Di dunia yang dirundung oleh bayang-bayang kegelapan, tiga pahlawan dengan kemampuan berpedang tingkat tinggi muncul untuk melawan ancaman JIN JAHAT yang menyerang bumi, JIN itu dikenal sebagai Congebau.
Mereka(ketiga orang yang ahli berpedang) adalah Solihin, yang memiliki kecepatan kilat, Eman, ahli taktik dengan kebijaksanaan dan kecerdasan yang mendalam, dan Imron, sang ketua yang memiliki kekuatan magis dalam genggaman pedangnya.
Pertempuran melawan Jin Congebau berlangsung di medan yang penuh dengan kehancuran. Namun, ketika kekuatan Congebau mulai berkobar, Congebau memanggil Tombak kesayangannya, yang menjadikan sang Congebau tak terkalahkan, dan ketiga pahlawan itu pun mengalami kesulitan untuk mengalahkan nya.
"Kita tidak boleh membiarkan kegelapan ini menguasai dunia!" Ucap Solihin yang memegang Keris dengan penuh keyakinan.
Eman dengan kecerdasan nya, merencanakan strategi untuk melawan sang congebau "Bersiaplah! Teman teman, kita Serang Jin itu dengan kekuatan penuh saat aku memberikan isyarat!" Ujarnya.
Solihin pun berkata "Siap di mengerti Man.." sambil mengayunkan keris nya itu yang penuh dengan aura kilatan listrik.
Sementara itu Imron sang ketua sudah bersiap dengan pedangnya yang besar itu, "Dengar semuanya kita adalah harapan terakhir, bagi keselamatan umat manusia. Congebau harus segera dihentikan, sebelum semuanya benar bener dia kuasai".
Eman yang berada di garda terdepan berkata "Solihin, Ketua, serang dia!".
Pertempuran dimulai. Solihin melesat dengan kecepatan kilat, Imron menyusul di belakangnya dengan pedangnya yang penuh dengan aura magis, sementara Eman menyusun taktiknya dengan bijak. Pertempuran berjalan dengan sangat lama akan tetapi, kekuatan Congebau terlalu besar. Serangan-serangan gelapnya menghancurkan pertahanan mereka.
Huft huft huft... Solihin terengah-engah
"Aku sudah tidak sanggup Ketua! Aku mundur dulu" teriaknya kepada Imron yang sedang berduel dengan Congebau.
Solihin pun kembali ke tempat Eman yang sedang mengamati situasi, "Man, Sepertinya kita harus serang dia secara bersamaan!" Ucap Solihin yang sudah kelelahan.
"Ini lebih sulit dari yang aku perkirakan." Kata Eman sambil mengevaluasi situasi yang sedang terjadi.
Imron yang sedang berduel dengan congebau berteriak kepada teman temannya untuk membantu dirinya yang sudah merasa lelah "Woyy Bantu Akuu" teriak Imron kepada Solihin dan Eman.
Congebau yang dari tadi tertawa melihat ketiga orang ini lalu berkata "Kalian semua manusia lemah. Hahaha" tawa jahat Congebau.
"OTW ketua...Let's goo Eman" teriak Solihin sambil melesat kearah congebau.
Szzztt~~ suara Solihin yang melesat ke arah Congebau
"Let's goo!!!" Ucap Eman yang sudah merencanakan sesuatu.
Imron, Solihin dan Eman bertempur sekuat tenaga, melawan Jin Congebau. Namun, bahkan ketika mereka mencoba berkolaborasi menyerang Congebau bersama sama, kekuatan Congebau semakin bertambah kuat. Serangan-serangan gelapnya menangkis semua serangan dan upaya mereka, satu per satu.
Congebau menguasai pertempuran dengan kekejaman, membuat Solihin dan Eman terdesak ke belakang, hanya menyisakan Imron yang berdiri sendirian untuk melawan Congebau.
Fiuhh~~ Imron menghela nafas
"Aku tidak bisa membiarkan mereka dan teman temanku menjadi korban. Aku akan menyelesaikan ini sekarang juga!" Ucap Imron dengan kemarahan dan keseriusan yang terlihat di raut wajahnya.
Dengan tekad yang membara, Imron meluncur ke arah Congebau. Pedangnya bersinar dengan kekuatan magis, dengan risiko pengorbanan yang besar.
Solihin yang sudah berada di batas kemampuannya berteriak kepada sang ketua "Ketua.. Jangann". Namun, Imron terus maju.
Dalam detik-detik terakhir pertempuran, Imron menghunuskan pedang nya ke tanah dan seketika tanah di sekitarnya bereaksi karena kekuatan magis nya itu, lalu tanah itu mencengkram kedua kaki Congebau, sehingga membuat congebau tidak bisa bergerak. Disaat Imron ingin menebas kepala Congebau dengan pedang nya, Congebau pun mengeluarkan aura kegelapannya yang membuat Imron terlempar sangat jauh sekaligus melepaskan dirinya dari cengkraman itu.
Di saat itulah Congebau meluncurkan serangan nya ke arah Imron dengan Tombak kesayangannya yang bernama Tongtolang. Congebau melesat dengan cepat ke arah Imron sambil mengarahkan tombaknya ke arah Imron dengan nafsu membunuh.
Solihin dan Eman melihat dengan terkejut dari kejauhan, Lalu mereka berdua berlari ke arah Imron untuk menyelamatkan sang ketua.
Eman yang terkejut melihat Sang ketua yang terdesak lalu berkata kepada Solihin "Solihin ketua dalam bahaya, ayo kita selamatkan dia, kita harus segera membantunya." sambil berlari ke arah Imron.
Solihin yang sudah tidak sanggup bergerak lagi, memaksakan dirinya berlari ke arah sang ketua untuk menolongnya dari serangan Tombak Congebau.
Mereka berdua berdiri melindungi Imron, yang di mana posisi nya Eman yang berdiri di depan Imron untuk melindungi sang ketua, lalu di posisi paling depan ada Solihin yang ingin menyelamatkan kedua rekan nya.
Jleebb~~ Tombak congebau menembus tubuh Solihin dan Eman
Akan tetapi Tombak Congebau yang panjang itu berhasil menancap ke tubuh Solihin dan Eman dan lebih tepatnya di area jantung nya , yang membuat Solihin dan Eman sudah tidak bisa diselamatkan lagi.
Arkhh~~
Darah keluar dari mulut Solihin
"Ke..tua ce..pat lari dari sini" ucap Solihin yang sudah berada di ambang kematian.
Eman yang melihat di depannya ada Solihin, merasa sangat bersalah terhadap dirinya sendiri yang sangat lemah.
Uhukk~~
Darah keluar dari mulut Eman
"Be..tul ka..ta Solihin ketua. Kau se..gera lari dari sini se..lagi aku dan Solihin menahan si Congebau ini". Ujarnya dengan darah yang keluar dari mulutnya.
Imron yang terkejut sekaligus sedih melihat kedua temannya berkorban demi dirinya lalu berkata "Kenapa! Kenapa! Kenapa kalian mengorbankan diri kalian demi aku. Aku menjadi sangat bersalah kepada kalian berdua".
Srettt~~ Tarikan Tombak Congebau
Congebau yang menarik kembali tombaknya dari tubuh Solihin dan Eman pun tertawa melihat tingkah mereka yang bodoh.
"Wuahuahahahah, ini lucu sekali" ucap Congebau dengan tawa jahatnya.
Aura tarikan dari tombak Tongtolang, seketika membuat Solihin dan Eman langsung mati saat itu juga, karena jiwa kedua nya sudah terserap penuh oleh Tombak Tongtolang.
Ketika Congebau lengah, Imron pun berlari menjauh dari Congebau, namun Congebau menyadarinya, dalam sekejap Jin Congebau menancapkan tombaknya ketanah dan melesat ke arah Imron, pertempuran pun kembali terjadi antara Jin congebau dan Imron.
Imron berusaha dengan segala kekuatan yang dimilikinya untuk melawan serangan Congebau, tetapi Jin itu menghadapinya dengan kekuatan dan kecepatan yang sama sekali tidak terduga. Pertarungan itu menjadi pertarungan yang sengit, dengan serangan dan pertahanan yang berkecamuk di antara mereka.
Di tengah kekacauan dan kehancuran, Imron bersumpah untuk tidak menyerah. Dia akan bertempur sampai titik darah penghabisan, membela kehormatan sahabat-sahabatnya yang telah gugur dan melawan kejahatan yang mengancam tanah mereka. Dengan tekad yang kuat, dia melanjutkan pertarungan, tidak menyadari bahwa nasib tanah mereka berada di tangannya.
Hiaattttt~~ Imron menebaskan pedangnya ke arah Congebau.
Congebau lalu menggunakan sihir nya dan langsung mengeluarkan tombaknya dari tangan nya seketika serangan Imron berhasil di tangkis oleh Tombak Congebau.
"Sialan kau Jin jelek, mengapa kau bisa menahan seranganku dengan cepat" ucap Imron yang berdiri di depan jin itu.
