NovelToon NovelToon

Pernikahan Rahasia Dengan Sang Billionaire: Perpect Stranger

Bab.01 Perpect Stranger

"Ryan, pernikahan kita baru saja akan dimulai, kamu tidak bisa pergi begitu saja, Bagaimana nanti tanggapan keluargaku. Apa yang harus aku katakan pada mereka.?"

Mengenakan gaun kebaya putih, Liana memegangi lengan kokoh Ryan, berharap lelaki itu mengurungkan niatnya untuk pergi. 

Jari - jari Liana sampai bergetar sebagaimana suaranya karena panik. Dia sama sekali tidak menyangka, hal ini akan terjadi dan menimpa dirinya.

Hari ini seharusnya menjadi hari yang paling membahagiakan untuk mereka.

Namun, ketika upacara baru saja akan dimulai, tiba-tiba Ryan menerima sebuah pesan. Setelah membaca pesan tersebut, lelaki itu berpaling pada kerumunan orang-orang yang ingin menyaksikan pernikahan mereka, dan dengan mudahnya mengatakan bahwa pernikahannya dibatalkan.

Kedua alisnya menyatu, suaranya penuh dengan tekanan, "Minggir! Rina terluka. Dia sendirian di rumah sakit dan dia sangat ketakutan, aku harus segera kesana, Liana!"

Wajah Liana langsung memucat.

Rina Mariana adalah kekasih masa kecil Ryan.

Wanita itu sudah mengenal Ryan jauh sebelum dirinya mengenal Ryan.

 

Lima tahun yang lalu, Liana berpacaran dengan Ryan Himawan. Dan selama lima tahun hubungan mereka, setiap saat, ketika dia pergi bersama Ryan, Rina selalu saja mengacau. 

Ada saja hal yang dilakukan oleh wanita itu. Dan mirisnya, jika Rina membutuhkan bantuan Ryan, maka Ryan tak segan - segan meninggalkan dirinya.

Ryan selalu mengatakan bahwa Rina sudah seperti adik perempuan baginya, dan selalu mengatakan agar Liana bisa memahaminya.

Liana mencoba untuk memahaminya. Namun, lagi - lagi, Liana lah yang harus mengalah dan harus rela korban.

Akan tetapi, hari ini adalah hari pernikahan mereka.

Dan Rina baru saja menelpon, bahwa wanita itu membutuhkan Ryan?  Apakah itu artinya Ryan yang seharus  menjadi suaminya, harus pergi meninggalkan Liana?

"Tidak, Mas, kamu tidak bisa pergi. Pernikahan ini tidak bisa terlaksana tanpa kamu. Apapun yang terjadi, aku mohon, kamu harus tetap di sini, mas." protes Liana dengan menghiba.

Tapi Ryan membentak dengan kasar, "Cukup, berhentilah menjadi wanita yang egois dan mau menang sendiri. Kita bisa mengatur ulang jadwal pernikahan kita. Tapi sekarang, Rina sedang terluka, jika aku tidak pergi sekarang, bisakah kamu menanggung konsekuensinya? Minggir!"

Sebelum Liana sempat mengatakan sepatah kata lagi, Ryan sudah mendorong Liana dan kemudian pria itu berjalan melewatinya.

Tubuh Liana terhuyung - huyung, dia jatuh ke lantai dan tumitnya terkilir. Dari tempatnya terduduk, Liana tertegun dan terengah-engah, ia hanya bisa menatap kepergian Ryan yang menghilang melawati pintu, tanpa menoleh ke belakang. 

Detik berikutnya, ponsel Liana berbunyi.

Tanpa melihat siapa yang menelpon, Liana segera menjawab teleponnya. Detik itu juga terdengar tawa dari seorang wanita dengan suara penuh kemenangan di ujung telepon.

"Liana,hari ini adalah hari yang bersejarah buat kamu dan Ryan, bukan? Apa kamu suka hadiah kejutan yang aku kirimkan padamu?"

