NovelToon NovelToon

Rembulan Di Pelukan

Bab 1

“Kamu akan aku pecat!” seru Frita kesal.

Sedan mewah merah marun itu memasuki lobi utama gedung megah Glow & Shine Co.

Aditya menoleh sekilas, memandangi CEO cantik yang kini menjadi atasannya. “Maaf, kalau saya salah, Mbak.”

“Kamu pemalas! Selalu terlambat setiap hari!” bentak Frita, sambil buru-buru membuka pintu.

Tidak memedulikan omelan atasannya, Aditya mengendarai mobil sampai berhenti di depan pelataran Gedung. Prita langsung menerjang turun.

“Percuma aku menggaji kamu sebagai sopir pribadi,” Frita kembali melampiaskan amarahnya. “Kamu tak mampu melindungiku!”

Frita meninggalkan mobil, tanpa menoleh lagi. Berjalan bergegas-gegas di atas sepatu bertumit runcing memasuki lobi dengan lantai marmer mengilat.

Fiuu… Aditya bersiul perlahan, memandangi atasannya berlalu. Cantik tapi sadis, pikir Aditya tersenyum-senyum simpul. Saking cantiknya sampai semua pria yag memandangnya akan mengagumi, tetapi terasa sulit dijangkau. Pantas saja ia dijuluki Rembulan Kota Bandung.

Aditya segera melajukan mobil memasuki pelataran parkir. Lalu ia masuk ke ruang tunggu sopir untuk melakukan absensi. Dia menyambar jaket lusuh untuk menutupi otot-otot gempal di lengannya dan mengacak-acak rambutnya. Dia pun masuk ke kamar mandi untuk memeriksa penyamarannya.

Aditya melihat pantulan dirinya di cermin. Di balik penampilannya yang lusuh dan berantakan, menyembunyikan bekas otot hasil latihan militer.

Hati kecilnya sebenarnya merasa berat, menjadi sosok orang lain. Tetapi dia harus bersikap professional, karena ayah Frita telah menyewanya untuk melindungi puteri kesayangannya.

Aditya membasuh mukanya dengan air. Kesejukan terasa menjalar di kulit wajahnya.

Ini bukan aku, gumamnya. Aku seorang yang terhormat, teriak batinnya.

Pikirannya membayangkan dirinya yang sebenarnya. Dengan jelas dirinya mengenakan seragam tentara lengkap dengan lambang bintang tiga di lencananya.

Dalam ingatannya, tubuhnya terlihat kekar dan berwibawa. Wajahnya gagah kecoklatan karena terpanggang matahari. Kepalanya yang plontos ditutupi topi baret komandan makin menyempurnakan ketampanannya. Dia seorang komandan yang berprestasi. Banyak penghargaan yang sudah di raihnya.

Itulah aku, gumam Aditya.

Aditya beringsut ke luar dari kamar mandi, menuju ruang tunggu sopir. Ia membaringkan diri di kursi panjang dengan nyaman. Ia harus berpura-pura sebagai orang yang lemah dan tidak berdaya di depan rekan sejawat. Tidak boleh menonjolkan dirinya supaya sopir-sopir lain tidak mengendus penyamarannya.

Aditya memiliki misi rahasia untuk melindungi Frita. Keselamatannya sebagai CEO perusahaan ini terancam. Sudah berulang kali, gadis itu mendapatkan ancaman penculikan. Pandu, ayah Frita yang merekrut Aditya. Aditya akan memastikan penyamarannya tak diketahui oleh siapa pun.

Lamat-lamat Aditya melihat Frita bercakap-cakap di lobi dengan Rani, sekretarisnya. Tapi dengan sikap cuek, Aditya malah masuk ke ruang sopir dan merebahkan diri.

“Kamu lagi ngapain, Aditya?” suara Rani terdengar tiba-tiba dan sangat mengagetkan Aditya.

Aditya tersenyum. “Eh, ini aku lagi siap-siap. Kita, maksudnya Mbak Rani dan Mbak Frita mau berangkat kan?” ujarnya sembari bangkit dari rebahan dan terlihat bersemangat.

“Iya, buruan Mbak Frita, dari tadi udah nungguin,” kata Rani dengan sedikit meringis, perutnya terasa sakit. Dia memegangi perutnya. Dismenore—rasa sakit saat haidnya, muncul lagi.