Congebau tampak tenang sambil tersenyum ke arah Imron lalu berkata "Ha..ha..ha Kau yang terlalu lemah dasar manusia sialan" jawab jin itu.
Congebau lalu berubah wujud menjadi sosok manusia, dan berkata "Jangan terlalu gugup seperti itu manusia, tadi aku bisa saja kau tebas ketika kau menyerang ku dari atas, tapi kau terlalu percaya diri. Aku ingin berbicara denganmu dari sudut pandang seorang manusia, di awal pertarungan tadinya aku ingin mengakhiri hidupmu dengan cepat, tapi kau memiliki kemampuan yang hebat di bandingkan kedua temanmu itu, jadi aku berubah pikiran untuk mengampuni mu. Aku punya tawaran untuk mu, akan kulakukan keinginan mu, kalau kau ingin keluargamu dan tempat ini selamat dan ingin aku menyudahi pertarungan ini, dengan senang hati akan aku lakukan" ucap jin congebau kepada Imron.
Imron yang berdiri di depan Congebau lalu terdiam, Congebau dengan tatapan yang tajam lalu mengulurkan tangannya dan Imron tertunduk diam, "Kau cuman harus menggenggam tanganku, jika kau bergabung denganku, keluargamu dan tempat ini akan mendapatkan kebebasan dan kedamaian. bagaimana, mau kah kau bergabung denganku?" Tanya Congebau.
Imron dengan sorot mata yang tajam menjawab "Jangan bercanda, kau pikir aku akan percaya dengan sorot mata yang ingin membunuhku" jawab Imron.
Imron lalu mengeluarkan aura kekuatan nya. Mendengar jawaban itu lalu Jin Congebau murka, "Ku rasa aku tidak bisa berbohong, ini pengampunan terakhir untuk mu, bersiaplah untuk mati kalau begitu wahai manusia lemah!" Ucap Congebau yang murka.
Congebau langsung menyerang, satu tangan nya berubah menjadi Ular dan siap melilit Imron, Imron berhasil menghindar dia melompat keatas, Lalu Congebau merubah dirinya ke mode Mokadu dan langsung menyemburkan Bisa yang sangat beracun dari mulutnya itu, Imron berhasil menghindar, lalu ia melompat ke arah Congebau, dengan sorot mata yang tajam, Imron dengan cepat menyerang Congebau dengan pedangnya tetapi serangannya berhasil di halau oleh Tombak Tongtolang.
"Sial,, Bahkan dengan gerakan yang sangat cepat pun Jin itu bisa menahan seranganku" ucap Imron dengan sorot mata yang tajam.
Lalu Congebau berkata "Kau tidak akan bisa menandingi kekuatan ku, karena aku saat ini sedang dalam mode Mokadu".
Imron panik dan lari menjauh dari Congebau, Congebau dengan tangan ularnya lalu menyerang ke arah Imron dan berhasil melilit tubuh imron, "Sial, aku tidak bisa bergerak" ucap Imron dalam hatinya. Seketika tubuh Imron di angkat ke udara dan langsung di hempaskan ke tanah dan terjadilah ledakan besar, dari Kepulan asap Imron melesat ke arah Congebau dan menebaskan pedangnya kepada congebau akan tetapi tebasannya itu lagi lagi berhasil di halau oleh Tombak Tongtolang. "Sial tombak itu kuat sekali" ucap Imron sambil terlempar kebelakang.
Giliran Congebau yang menyerang, Congebau dengan tombaknya lalu mengeluarkan sihir dan mengucapkan sebuah mantra "Rajomon, jiwa yang perkasa, hadirlah dan bersemayamlah dalam tombak ini, hembuskanlah ruhmu yang berapi-api ke dalamnya, sehingga tombak ini menjadi hidup, bergerak dengan kekuatanmu yang tak terbatas." ujar congebau sambil memegang tombaknya itu.
Imron yang berdiri di depan Jin Congebau merasa aneh melihat Congebau yang hanya berdiri diam sembari memegang tombaknya, lalu Imron berkata "Sedang apa Jin itu, kenapa dia diam saja dan tidak menyerangku". Ujarnya dengan raut wajah yang kebingungan.
Lalu kepulan asap berwarna hitam menyelimuti Jin Congebau dan seketika Tombak Tongtolang mengeluarkan aura hitam yang sangat pekat dan Tongtolang pun bergerak dengan sendirinya. "Rajomon serang orang yang di sana" ucapnya kepada Tombak Tongtolang yang sudah dirasuki Ruh Rajomon. Dan Tombak itupun langsung menyerang Imron.
Imron yang berdiri tegak lalu terkejut melihat kepulan asap yang menyelimuti Jin Congebau lalu Imron pun memperhatikan nya dengan waspada. Tiba-tiba, sebuah bayangan gelap keluar dari kepulan asap dan melayang di udara, sebuah tombak yang bersinar dengan cahaya yang aneh lalu muncul. Tombak itu bergerak sendiri, mengikuti perintah yang diberikan oleh Jin Congebau.
Imron menatap tombak itu dengan ketegangan, merasakan kekuatan gelap yang memenuhi udara di sekitarnya. "Kenapa Tombak itu bergerak sendiri?" desis Imron, menghadapi tombak yang mengambang di depannya.
"Itu tidak penting, wahai manusia lemah," suara bergema dari balik tombak, menggema di udara dengan kekuatan yang sangat menyeramkan.
Imron pun terkejut mendengar bahwa Tombak itu bisa berbicara bahasa manusia, akan tetapi Imron tidak peduli akan hal itu. "Apaaa.. tombak itu bisa berbicara,, ah aku tidak peduli sekuat apa tombak itu" ucapnya dalam hati.
Imron menghunuskan pedangnya, siap untuk melawan. "Aku Imron, dan aku tidak takut kepadamu wahai Jin Jelek" Teriak Imron kepada Tombak itu. Lalu tombak itu mengejek dengan nada yang meremehkan. "Kau hanya manusia biasa. Aku adalah Rajomon, ruh gelap yang tidak terkalahkan. Persiapkan dirimu untuk mati!"
Imron melancarkan serangan, berusaha menangkis serangan-serangan tombak yang datang dari segala arah. Namun, kekuatan gelap yang menyelimutinya membuatnya terdesak, hampir kewalahan. "Sudah cukup!" seru Imron, memusatkan semua kekuatan magisnya dalam serangan terakhirnya.
Tombak itu mengejek, tetapi sebelum dia bisa merespons, cahaya terang memenuhi area di sekitarnya. Imron menggunakan seluruh kekuatannya untuk melawan Rajomon, menggempur dengan serangan- serangan magis yang dahsyat.
Akhirnya, dengan usahanya yang gigih, Imron berhasil mengalahkan tombak yang dirasuki oleh Rajomon. Dia melihat ke sekelilingnya, nafasnya terengah-engah, tetapi dia tahu pertempuran masih belum berakhir.
Congebau yang berdiri di tengah pertempuran, menatap ke arah dimana Imron yang sedang melawan tombaknya. Dia bisa merasakan aura Rajomon yang semakin memudar, dan rasa cemas mulai menyelimutinya. Tiba-tiba, dia merasakan getaran yang sangat kuat, sepertinya Rajomon yang memanggilnya dari kejauhan.
Dengan tatapan yang tajam, Congebau mengangkat tangannya ke udara, menciptakan sebuah sinar gelap yang memenuhi area di sekitarnya dan berkata "Rajomon, kembalilah kepadaku," desis Congebau dengan suara yang tenang namun penuh dengan aura yang menyeramkan.
Imron yang tau bahwa dia sudah menang melawan Rajomon, lalu dengan cepat menebaskan pedangnya ke arah tombak itu, namun ketika sedikit lagi pedang Imron mengenai Tombak itu, Tombak yang dirasuki Rajomon itupun langsung menghilang dengan cepat, sehingga Imron gagal mematahkan Tombak itu dengan pedangnya.
"Sial,, aku kurang cepat, padahal sedikit lagi pedangku bisa mematahkan tombok itu". Ucap Imron yang kesal dengan raut wajah yang terlihat marah. Ketika Imron melihat ke arah Congebau, Imron pun langsung menyadari bahwa Tombak itu di panggil kembali oleh Jin Congebau. "Ternyata Tombak itu berteleport kepada Jin Sialan itu, bisa biasanya dia memanggil tombaknya disaat aku hampir mematahkannya dengan pedangku ini". Ujarnya
Dari dalam sinar itu, tombaknya muncul kembali, bersinar terang dengan kekuatan kegelapan nya. Tombak itu mengambang di udara, mengikuti panggilan Congebau. Dengan gerakan yang lembut, tombak itu menyatu kembali kegenggaman tangan Congebau, siap untuk melayani tuannya dalam pertempuran selanjutnya. Congebau menatap tombaknya dengan penuh kebanggaan dan siap untuk menghadapi Imron yang mulai serius.
