Pov Zelia.
Namaku adalah Azelia Jhonson, anak bungsu dari dua bersaudara, Zelia begitulah orang-orang memanggilku, aku memiliki kakak laki-laki bernama James Jhonson, kami merupakan kembar, James lahir lima menit lebih awal dariku. Meskipun kami kembar namun sepenuhnya tidak terlalu mirip, apalagi tentang sikap dan perilaku kami yang sangat bertolak belakang, James lebih menonjol dalam segala hal daripada aku, dan juga keberuntungan sepertinya lebih berpihak padanya. Entah karena dia laki-laki dan aku perempuan.
Banyak orang yang lebih membanggakan James ketimbang aku, meski begitu aku tak pernah ambil pusing, bagiku hidup itu harus di nikmati seperti air mengalir yang tenang. Dan di sinilah kami tinggal sekarang, Jerman tempat dimana kedua orang tua kami bersatu dan juga tempat kami dilahirkan, papaku bernama Petr Jhonson dan mamaku bernama Essie Warker.
Di usiaku yang baru menginjak enam belas tahun ini, ada satu hal yang membuatku sedikit terkejut, dimana aku harus menerima sebuah perjodohan dan aku harus menikah di usiaku yang ke sembilan belas nanti.Dan siapa calon suamiku pun belum pernah ku temui, bagaimana dia dan juga dimana dia sekarang, yang aku tahu nenekku lah yang merencanakan perjodohan itu. Oliv Jhonson nenek yang paling menyebalkan bagiku, namun sangat disegani di negara ini.
Oh My God aku tak bisa berkata apa-apa lagi jika semua diatur oleh nenekku, lalu bagaimana kisah masa-masa remajaku yang kata orang masa-masa paling indah itu. Aku hanya akan menjalaninya sesuai keinginanku, tentang perjodohan tak akan membuatku terlalu memikirkannya.
Pov Andrew.
Wajah tampan, tubuh proporsional,prestasi terbaik dan harta berlimpah siapa yang tak mau wanita mendekatiku, pria tertampan di salah satu sekolah terelit di negara Jerman. Andrew Tan itulah namaku, dimana kakiku perpijak di situlah para wanita mengelilingiku.
Tapi semua itu membuatku merasa risih, mereka hanya mengejarku karena kekayaanku dan wajahku, sampai saat ini belum satu pun wanita yang bisa membuatku jatuh cinta, banyak teman laki-laki di sekolahku yang merasa iri dengan keberuntunganku dalam mengambil perhatian para gadis cantik di sekolah.
Meski hanya bersikap dingin, mereka bagai besi yang selalu menempel pada magnet, mencoba mendekatiku bagaimanapun caranya, aku selalu menghindari mereka karena bagiku hanya membuang waktu meladeni gadis-gadis matre dan norak itu.
Meski sebagian orang mengira aku tak menyukai wanita, sejujurnya aku laki-laki tulen yang bisa saja tergoda dengan wanita, namun entah kenapa di usiaku yang menginjak enam belas tahun ini belum mendapatkan seseorang yang bisa membuat jantungku memompa lebih cepat dari biasanya.
Aku berharap bisa bertemu dengan putri yang kriterianya sangat sesuai dengan yang ku inginkan, setidaknya prestasi tak boleh paling rendah, serta berkepribadian baik dan yang lebih penting hatiku bisa bergetar saat berada di dekatnya, aku menantikan waktu itu tiba.
Pov James
Aku James kakak satu-satunya yang di miliki Zelia, meski kami sering bersama tapi kami tak terlalu kompak dalam segala hal, dia seperti sisi gelapku, dimana semua hal hanya terlihat aneh saat Zelia di dekatku, kami bagai langit dan bumi, meski begitu aku sangat menyayanginya.
Kuharap suatu saat dia bisa menemukan seseorang yang bisa merubah sikap buruknya selama ini, dan satu lagi aku menyukai seseorang yang spesial bagiku, dia wanita bernama Liana Cuizd, wanita kutu buku yang terlihat polos dan juga pendiam, dia sedikit sulit di dekati tapi itu tak menjadi masalah buatku.