Adit masih tetap santai menanggapinya. Fokus perhatiannya malah ke sakit perut yang dialami Rani. Sementara Rani mulai tampak cemas. Aditya menyadari apa yang dialami Rani.

“Kok, kamu malah tenang-tenang aja, ayo cepat,” seru Rani.

“Tunggu… tunggu, kelihatannya Mbak ini suka barang antik ya?” tanya Adit sambal menunjuk arloji yang melekat di tangan Rani. Aditya mencoba mencari celah untuk bisa membantu meringankan sakit yang dialami Rani.

“Memangnya kenapa?”

“Itu jam tangannya kayanya sudah berumur, padahal biasanya orang dengan jabatan tinggi seperti mbak Rani sukanya barang-barang mahal dan elegan”

“Oh ini, kebetulan memang saya suka barang yang antik,” jawab Rani sambil menunjukan jam tangannya.

“Oh begitu, tapi tampaknya jam itu terawat dengan baik, boleh saya pegang? Kebetulan saya juga suka barang antik”

“Eh? Boleh saja kok,” jawab Rani sambil mendekatkan tangannya ke arah Aditya.

“Jari jemari Mbak indah juga ya,” puji Aditya sambil memegang tangan Rani.

“Sama saja tahu kaya yang lain,” bantah Rani.

“Sejak saya kerja di Glow & Shine Co, saya sering dengar kalo Mbak Rani ini dijuluki Putri Senja.”

“Kamu dengar dari siapa sih? itu cuma gurauan mereka saja tahu, jangan dianggap serius,” kata Rani sambil tertawa kecil.

“Awalnya saya juga begitu Mbak. Tapi sekarang saya percaya kalo Mbak Rani ini cocok disebut Putri Senja”

“Kenapa?”

“Ada satu persamaan antara Mbak Rani sama Senja”

“Persamaan apaan sih? kayak matematika saja”

“Sama-sama indah kalo dipandang.”

“Ih kamu ini, kirain persamaan apa…” kata Rani sambil tersenyum.

Aditya memegang dan memperhatikan jam tangan yang dipakai Rani, ketika tangan Aditya memegang jam itu dengan cepat jarinya menekan titik akupuntur tangan Rani yang berhubungan dengan masalah dismenore yang dialaminya.

Rani bahkan tidak memperhatikan dan merasa jika titik akupunturnya sudah ditekan oleh jari Aditya, kejadian itu hanya sekejap mata.

Rupanya dari kejauhan Frita menyaksikan Aditya sedang memegang tangan Rani, Frita berpikir jika Aditya mencoba menarik perhatian dari Rani. Frita khawatir jika Aditya hanya memanfaatkan Rani saja.

Aditya berhenti memegang jam tangan milik Rani, rasa sakit yang tadi tengah dirasakan oleh Rani sekejap saja sudah hilang bersamaan dengan berhentinya Aditya memegang jam tangannya.

Frita menghampiri Rani dan Aditya.

“Oh jadi itu begitu, pantesan kamu lama banget, Rani!” ucap Frita dengan dingin. Wajahnya yang putih tampak memerah. Sorot matanya amat tajam.

“Enggak, Mbak. Tunggu dulu, biar aku jelasin…” kata Rani terbata-bata. Sementara Aditya tetap santai.

“Hari ini agendaku kacau balau.”

“Mbak Rani nggak salah. Aku yang salah,” kata Aditya.

“Diam. Nggak perlu kamu jadi sok pahlawan, Aditya.”

Dengan pelan Aditya melangkah. Jarak antara dirinya dengan Frita sangat dekat.

“Kamu tidak usah marah. Aku hanya membantu meringankan sakit yang dia alami. Kamu cemburu?” Aditya berbisik pelan ke telinga Frita.

Mata Rani tampak awas, penuh curiga. Dia merasa ada kejanggalan. Kok berani sekali Aditya mendekati Mbak Frita seperti itu, Padahal kan dia hanya sopir, piker Rani.

Frita, makin kesal. Namun situasi saat ini menahannya bertindak ceroboh. Dia hanya bisa menggerutu, sejak awal aku sudah tidak sudi dijodohkan denganmu oleh Ayah!

Frita menarik tangan Rani. Keduanya berlalu meninggalkan Adit yang tampak santai di tengah situasi yang memanas itu. Sebenarnya Rani masih tampak tak nyaman. Dia masih memandangi Aditya.