Imron yang berdiri di depan Congebau lalu berlari ke arah Congebau dengan mengangkat pedangnya yang penuh dengan kekuatan magis dan siap menyerang Congebau, tapi tiba tiba Congebau mengatakan sesuatu kepada Imron "Woooppp,, berhenti dulu" ucap Congebau sambil menyetop Imron yang sedang berlari ke arahnya.
Tiba-tiba Imron pun berhenti dan merasa aneh "Lahh ngapa berhenti ini?" tanya Imron, Dan dengan santainya Congebau menjawab "Cape ah, istirahat dulu kali 10 menit mah, Lu juga isi kekuatan dulu sono gua tungguin nih" jawab Congebau dengan nada santai. "Okelah kalo begitu mah 10 menit ya, deal." Ucap Imron yang menyetujui kata dari Congebau. "Deal" ujar congebau yang langsung menghilang setelah mengatakan kata deal. "Waduh ngilang tuh Jin sialan, masa bodo ah, yang penting istirahat dulu isi energi" ucap Imron sambil meletakkan pedangnya ke tanah.
Congebau yang menghilang ternyata berpindah tempat ke suatu Gua yang berbeda di tengah hutan yang sangat gelap dan sunyi, Congebau lalu berkomunikasi dengan Rajomon dan menanyakan kenapa Rajomon bisa kalah oleh Imron.
Congebau duduk bersila di dalam gua yang gelap, wajahnya dipenuhi dengan ekspresi yang gelap. Dia mencoba untuk berkomunikasi dengan Rajomon, yang telah mengendalikan tombaknya selama bertahun-tahun. "Rajomon, Keluar lah?" ucap Congebau dengan suara yang penuh dengan ketegangan, mencoba memanggil keluar Rajomon dari dalam tombaknya.
Rajomon pun keluar dari Tombaknya dan mengambang di udara. Rajomon keluar dengan wujud bayangan hitam dengan mata yang sangat terang dan menyeramkan.
"Rajomon, katakan padaku apa yang telah terjadi". Ucap Congebau kepada Rajomon.
Suara serak dari Rajomon pun menjawab "Saya telah dikalahkan, tuanku," ucap Rajomon dengan suara yang penuh dengan penderitaan.
"Kenapa kau bisa dikalahkan oleh manusia lemah itu?" tanya Congebau.
"Dia memiliki kekuatan yang luar biasa, dan aku tidak bisa melawannya, Tuan."
"Kekuatan luar biasa seperti apa, sehingga kau bisa dikalahkan dengan mudah olehnya?"
"Pedang orang itu seperti memiliki aura dan kekuatan yang berasal dari benda pusaka yang sebelumnya sudah kita lenyapkan"
"Benda yang sebelumnya sudah kita lenyapkan, benda apa yang kau maksud itu?" tanya Congebau dengan nada penasaran.
"Benda yang saya maksud adalah Kelab Besi Karisma, Tuan"
Congebau yang mendengar kata Kelab Besi Karisma langsung murka dan membuat aura di sekeliling Gua itu menjadi sangat mencekam sampai membuat Rajomon ketakutan melihat Tuannya yang terlihat sangat marah.
"Apaaaaaah, jadi maksud mu pedang orang itu terbuat dari Kelab Besi Karisma"
Rajomon menjawabnya dengan nada Seperti orang yang ketakutan "I..i..i iya Tuan"
"Kenapa orang itu bisa mendapatkan pedang yang terbuat dari besi itu, sedangkan bahan dari besi itu sudah kita lenyapkan beserta seisi pulau nya"
"Saya juga tidak tahu Tuan, jadi sekarang bagaimana Tuan"
"Pantas saja kau bisa dikalahkan oleh orang itu, baiklah kalau begitu aku harus berhati hati dan jangan sampai Tubuhku terkena langsung oleh pedang itu". Ucap Congebau dengan penuh kegelisahan yang ada dalam dirinya.
Congebau lalu berdiri dan berkata kepada Rajomon untuk kembali kedalam dirinya "Rajomon kembalilah" dan seketika Rajomon pun menghilang dari hadapan Congebau.
Congebau menggenggam tombaknya dengan erat dan bersiap untuk kembali melawan Imron dengan sangat serius karena Congebau sudah tau bahwa Imron memliki kekuatan dari Karang Kijang yang menjadi kelemahan terbesar bagi dirinya.
Sebelum Congebau pergi ke medan pertempuran dia tidak langsung kembali ke sana, melainkan dia pergi menemui seseorang karena dia ingin mengatakan sesuatu yang sangat penting.
"Sebelum aku kembali ke sana aku harus menemui dia terlebih dahulu" Ucap Congebau dalam hatinya. Dan Congebau pun langsung meninggalkan Gua itu lalu pergi menemui seseorang yang ingin dia temui.
Sementara itu di Medan pertempuran, Imron yang sedang duduk beristirahat menunggu kedatangan Jin Congebau dia terpikir akan kedua temannya yang mati di bunuh tepat di depan matanya yang di mana itu membuat Imron merasa sedih, akan tetapi Imron tidak bisa berlarut-larut dalam kesedihan dan dia memilih untuk mengikhlaskan kedua temannya yang tekah mati itu.
"Solihin, Eman, kau pasti sudah tenang di sana. Aku berjanji akan menyelesaikan semua ini dan membunuh Jin itu dan membalaskan dendam kalian kepada Jin sialan itu". Ujar Imron sambil menahan kesedihannya.
Ketika Imron sedang memikirkan kedua temannya itu, Imron terpikir akan Pedang dan Keris milik Solihin dan Eman yang tergeletak di tanah, dan segera mengambilnya. "Ah, Aku lupa mengambil Pedang Dan Kris milik Solihin dan Eman, Aku harus segera mengambilnya dan akan kugunakan nanti untuk melawan Jin Congebau".
Imron pun berdiri dari duduknya dan mengambil Pedangnya yang besar lalu pergi mengambil Pedang milik Eman dan Keris milik Solihin.
Setelah Imron menemukan pedang dan keris milik kedua temannya Imron menaruh pedang Eman di pinggang kirinya dan menaruh keris milik Solihin di pinggang kanannya.
"Dengan ini aku pasti bisa mengalahkan Jin itu. Eman, Solihin, Aku pinjam dulu senjata kalian untuk menghabisi congebau yang telah merenggut nyawa kalian berdua" Ucap Imron sambil menatap ke langit dengan penuh keyakinan.
Jin Congebau melayang di atas medan pertempuran, aura kegelapan menyelimutinya saat dia memandang ke arah Imron dengan mata yang penuh kebencian. Dia telah kembali setelah bertemu dengan seseorang yang sebelumnya ia temui.
Imron melihat kedatangan Congebau dengan kesiapan, pedangnya terhunus dan siap untuk bertarung.
"Jadi kau kembali, Congebau. Aku tidak akan membiarkanmu menyebabkan lebih banyak kerusakan."
Congebau tersenyum dengan keangkuhan yang membusung, menyadari bahwa dia telah diperkuat oleh kekuatan gelap yang lebih besar. "Aku telah mendapatkan kekuatan yang sangat besar setelah aku bersemedi di Gua Renjana. Imron, Kali ini, kau tidak akan bisa melawanku."
Imron merapatkan pegangannya pada pedangnya, siap untuk menghadapi tantangan yang lebih besar.
"Kekuatan gelap tidak akan pernah menang atas kebaikan. Aku akan menghentikanmu, Congebau, dengan segala yang aku miliki."
Congebau yang melihat ke arah Imron baru menyadari bahwa Imron sudah memiliki kedua senjata milik kedua temannya yang berada di kedua pinggangnya.
"Oh,, Jadi kau mengambil senjata milik teman mu yang sudah ku serap jiwanya itu, Hahaha, itu tidak akan membuat ku takut." Teriak congebau di udara.
Dengan gerakan yang cepat, Congebau melancarkan serangan pertamanya, mengirimkan gelombang energi gelap ke arah Imron. Namun, Imron tangguh, menghindari serangan tersebut dengan keahlian yang dia miliki.
Pertempuran sengit pun dimulai, antara Imron dan Jin Congebau yang saling bertarung dengan kekuatan dan kecepatan yang sama-sama luar biasa. Namun, kali ini, Congebau tampaknya lebih kuat dan lebih berbahaya dari sebelumnya, diperkuat oleh kekuatan gelap yang baru. Dua kekuatan bertabrakan di medan pertempuran, menciptakan gelombang kekuatan yang mengguncang area di sekitarnya. Namun, Imron bertekad untuk tidak menyerah, bertarung dengan tekad yang bulat untuk melindungi yang baik dan menangkap Congebau sebelum kegelapannya merambah lebih jauh lagi.
Di tengah pertarungan Imron seperti mendapatkan bisikan dari seseorang dan ternyata bisikan itu adalah suara dari Solihin dan Eman, mereka berdua mengatakan sesuatu kepada Imron
"Ketua, gunakanlah senjata kami, untuk melawan Jin itu" bisikan Solihin dan Eman kepada Imron.
