NovelToon NovelToon

PENGORBANAN Mantan NARAPIDANA

01

"Lada, kenapa masih disini. Cepat siap-siap, masih ada bahan makanan yang harus dibeli ."

Tegur sang ibu yang melihat putri sulungnya masih mengenakan daster batik sedang mengeluarkan baju yang baru ia cuci dari mesin pengering.

"Iya ibu, sebentar lagi." sahutnya dari loudry room yang berada dipekarangan belakang rumah.

"Sudah, itu nanti saja dikerjakan. Sekarang cepat bersiap terus kepasar." titah sang ibu sembari menarik pelan langan sang putri sulung.

Lada pun menuruti, beranjak dari sana lalu menuju kamar guna bersiap.

Lada Anjani Wibisono, berumur dua puluh enam tahun, ayahnya bekerja disebuah lembaga pemerintahan dengan jabatan yang cukup mumpuni, sementara ibunya hanya IRT yang kesehariannya cuma berkutat didapur, sumur dan kasur.

Lada Anjani, gadis berparas cantik bersurai hitam lebat sepanjang pinggang. Hidung mancung, wajah oval, bibir tipis semerah cerry, kulit putih bersih dengan tinggi 165cm, lumayan tinggi untuk ukuran wanita Indonesia.

"Dimana kopiku...?" tanya sang ayah yang berada didapur dengan suara lantang.

"Ini kopimu." sahut ibu mengambil cangkir yang sudah berisi cairan hitam pekat, lalu memberikan kepada suaminya.

"Keluarga pemuda ini datang dari Eropa, bagaimana kalau mereka tidak suka makanan rumahan..?.." kata ibu ragu.

"Lalu...?" respon ayah.

"Apa kita perlu memesan makanan dari luar...? makanan eropa." tanya ibu lagi.

"Tidak perlu." tegas ayah.

"Mereka harus menghormati adat putri kita, keluarga juga leluhurnya dan nilai-nilai kepercayaan yang diyakininya." lanjut ayah

"Tapi-----

"Tidak ada tapi-tapian, sajikan makanan seperti yang kita makan. Tinggal lama diEropa tidak seharusnya melupakan makanan juga budaya leluhur sendiri." pungkas ayah sembari berjalan keruang makan lalu duduk disatu kursi yang biasa ia duduki saat makan bersama.

Raden Hendarto Wibisono, putra jawa keturunan ningrat yang memegang kuat tradisi budaya leluhur. Semua yang dilakukan selalu mengikuti aturan tradisi budaya.

Walau keluarga mereka sangat amat taat akan ajaran agama, tapi tidak lantas mengabaikan aturan dan tradisi adat leluhur.

Kring kring kring

Suara yang berasal dari ponsel Hendarto.

"Hallo, selamat pagi...!"

(........)

"Ya, dengan saya sendirii. Bagaimana pak...?"

(.......)

Mata tegas lelaki paruhbaya itu membesar lalu melirik kearah putri sulungnya yang sedang menuruni anak tangga.

"Lalu....?"

(........)

"Baiklah kalau begitu, terimakasih." ucap ayah memutus panggilan telepon.

"Ada apa...?" tanya ibu yang melihat perubahan pada wajah suaminya.

"Mereka tidak jadi berkunjung dan membatalkan rencana yang sudah dibuat." kata ayah menatap wajah sang putri yang masih menguratkan senyuman tipis.

"Apa, dibatalkan lagi...?" suara lantang gadis cantik dari arah tangga.

Umbra Aprilia Wibisono, gadis berusia dua puluh lima tahun, yang tak lain adalah adik Lada. Gadis yang tak kalah cantik dari sang kakak.

Ya, bisa dibilang mereka bak pinang dibelah dua. Apalagi hanya terpaut usia satu tahun saja. Sudah seperti gadis kembar jika disandingkan.

"Nenek dari pemuda itu menyiapkan daftar lima calon wanita selama pemuda itu diEropa dan dia menyukai gadis pada pertama ditemui." jelas ayah

"Kalau seperti itu, kenapa mereka membuat janji dengan keluarga kita...?" sela ibu.

