yang cukup lama karena tol macet, mereka pun sampai di proyek pembangunan apartemen 30 lantai. Kedua gadis itu keluar bersama dan tak lupa memakai APD selama berada disana.
“Tania, tolong minta laporan progress sama pelaksana disini. Saya mau cek ke bagian yang lain.” Kata manajer Tania.
Tania mengangguk dengan patuh, meski sebenarnya dia malas. Pelaksana lapangan? tentu saja itu pacarnya, oh tidak, mantan pacarnya.
Namun karena ia harus profesional, maka mau tidak mau Tania harus melaksanakan perintah dari atasannya itu. Pun Bobby belum tahu jika dirinya memergoki pria itu selingkuh.
Tania pun melangkah ke arah bedeng kantor dimana biasanya pelaksana proyek akan berkumpul dengan pekerja lain untuk meeting, dan disana ada cewek yang menjadi selingkuhan Bobby, si admin proyek.
“Sayang!!!”
Tania memejamkan matanya, mual sekali mendengar panggilan Bobby dengan senyuman merekah tanpa dosa. Pria itu tidak malu memanggilnya sayang karena semua orang tahu mereka akan menikah.
Tania tidak menyahuti panggilan pria itu dan langsung memberikan sebuah tablet untuk meminta progress pekerjaan sesuai perintah sang manajer.
“Sayang, kok nggak bilang mau kesini?” tanya Bobby, laki-laki yang lumayan tampan meski wajahnya sedikit gelap karena pekerja lapangan.
Tania menahan gemuruh dendam di dadanya, dia jadi malu sendiri semalaman menangisi pria yang sekarang ada di depannya sambil memberikan senyuman hangat.
“Tolong berikan laporan progressnya, Pak Bobby. Kami harus membuat invoice tagihan kepada pihak developer!” Ujar Tania dengan formal.
Bobby memegang tangan Tania. “Jangan kaku begitu, Beb. Biasanya juga kamu nggak pernah begitu, sekarang kita masuk ya. Aku kasih progress nya di dalam.” Ajak Bobby sembari menarik tangan Tania.
Tania ingin melepaskan genggaman tangan pria itu, namun kesulitan.
“Lepasin, ini area profesional. Tolong jaga sikap anda, pak Bobby!” Ucap Tania dengan sewot, sambil menepis tangan pria itu.
Mereka sudah sampai di dalam basecamp proyek, disana Tania bisa melihat ada gadis cantik berambut sebahu sedang sibuk mengetik sesuatu di komputernya.
“Sialann, gue kalah sama bocah kecil begini. Tapi kalo dilihat dada nya emang gedean dia sih,” batin Tania.
Gadis itu menunduk, menatap dadanya sendiri yang tertutup blouse berwarna putih.
“Adel, bu Tania datang untuk minta progress. Bisa tolong kirim salinan nya ke nomor saya agar saya teruskan ke bu Tania.” Ucap Bobby.
Gadis yang disebut namanya itu tampak memberikan senyuman ramah dan sopan kepada Tania, senyuman yang semakin membuat Tania ingin menampar wajah gadis itu.
“Enggak, ini bukan style gue buat bikin onar. Lagian nggak penting banget hancurin branding gue cuma gara-gara dua manusia ini.” Batin Tania, berusaha membalas senyum Adel.
“Bu Tania, ini laporan progress yang ibu minta. Ini sudah saya kerjakan bersama pak Bobby kemarin.” Kata Adel dengan sopan.
Tania menerima hardcopy yang diberikan gadis itu, dan dia juga menerima softcopy nya dari kontak bernama ‘sayang’. Cih, ingatkan Tania untuk mengganti nama kontak itu.
“Kerja kamu bagus kayaknya, Del. Sampai pak Bobby begitu menyukai kamu.” Ujar Tania, lembut namun penuh sindiran.
Adel tampak kaget, apalagi Bobby yang sejak tadi hanya diam memperhatikan.
“Sayang, kok ngomong gitu.” Tegur Bobby lembut.
Tania melirik sekitar, kebetulan tidak ada siapapun disana selain mereka bertiga.
“Kenapa kaget begitu, bukankah memang benar? saking sukanya, kamu sampai dibawa ke hotel sama pak Bobby, kan?” tanya Tania, menatap Adel penuh selidik.