Imron yang kaget lalu menyadari bisikan itu Lalu berkata "Suaraaa ituuuu, tidak salah lagi itu suara dari mereka." Ucapnya di dalam hati.
Imron lalu menaruh pedang besar di punggung nya dan langsung memakai pedang beserta keris di kedua tangannya, Imron pun merasakan energi yang kuat mengalir melalui tubuhnya. Dengan kekuatan pedang milik Eman, pikirannya menjadi lebih tajam dan cerdas, sementara keris milik Solihin memberinya kekuatan kilatan petir yang mempesona.
"Aku merasakan kekuatan kalian berdua mengalir di tubuhku, aku sangat berterimakasih kepada kalian berdua yang telah meminjamkan kekuatan kalian kepadaku, dengan ini aku sudah pasti akan menang." ucap Imron dalam hatinya.
Pertarungan pun berlanjut, dengan Imron dan Congebau saling bertarung dengan kecepatan dan kekuatan yang sama-sama luar biasa. Namun, kali ini Imron memiliki keunggulan dengan bantuan dari senjata milik kedua temannya.
Dengan setiap serangan, Imron menggunakan kecerdasan dan kekuatan petirnya untuk menghadapi Congebau, membuatnya kewalahan. Namun, Congebau tidak menyerah begitu saja, membalas dengan serangan yang ganas dan kejam.
Imron sudah mulai merasakan dirinya sudah tidak kuat lagi menahan serangan serangan yang di berikan oleh Jin Congebau.
Hufftt hufftt hufftt ~Imron menghela nafas dan berkata "Sial, semakin lama stamina ku semakin menipis karena menggunakan keris dan 2 pedang sekaligus".
Congebau kembali ke wujud manusianya dan menghampiri Imron yang sedang kelelahan dan berkata "Kau menyedihkan, ini tawaran terakhir dariku, apa kau benar-benar tidak berniat bergabung denganku".
Imron terdiam termenung dan bangkit lalu berkata "Aku tidak berniat bekerjasama dengan seorang Jin" jawab Imron yang berdiri dihadapan Jin Congebau.
Tubuh Imron mengeluarkan aura kekuatan yang sangat besar dan memegang Keris milik Solihin. Dari arah berlawanan Congebau kembali ke mode Mokadu dan mengeluarkan Tombak yang sudah di rasuki oleh Rajomon, keduanya saling menatap dengan tajam dengan cepat keduanya bergerak maju, serangan Congebau berhasil ditahan Keris milik Solihin, serangan bertubi-tubi dilancarkan keduanya.
"Mokadu dan Rajomon menyatu bersamaku, pada akhirnya kau tidak akan bisa menang dariku. Aku akan membunuhmu sekarang juga" ujar congebau yang menekan Imron.
Congebau terus menekan Imron, lalu Congebau menyerang Imron dengan tombaknya sampai membuat Keris milik Solihin terlepas dari tangan Imron, Congebau dengan tombaknya berhasil melukai tubuh Imron sampai terlempar kebelakang.
"Inilah Kehancuran yang sesungguhnya" ujar congebau yang terus menekan Imron.
Imron yang terlempar bertumpu pada pedang milik Eman, Congebau langsung datang menyerang kembali "Sekarang kau hanya bisa menyesali keputusanmu, Bukan" ucap Congebau.
Imron menatapnya, ia berkata "Seharusnya aku yang berkata begitu".
Keris yang tadi terlepas dan terlempar dari tangan Imron ia kendalikan. Dengan kilatan petir yang dahsyat, dengan cepat Keris itu melesat ketubuh Congebau, Imron langsung menjauh. Serangan Keris itu tidak bisa menembus tubuhnya, Tubuh congebau di lindungi oleh sisik yang sangat kuat, Congebau Tersenyum "Kau pikir Keris yang terbuat dari besi biasa bisa melukai raja Jin, kau seharusnya sadar itu, sepertinya pertarungan ini mendekati akhirnya" ucap Congebau sambil tersenyum jahat.
Perlahan lahan malam berganti pagi, matahari mulai muncul.
Imron berkata "Kau benar sekali, sekarang aku bisa melihat ujung dari pertarungan ini". Imron bergerak maju, congebau bersiap dengan tombaknya, Imron berlari dan berkata "Lihatlah sekarang matahari mulai terbit" Congebau sejenak terdiam, Imron terus mendekat lalu mengambil pedang besar dari punggungnya, Congebau menyadari sesuatu "Sialan, kau mencoba membunuhku dengan pedang jelekmu itu, akan kuberikan kematian yang menyedihkan karena melawan Raja Jin hingga saat saat terakhirmu".
Imron terus bergerak ia memegang pedangnya dengan erat dan siap menebas, Kekuatan Imron, Kekuatan Solihin, Kekuatan Eman, menyatu dalam satu serangan, tebasan itu mengenai Congebau tepat di kepala dan membelah tubuhnya. "Sekarang aku penasaran, apakah kau bisa melihat kematianmu sendiri" Ucap Imron. Mendengar itu Congebau semakin murka, ia kembali menyerang, tangan kirinya berubah menjadi ular, dan ular itu berhasil menggigit dan mengeluarkan bisa yang sangat mematikan ketubuh Imron. Imron terkejut dan dengan cepat menebaskan pedang besarnya ke bahu kiri Congebau, menyebabkan tangan kirinya terpotong. Kemudian, ular itu seketika kembali menjadi tangan seperti biasa.
Congebau melihat ke langit, ia berkata "Aku tidak menyangka ini, Seharusnya itu sangat mustahil, Aku yakin dulu saat aku menyerang Pulau Angkasa Permai aku sudah melenyapkan benda pusaka itu dan seharusnya benda itu sudah tidak ada lagi karena aku sudah menghancurkannya dan semua orang yang ada di pulau itupun sudah ku lenyapkan, tapi bagaimana Kau bisa mendapatkan pedang yang terbuat dari benda pusaka itu" ujarnya yang sudah mulai melemah.
Congebau tersungkur dan sudah tidak bisa bergerak lagi, di saat-saat terakhirnya congebau berkata sesuatu kepada Imron "Jadi kau menemukan cara untuk bisa memenangkan pertarungan ini, walau kau sendiri kalah melawanku, dalam pertarungan ini aku mengaku kalah telak, salahku karena hanya memperhatikan pertarungan kecil kecilan saja". Perlahan lahan tubuh Congebau menghilang.
"Imron, Aku akan menunggumu di kehidupan selanjutnya. Ehh tapi aku lupa bahwa tak lama lagi kau akan mati, Karena Bisa ku yang berada didalam tubuh mu sudah mulai menyebar dan kau tinggal menunggu ajal mu tiba" ucap Congebau kepada Imron sebelum tubuh nya benar benar menghilang.
Sebelum tubuh Congebau menghilang sepenuhnya, Imron pun mengeluarkan Kendi kuno yang sudah disiapkannya sedari awal untuk menyegel jiwa Jin Congebau kedalam kendi itu, supaya jiwa Congebau tiba bisa di hidupkan kembali untuk selama-lama nya.
"Di kehidupan selanjutnya katamu? Tidak akan ada kehidupan selanjutnya bagimu, karena aku akan menyegel jiwamu kedalam kendi tirta jiwa ini supaya kau tidak akan bisa hidup lagi dunia ini, kau akan selamanya terkurung dalam kendi tirta jiwa ini" tutur Imron dengan tatapan dingin.
Imron pun langsung mengarahkan kendi itu ke tubuh Congebau dan kendi itu langsung menyerap seluruh jiwa Congebau.
"Akhirnya, dengan ini berakhir sudah pertempuran yang sangat panjang ini". Ucap Imron sambil menutup kendi itu.
Imron menghela nafas lega saat berhasil menyegel seluruh jiwa Jin Congebau ke dalam kendi. Namun, kelegaannya tergantikan dengan rasa sakit yang menjalar perlahan di seluruh tubuhnya. Bisa, mematikan yang diberikan oleh Congebau mulai menguasai tubuhnya.
Tubuhnya gemetar lemah karena Bisa mematikan yang merayap perlahan di setiap serat ototnya. Dia berusaha berdiri tegak, namun mati rasa mulai menyelimuti tubuhnya, Imron menyadari bahwa Bisa mematikan yang disebarkan Congebau telah menyebar ke seluruh tubuhnya, dan mengancam nyawanya.
Tiba-tiba, suara lembut dan samar-samar bergema di dalam pikirannya, "Imron... Imron..."
Imron memandang sekeliling, mencari sumber suara itu. Namun, tak ada siapapun yang berada di sekitarnya, kecuali kendinya dan tombak Tongtolang yang tergeletak di tanah.
"Imron ini aku, Rajomon, yang terperangkap dalam tombak Tongtolang. Aku bisa membantu menyembuhkanmu dari Bisa yang mematikan itu" suara Jiwa Rajomon bergema di dalam pikirannya lagi.