"Pemuda itu baru mengatakan saat diberi tahu jika nanti sore akan kerumah kita. Jadi, dari pada nantinya menyakiti Lada lebih baik mereka membatalkan saja." jelas ayah.

"Berarti aku harus lagi menunda pernikahanku dengan Abian, begitu..?" tanya Umbra sedikit kesal.

"Mau bagaimana lagi...?" sahut ayah.

"Tapi ayah, sudah dua tahun kami menunggu, mau sampai kapan rencana pernikahan kami ditunda...? lebih baik kami dulu saja yang menikah."

"Tidak bisa. Kalian akan menikah setelah kakakmu menikah." tegas ayah

"Tapi----

"Tidak ada tapi-tapian. Kamu tau kan tradisi dan aturan leluhur kita bagaimana...?" lagi, ayah mengatakan tradisi.

Umbra mendengus kasar "mau dilangkahi atau tidak nyatanya kakak susah dapat jodoh. Apa aku harus jadi perawan tua hanya untuk menunggu kakak bertemu jodohnya..?"

"Umbra...!" tegur ayah dan ibu bersamaan.

Umbra menghentakkan satu kakinya marah kelantai lalu pergi menuju kekamarnya dilantai atas.

Disinilah perbedaan antara Lada dan Umbra yang begitu kentara, dan selalu menjadi bahan perbandingan dari keduanya, terutama dalam hal percintaan.

Lada yang introvert, berpenampilan sederhana yang terkesan kuno, selalu dibandingkan dengan Umbra yang seorang extrovert, berpenampilan modis, memiliki style menarik yang selalu jadi roll mode bagi semua orang yang mengikuti akun sosial medianya.

Karier Umbra juga sangat baik, diusia yang sekarang, gadis itu berhasil menjadi Manager disebuah bank swasta besar dinegara ini.

Sudah sejak dua tahun ini, Umbra bertunangan dengan Abian Pradipta. Pria yang memiliki usia lebih tua empat tahun dari Umbra, putra dari walikota B yang berprofesi sebagai seorang dokter spesialis bedah dirumah sakit ternama diIbukota.

Sementara Lada Anjani, sampai saat ini ia hanya disibukkan dengan pekerjaan juga proses perjodohan yang diatur oleh orangtuanya.

"Lada....!" seru ibu lirih sembari mengusap bahu sang putri.

"Aku tidak apa-apa ibu." ucap Lada dengan tersenyum.

"Bungkus semua makanan, biar aku bagikan kepetugas kebersihan komplek juga security." titah ayah kepada ibu.

"Lada juga mau berangkat kerja saja." ucap lembut gadis itu meminta izin.

"Biar ayah antar." ucap Hendarto yang diangguki oleh Lada.

Lada amat patuh akan orangtua, segala macam bentuk peraturan, pasti akan dijalankan tanpa ada bantahan.

Berbeda dengan Umbra, gadis modern yang kritis, bisa mengungkapkan semua yang ia mau dengan lantang, bisa mengatakan tidak jika menurutnya aturan dari sang ayah sangat tidak masuk akal.

Bisa dibilang Hendarto memang masih terkesan kolot. Apapun akan dikaitkan dengan segala jenis mitos dan tahayul.

Terlebih untuk lelaki yang menjadi menantu, Hendarto amat sangat memiliki kriterian tinggi, angat mementingkan bibit, bebet, bobot juga kasta, semakin membuat Lada sulit mengembangkan diri.

Hendarto Wibisono yang bekerja disebuah instansi pemerintahan, semakin membentuk karakternya yang tegas tak terbantahkan, otoriter, dan keras hati.

02

Meong

Suara kucing liar berwarna hitam putih itu menyapa sosok sang tuan muncul dari balik pintu yang terbuka.

Sosok pria tampan dengan rahang tegas, alis tebal, surai hitam yang sedikit berantakan, hidung mancung, mata elang nan tajam, dengan tinggi 180cm.