Pov Zelia
Jam menunjukan pukul 6.30 waktu setempat saat bunyi berisik keluar dari handphone di atas nakasku, sekejap meliriknya dengan mataku yang sedikit menyipit karena silau dari sinar matahari dari luar jendela, ku ambil handphone itu agar bisa segera ku matikan suaranya, namun aku baru tersadar sesuatu bahwa aku terlambat.
"Mom kenapa gak di bangunin!" teriakku sambil beranjak dari tempat tidur, ku lempar semua yang melekat di sekitar tubuhku, entah dimana aku membuang selimut dan guling yang menjadi teman tidurku semalam, sudah tak ku perdulikan lagi tentang itu, saat ini yang terpenting secepatnya mandi dan bersiap ke sekolah.
"Ah sial-sial hari pertama sekolah harus terlambat," rutukku pada diri sendiri saat berjalan menuruni tangga sambil menjinjing tas sekolah menuju ke dapur, terlihat mom dan dad serta James sedang sarapan di meja masing-masing.
"Mom kenapa gak bangunin Zelia sih?" ucapku sambil cemberut.
"Eh udah bangun putri kecil mommy," ledeknya, ya aku paling tidak suka mommy menyebutku putri kecil seperti dahulu, padahal sekarang aku bukan anak kecil lagi.
Terlihat James sudah selesai makan dan hendak berpamitan pada mereka, sedangkan aku belum sesuappun memakan sarapanku.
"Tung-gu aku James," ucapku sambil memasukkan roti selai ke dalam mulutku sambil mengikuti James berpamitan pada orang tuaku.
"Zelia jangan berbicara saat makan, minum dulu susunya," ucap mom namun tak ku hiraukan lagi, secepat kilat aku mencoba mengikuti langkah James, satu langkahnya merupakan dua langkahku, aku sedikit berlari kecil agar bisa menyamai jarak kami.
"James aku ikut denganmu ya," ucapku.
"Gak aku mau jemput seseorang," ucap James santai tanpa melihat ekspresi wajahku yang sudah memelas.
"Sial punya kakak kayak dia!" batinku sambil mencibir ke arahnya.
"Jaga jarak dariku kalau di sekolah nanti," ucapnya tegas.
Ya kami memang kakak beradik, kami juga satu sekolah di sekolah menengah pertama sebelumnya, dan kali ini kami satu sekolah di sekolah menengah atas juga, namun sudah menjadi kebiasaan kami seolah tak pernah akur, James selalu menganggapku kutu yang mengganggu bila berada dekatnya.
Bukan tanpa alasan dia seperti itu, mungkin dia malu memiliki adik yang bertolak belakang dengan kepribadiannya yang kalem dan disiplin itu, aku tak bisa di samakan dengan James, kami kembar tapi kami berbeda.
James melajukan motornya hingga tak terlihat di ujung jalan perumahan kami, tinggal aku yang bingung harus naik apa, momi dan dad tak mengizinkanku naik motor atau mobil karena aku gadis ceroboh, seharusnya aku naik bis sekolah, namun karena bangun terlalu siang aku di pastikan terlambat.
Dari ujung jalan terlihat taksi yang selesai mengantar penumpangnya, tanpa pikir panjang aku memintanya mengantarku ke sekolah.
"Pak tolong cepat ya ke sekolah menengah atas Harbath," ucapku dengan nada gelisah, entahlah firasatku tentang hari pertama masuk sekolah sudah sangat buruk.
Tak selang waktu lama, aku telah tiba di gerbang sekolah, ku cari uang sakuku di kantong baju bahkan di dalam tas sekolahku.
Sial tak ada satupun uangnya, astaga aku baru mengingat belum mengambilnya dari mommy.