Imron dengan nada ragu lalu berkata "Bagaimana kau bisa membantuku? Dan bagaimana caranya?" tanya Imron kepada Jiwa Rajomon
"Caranya mudah sekali. Aku bisa menyembuhkanmu dari Bisa yang mematikan itu dengan mudah, tetapi ada harga yang harus kau bayar." ujar Rajomon dengan suara lembut.
Imron menelan ludah, "Apa yang kau inginkan?"
"Setelah kau sembuh, kau harus mengizinkan ku untuk bersemayam kedalam tubuhmu, dan kau harus menjadi Tuan baru untuk ku" tawar Jiwa Rajomon.
Imron memikirkan tawaran tersebut dengan hati-hati. Meskipun berisiko, kesempatan untuk bertahan hidup terasa terlalu berharga untuk dilewatkan. Akhirnya, dengan nafas tersengal-sengal karena rasa sakit, Imron mengangguk setuju.
"Baiklah kalau begitu aku menerima tawaranmu, cepat selamatkan aku" ucap Imron dengan suara parau.
"Etss.. sebelum itu, kau harus mengucapkan sebuah mantra terlebih dahulu untuk membebaskanku dari tombak ini, dengarkan baik baik dan nanti kau ucapkan dengan serius."
Imron dengan tegas lalu berkata "Baiklah, aku akan melakukannya. Cepat katakan mantra itu."
Jiwa Rajomon menginstruksikan Imron tentang mantra yang harus diucapkannya. Imron memusatkan pikirannya, mempersiapkan diri untuk mengucapkan mantra yang akan mengakhiri penahanan Jiwa Rajomon dari tombak Tongtolang.
Imron dengan suara bulat lalu mengucapkan mantra nya "Aku melepaskanmu dari belenggu ini. Jadilah bebas, wahai Rajomon jiwa yang perkasa!"
Saat Imron mengucapkan mantra itu, tombak Tongtolang bergetar hebat, dan cahaya terang memancar dari dalamnya. Jiwa Rajomon muncul dari tombak, memancarkan aura yang sangat kuat dan misterius.
"Terima kasih, Tuan Imron. Sekarang, biarlah aku membantumu." ucap Rajomon dengan suara bersyukur.
Rajomon lalu masuk dan bersemayam kedalam tubuh Imron, Imron merasakan aura vitalis yang menyembuhkannya, dan energi positif itu mengalir ke dalam dirinya, membersihkan Bisa yang meracuni tubuhnya. Dengan perasaan lega, Imron menyadari bahwa ia telah menolong Jiwa Rajomon dan dirinya sendiri dari malapetaka yang mengancam keduanya. Dengan rasa syukur, dia bersiap untuk melanjutkan perjalanan hidupnya, dengan pengalaman ini membuka babak baru dalam petualangannya.
...~~~~...
Sejak saat itu, Imron dikenang sebagai pahlawan legendaris yang mampu mengalahkan Iblis Congebau seorang diri. Imron yang kembali dari pertempuran lalu mengembalikan kedua senjata temannya yang telah gugur kepada keluarganya masing-masing untuk di jadikan sebuah peninggalan dari Solihin dan Eman. Dan kepergian dua rekannya tidak pernah terlupakan. Kini, dunia tinggal menantikan kembalinya Congebau atau ancaman gelap apa pun yang mungkin muncul, sambil berharap ada pahlawan baru yang akan muncul untuk melindungi pulau jawa ini.
...•~•~•~•~•~•~•~...
"Eh Da, gimana menurut lo soal ujian tadi? Gue tadi susah banget di bagian terakhir," kata Kobel sambil mengusap keringat di dahinya, dan mengemas alat tulisnya
Randa tersenyum lega, "Iya, lumayan sih, tapi gua rasa kita semua udah ngelakuin yang terbaik. Moga aja hasilnya nanti sesuai harapan lah." seru Randa sambil meletakkan pensilnya dan meregangkan tubuhnya yang kaku setelah duduk berjam-jam
Calung, yang selalu penuh semangat, menghampiri randa dan menepuk bahunya, "Jangan terlalu dipikirin, Bro. Dua hari lagi kan sekolah kita mau liburan studi tur ke museum, kayaknya liburan kali ini bakal jadi yang terbaik sepanjang tahun."
Randa mengangguk sambil tersenyum. "Iyaaa, tapiii, moga aja kita semua naik ke kelas 12. Ujian kali ini benar-benar buat gua puyeng broo, sumpah dah"
Calung, yang terkenal dengan selera humornya, menambahkan, "Tenang Da, Kalo kita gak naik kelas, kan bisa pindah sekolah lagi, gampang kan,, Hahaha,," ucap Calung sambil tertawa
"Ada gila gila nya juga lu,, Hahaha" jawab kobel sambil tertawa
Ketiganya tertawa, merasa sedikit lebih ringan setelah berhari-hari stres menghadapi ujian. Mereka berjalan keluar dari ruang ujian, menikmati kebebasan yang baru saja mereka raih.
Mereka bertiga pun berkumpul di kantin sekolah, membicarakan rencana study tour yang akan diadakan 1 minggu setelah ujian Kenaikan kelas.
Randa, Kobel, dan Calung terus mengobrol tentang rencana studi tur. mereka, melupakan sejenak ketegangan ujian yang baru saja mereka lewati. Ujian terakhir itu sangat menentukan, karena hasilnya akan memastikan apakah mereka bisa naik ke kelas 12 atau tidak. Meski demikian, ketiganya merasa optimis dan siap untuk menghadapi apapun hasilnya nanti.
...*****...
Randa adalah seorang siswa berusia 17 tahun sekaligus siswa pindahan yang baru saja menyelesaikan ujian terakhirnya. Ujian ini sangat penting karena akan menentukan apakah dia bisa naik ke kelas selanjutnya atau tidak. Setelah berminggu-minggu penuh dengan ketegangan dan belajar tanpa henti, akhirnya dia dan teman-temannya, Kobel dan Calung, bisa bernapas lega.
Mereka bertiga telah merencanakan untuk mengikuti studi tur ke museum terkenal di Jakarta, yang akan dilaksanakan 1 minggu setelah ujian Kenaikan kelas. Museum ini adalah yang terbaik di kota, dengan koleksi artefak yang sangat beragam dan berharga.
...*****...
1 minggu kemudian,,
Hari studi tur akhirnya tiba, pagi yang cerah menyambut mereka di depan sekolah. Randa, Kobel, dan Calung sudah berkumpul bersama teman-teman lainnya, siap untuk memulai perjalanan ke Museum Nasional. Perasaan lega setelah menyelesaikan ujian bercampur dengan kegembiraan akan petualangan baru yang menanti.
Randa bersama teman-temannya, serta seluruh kelas, berangkat ke museum. Perasaan gugup karena ujian perlahan-lahan tergantikan oleh rasa antusias dan penasaran akan pengalaman baru yang akan mereka alami di museum yang penuh sejarah itu.
Perjalanan ke museum itu terasa singkat karena diisi dengan canda tawa dan cerita-cerita seru. Sesampainya di sana mereka disambut oleh pemandu museum yang segera mengajak mereka berkeliling, menjelaskan berbagai benda bersejarah yang dipamerkan. Setiap sudut museum menyimpan cerita dari masa lalu, menghidupkan kembali sejarah di hadapan mata mereka. Randa merasa kagum saat melangkah masuk, matanya berbinar melihat berbagai artefak yang dipajang dengan rapi.
Saat mereka melewati berbagai pameran, Kobel mengatakan sesuatu kepada Randa, "Daa! Liat deh, ada benda kuno yang dijaga ketat sama penjaga museum." seru Kobel sambil menunjuk ke arah sebuah area yang dipenuhi pengunjung.
Randa, mengangguk sambil tersenyum. "Hmm, bener juga ya. Gua penasaran sama mereka, sampe bisa ngejaga tu benda kuno sampe seketat itu." jawabnya.
Calung, ikut bergabung. "Ayo, kita ke sono. Siapa tau kita bisa ngefoto tu benda kuno, yee kan, lumayan kan konten buat Instagelam"
Randa berjalan mendekati area tersebut, memperhatikan penjaga yang berdiri dengan sikap waspada di depan sebuah kotak kaca besar. Di dalam kotak kaca itu, tampak sebuah tombak kuno yang berkilauan di bawah cahaya lampu.
"Permisi, Pak," kata Randa sopan kepada penjaga museum. "Bolehkah saya memotret tombak kuno ini?"
Penjaga itu menatap Randa dengan ragu sejenak sebelum akhirnya mengangguk. "Boleh, tapi harap jangan terlalu dekat, atau menyentuh kaca ini. Ini benda yang sangat berharga dan bersejarah."
Randa mengangguk antusias. "Terima kasih, Pak." Dia mengeluarkan ponselnya dan bersiap untuk mengambil gambar.
Namun, sebelum dia sempat memotret, Randa merasakan sesuatu yang aneh. Jantungnya berdebar kencang dan pandangannya mulai kabur. Ada perasaan yang tak bisa dijelaskan seolah-olah ada kekuatan tak terlihat yang menariknya.
"Broo.. Gua kok ngerasa aneh ya..." bisiknya kepada Kobel dan Calung.