Seluruh tubuh Liana menjadi kaku saat mendengar pengakuan itu.  Dengan tangan yang terkepal, dia menyahut, "Rina, kamu sengaja kan melakukan hal ini? Kamu kan yang menggoda Ryan?"

"Itu benar sekali. Lalu kamu mau apa? Aku hanya ingin mengingatkan kamu, bahwa dihati Ryan, aku selalu menjadi nomor satu." Suara Rina sarat dengan kesombongan, setiap kata yang keluar bercampur dengan ejekan.

"Aku yakin sekali, kamu sudah menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk merencanakan semua ini, kan? Sayang sekali, ... semua kerja keras, semua impian itu hilang. Jujur saja, saya nyaris merasa kasihan padamu." 

Liana menatap kain putih bersih dari gaun pengantin miliknya, dan untuk pertama kalinya, dia melihat kejadian lima tahun terakhir, nyatanya semua itu hanyalah sebuah lelucon. 

Sejak menjadi yatim piatu, dia sangat menginginkan sebuah keluarga. Untuk sebuah cinta, dia bisa menyebutnya sebagai miliknya.

Tapi Ryan, lelaki itu, dia tidak akan pernah memberikannya.

Liana bergumam pada diri sendiri. Sudah waktunya untuk berhenti mengemis sesuatu yang tidak akan pernah menjadi miliknya.

Tawa yang tajam dan dingin keluar dari bibir Liana. "Jangan terlalu sombong, Rina. Pernikahanku akan tetap berlangsung."

Nada bicara Rina langsung berubah buruk, "Apa kamu sudah gila? Ryan adalah mempelai pria, dia bahkan tidak ada di sana. Bagaimana tepatnya kamu berencana mengadakan pernikahan tanpa dia?"

Garis bibir Liana melengkung membentuk sebuah senyuman yang halus dan mengejek.

"Kata siapa mempelai pria nya harus Ryan?"

"Apa maksudmu, Liana?"

Liana tersenyum dingin, jika lelaki itu bisa pergi dengan mudahnya, maka dia akan menemukan orang lain, seseorang yang pantas bersanding di sisinya.

Suaranya berubah tajam tak tergoyahkan, "Baiklah, karena kamu sudah menelponku jadi aku mau sekalian minta tolong sampaikan pesanku pada Ryan, katakan padanya, aku sudah tidak menginginkannya lagi. 

Dia tidak sebanding dengan satu detik pun waktuku yang berharga. Dan karena kamu sangat ingin memilikinya, silakan ambil. Kalian  berdua sangat cocok. Yang satu, seorang pria yang tak punya pendirian dan yang satu lagi adalah wanita yang tak tahu malu. Kalian sungguh pasangan yang sempurna. Semoga beruntung!"

Suara Rina terdengar tajam sarat dengan kemarahan. "Kau! berani sekali kamu menghinaku, Liana. Aku peringatkan padamu, jangan menye-"

Tetapi, belum sempat Rina menyelesaikan kalimatnya, Liana sudah keburu memutuskan panggilan. Rina yang berada di ujung telepon merasa luar biasa kesal.

Liana terpaku menatap ke depan. Pernikahan akan segera dimulai dalam waktu tiga puluh menit lagi. Dia harus mencari mempelai pria pengganti, secepatnya.

Sambil mengangkat ujung gaunnya, ia bergegas ke luar. 

Saat berada di luar, Liana terkejut.  Di luar, tempat itu dipenuhi oleh pria-pria berjas hitam. Kehadiran mereka mengesankan pesan yang jelas saat mereka menyisir setiap sudut, sepertinya mereka mencari sesuatu atau seseorang. Tapi siapa? hati Liana bertanya - tanya.

Di antara mereka, terlihat seorang pria dengan setelan jas pengantin pria, duduk di kursi roda, postur tubuhnya terlihat kaku dan penuh wibawa. Tidak bergerak, namun tubuhnya memancarkan aura yang dingin dan nyaris tak tersentuh.

Suaranya memerintah saat dia berbicara kepada pengawal di depannya.

"Upacara akan segera dimulai. Apakah kau sudah menemukan Wanda?"