“Bu … s-saya, ibu ngomong apa ya?” terdengar suara gugup dari gadis muda itu.
“Sayang, kamu nuduh kami selingkuh?” Bobby bertanya sedikit kencang.
“Pelankan suara anda, Pak Bobby. Tapi pilihan ada pada kalian, berteriak saja jika mau semua orang tau kelakuan kalian bagaimana.” Tutur Tania dengan tenang.
“Dan kamu, Adel. Kamu masih muda, cantik dan pintar, kenapa mau sama laki-laki yang lebih tua, dan sudah punya tunangan?! apa yang dia janjikan sama kamu?” Tania beralih pada Adel.
Gadis di depan Tania makin gemetar ketakutan, tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut gadis itu. Isakan terdengar dari mulutnya.
“Tidak perlu menangis seakan kamu merasa terhina atas ucapan saya, karena tanpa dihina pun kamu memang sudah hina!” Cibir Tania setengah berbisik.
Bobby makin kalang kabut, dia memegang bahu Tania namun gadis itu menolak dengan menepis tangannya.
“Sayang, kamu salah paham. Aku … aku sama dia ke hotel buat kerja, bikin progress ini.” Kata Bobby, berusaha mencari udara disaat sudah tenggelam.
Tania tertawa sumbang. “Bekerja ya? pekerjaan apa yang dilakukan di hotel malam-malam? dan apakah berciumann di parkiran hotel salah satu jobdesk pekerjaan di malam itu?” tanya Tania, tangannya terlipat di dada.
“B-bu … saya mohon maafkan saya.” Lirih Adel, berlutut di depan Tania sambil menangis.
Tania menunduk. “Tidak perlu, karena saya tidak bisa memaafkan kamu. Bersyukur saja saya tidak menjambak dan menampar wajahmu.” Balas Tania, senyuman miring tercipta disana.
Bobby berusaha memegang tangan Tania, tapi gadis itu menolak.
“Sayang, sayang aku bisa jelasin.” Pinta Bobby dengan suara semakin berat.
Tania mundur selangkah dari Bobby, kemudian melepaskan cincin yang tersemat di jari manisnya.
“Nggak usah nyesel, Bob. Kamu lihat aku? aku bahkan nggak nangis sedikit pun karena kamu selingkuh, itu artinya aku nggak peduli.” Tegas Tania kemudian mendorong cincin itu ke dada Bobby sebelum akhirnya jatuh ke tanah.
Jika Raina ada disana, mungkin gadis itu akan tertawa mendengar ucapan Tania. Tidak menangis sih, hanya mengeluarkan air mata yang membuat tisu di kost habis.
“Kalian berdua cocok, sangat menjijikan!” Cibir Tania kemudian berniat untuk pergi, namun dia berhenti.
Tania membalik badan. “Oh ya, aku masih baik hati karena orang kantor atau proyek tidak akan tahu, aku memilih untuk menutup masalah ini. Semoga kalian akan merasakan sakit yang lebih daripada perselingkuhan.” Ucap Tania dengan mata merah penuh dendam.
Adel masih menangis dengan posisi berlutut, sedangkan Bobby berusaha memanggil dengan berteriak namun ia urungkan, dia tidak mau orang proyek tahu masalah ini.
Sedangkan Tania langsung menghampiri Raina dan atasan mereka yang sedang menunggu.
“Ketemu?” tanya Raina berbisik.
Tania mengangguk, kemudian menunjukkan jari manisnya yang sudah kosong.
Raina melotot, kemudian berteriak tanpa suara.
“Laki-laki sampah akan tetap jadi sampah walaupun gue udah pungut dan rawat dengan baik, nggak cocok sama branding gue yang cantik dan anggun ini.” Kata Tania dengan yakin.
Bersambung ...................................
Review ya sayang kalo ada kesalahan, maacihh
Hujan begitu deras di luar, namun tidak membuat seorang Bobby menyerah untuk mendapatkan maaf dari tunangannya, Tania. Pria itu tetap berdiri disana, sambil sesekali memanggil nama Tania.
Tania? oh tentu saja dia ada di kost bersama Raina yang katanya tadi mau pulang sebentar karena kakaknya pulang.