Tubuh bagian atasnya tanpa mengenakan apapun, memperlihatkan otot-otot yang terbentuk indah dibeberapa bagian serta sebuah tato naga dibagian punggung, tato pedang yang dilingkari rantai dibagian lengan kanan dan beberapa tato bintang berukuran kecil dibagian lelangan kiri.

Celana jeans yang warnanya sudah memudar dengan bagian dengkul yang robek, anting kecil melingkar didaun telinga sebelah kiri, membuat pria itu terlihat seperti berandalan tampan.

"Kamu haus ya...?" tanyanya kepada kucing kampung yang ia temukan kelaparan saat ia baru datang dikomplek perumahan itu dua bulan yang lalu.

"Ayo, kita bersulang...!" ucapnya sembari menyodorkan kotak susu kemulut sang kucing yang kini sudah berpindah digendongannya.

Bergantian pria itu menghabiskan satu kotak susu berukuran sedang bersama sang kucing. Sampai dimana suara lembut dari dua wanita mengusik indra pendengarannya

Suara dari balik tembok penyekat halaman belakang rumahnya dengan rumah tetangga. Tak lama suara itu berganti dengan suara lantang pria paruhbaya.

Hingga suara itu sedikit menjauh dan dengan lancangnya, pria itu justru melangkah mendekati tembok pagar pembatas yang mejulang tinggi, agar dapat menguping obrolan rumah sebelah.

"Kamu sedang apa disini...?" tanya sosok wanita seraya memeluk tubuh pria itu dari belakang.

"Tidak ada...!"

"Ayo masuk, kita teruskan olahraga paginya." ajak wanita itu berbisik lali mejilat sensual daun telinga sang pria.

"Tania...!"

"Aku tidak menerima penolakan." sela sang wanita menarik tubuh kokoh yang ia peluk untuk masuk kedalam rumah.

Sang wanita yang bernama Tania itu, langsung menghujani pria tampan dengan sentuhan serta ciuman sensual. Sementara sang pria hanya diam menikmati apa yang kekasihnya itu lakukan.

Tok tok tok

"Permisi paket...!"

Pria itu menahan pergerakan Tanin.

"Vin...!" protes Tania saat kekasihnya menjauhkan tubuhnya.

"Memangnya kamu tidak denger ada orang datang...?" tanya pria itu dingin.

"Biar dia menunggu." jawab Tania enteng.

"Egois...!" pria itu mendorong Tania, lalu berjalan menuju pintu depan.

"Vinder....!" panggil Tania kesal.

Pria yang bernama Vinder itu membuka pintu, lalu mengambil pesanan makanan yang sebelumnya ia dan Tania pesan.

"Terimakasih..!" ucap Vinder setelah ia membayar pesanan.

Dan saat ia hendak masuk, matanya tak sengaja menatap wajah cantik tetangganya yang baru saja keluar mengekori sang ayah.

Wajah tanpa polesan make up dengan kacamata bulat membingkai mata lentiknya, rambut hitam yang diikat kuda, tubuh berbalutkan blouse berwarna putih bermotif polkadot yang nampak sangat kebesaran ditubuh langsingnya, serta celana katun model standart yang menutupi kaki jenjangnya. Sederhana dan terkesan kolot sekali.

Mata Vinder terus menatap mengikuti langkah gadis itu, sampai ia dikejutkan dengan pelukan serta kecupan dipipinya dari Tania.

"Lama banget." protes Tania bergelayut manja dan bermain-main didada bidang Vinder juga memberi ciuman dileher pria itu.

"Hei, apa yang kalian lakukan...?" suara tegas nan lantang menegur Vinder dan Tania.

Suara dari Hendarto yang sudah menatap nyalang kearah pasangan itu. Tapi sikap abai ditunjukan oleh Vinder dan Tania.

"Dasar tidak punya sopan santun, jangan pertontonkan hal mesum begitu didepan umum, lakukan saja didalam rumah kalian." ucap Hendarto marah.

"Ayah...!" seru lembut Lada mengusik indra pendengaran Vinder, yang sontak saja membuat pria itu menoleh kearah gadis itu bersama ayahnya.