Pengawal itu ragu-ragu, ekspresinya tegang. "Tuan Nathan, kami sudah mencari di seluruh penjuru, tapi tidak ada tanda-tanda keberadaan Nona Wanda. Sepertinya dia sudah melarikan diri..."

"Melarikan diri?" suara pria itu dalam dan datar, tapi tatapannya berubah menjadi tajam, dingin dan tak kenal ampun. Seperti seekor pemangsa yang sedang mengamati mangsanya.

"Jika pernikahan ini tidak terjadi tepat waktu, Anda tahu apa artinya." gumannya kesal.

Liana menangkap setiap kata-kata dari pria itu, dan seketika itu juga, ia pun mengerti, pria itu telah ditinggalkan oleh mempelai wanitanya di altar, sama seperti dirinya.

Tanpa ragu-ragu, ia mencengkeram gaun pengantinnya, dan melangkah mendekat ke arah pria itu.

Para pengawal pria itu langsung bereaksi, mereka melangkah maju di depan pria itu dengan ekspresi kaku dan waspada.

"Nona, apa yang sedang anda lakukan di sini?"

Pria berkursi roda itu mengalihkan perhatiannya kepada Liana, kehadirannya sendiri menekan seperti badai di cakrawala.

Tapi Liana tidak bergeming. Suaranya mantap ketika ia menatap pria itu secara langsung. "Tuan, aku dengar mempelai wanitamu telah kabur. Jika demikian, izinkan aku untuk menggantikan tempatnya. Aku bersedia menjadi pengantin wanita untukmu."

Bab.02. Menikah dengan Orang Asing

"Tuan, aku dengar mempelai wanitamu telah kabur. Jika demikian, izinkan aku untuk menggantikan tempatnya. Aku bersedia menjadi pengantin wanita untukmu."

Kata-kata Liana membuat mata pria itu sedikit menyipit. Sesaat, Liana melihat ada bias keterkejutan di mata kelam pria itu.

Dia menatap Liana sejenak. Lalu berucap lirih dengan nada yang tajam, "Nona, apakah Anda yakin tentang hal ini? Saya adalah lelaki yang cacat. Jika kamu menikah denganku, kamu akan menyesal cepat atau lambat."

Liana tidak langsung menjawab ucapan pria itu. Sebaliknya, dia menatap wajah tampan pria itu dengan tajam, lalu kemudian dia bertanya, "Tuan, mohon jawab pertanyaan saya, apakah Anda akan meninggalkan istri Anda demi untuk wanita lain?"

"Tentu saja tidak!" jawab pria itu tanpa ragu, nadanya tegas. Pun demikian juga wajahnya.

"Kalau begitu, saya juga tidak akan menyesal." sahut Liana, tekadnya bulat tidak tergoyahkan. "Selama anda setuju, saya akan menikah dengan anda."

Melihat ketulusan di mata Liana, pria itu tidak punya alasan untuk menolak. Dengan anggukan pelan dan penuh pertimbangan, ia menjawab, "Baiklah, kalau begitu mari kita menikah."

Dan begitulah, pernikahan Liana pun terjadi begitu saja. Pernikahan yang hampir saja dibatalkan, tetap berjalan sesuai rencana.

Dengan Pendeta sebagai saksi, mereka berdua dengan mantap saling bertukar sumpah, suara mereka penuh keyakinan dan percaya diri tanpa adanya keraguan lagi.

Saat mereka berjalan keluar dari gereja, Liana merasakan  ada suatu perasaan aneh menghinggapi dirinya.

Ironis sekali, hanya dalam waktu beberapa jam, dia telah menikah dengan seorang pria yang sama sekali tidak dikenalnya. Bukankah itu hal yang aneh.

Sambil mendorong pelan kursi roda suaminya, Liana berjalan menyusuri lantai menuju ke parkiran, tiba-tiba Liana menyadari sesuatu, "Tuan, ngomong-ngomong, aku bahkan belum tahu namamu. Namaku Liliana Wijaya."