Sebelum kedua temannya sempat bereaksi, tubuh Randa melemas dan dia langsung pingsan di depan kotak kaca, menyebabkan keributan di sekitar mereka.
"Randa! Kenapa lu?" teriak Kobel panik.
Penjaga museum dan beberapa pengunjung segera datang membantu, mencoba membangunkan Randa dan memahami apa yang terjadi, sementara guru dan teman-temannya panik mencoba membangunkannya.
"Randa! Randa, kamu baik-baik saja?" Ucap Bu guru Sinta.
Namun, Randa tetap tidak sadarkan diri. Di dalam ketidaksadarannya, Randa merasakan seolah-olah dirinya ditarik ke dalam kegelapan yang dalam dan misterius, seperti ada kekuatan yang memanggilnya dari masa lalu yang jauh.
Dalam suasana yang penuh kekhawatiran, Randa dibawa ke ruang medis museum untuk mendapatkan pertolongan pertama. Tidak ada yang menyadari bahwa pertemuan Randa dengan tombak kuno itu akan membuka babak baru dalam kehidupannya, menghubungkannya dengan masa lalu yang penuh dengan legenda dan kekuatan magis.
...****...
Cerita ini bermula dari Randa, seorang siswa SMA yang biasa-biasa saja, yang menjalani kehidupan normalnya sampai study tour ke museum terkenal di kotanya. Di museum itu, dia tertarik pada sebuah tombak kuno yang dijaga ketat. Ketika mencoba memotret tombak tersebut, Randa tiba-tiba merasakan sesuatu yang aneh dan langsung pingsan. Tidak ada yang menyadari bahwa pingsannya Randa adalah awal dari sebuah peristiwa besar. Tombak itu ternyata memiliki kekuatan magis yang mempengaruhi Randa, membangkitkan sesuatu yang tersembunyi dalam dirinya, yang akan mengubah jalan hidupnya selamanya.
...****...
Beberapa menit kemudian~~
Randa membuka matanya perlahan, merasakan cahaya lampu yang terang menyilaukan pandangannya. Dia merasa pusing dan bingung, tidak yakin di mana dia berada. Setelah beberapa detik, dia menyadari bahwa dia berada di ruangan yang berbeda dari sebelumnya. Di sekelilingnya, peralatan medis dan aroma antiseptik memenuhi ruangan itu.
"Randa, kamu sudah sadar?" suara lembut dan penuh perhatian membuatnya menoleh. Di samping tempat tidur, Bu Sinta, guru yang mendampingi study tour, duduk dengan ekspresi khawatir.
Randa berusaha bangkit, tetapi tubuhnya masih terasa lemah. "Bu Sinta... apa yang terjadi?" tanyanya dengan suara parau.
Bu Sinta menaruh tangannya di bahu Randa dengan lembut, memintanya untuk tetap tenang. "Kamu pingsan di depan pameran tombak kuno. Terus kami langsung membawa kamu ke ruang medis museum untuk memastikan kamu baik-baik saja."
Randa mengangguk pelan, mencoba mengingat kejadian sebelum dia pingsan. "Aku... aku ngerasa ada sesuatu yang aneh saat melihat tombak itu. Seperti ada kekuatan yang menarik saya bu."
Bu Sinta menatapnya dengan prihatin. "Apakah kamu merasa sakit atau pusing sebelumnya?"
Randa menggelengkan kepala. "Tidak, Bu. Hanya saat saya melihat tombak itu, saya merasakan sesuatu yang kuat... dan kemudian semuanya menjadi gelap."
Bu Sinta menghela napas lega. "Syukurlah kamu baik-baik saja sekarang. Ibu sangat khawatir."
Randa tersenyum lemah. "Terima kasih, Bu. Tapi... ada sesuatu yang ingin saya katakan. Saat saya pingsan, saya merasa seperti mendengar suara..."
"Suara?" tanya Bu Sinta dengan alis terangkat.
Randa mengangguk. "Ya, seperti ada yang berbicara kepadaku. Mungkin ini hanya halusinasi saya aja."
Bu Sinta menatap Randa sejenak, kemudian berkata, "Mungkin saja. Tapi, kalo kamu merasa ada sesuatu yang benar-benar salah, kita bisa membicarakannya nanti."
Beberapa menit kemudian, Kobel dan Calung datang ke ruang medis dengan ekspresi cemas di wajah mereka. "Ehh broo! udah sadar luu, syukur deh Kalo gitu" seru Kobel.
"Gue khawatir lu kenapa-napa, Da." tambah Calung.
Randa tersenyum kepada kedua temannya. "Gua baik-baik aja bestie. Cuma pusing dikit aja."
Bu Sinta tersenyum lalu berdiri dan menatap ketiga siswa itu. "Baiklah anak anak, jika Randa sudah merasa lebih baik, kita bisa kembali bergabung dengan rombongan. Tapi ingat, Randa, jangan memaksakan diri. Jika kamu merasa tidak enak, beri tahu kami segera."
Randa mengangguk. "Baik, Bu. Terima kasih."
Mereka semua kemudian keluar dari ruang medis, dan Randa berjalan dengan hati-hati di antara teman-temannya. Pikiran Randa masih dipenuhi dengan pertanyaan tentang apa yang sebenarnya terjadi padanya di depan tombak kuno itu. Dia tahu bahwa ini mungkin baru awal dari sesuatu yang lebih besar dan misterius.
Randa perlahan bangkit dari tempat tidur, merasakan kekuatannya kembali. Bu Sinta memastikan bahwa dia baik-baik saja sebelum mereka melanjutkan tur bersama teman-temannya.
"Randa, jika kamu merasa pusing lagi atau ada yang tidak beres, beri tahu Ibu segera, ya?" kata Bu Sinta dengan penuh perhatian.
"Ya, Bu. Terima kasih," jawab Randa dengan senyum tipis.
Kobel dan Calung menepuk bahunya dengan lembut. "Senang melihatmu kembali, bestie. Jangan pingsan lagi, ya," kata Calung dengan nada bercanda.
Randa tersenyum. "Oke bestie."
Mereka bertiga kembali bergabung dengan rombongan kelas yang sedang mendengarkan penjelasan dari pemandu museum tentang koleksi artefak kuno. Meskipun Randa masih merasa sedikit lelah, dia mencoba untuk tetap fokus dan menikmati tur ini.
Saat mereka berjalan melalui galeri yang menampilkan berbagai benda bersejarah, Randa tak bisa berhenti memikirkan tombak kuno yang menyebabkan dirinya pingsan. Ada sesuatu yang sangat menarik tentang tombak itu, dan dia merasa perlu untuk mengetahui lebih banyak.
Ketika mereka mendekati pameran tombak lagi, Randa merasakan desakan untuk mendekati kotak kaca itu sekali lagi. Dia melangkah dan menatap tombak dengan penuh rasa ingin tahu.
"Daa, lu yakin mau liat tu tombak lagi?" tanya Kobel, menyadari perubahan dalam ekspresi Randa.
"Yakin lah Bel, Gua ngerasa ada sesuatu yang aneh ama tu tombak kuno," jawab Randa sambil mendekati kotak kaca.
Saat dia berdiri di depan tombak, penjaga museum yang sama memperhatikannya dengan cermat. "Kamu kembali lagi, anak muda. Apakah kamu merasa lebih baik sekarang?"
Randa mengangguk. "Ya, Pak. Saya hanya penasaran tentang tombak ini. Bisakah Anda memberitahu saya lebih banyak tentangnya?"
Penjaga itu tersenyum tipis. "Tombak ini disebut Tombak mistis kuno. Ditemukan beberapa tahun yang lalu di sebuah situs arkeologi kuno tepatnya di sebuah ladang di desa yang sudah terbengkalai. Ada banyak legenda yang mengelilingi tombak ini, termasuk kisah-kisah tentang kekuatan magis yang dimilikinya."
Kobel dan Calung mendengarkan dengan penuh perhatian. "Kekuatan magis? Seperti apa?" tanya Kobel dengan antusias.
"Konon, tombak ini hanya bereaksi terhadap mereka yang memiliki potensi magis dalam diri mereka. Itu sebabnya mungkin Adek ini merasakan sesuatu yang aneh tadi," jelas penjaga itu.
Randa merasa ada yang mengalir dalam dirinya. "Jadi, Anda mengatakan bahwa saya mungkin memiliki potensi magis?"
Penjaga itu mengangguk pelan. "Mungkin saja. Namun, potensi itu harus dikembangkan dan dipahami lebih lanjut. Ini bukan sesuatu yang bisa diabaikan begitu saja."
Randa menatap tombak itu dengan mata berkilauan. "Terima kasih, Pak. Saya akan memikirkan ini lebih lanjut."
Setelah mereka melanjutkan tur museum, Randa merasa bahwa dia memiliki tujuan baru. Dia ingin mencari tahu lebih banyak tentang kekuatan magis yang mungkin ada dalam dirinya dan bagaimana tombak kuno itu terhubung dengan dirinya. Dengan dukungan dari teman-temanny, Randa siap untuk mengeksplorasi petualangan baru yang penuh dengan misteri.