Jika Bobby tidak peduli pada dinginnya hujan, maka Tania pun tidak peduli pada Bobby yang kedinginan karena hujan, itu pilihan pria itu sendiri kenapa harus Tania yang repot.
“Tan, ini gue nggak balik-balik udah malem. Lo mending ikut pulang aja deh, kan sekalian mau ngomong masalah Bobby yang selingkuh itu.” Ujar Raina dengan setengah kesabaran.
Sudah satu jam Raina di tahan oleh Tania untuk pulang sekarang, gadis itu takut jika Raina keluar maka Bobby akan mencoba masuk, apalagi nanti Tania sendirian di kost.
“Tapi gue kan belom izin, beda sama lo yang udah ngajuin cuti 3 hari.” Ujar Tania dengan sabar.
“Kirim pesan aja sekarang ke pak Imam, dia kan suka sama lo jadi gue yakin malem gini pun cuti lo di acc sama dia.” Kata Raina memberi saran.
“Raina gila, jangan nyebar gosip deh. Gue nggak mau diamuk sama istrinya!” Ketus Tania dengan kesal.
Meski kesal, Tania pun mulai mengirim pesan kepada bagian HRD untuk mengajukan cuti selama 3 hari seperti Raina.
Tidak sampai 2 menit, pesan Tania sudah dibalas.
“Busettt, emang ya kekuatan cinta lebih dari apapun.” Kata Raina membaca pengajuan Tania yang langsung di approve.
“Kok bisa ya dia sembarangan begitu?” tanya Tania keheranan.
Raina memukul bahu sahabatnya pelan. “Udah nggak usah dipikirin, cepet beresin apa yang mau dibawa, abis itu kita cabut.” Jawab Raina.
Tania pun bergegas membereskan apa yang mau dibawa olehnya, dan tepat pukul 7 malam kedua gadis itu langsung keluar dari tempat kost mereka.
“Tania, sayang!!” suara Bobby terdengar memanggil.
Tania dan Raina untungnya sudah masuk ke dalam mobil, kemudian kedua gadis itu meninggalkan Bobby yang menatap kecewa sekaligus kesal.
“Arghhh sial!!!” Erang Bobby kesal.
Sedangkan Tania dan Raina sudah dalam perjalanan untuk pulang ke rumah mereka, dan 3 hari ke depan mereka akan sedikit terbebas dari beban pekerjaan kantor.
“Gila ya, cuti dadakan langsung di acc. Beruntung juga gue, jadi nggak kerepotan sama kerjaan.” Ujar Tania geleng-geleng kepala.
“Salah satu keuntungan punya muka cantik, Tan.” Timpal Raina sambil tertawa.
Rumah Tania dan Raina itu tidak terlalu jauh, hanya berbeda cluster saja. Entah Tuhan memang mentakdirkan mereka untuk selalu bersama atau bagaimana.
Rumah dekatan, di kampus satu kelas, dan bekerja pun di tempat bahkan divisi yang sama.
“Tan!” Panggil Raina tiba-tiba.
Ekspresi wajah gadis itu tampak serius, sesekali menoleh ke arah sahabatnya. Ada keraguan yang membuat Tania bingung.
“Kenapa lo, kok ragu banget mau ngomong. Nggak mungkin mau pinjem duit kan?” tanya Tania dengan gurauannya.
“Ck, bukan. Jadi kan lo baru break sama si Bobby, misal lo gue kenalin ke abang gue mau nggak?” tanya Raina dengan sangat hati-hati.
“Gila, anak satu ini emang geser gue rasa otaknya.” Ujar Tania sambil tertawa kecil, tak habis pikir.
“Gue serius, Tan. Abang gue ganteng kok, tajir juga. Dia udah punya rumah sendiri di komplek sebelah, karir juga bagus, jadi nggak akan bikin lo susah.” Kata Raina dengan yakin.
Tania menghela nafas, dia memijat kepalanya sebentar sebelum akhirnya menggebrak dashboard mobil agak kencang.
“Yahh lo mah marah, yaudah lupain aja omongan gue.” Kata Raina tidak enak hati.
“Bukan begitu, Raina Ayu … masalahnya banyak, gue …” Tania menghela nafas, kemudian menatap sahabatnya itu serius.