"Masuk kemobil, jangan melihat kesana." peringatan ayah kepada Lada.

Wanita lajang itu pun menurut, tanpa menoleh ia langsung masuk kedalam mobil, menduduki kursi penumpang dibagian depan.

"Anak muda jaman sekarang memang tidak tau aturan, tidak tau etika dan sopan santun." gerutu Hendarto sembari memasuki mobil.

Sementara Vinder tetap memasang wajah datar dengan mata terus menatap kearah mobil yang mulai bergerak meninggalkan pekarang rumah dan menghilang diujung jalanan komplek.

JUST INFO

Kalau ada yang bertanya-tanya, kok aktifitas Vinder dan Tania bisa kelihatan sama Lada dan ayahnya. Jadi komplek perumahan itu adalah komplek tanpa ada pagar tinggi sebagai penyekat gitu ya dibagian depan dan samping.

Ada kan komplek perumahan yang memang dibikin terbuka dibagian depan, hanya tembok pendek aja sebagai penyekat dibagian samping sebagai penanda batas halaman rumah satu dan rumah yang lainnya.

Hanya bagian halaman belakang aja yang disekat oleh tembok tinggi. Karena kalau dibagian belakang sudah masuk keranah privasi.

Oke, jangan lupa untuk meninggalkan jejak kalian ya pada novel ini dan mohon untuk bijak dalam memberikan komentar.

Jika kalian tidak suka skip aja, tinggalkan. Jangan memberikan rating buruk yang bisa membuat novel ini mendapat nilai rendah. Aku menerima kritik dan saran selama itu masih dalam tatanan bahasa yang baik juga memang sesuai dengan kekurangan yang terdapat pada novel ini.

TERIMAKASIH.....!!!!

03

Didalam mobil, Hendarto masih saja mengomel soal Vinder dan Tania. Sementara Lada hanya bisa menutup bibirnya rapat-rapat, sembari membaca bait puisi yang terdapat pada novel yang ia baca.

"Sejak kapan kamu membaca buku seperti itu. Buang-buang waktu." ucap Hendarto melirik tajam kearah putri sulungnya.

"Buku seperti itu tidak akan meningkatkan kecerdasanmu." sambungnya lagi.

Tanpa menjawab teguran sang ayah, Lada langsung menutup lalu menyimpan novel itu kedalam tasnya.

Setelah menempuh perjalanan kurang dari enam puluh menit, akhirnya Lada tiba juga ditempat ia bekerja.

Setelah mencium punggung tangan ayahnya, Lada langsung memasuki gedung berlantai lima itu.

Gedung yang lantai satu terdapat coffee shop, gerai aneka jenis makanan, tempat untuk absen bagi semua karyawan yang bekerja digedung itu.

Lantai dua dan tiga diperuntukan untuk perpustakaan, sekaligus tempat khusus membaca dan belajar.

Lantai empat dan lima digunakan untuk bimbel bagi semua siswa dan siswi baik dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi.

Sementara Lada, ia bekerja sebagai Pustakawan Digedung itu.

Lada menempati meja kerjanya, memeriksa daftar nama-nama yang meminjam buku-buku disana. Selain itu, Lada juga terkadang diminta membantu pekerjaan para guru yang melakukan les bimbingan, jika kekurangan tenaga atau ada staf pengajar yang izin bekerja.

"Selamat pagi La....!"

Lada tersenyum senang mendengar suara yang amat ia kenali kembali menyapanya pagi ini.

"Selamat pagi Rey...!" jawab Lada bebinar menatap wajah tampan pria didepannya.

Rey Andra Abimana, usianya sebaya dengan Lada. Ayahnya seorang rektor dan ibunya dosen salah satu Universitas ternama diIbukota.

Rey Andra sendiri berprofesi sebagai Manager pengelola digedung itu, sekaligus guru bagi para murid sekolah tingkat pertama yang mengikuti bimbingan belajar disana.

Pria yang sudah dua tahun Lada kenal dan pria yang diam-diam ia sukai. Pria yang sesuai dengan kriteria sang ayah.