Rani tak habis pikir, kenapa harus terjadi peristiwa yang tak mengenakkan itu.

Lamat-lamat Aditya masih mendengar percakapan Frita dan Rani.

“Jadi kita berangkat meeting sama siapa, Mbak?” Rani masih gusar.

“Gampang, masih banyak sopir lain kok,” timpal Frita.

Aditya hanya tersenyum saat mendengar hal itu. Aditya hanya bergumam, memangnya sopir mana yang mampu melindungimu, Rembulanku?

Frita dan Rani sudah menjauh dari hadapan Aditya. Lelaki itu tak bisa mendengar lagi percakapan lanjutan kedua gadis itu.

“Mbak nanti nggak pakai dia lagi?”

“Kenapa kamu jadi perhatian begitu sama dia?”

“Enggak, Mbak. Aku… aku cuma mau kesalahpahaman tadi.”

“Apa maksudmu, kesalahpahaman? Sudah jelas dia lagi merayumu. Jangan mau kamu dimanfaatkan sama dia.”

Rani ingin sekali membantah ucapan atasannya. Namun sepertinya takkan ada gunanya. Rani paham, Frita sedang emosional.

“Iya, Mbak. Makasih udah ngingetin,” ucap Rani kemudian.

Frita kemudian menelepon koordinator sopir. Dia meminta sopir pengganti Aditya.

“Udah ya, nggak usah dibahas-bahas lagi. Yuk siap-siap berangkat meeting,” ucap Frita. Nada bicaranya sekarang terdengar lebih tenang.

Mobil dan sopir lain pun muncul. Kedua gadis itu segera masuk.

BERSAMBUNG…

Bab 2

“Tumben kamu datang sepagi ini, apa ini hari ulang tahunmu?” tanya Frita dingin setelah masuk ke dalam mobil.

“Oh aku tahu. Jangan-jangan tadi malam kamu kesambet Setan rajin?” tanya Frita lagi karena Aditya tidak menanggapi pertanyaan pertamanya.

Ketika sampai di depan gedung kantor, Frita keluar dari mobilnya. Pintu mobilnya setengah dibanting ketika menutupnya.

Aditya hanya tertawa kecil melihat tingkah laku atasaannya yang menurutnya begitu lucu. Aditya menuju ruang tunggu sopir setelah memarkirkan mobilnya.

“Selamat pagi,” sapa Aditya kepada beberapa sopir di ruang tunggu.

Mereka hanya menatap tajam Aditya tanpa menjawab. Aditya hanya tertawa kecil. Baginya hal itu sudah biasa.

Aditya menggerakkan jari telunjuk tangan kanannya ke arah mesin fingerprint. Namun tiba-tiba ada sopir yang memegang tangan kanannya. Aditya menatap tajam sopir itu.

“Apa ada masalah?” tanya Aditya.

“Ya. Aku takut mesin ini error gara-gara kamu absen sepagi ini,” ledek sopir itu. Sopir yang lain tertawa mendengar perkataannya.

“Bukan rusak lagi Jan, meledak!” tambah sopir lain.

Aditya baru ingat sekarang. Ada seorang sopir yang dahulunya preman pasar di Bandung, Jana namanya. Aditya pikir mungkin ini orang yang dimaksud.

“Aku setuju dengan kalian. Aku juga khawatir jika mesin ini akan rusak, tapi aku sadar mesin ini dibuat oleh ahlinya. Jika aku tahu mesin ini dibuat oleh kamu maka aku akan mengurungkan niatku untuk absen sekarang, takut rusak,” balas Aditya sambil menatap tajam Jana.

Jana terkejut sekaligus takut melihat tatapan tajam Aditya. Dia tidak menyangka Aditya memiliki tatapan mengerikan seperti itu. Jana sebisa mungkin menekan rasa takutnya karena tidak ingin wibawanya hancur di depan teman-temannya.

“Apa maksudmu!” bentak Jana.

“Mesin ini pasti gampang rusak jika kamu yang buat, itu juga kalau kamu bisa membuatnya,” ledek Aditya.

Wajah Jana memerah karena menahan amarah, genggaman tangan kanannya bertambah keras mencengkram tangan kanan Aditya. Jana tambah heran karena biasanya dengan tenaga seperti itu sudah cukup membuat orang yang dipegang olehnya meringis kesakitan. Tapi tidak ada sedikitpun perubahan pada mimik wajah Aditya.