Setelah seharian penuh menjelajahi setiap sudut museum, melihat berbagai artefak bersejarah, dan mendengarkan kisah-kisah menakjubkan dari pemandu, Randa dan rombongan sekolahnya kembali ke bus dengan wajah lelah namun penuh kepuasan, mengingat pengalaman luar biasa hari itu, terutama momen misterius di depan tombak kuno. Mereka duduk di kursi masing-masing, menyimpan kenangan baru dan pengetahuan berharga, siap untuk pulang ke rumah dan berbagi cerita seru dari studi tur yang tak akan mereka lupakan. Bus mulai bergerak perlahan, meninggalkan museum terkenal itu, membawa pulang sekumpulan siswa-siswi yang kini lebih kaya akan pengalaman dan wawasan.
Di sebuah desa kecil bernama Sukamundur, yang dikelilingi sawah hijau dan udara segar yang jarang ditemukan di kota besar seperti Jakarta, seorang remaja bernama Kendil tengah menikmati masa liburannya setelah selesai ujian kenaikan kelas. Kendil adalah anak tunggal yang dikenal di desanya sebagai sosok cerdas tapi santai. Meski begitu, dia bukan tipe yang gemar belajar; dia lebih suka menghabiskan waktu bersama sahabat karibnya, Betok.
...******...
Kendil dan Betok adalah dua remaja sebaya yang tinggal di Desa Sukamundur, Meski usianya sama, sifat mereka bertolak belakang. Kendil dikenal sebagai sosok yang pendiam dan cenderung serius, sementara Betok adalah kebalikannya: humoris, ceroboh, dan kerap membuat orang tertawa dengan tingkah bodohnya.
Betok, yang kepalanya botak sejak kecil, sering menjadi bahan ejekan anak-anak di desa. Tapi ia justru menanggapi ejekan itu dengan bercanda, membuat suasana selalu riang. Kendil, di sisi lain, adalah sosok yang tidak banyak bicara. Meski begitu, ia punya pesona tersendiri-bukan hanya karena kemampuannya dalam bela diri, tetapi juga sikapnya yang tampak angkuh namun tidak berlebihan. Kendil sering merasa dirinya lebih kuat daripada orang lain, dan hal itu membuatnya terkesan cuek serta sok jago di mata teman-temannya. Tapi di balik itu, ia sebenarnya sangat sederhana.
Pagi itu, mereka duduk di tepi sungai, seperti biasanya. Kendil bersandar di batang pohon dengan tangan terlipat di dada, memandangi aliran air tanpa ekspresi. Sementara Betok sibuk mencoba menangkap capung dengan tangannya yang besar.
"Dil, lu tau gak kenapa gue botak?" tanya Betok tiba-tiba, menyeringai lebar.
Kendil menghela napas panjang, malas meladeni. "Karna lu kebanyakan mikir, otaknya panas, terus rambut lu gosong?"
Betok tertawa keras. "Hampir bener! Tapi sebenernya, rambut gue tuh kabur gara-gara dia gak tahan sama kejeniusan gue."
Kendil melirik Betok dengan tatapan datar. "Lucu banget, gue sampe pengen ketawa sambil salto."
Betok pura-pura cemberut. "Ah, lu emang gak ngerti humor, Dil. Hidup lu serius banget. Lu tuh harus belajar santai kayak gue."
Kendil mengangkat bahu. "Santai itu buat orang yang gak punya tujuan, Tok. Gue gak kayak lu."
Mendengar itu, Betok hanya tersenyum kecil. Meski sering bercanda, ia tahu Kendil adalah teman terbaiknya, meski kadang terlalu angkuh dan keras kepala. Tapi itulah yang membuat mereka saling melengkapi.
Hari itu, Betok mendengar cerita dari seorang warga desa tentang sebuah batu besar di tengah hutan yang konon menjadi tempat tinggal makhluk gaib. Tanpa pikir panjang, ia langsung mengajak Kendil untuk pergi ke sana.
"Dil, gue mau ajak lu ke suatu tempat, tempat itu adalah hutan kramat, gue denger dari warga kalo di hutan itu katanya ada batu segede gaban terus, nah pas banget gue tau jalan nya ni, kita jalan jalan ke sono yu, Dill!"
"Tok, seriusan lu mau jalan jalan ke hutan itu? Orang-orang bilang itu tempat angker," kata Kendil dengan nada skeptis.
"Justru itu yang seru, Dil! Siapa tau kita ketemu sesuatu yang keren. Lagian, kalo ada apa-apa, kan ada lu. Sang jagoan bela diri kebanggaan Sukamundur!" jawab Betok sambil tertawa.
Kendil memutar mata, malas meladeni. "Yaudeh gue ikut cuma buat ngawasin lu aja. Jangan sampe lu nyasar atau bikin masalah."
Mereka berjalan memasuki hutan, suasana berubah semakin sunyi. Betok, seperti biasanya, mencoba mencairkan suasana dengan lelucon.
"Dil, lu tau gak? Kalo gue ketemu setan, gue bakal kasih dia hadiah."
Kendil mengernyit. "Hah, Hadiah? Hadiah apaan?"
"Cermin! Biar dia sadar kalo mukanya serem banget. Hahaha!"
Kendil tertawa. "Hahaha, bisa aja lu, tapi tok, lu gak takut apa ngomong kayak gitu?"
Betok menggaruk kepala botaknya. "Takut? Gue mah gak pernah takut! Lagian, setan juga pasti ketawa denger gue ngomong. Gue kan lucu."
Mereka akhirnya tiba di sebuah lapangan kecil di tengah hutan. Di sana, sebuah batu besar berdiri dengan ukiran aneh di permukaannya. Kendil langsung merasa ada sesuatu yang tidak beres.
"Tok, gue gak yakin ini ide bagus. Kita harus balik," kata Kendil dengan nada serius.
Betok, seperti biasa, tidak mendengarkan. Ia malah mendekati batu itu, menyentuh ukirannya dengan penasaran. "Wah, ini keren banget! Kayak ukiran kuno di film-film."
Namun tiba-tiba, udara di sekitar mereka menjadi dingin. Angin berhembus kencang, membuat dedaunan berdesir. Kendil langsung siaga, tubuhnya tegang.
"Tok, mundur!" seru Kendil.
Tapi terlambat. Dari balik pepohonan, muncul sosok tinggi dengan tubuh kurus dan mata merah menyala. Makhluk itu menatap mereka dengan senyum menyeramkan.
"Anak-anak muda... Apa yang kalian cari di tempatku?"
Betok yang biasanya humoris, kini terlihat gugup. "Eee... Kita cuma jalan-jalan, kok. Gak ada maksud ganggu."
Makhluk itu mendekat, tatapannya tertuju pada Kendil. "Kamu... aku melihat sesuatu yang berbeda dalam dirimu."
Kendil tidak mundur. Ia menatap balik dengan penuh percaya diri. "Apa maumu wahai mahluk jelek?"
Makhluk itu tersenyum tipis. "Kamu sombong, ya? Tapi aku suka. Kamu punya potensi besar. Ingat kata-kataku: ketika waktunya tiba, kamu akan kembali ke sini. Dan aku akan menunjukkan kekuatan yang selama ini kamu cari."
Sebelum Kendil sempat menjawab, makhluk itu menyentuh dahi Betok. Dalam sekejap, Betok pingsan.
"Betok!" Kendil berlutut, mengguncang tubuh sahabatnya. Ia mengangkat kepalan tangannya, bersiap melawan makhluk itu.
Namun makhluk itu tertawa pelan, lalu menghilang dalam kabut. Kendil menatap kosong ke arah tempat makhluk itu berdiri, merasa marah dan tak berdaya.
Lalu Betok akhirnya tersadar, ia terlihat bingung. Betok mengerjap pelan, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Tubuhnya lemas, tetapi pikirannya mulai mengingat kejadian sebelumnya, makhluk tinggi bermata merah, dinginnya udara, dan sentuhan di dahinya. Dalam sekejap, Betok melonjak bangun.
"Ngapa lu tok!" seru Kendil, terkejut melihat Betok yang tiba-tiba berdiri dengan wajah panik.
Namun, alih-alih menjawab, Betok langsung berlari terbirit-birit ke luar hutan, tanpa peduli jalan di depannya. "KABUURRR! GUE GAK MAU MATI MUDA!" teriaknya dengan suara gemetar, tetapi tetap terdengar konyol.
Kendil yang masih berlutut di samping batu besar hanya terdiam sesaat, lalu tiba-tiba tertawa kecil. Tingkah sahabatnya itu memang selalu berhasil membuatnya terhibur, meski situasinya genting. "Dasar Betok PeA," gumam Kendil, mencoba menahan senyumnya.
Dengan cepat, Kendil berdiri dan mulai mengejar Betok. Ia berteriak sambil setengah tertawa, "WOY BETOK! TUNGUIN GUE, WOY! JANGAN TINGGALIN GUE SENDIRI DI HUTAN INI!"