"Nathan Samosa," jawab suaminya, suaranya

terdengar tenang. Wajahnya pun terlihat tak beriak.

Mata Liana membelalak karena terkejut. "Tunggu, Anda adalah Nathan Samosa? Putra sulung keluarga Samosa?"

Nathan menyeringai ketika melihat keterkejutan di wajah Liana. Ada sedikit ejekan dalam senyumannya.

"Ada apa? Sekarang kamu tahu kamu telah menikahi pria yang dianggap pecundang oleh semua orang, apa kamu menyesalinya?

Cerita tentang Nathan Samosa, putra sulung keluarga Samosa yang berkuasa, sudah menjadi buah bibir dan perbincangan di seluruh kota.

Ibunya telah meninggal saat melahirkan. Dan ayahnya telah menikah lagi.

Kemudian, sebuah kecelakaan mobil membuat pria itu lumpuh, dan mengubahnya menjadi orang yang dianggap pecundang.

Ketika ibu tirinya melahirkan seorang anak laki-laki, dia menjadi semakin terbuang dalam keluarga Samosa.

Tanpa neneknya, Anie Samosa, yang selalu membela dan melindunginya, Nathan kemungkinan besar akan dibuang.

Sejauh ini, Nathan mengalami berbagai ketidakadilan. Dia dibiarkan berjuang sendiri. Nasibnya jauh lebih buruk daripada seseorang yang hidup di jalanan. Sungguh menyedihkan.

Dalam benak Nathan, tidak ada wanita waras yang mau menikah dengan pria seperti dia kecuali wanita itu hanya mengejar uangnya.

Dia bukan hanya seorang penyandang disabilitas, dia adalah anak laki-laki yang terbuang dari keluarga Samosa. Dia sepenuhnya berpikir Liana akan kecewa.

Dia sudah siap untuk melihat penyesalan atau kepahitan yang membayang di wajah wanita itu.

Namun, yang mengejutkannya, Liana tidak menatapnya dengan rasa iba atau jijik, tetapi dengan pemahaman yang mendalam dan tak terucapkan, seolah-olah dia melihat Nathan, apa adanya, sosok yang berbeda yang ditinggalkan oleh orang-orang yang seharusnya mencintainya.

Liana menggeleng pelan dan mengulurkan tangannya, dia meraih tangan Nathan dengan lembut, "Aku sudah bilang, ketika aku sudah membuat keputusan, aku tidak akan menyesalinya. Sekarang setelah kita menikah, aku akan memastikan kamu memiliki rumah dan keluarga yang sesungguhnya, rumah yang hangat dan penuh kasih sayang."

"Benarkah begitu?" Suara Nathan bercampur dengan keraguan, keraguan yang terpancar jelas di mata pria itu."Kita lihat saja nanti."

Dia tidak mempercayai ucapan Liana, itu yang di tangkap oleh Liana.

Hari Nathan bertaruh dengan penuh rasa penasaran, bertanya-tanya berapa lama wanita itu bisa mempertahankan pernikahan ini setelah dia menyadari bahwa tidak ada apapun yang bisa didapat darinya.

Lalu sebuah mobil mewah berhenti di depan mereka, membuyarkan lamunan Nathan.

"Ayo kita pergi..." Nathan berkata, nadanya terdengar memerintah.

Liana terdiam, keraguan muncul di matanya, "Kau mau membawaku ke mana?"

"Rumah, tentu saja," jawabnya dengan cukup yakin, "Kita sudah menikah sekarang, jadi tentu saja, kita akan tinggal bersama."

Rumah?

Kata itu membuat jantung Liana berdegup kencang.

Kata rumah mengingatkannya pada rumah yang pernah ia tinggali bersama Ryan. Rumah yang telah ia bangun dengan susah payah untuk masa depan mereka bersama.

Namun, setelah menikah dengan Nathan, ia tahu bahwa ia harus memutuskan hubungan dengan masa lalunya.