Jana menggunakan tenaganya hingga maksimal. Aditya menggunakan sedikit tenaganya untuk menggerakan tangan kanannya hingga jari telunjuknya menyentuh mesin absensi. Jana semakin kaget karena Aditya masih bisa menggerakan tangannya dengan santai.

Setelah absennya diterima Aditya menghentakkan tangan kanannya untuk melepaskan cengkraman Jana. Tampak tubuh Jana oleng hingga cengkramannya lepas karena terbawa tenaga Aditya. Dengan santainya Aditya masuk ke dalam kantor supir untuk menyimpan tasnya.

“Bedebah, sopanlah sedikit sama senior!” teriak Jana.

“Aku sudah lakukan saat pertama bekerja di sini. Tapi kalian malah merendahkanku,” jawab Aditya sambil menatap tajam Jana.

Melihat tatapan Aditya membuat Jana lagi-lagi merasa ketakutan, tapi dia tidak menunjukannya kepada yang lain.

“Kalau saja kamu bukan pekerja di sini, pasti sudah aku sikat!” bentak Jana. Aditya hanya mengacuhkannya, gertakan seperti sama sekali tidak berpengaruh kepadanya.

“Sikat sekarang saja, Jan!” teriak sopir yang lain.

“Ada apa nih pagi-pagi kalian sudah ribut-ribut?” tanya Wira yang baru datang.

“Kenapa kamu biarin Jan?” tanya Wira sambil berjalan ke arah Aditya.

Ketika tangan Wira hendak memegang kerah baju Aditya, dengan cepat tangan kanan Aditya memegang tangan Wira. Kecepatan tangan Aditya membuat Wira terkejut, Wira melotot menatap mata Aditya.

“Dasar tidak tahu diri, kalau emang kamu tidak mampu buat membelikan seniormu rokok setidaknya hormati seniormu pake sopan santun!” bentak Wira.

“Setahuku tidak ada senior dan junior dalam pekerjaan. Tidak ada peraturan tertulis kalau pegawai baru harus membelikan rokok atau semacamnya untuk pegawai lama,” jawab Aditya santai.

Diskriminasi yang dialami oleh Aditya sebenarnya berawal ketika dia baru bekerja sebagai sopir di Glow & Shine Co. dan ada beberapa pegawai lama yang meminta sebungkus rokok kepadanya, namun dengan tegas Aditya tidak mau membelikannya sebatang pun.

“Kalau dinasihatin senior itu denger!” bentak Wira sambil mencoba melepaskan pegangan Aditya. Tapi seberapa keraspun usaha Wira, dia tidak mampu melepaskan cengkraman tangan Aditya.

Wira semakin marah. Aditya menatap tajam mata Wira. Seketika tubuhnya serasa terkena aliran listrik tegangan tinggi, perasaan takut Wira muncul setelah melihat tatapan tajam dan dingin dari Aditya. Wira berhenti mengoceh, tangannya pun dilepaskan oleh Aditya.

Merasa di tempat itu dia hanya mengundang keributan saja, Aditya segera pergi menuju tampat parkir untuk menenangkan diri. Sedangkan Wira mengumpulkan sopir lainnya untuk mencari cara agar Aditya dipecat dari Glow & Shine Co.

“Menurut kalian bagaimana caranya kita menyingkirkan cecunguk itu?” tanya Wira.

“Lebih baik sikat saja sama Jana,” usul seorang sopir.

“Jangan, kalau diketahui Bos besar bisa-bisa aku tidur di penjara nanti” bantah Jana, padahal dia merasa takut setelah melihat tatapan mengerikan Aditya.

“Begini saja, kalau di antara kalian ada yang mendapat tugas berat segera beritahu aku. Nanti aku usulkan kepada Bos Hadi untuk memberikannya kepada Aditya,” usul Wira.

Semua sopir akhirnya sepakat untuk melaksanakan rencana Wira.

HP Aditya berdering ketika dia merenung di dalam mobil. Pesan masuk dari temannya. Dia memberitahu bahaw Wira ingin menyingkirkannya.

***

“Ada apa Mbak?” tanya Rani cemas.

“Aku baru mendapat telepon dari Mr. James Matthew katanya dia meminta proposal kerja sama baru dari kita,” jawab Frita.