“Pertama iya gue sama Bobby baru aja putus dari hubungan bertahun-tahun, kedua gue sama abang lo nggak saling kenal.” Tambah Tania dengan lembut.
“Ya makanya kenalan, Tan. Mau ya?” Pinta Raina dengan wajah manis yang dibuat-buat.
“Emang lo mau punya kakak ipar kayak gue? gue galak lho, apalagi kalo adik iparnya reseh kayak lo!” Kata Tania menakuti.
“Nggak apa-apa, gue rela dunia akhirat!” balas Raina dengan yakin.
***
Tania diantar sampai ke rumahnya oleh Raina, dan dia tentunya langsung disambut oleh orang tuanya yang keheranan melihatnya pulang.
“Semua baik-baik saja kan, Kak? kok kamu pulang tiba-tiba, nggak dianter Bobby juga.” Kata ayah Arda lembut.
Tania menekuk wajahnya, kemudian dia menangis terisak. “Ayah …” rengek Tania dengan pilu.
Melihat anaknya menangis tentu membuat ayah Arda langsung memeluk anak semata wayangnya itu, dia mengusap punggung Tania dan membiarkannya menangis.
“Nggak apa-apa, nangis dulu Nak. Tenang, ada ayah disini …” bisik Ayah Arda lembut.
Ibu Rahayu pun jadi ikut sedih melihat anaknya menangis, dia sangat yakin jika sesuatu sudah terjadi.
“Kenapa, Tania? ibu sama ayah jadi takut kamu kenapa-napa.” Kata ibu Rahayu lembut.
“Hiks … Bobby selingkuh, Ayah, Ibu. Aku nggak mau lanjutin pernikahan, aku nggak mau Ayah …” lirih Tania semakin mengeratkan pelukannya.
Mendengar ucapan anaknya tentu menciptakan amarah, namun dia tidak bisa melampiaskannya sekarang. Kini yang terpenting adalah kebahagiaan Tania.
Tania melepaskan pelukan di tubuh ayahnya, dia kemudian mengusap wajahnya dengan kasar.
“Ayah sama ibu nggak apa-apa misal aku batal menikah?” Tanya Tania ragu, menelisik wajah orang tuanya.
“Nggak apa-apa dong, Sayang. Justru kami nggak rela kalo kamu nikah sama laki-laki kayak Bobby, kami nggak mau kamu disakiti.” Jawab Ibu Rahayu lembut.
“Ibu bener, untuk masalah biaya yang sudah keluar tidak perlu dipikirkan, ayah yakin nanti diganti sama yang lebih banyak. Dan pastinya kamu dapat pasangan yang lebih baik!” Kata Ayah Arda dengan lugas.
“Makasih, Ayah, Ibu …” Bisik Tania dengan tenang.
Tania bersyukur memiliki orang tua seperti ayah dan ibunya, mereka selalu mengusahakan yang terbaik untuknya.
Mereka bukan keluarga yang kaya raya, hanya pensiunan salah satu kementerian. Meski begitu mereka hidup dengan cukup. Punya rumah, kendaraan dan tabungan untuk Tania pastinya. Kini kesibukan orang tua Tania hanya memelihara ayam untuk dijual jika ada yang pesan.
“Udah, mending sekarang makan yuk. Ayah baru potong si Kuya tadi,” ajak Ayah Arda.
“Lho … ayah potong ayam kesayanganku? ihh ayah …” rengek Tania manja, Kuya ayam jago kesayangan Tania.
Ayah dan ibu tertawa melihat Tania merengek. “Bercanda, Kak. Lagian sih punya ayam nggak diurusin, kasihan tau.” Kata Ayah.
“Udah ayo makan, tapi sekarang kakak ganti baju dulu ya sambil ibu panasin makanannya.” Tutur Ibu Rahayu lembut.
Tania mengangguk, dia pun lekas berlari ke kamarnya untuk ganti baju.
Setelah Tania pergi, Ayah Arda langsung kehilangan senyum. Dia menyeka sudut matanya yang berair.
“Ayah jangan sedih, nanti kakak marah lho …” Tutur Ibu Rahayu, sembari mengusap bahu suaminya.
MASIH SEMANGAT KAN BACANYA GUYS??
Bersambung ..........................................
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!