"Em pak aku lupa bawa uang, bisakah bapak meminta ke mommyku?" tanyaku dengan was-was dia bakal marah.
"Baiklah kamu berhutang padaku ya, kalau bertemu lagi harus membayarnya," ucap pak sopir taksi itu sebelum dia melajukan mobilnya.
Masalah belum selesai, gerbangnya mulai tertutup, aku benar-benar terlambat.
"Sial!" aku kembali merutukki kebodohanku yang tak pernah mau hilang dari diriku.
Percuma jika aku meminta pak satpam membuka pintu gerbangnya, dia pasti tak akan melakukan itu, diam-diam aku mendekat ke tembok pembatas di samping gedung sekolah yang terlihat lumayan tinggi, tak ada orang yang melihatnya, aku harus nekat memanjatnya agar tak ketahuan jika datang terlambat.
"Ah ini sih kecil," aku mulai memanjat tembok pembatas itu, bukan hal sulit untuk memanjat tembok, aku sudah terbiasa memanjat pohon dan apapun ketika aku masih kecil hingga sekarang hehehe.
Aku tanpa sadar berdiri di atas tembok pembatas dengan gaya seperti pahlawan membayangkan begitu hebatnya diriku bisa melewati tembok itu.
"Hei turun!" suara barito seseorang membuatku kembali ke dunia nyataku, aku bukan pahlawan, itulah kenyataannya, sepasang mata menatapku dari bawah tembok dengan wajah tak bersahabat.
Aku tahu dia pasti guru BK yang terkenal galaknya di sekolah ini, aku harus turun atau terdiam diatas hanya akan mengundang banyak perhatian bagi murid yang lainnya, setidaknya aku harus menghadapi monster itu.
"Eh bapak!" ucapku sambil mengeluarkan jurus terbaikku, senyuman maut dari bibirku yang siapapun pasti terpesona melihatnya.
"Apa senyam-senyum, kamu sudah terlambat berani memanjat tembok lagi ya!" guru itu seolah tak mempan dengan pesonaku, aku hanya terdiam memikirkan cara bagaimana bisa segera kabur darinya.
"Pak itu ada satu lagi yang terlambat," ucapku sambil menunjuk kearah gerbang, seketika dia mengikuti ke arah mana telunjukku mengarah.
"Astaga guru yang bodoh!" batinku penuh kesombongan, aku terbebas, aku berlari sekencang mungkin dan baru beberapa menit guru itu tersadar bahwa aku mengelabuhilinya, namun terlambat aku sudah sangat jauh darinya.
"Haha aku memang pintar," pujiku pada diri sendiri.
Pov Andrew
"Huh huh huh!" nafasku tersenggal-senggal keluar masuk paru-paru tak beraturan, aku mencoba kabur dari beberapa siswi yang mengejarku, entah kenapa mereka harus melakukan itu, yang jelas satu alasan karena aku tampan.
Aku mulai terbiasa dengan situasi seperti ini saat aku duduk di sekolah dasar, pesona yang tak pernah kurang dariku membuat para gadis itu rela bertekuk lutut di hadapanku, tapi aku menjadi semakin jijik dengan mereka yang mengejar-ngejar pria terlebih dahulu.
Aku harus tetap berlari, namun tak ku sangka dari arah yang berlawanan seseorang menabrak tubuhku, keseimbangan kami mulai goyah aku mencoba menahan tubuhnya dan juga tubuhku sendiri.
"Ah berat!" batinku sambil menopang tubuh wanita itu.
"Eh!" wanita itu hanya terdiam, sepertinya dia juga sedang di kejar sesuatu, tak sempat aku memikirkan hal itu, dari belakang tampak segerombol wanita yang tadi mengejarku, aku menyeret wanita yang menabrakku ke sebuah ruangan, sepertinya itu gudang sekolah.
Hanya tempat itu yang terlihat di mataku, aku tidak peduli yang terpenting aku bebas dari para pengganggu itu.