“Lah kok bisa Mbak?”

“Entahlah, katanya dia mendengar desas desus aneh tentang produk kosmetika yang berasal dari Glow & Shine Co. Karena itu dia ingin berjumpa dengan kita di Hotel Universal Bandung”

“Kapan Mbak pertemuannya?”

“Hari ini, pukul 13:00”

“What? Itu mah dadakan banget Mbak.”

“Kalau waktu pertemuannya masih lama, aku nggak akan pusing kaya begini Ran.”

“Oke tenang dulu, biar sekarang aku atur proposal bisnisnya dulu.”

“Nanti saja Ran di hotel, sekarang coba kamu urus sopir yang bisa diandalkan untuk bersiap berangkat,” kata Frita sambil memegang kepalanya.

“Oke!” jawab Rani sambil tergesa-gesa keluar.

Frita bingung, apa yang harus dia lakukan. Dia tidak menyangka jika Mr. James Matthew akan mendadak datang ke Indonesia tanpa memberi kabar terlebih dahulu. Waktu sudah sudah pukul 10:36 sementara pertemuan yang di sepakati pukul 14:00. Bagaimanapun dia tidak punya kesempatan untuk mengundur pertemuan.

Frita hanya berharap semoga hari ini semuanya berjalan degngan lancar. Ah dia melupakan sesuatu, dia lupa bilang kepada Rani agar jangan sampai Aditya yang mengambil tugas penting ini. Bisa gagal pertemuannya nanti jika Aditya yang mengantar mereka ke Hotel Universal.

Sementara Hadi datang menghadap Rani. Dia mendapat perintah untuk segera menyiapkan seorang supir. Hadi pun segera mengumpulkan para sopir untuk memberitahukan jika ada tugas penting itu. Dia menunjuk Wira sebagai sopir untuk mengantar direktur Frita dan sekretarisnya ke Hotel Cempaka dengan segera.

Wira sadar ini adalah kesempatan terbaik untuk memberi pelajaran kepada Aditya agar dipecat. Dia mengusulkan kepada Hadi agar Aditya saja yang menjalankan tugas penting itu. Awalnya Hadi menolak, namun dia setuju setelah Wira membujuknya dan bilang bahwa jika Aditya masih bekerja di sini maka nama baik seluruh sopir bisa ternodai karena Aditya selalu bermalas malasan.

Dari luar gerbang gedung terdengar suara ramai banyak orang, ada yang berteriak, tertawa, dan yang lainnya. Karangan bunga mawar tampak diangkat tinggi-tinggi hingga terlihat dari halaman kantor. Karangan itu terlihat banyak hingga kemacetan terjadi di jalan tepat di depan gedung kantor Glow & Shine Co.

Iring-iringan ramai itu tampaknya mengarah ke gedung kantor. Walaupun Wira sekilas melihatnya namun dia tidak memperdulikan hal itu. Saat ini yang terbayang di pikirannya adalah saat Aditya dimarahi habis-habisan karena gagal menjalankan tugas penting yang diterimanya.

“Dit! Kamu diperintahkan oleh Bos Hadi untuk segera bersiap karena ada tugas penting,” kata Wira di depan Aditya.

“Tugas penting apa?”

“Kamu harus mengantarkan Mbak Rani dan Bu Frita ke Hotel Universal secepat mungkin,” jawab Wira sambil pergi meninggalkan Aditya.

BERSAMBUNG...

Bab 3

“Maaf Rik, hari ini aku sibuk banget. Tadi siang aku meeting bersama pimpinan pusat R&D Glow & Shine Co.” tulis Frita dengan emoji tangan minta maaf.

“Tidak apa-apa kok, aku senang kamu baik-baik saja. Oh iya sudah makan belum?” balas Erik, putra presiden direktur sekaligus pemilik Unesia Corp.

Kerjaan Erik sejak siang Erik hanya mengganggu Frita saja. Dia terus-terusan mengirimi Frita pesan yang menurut gadis itu tak penting.

“Aku baru selesai makan di rumah,” balas Frita. Sebenarnya Frita jengkel karena Erik hampir setiap hari terus menerus mengiriminya pesan yang tidak penting sama sekali.

“Yah, padahal tadinya aku mau mengajakmu makan di restoran.”

“Lain kali aja ya.”

“Bagaimana kalau minggu depan kita berdua makan malam?”