Betok, tanpa menoleh, terus berlari sambil menjerit, "LO URUS DIRI LO SENDIRI, GUE MAU HIDUP TENANG!"
Kendil akhirnya berhasil menyusulnya ketika mereka hampir mencapai tepi hutan. Napas keduanya terengah-engah, tetapi Betok masih memasang wajah ketakutan yang berlebihan. Ia langsung duduk di atas batu besar dekat sungai yang tadi pagi mereka datangi.
Kendil menyandarkan tubuhnya di pohon, mencoba mengatur napas. "Tok, lo tuh bener-bener yaa, ninggalin gue sendirian, tadi?" katanya sambil terkekeh.
Betok melotot sambil tertawa, napasnya masih ngos-ngosan. "Hahaha, lu kan pemberani Dil, Eh tapi lu gak liat tadi ada apaan? Itu setan, Dil! Setan beneran! Mata merah, badan tinggi, suara serem... AAAAA gue gak mau inget-inget lagi!"
Kendil menahan senyum sambil melipat tangannya di dada. "Iyee, gue tauu. Tapi lo gak usah lebay gitu kali. Lu kan tadi bilang gak takut sama setan, malah mau kasih hadiah cermin buat mereka?"
Betok terdiam sejenak, lalu wajahnya berubah kecut. "Eh, itu kan gue ngomong sebelum gue tau setannya segitu serem, Dil. Lagian, cermin gak cukup buat dia. Dia butuh salon buat benerin mukanya!"
Kendil tertawa lepas. "Hahaha Goblok, lu emang gak pernah gagal bikin gue ketawa, Tok."
Betok ikut terkekeh kecil, meskipun tubuhnya masih gemetaran. Setelah beberapa saat, suasana di antara mereka mulai tenang. Namun, tatapan Kendil kembali serius. Ia menatap ke arah hutan yang baru saja mereka tinggalkan.
"Tok," kata Kendil, suaranya pelan namun tegas. "Lu sadar gak, setan tadi ngomong sesuatu ke gue?"
Betok mengangkat alis. "Ngomong apaan? Minta Gorengan kali"
Kendil menoleh, tatapannya tajam. "Eee,, bukan blokk, Dia bilang gue bakal balik ke sana. Katanya, dia punya sesuatu buat gue. Bingung gue jadinya ni."
Betok terdiam, mencoba mencerna kata-kata Kendil. "Lo mau balik lagi ke hutan itu? Dil, lo gila apa gimana? Lu masih waras kan? Baru aja kita kabur nyawa-nyawaan!"
Kendil tidak menjawab. Ia hanya menatap lurus ke depan, pikirannya penuh dengan pertanyaan. Siapa makhluk itu? Kenapa dia tertarik pada Kendil? Dan yang paling penting, apa yang akan terjadi selanjutnya?
Sementara itu, Betok, yang kembali ke sifat aslinya, berusaha mencairkan suasana. Ia mengambil batu kecil dan melemparkannya ke sungai. "Dil, gue punya ide."
Kendil meliriknya malas. "Ide apaan lagi, Tok?"
"Kita pindah desa aja. Tinggal di kota. Buka usaha angkringan. Hidup tenang, tanpa gangguan setan," kata Betok dengan nada bercanda.
Kendil menggelengkan kepala sambil tersenyum tipis. "Lu tuh emang gak pernah serius, ya?"
"Serius, dong. Tapi serius sambil lucu, biar hidup gak berat-berat amat," jawab Betok sambil terkikik.
Meski ucapan Betok terdengar konyol, Kendil tidak bisa menyangkal bahwa keberadaan sahabatnya itu membuat segala ketegangan terasa lebih ringan. Namun jauh di dalam hatinya, Kendil tahu perjalanan mereka baru saja dimulai. Sesuatu di dalam hutan itu memanggilnya, dan cepat atau lambat, ia harus kembali.
Setelah pagi yang penuh drama, Betok dan Kendil akhirnya memutuskan untuk mengisi perut mereka di warung Bu Enok, tempat favorit mereka. Warung kecil di pinggir jalan itu terkenal dengan masakan sederhana tapi rasanya juara. Betok sudah membayangkan sepiring nasi dengan lauk ayam goreng dan sambal terasi yang pedasnya menggigit.
Mereka duduk di bangku kayu panjang sambil menunggu pesanan datang. Kendil bersandar santai, sementara Betok masih berusaha mengatur napas setelah pelarian tadi.
"Dil, makan kali ini gue yang traktir" ujar Betok tiba-tiba sambil menyengir lebar. "Anggep aja ini hadiah dari gue karena lu berhasil kabur dari setan pagi tadi."
Kendil menatapnya sambil tersenyum kecil. "Wah, tumben banget lu mau traktir. Jangan-jangan lu lagi banyak rejeki, nih?"
Betok membusungkan dada dengan bangga. "Oiyaa lah. Gue tuh orangnya perhatian sama sahabat. Apalagi gue kemaren dapet bonus dari Kang Jaja buat bantuin angkat karung beras nya. Duit gue masih ada dua puluh ribu. Cukup lah buat makan kita berdua."
Kendil terkekeh kecil. "Ya udah, gue terima traktiran lu. Tapi jangan pelit sambelnya, ya."
Saat makanan datang, suasana berubah jadi penuh canda tawa. Betok, seperti biasa, melontarkan lelucon-lelucon receh yang entah kenapa selalu berhasil membuat Kendil tertawa.
"Dil, lu tau gak kenapa setan tadi lari pas liat muka gue?" tanya Betok sambil nyengir.
"Hah kenapa tuu?" Kendil menatapnya penasaran.
"Karena dia mikir, 'Wah, saingan gue dateng!'" jawab Betok sambil tertawa ngakak, merasa leluconnya sangat lucu.
Kendil menggelengkan kepala sambil tertawa kecil. "Hahaha,, Lu tuh emang gak ada obat, Tok."
Mereka makan dengan lahap, menikmati setiap suapan sambil terus bercanda. Namun, suasana berubah saat Betok selesai makan dan merogoh kantong celananya untuk membayar. Wajahnya langsung berubah pucat.
"Eh... Wait the minit, Dil..." gumam Betok sambil meraba-raba kantongnya dengan panik.
Kendil, yang sedang menikmati sisa nasi di piringnya, mengangkat alis. "Kenapa lagi, Tok?"
"Duit gue ilang jirr!" seru Betok, suaranya terdengar panik.
"Hah? ilang gimana?" Kendil menatapnya heran.
"Gue yakin tadi duit dua puluh ribu gue ada di kantong. Tapi sekarang gak ada!" Betok mulai merogoh semua kantong di celananya, bahkan sampai membalikkan saku-saku itu. Tetap kosong.
Kendil langsung tertawa terbahak-bahak. "Hahaha, paok paok, jangan-jangan duit lu jatoh pas lu lari terbirit-birit tadi di hutan!"
Betok menepuk dahinya keras. "Alamakkk, iya kali ya! Aduh, gimana nih, Dil? Gue udah makan, lu juga udah makan. Kita gak punya duit buat bayar!"
Kendil masih tertawa sambil memegang perutnya. "Hahaha! Lu tuh emang apes banget, Tok. Baru kali ini gue ditraktir tapi ujung-ujungnya ngutang!"
Betok, yang merasa malu tapi tetap ingin terlihat santai, mencoba mencari solusi. Ia menoleh ke arah Bu Enok, yang sedang berdiri di balik meja kasir. "Bu Enok cantikkk, boleh gak kita bayarnya besok? Duit saya ilang gara-gara kejar-kejaran sama setan tadi."
Bu Enok, yang sudah terbiasa dengan tingkah konyol Betok, hanya menggeleng sambil tersenyum. "Betok, Betok...sudah bu enok duga, ya udah, tapi jangan lupa bayar besok, ya! Kalau enggak, ayam gorengnya saya hitung dobel."
Betok tersenyum lebar. "Siap Laksanakan, Bu! Besok saya bayar, sumpah demi dewa Neptunus!"
Setelah keluar dari warung, Kendil masih belum berhenti menertawakan Betok. "Tok, lo tuh udah lucu, nasib lo juga selalu sial. Gue gak tau gimana hidup lo kalo gue gak ada."
Betok hanya meringis sambil menggaruk-garuk kepala botaknya. "Ah, lo mah ketawa mulu. Harusnya lo bantuin gue cari duit, bukan malah ngetawain nasib sahabat lo ini."
Kendil tersenyum kecil, menepuk bahu Betok. "Tenang, Tok. Kita cari duit bareng, tapi habis ini lo traktir lagi. Dan pastiin duit lo gak jatuh, ya."
Mereka pun berjalan pulang sambil terus bercanda, meskipun Betok masih sesekali meratapi nasibnya. Namun, bagi Kendil, momen seperti ini adalah salah satu alasan kenapa ia betah berteman dengan Betok, selalu ada tawa di tengah kesialan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!