Lada Anjani Wibisono, bahkan rela melakukan apa saja yang diminta oleh Rey Andra, meluangkan waktunya demi bisa membantu pria itu tanpa memperdulikan dirinya sendiri.

Lada hanya berharap semoga saja Rey Andra bisa melihat semua yang dia lakukan sebagai wujud perhatian dan pria itu bisa memiliki perasaan yang sama kepadanya.

Ya, walau Rey Andra selalu dikelilingi wanita cantik, tapi setidaknya Lada punya sedikit tempat disisi Rey Andra serta terlihat dimata pria itu.

"Bukannya kamu libur hari ini....?" tanya Rey Andra.

"Iya, tapi aku menggantikan Vey yang hari ini izin sakit."

"Oya, makasih ya..? kemaren sudah mau menggantikan aku sampai kamu rela pulang malam. Coba kalau tidak ada kamu La, berantakan semua kerjaanku."

"Iya sama-sama."

"Kamu memang teman terbaik, selalu bisa aku adalkan La. Sekali lagi makasih ya...?"

Lada tersenyum sembari menganggukkan kepala sebagai jawaban.

"Rey....!" seru seorang wanita cantik yang berjarak lima meter dari tempat mereka berdiri.

"Aku pamit dulu ya La, kebetulan aku ada janji sama Vika. Bye La....!"

"Bye....!" sembari melambaikan tangan membalas apa yang dilakukan oleh Rey Andra.

Lada menghela nafas, senyum dibibirnya meredup, dalam hati bergumam lirih "teman". Lagi dan lagi, ia harus mendengar kata itu terucap dari bibir pria pujaan hatinya.

"Sepertinya ada yang patah hati lagi nih...?" ucap seseorang dari balik punggung Lada, yang memaksa wanita itu memutar tubuhnya untuk berhadapan dengan si pemilik suara itu.

"Sepertinya sih begitu, karena untuk yang kesekian kalinya usaha untuk mendapat perhatian dari pria tertampan digedung ini cuma mendapat ucapan terimakasih." sahut salah satu wanita yang ikut datang menghampiri Lada.

Ya, ditempat itu ada tiga orang gadis yang selalu mengejek Lada. Dan sudah pasti Lada tidak pernah menanggapi dan hanya bisa menerima saja semua ejekan itu.

"Jangan berharap lebih deh ya perempuan kolot, jangan pernah bermimpi untuk mendapatkan Rey Andra dengan wujudmu yang seperti ini." ucap satu gadis lain sembari menatap sinis penampilan Lada dari ujung rambut hingga ujung kaki.

"Dirumahmu ap-------

"Permisi...!"

Ucapan salah satu gadis pembully terjeda oleh sapaan dari remaja pria yang berdiri didepan meja kerja Lada.

"Iya...!" sahut Lada sembari berbalik badan "ah maaf, ada yang bisa saya bantu...?"

"Saya mau mengembalikan buku kak, sekalian mau sewa buku ini dan belajar selama dua jam disana." ucap remaja itu sembari menunjuk tempat yang dikhususkan untuk membaca dan belajar.

"Oke, atas nama siapa...?" tanya Lada mengerjakan tugasnya melayani customer itu sekaligus memaksa ketiga gadis pembully itu pergi meninggalkan tempat itu.

"Terimakasih sudah berkunjung dan selamat belajar." ucap Lada sembari menyerahkan buku juga struk bukti pembayaran kepada remaja itu.

"Sama-sama kak." balas remaja itu meraih apa yang ada ditangan Lada.

"Oya, kakak jangan dengarkan ocehan mak lampir bersaudara tadi ya..? kakak hanya perlu lebih percaya diri lagi, biar kecantikan kakak semakin bertambah." ucap remaja pria itu kepada Lada sembari mengepalkan tangannya diudara sebagai penyemat dan mengedipkan sebelah sebelah matanya sebelum berlalu pergi.

Lada terkekeh mendengar ucapan remaja itu dan mengucapkan oke sembari menggerakkan tangannya yang sudah membuat bentuk O dengan jempol dan jari telunjuk yang disatukan saat remaja itu berbalik melihatnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!