“Maaf aku nggak bisa.”

Inilah alasan kenapa Frita tidak mau membalas pesan dari Erik karena jika sudah dibalas satu kali maka pembicaraan tidak akan pernah berhenti.

Bahkan malam ini tampak Frita sudah jengkel karena Erik terus mengiriminya pesan. Namun jika sehari saja Frita tidak membalas pesannya maka Erik akan langsung menemuinya dan menanyakan kabar dan yang lainnya.

Erik tidak pernah putus asa. Dia terus mendekati Frita dengan berbagai cara. Awalnya dia terus menerus memberikan hadiah mahal kepada Frita seperti kalung berlian, jam tangan mewah dan beberapa hadiah mahal lainnya.

“Kalo nonton di bioskop gimana? Minggu depan kalo nggak salah ada film bagus deh, pasti kamu suka.”

“Aku minggu depan kayanya nggak bisa deh.”

“Sehabis nonton kita bahas kerja sama bisnis Fri, katanya Mamaku mau buka salon baru.”

“Kalo masalah itu kirimin lewat email aja dulu Rik. Kalo perlu ketemu baru kita atur jadwalnya.”

Frita lebih baik meluangkan sedikit waktu untuk membalas pesan Erik daripada harus bertemu langsung dengan orangnya.

“Kalau nggak bisa gimana kalo minggu depannya?”

“Duh, jadwalku padat, Rik.”

“Minggu depannya lagi?”

“Hmm”

“Kamu kenapa Fri? Sakit?”

“Enggak.”

“Padahal aku besok mau melamarmu lho, Fri.”

“Terserah.”

Frita langsung mematikan ponselnya karena sudah terlalu kesal. Dia ingin segera beristirahat. Jika Erik besok bertanya maka dia tinggal menjawab kalo baterai HP-nya habis.

Frita teringat saat Erik terus mengirimkan tanaman bunga beserta potnya ke kantor Frita, hingga saat ini semua bunga itu masih terawat dengan baik dan tersebar di setiap sudut gedung Glow & Shine Co.

Erik mengirimkan beraneka tanaman bunga ke kantor Frita selama sebulan penuh. Kegiatannya berhenti setelah Frita bilang, dia tidak suka karangan bunga karena lama-kelamaan mereka akan layu.

Erik baru berhenti mengirimkan berbagai macam tanaman bunga ke kantor Frita setelah dia bilang jika semakin banyak tanaman bunga yang dikirim ke kantornya maka pegawainya tidak cukup untuk merawat semua tanaman yang diberikan Erik.

Hari-hari berikutnya Erik malah mengirimkan lima orang karyawan khusus dari kantornya untuk merawat semua bunga pemberiannya yang ada di kantor Frita. Awalnya Frita menolaknya karena dia tidak ingin menambah beban perusahaan untuk menggaji para pegawai yang dikirimkan Erik.

“Duh! Kenapa harus ada orang kaya Erik sih di dunia ini!” gerutu Frita sambil membanting bantalnya ke arah pintu karena kesal. “Sama menyebalkannya dengan Aditya!”

“Fri? kamu kenapa?” tanya Ayahnya sambil mengetuk pintu kamar Frita.

“Enggak apa-apa kok Yah. Cuma lagi kesel aja.”

“Kalau lagi ada masalah cerita ke aja ke Ayah.”

“Iya Yah. Kalo ada aku pasti cerita kok.”

“Ya udah kalo begitu,” jawab Ayahnya sambil pergi dari depan kamar Frita.

Sementara itu, di tempat lain, Erik semringah luar biasa. Mendapat balasan ‘terserah’ dari Frita malah membuat Erik melompat-lompat karena senang. Erik membayangkan wajah cantik Frita dengan malu-malu bilang ‘terserah’ dengan lembut dan pelan. Dia pikir Frita menulis kata ‘terserah’ karena malu mengatakan bahwa dia sudah lama mengharapkan dilamar olehnya.

Erik kemudian menelepon Frita. Namun nomornya malah tidak aktif. Erik malah berteriak girang sambil melompat-lompat. Dia pikir karena malu sudah bilang ‘terserah’ kepadanya maka Frita segera mematikan HP-nya.