"Hei lepaskan aku!" teriak wanita itu padaku ketika kami berada di dalam gudang, aku menatapnya penuh keheranan sambil melepas genggaman tanganku dari lengannya, baru pertama kalinya aku bertemu cewek yang begitu kacau dandanannya ke sekolah, tapi sebenarnya dia terlihat manis.
"Pftt," aku menahan tawaku agar dia tidak tersinggung.
"Kenapa tertawa?" tanyanya, aku tak berani berucap, tapi segera ku arahkan dia ke cermin besar yang kebetulan berada di dalam gudang itu, rona wajahnya berubah seratus delapan puluh derajat dari sebelumnya.
"Aaahh!" aku menutup mulutnya yang tiba-tiba berteriak dengan telapak tanganku.
"Diam!" ucapku dia mengangguk dan ku lepaskan tanganku dari mulutnya.
"Kenapa berteriak?" tanyaku.
"Kenapa ada hantu di pagi bolong seperti ini?" ucapnya, astaga gadis ini mengira bayangan yang di cermin tadi adalah hantu, apa dia sebodoh itu? bukankah itu dirinya? aku hanya terdiam meski dalam hati ingin segera menyemburkan tawaku yang tak mudah lagi ku tahan, aku segera meninggalkannya sambil menghindar dari para penggemarku itu,dia masih mengoceh namun tak ku perdulikan lagi.
Pov Zelia
Aku masuk ke kelas yang berada di ujung koridor sekolah itu, aku mengetuk pintu dan masuk ketika seorang guru menatapku.
"Selamat pagi bu?" sapaku pada guru yang mengajar di kelasku.
Aku merasa menjadi pusat perhatian semua mata di kelasku, apa mereka sangat terpesona dengan kecantikanku sampai tak berkedip sedikitpun, dengan langkah percaya diri aku masuk ke dalam kelas.
"Pftt hahahaha!" serentak semuanya tertawa terbahak-bahak.
Apa aku begitu menggemaskan sehingga mereka harus tertawa seperti itu?
"Apakah dia gadis gila?" ucap seorang murid perempuan di kelasku.
"Sepertinya dia tersesat!" murid yang lain mulai menimbrung juga.
"Hei kemarilah! Siapa namamu?" tanya bu guru kepadaku, aku menurutinya.
"Namaku Azelia Jhonson, kalian biasa memanggilku Zelia, hai semua salam kenal?" aku mulai memperkenalkan diriku.
Namun mereka tak berhenti tertawa, sebenarnya ada apa dengan mereka,seperti mengetahui kebingunganku bu guru yang terlihat di nametag bernama Sisil itu mendekat ke arahku dan memberi sebuah cermin riasnya.
"Lihatlah!" perintahnya, aku lagi-lagi menurutinya.
Astaga apa aku sedang bermimpi saat ku pandang wajahku di cermin, oh mommy aku lupa menyisir rambutku.
"Tidak-tidak ini pasti mimpi," batinku sambil memejamkan kedua mataku. Berharap hanya mimpi saja, namun ini bukan mimpi Zelia.
Aku seketika berlari keluar kelas untuk mencari letak toilet dimana, kenapa sungguh hari yang sangat sial bagiku, bagaimana aku menaruh wajahku ini di depan para teman sekelasku, kurasa bukan hanya sekelas saja tapi lebih buruk lagi, beberapa anak kelas dua sedang berlatih basket sedang menatapku dengan tatapan yang sama seperti di kelas tadi.
"Aaaah aku harus cepat menemukan toiletnya!" batinku menjerit.
Untung saja aku bisa menemukannya, dengan langkah cepat aku masuk ke dalam toilet, ku cari sisir dalam tasku yang belum sempat ku letakkan di bangku dalam kelas tadi.
Ku rapikan rambutku dengan cepat, aku merutuk dalam hati bagaimana mommy dadi dan James tak memperhatikanku saat di rumah tadi, mereka benar-benar tak menyayangiku.
Aku menahan amarahku untuk sekarang, lihat bagaimana aku berbuat saat nanti pulang ke rumah, setelah kurasa penampilanku sudah sempurna aku mencoba keluar dari toilet ini.
"Krek krek," eh suara nya terdengar aneh untuk ukuran pintu toilet dan Brukk tiba pintu itu tertarik olehku dan jatuh menimpaku.
"Ahh sakit," bukan rasa sakit karena tertimpa pintu toilet tapi sakitnya sehari ini kesialan menimpaku, ah aku menyingkirkan pintu itu dari tubuhku, saat di luar toilet aku menemukan sebuah tulisan peringatan bahwa pintu ini rusak.
Dan lagi aku yang ceroboh dan tak terlalu memperhatikan sekitarku, aku berjalan sambil berdecak kesal dengan diriku sendiri,pantas saja tak ada pria yang mendekatiku, meskipun wajahku cantik dan tubuhku proposional namun aku tetap saja gadis ceroboh.
Ah memikirkan hal seperti itu hanya membuatku pusing, sebaiknya aku kembali ke kelas dan membiarkan semuanya seolah tak terjadi saja.
"Hahaha aku benar-benar pintar," batinku mulai menyombongkan diri, entahlah aku punya rasa percaya diri yang sangat tinggi, karena itu aku terkadang tak perduli dengan pandangan orang terhadapku, setidaknya ini adalah hidupku, aku yang mengaturnya sendiri.
Semua mata menatapku saat aku kembali ke kelas, ku lihat satu bangku kosong.
"Itu pasti tempat dudukku," batinku bermonolog.
Aku berjalan menuju ke bangku tersebut saat itu kelas sedang tak ada guru, sepertinya tadi adalah wali kelasku, bukan guru yang mengajar kami, ku mulai meletakkan tasku dan mendudukkan perlahan pantatku di kursi kayu yang terlihat baru itu.
Bruuuk!
Suara khas sesuatu yang jatuh terdengar nyaring di susul gelak tawa para murid di kelas membuatku sadar, aku terjatuh dan ini pasti ulah mereka, kursi yang ku duduki tiba-tiba tertarik ke belakang siapa lagi kalau bukan rencana mereka semua.
"Ah awal yang buruk di kelas ini!" ucapku dalam hati, aku kembali berdiri namun mereka masih saja tertawa melihatku yang sukses tak berkutik dikerjai mereka.
"Diaaam!" teriakku menggelegar seisi kelas, semuanya senyap kemudian, namun sepertinya mereka bukan diam karena diriku, tapi guru pengajar telah masuk dan mendengarku berteriak sekencang itu.
"Oh my God, aku sial lagi," bisikku.
Guru itu menatapku penuh tanda tanya, mungkin di pikirannya aku seperti anak hiperaktif yang tak bisa diam, mungkin saja begitu terlihat dari tatapannya yang seperti ingin mengulitiku.
"Kenapa berteriak-teriak di kelas seperti itu, siapa namamu?" tanya guru yang berbadan tambun dengan kacamata di kedua matanya.
"Saya Zelia pak," jawabku, perlahan aku menuju ke depan kelas karena guru itu melambaikan tangannya tanda aku harus mendekat ke arahnya.
Firasat buruk mulai ku rasa, sepertinya akan ada badai air liur yang siap menumpahkan ke wajah dan badanku.
"Angkat kakimu di luar sampai pelajaran ini selesai Ze Li a !", perintahnya.
Aku sekali lagi pasrah, tapi ini lebih baik dari pada mengikuti pelajaran hari ini, sebaiknya aku mencari sesuatu yang berbeda di luar kelas nanti dan pergi meninggalkan kelas dengan senyuman penuh kebahagiaan,kurasa para murid di kelas ini mengira aku aneh, tapi hatiku benar-benar senang, rasa bosan mempelajari pelajaran umum di sekolah membuatku sedikit malas bila berada di kelas,sebaiknya aku mencari suasana baru hehehe.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!