Erik pikir juga mungkin Frita malu karena perasaannya yang sesungguhnya sudah diketahui olehnya, karena biasanya memang perempuan tidak mau jujur pada perasaannya dan malu mengatakan yang sejujurnya, hingga harus pria yang peka dan inisiatif untuk mengungkapkan terlebih dahulu.

“Ada apa Rik kamu malam-malam begini teriak-teriak?” tanya Ayahnya.

“Enggak ko Yah, Erik lagi senang aja,” jawab Erik sambil cengengesan.

“Kelakuanmu hari ini aneh banget, Rik.”

“Besok Ayah lihat saja di TV 45 Bandung,” jawab Erik sambil segera masuk ke kamarnya. Ayahnya semakin bingung.

***

Erik bergaya di kamarnya. Dengan menghadap cermin sembari senyam senyum sendiri. Dia juga sibuk menghubungi beberapa media massa dari mulai koran, TV lokal hingga beberapa majalah untuk meliput acara lamarannya besok secara live.

Tak lupa dia menghubungi toko bunga langganannya untuk memesan beberapa karangan bunga raksasa untuk iring-iringan besok. Dia juga memesan pakaian paling mahal, serta cincin mahal dengan mata berlian. Saung Angklung juga dia hubungi untuk ikut meramaikan acara lamarannya.

Erik kemudian mengabari sekretarisnya.

“Selamat malam Pak Erik.” sapa seorang wanita, sekretaris Erik.

“Besok ada pertemuan penting?”

“Tidak Pak, selama seminggu ini Pak Erik tidak ada jadwal penting.”

“Baguslah. Besok saya mau melamar Direktur muda Glow & Shine Co., Frita.”

“Selamat Pak kalo begitu, lalu apa yang perlu saya lakukan?”

“Besok kamu pakai pakaian paling bagus, hubungi juga beberapa staf yang tidak memiliki pekerjaan penting untuk ikut menghadiri acara lamaran saya.”

“Baik Pak, pasti saya sampaikan.”

“Besok begitu kita sampai di kantor Frita, kamu langsung jemput dia untuk menemuiku di depan kantor.”

“Baik Pak.”

Setelah selesai menghubungi Sekretarisnya Erik segera menelepon anak buah kepercayaannya.

“Malam Bos.”

“Malam Wok. Besok kamu bawa semua anak buahmu untuk mengawalku.”

“Beres Bos. Memangnya besok mau ke mana Bos?”

“Besok aku melamar direktur muda Glow & Shine Co., Frita.”

“Oh Rembulannya Bandung? Hebat Si Bos ini bisa dapetin cewek secantik dia.”

“Iyalah, Erik. Besok tugas kamu dan anak buahmu harus ngamanin acara lamaranku agar nggak ada yang ganggu.”

“Oke Bos. Kalo ada yang ganggu gimana Bos?”

“Kamu sikat aja! Tapi jangan lupa pake baju bagus biar nggak malu-maluin.”

“Duh, gimana ya Bos.”

“Gampang, sekarang aku transfer langsung uangnya buat beli pakaian.”

“Beres Bos kalo begitu.”

Erik rasa semua persiapannya sudah selesai. Erik terbaring di tempat tidur sambil menerawang kiranya apa yang besok akan terjadi. Hatinya sudah tak sabar menunggu pagi hari.

Saat pagi tiba, Erik segera mengumpulkan semua orang yang akan meremaikan acara lamarannya. Sengaja dia tidak memberitahu kedua orang tuanya untuk mengejutkan mereka saat acara lamarannya disiarkan secara live di beberapa stasiun TV lokal, YouTube, Facebook, Instagram dan yang lainnya.

Erik bekerja sama dengan beberapa koran dan majalah untuk menyisipkan berita lamarannya hari ini di berita utama mereka.

Erik berangkat menuju kantor utama Glow & Shine Co. Tampak beberapa orang berpakaian jas dan kacamata hitam ikut dalam rombongan, mereka adalah bodyguard yang di sewa Erik agar acaranya berjalan lancar dan terbebas dari berbagai gangguan.

Erik berhenti di depan kantor perusahaan Glow & Shine Co.

“Kalian taburi tempat ini dengan kelopak bunga mawar,” perintahnya sambal menunjuk pintu masuk utama gedung.

“Siap bos,” jawab anak buahnya.

“Jangan lupa, itu juga dipasang,” ucapnya sambil memandangi karangan bunga yang diangkut beberapa karyawannya.

BERSAMBUNG…

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!