Dengan menarik napas panjang, ia menoleh ke arah Nathan dan berkata, "Ada beberapa hal yang harus saya urus terlebih dahulu. Bisakah Anda membagikan informasi kontak dan alamat Anda kepada saya? Saya akan segera pindah segera setelah saya selesai."

Nathan mengangkat alisnya, tatapannya tajam, "Anda tidak ingin saya memberikan tumpangan?"

"Tidak, tidak apa-apa." jawabnya, suaranya tegas namun lembut. "Saya bisa mengatur diri saya sendiri, saya tidak ingin merepotkan Anda."

Dia tidak membantah. Setelah bertukar nomor telepon, pria itu langsung masuk ke dalam mobil dan pergi.

Setengah jam kemudian, Liana sudah berdiri di depan apartemen yang ditempatinya bersama Ryan.

Liana memutar anak kunci dan terdengar suara pintu yang berderit terbuka dan menampakkan ruangan yang penuh dengan kenangan masa lalu.

Liana melangkah masuk, memperhatikan setiap detail dari bagian rumah yang dikenalnya, taplak meja, tanaman hias di dalam pot, setiap bagian telah dipilihnya dengan cermat, mengingatkannya akan hubungannya dengan Ryan, hatinya terasa dingin.

Sekarang, rumah itu terasa seperti penjara. Penjara yang mengurungnya dalam masa lalu.

Tanpa berpikir panjang, ia bergerak menuju semua dekorasi itu,  merobohkannya, membuang semua tanaman - tanaman itu, dan melemparkannya semuanya ke tempat sampah.

Dia telah memilih untuk memulai sesuatu yang baru, dan itu berarti meninggalkan masa lalu, tidak peduli seberapa sakitnya.

Setelah membersihkan sisa-sisa kehidupan lamanya, dia mulai mengemasi barang-barangnya. Saking asyiknya, ia sampai tidak mendengar suara langkah kaki yang mendekat.

Ryan, lelaki itu telah kembali. Dia, berdiri tegak di depan pintu, wajahnya terlihat kaget dan tidak percaya. Dia tidak bisa menahan diri lebih lama lagi untuk bertanya,

"Liana, apa yang sedang kamu lakukan?"

Bab.03 Tamparan Untuk Rina

Ryan, lelaki itu telah kembali. Dia, berdiri tegak di depan pintu, wajahnya terlihat kaget dan tidak percaya. Dia tidak bisa menahan diri lebih lama lagi untuk bertanya,

"Liana, apa yang sedang kamu lakukan?"

Apartemen yang dulunya nyaman dan penuh dengan kehangatan, kini terlihat dalam keadaan tidak beraturan, semua barang - barang berserakan, benar - benar yang tersisa hanya kekacauan.

Liana terus mengemasi barang-barang yang tersisa ke dalam kopernya, gerakannya lambat seperti disengaja, seolah seperti ingin sekali menghapus setiap jejak kehidupan yang pernah ia bangun di sini.

Ryan berdiri mematung sejenak, matanya menyapu keadaan apartemen mereka yang berantakan, rasa tak percaya menghiasi wajahnya yang tampan sebelum ia menyerbu ke arah Liana.

"Liana, apa kau sudah gila?" bentaknya, suaranya meninggi karena frustrasi.

"Aku hanya pergi sebentar, dan kamu sudah bertingkah seperti ini?"

Dia menarik napas dan menatap Liana dengan tajam, mencoba mengendalikan emosinya. Dia kembali lagi membentak, "Saya beri kamu waktu satu jam, kembalikan semuanya seperti semula...!"

Liana kesal, selesai mengemasi barang-barang di tangannya, dia pun perlahan berbalik menghadap ke arah Ryan.

Ekspresinya dingin, tidak ada lagi kehangatan, seolah-olah yang dia hadapi adalah orang asing.

Senyum tipis dan mengejek tersungging di bibir Liana, saat ia menjawab, "Ryan, apa kau belum tahu? Terkadang, sekali sesuatu hilang, ia akan hilang selamanya. Tidak akan pernah kembali lagi."

Wajah Ryan berubah kesal, ketidaksabaran terlihat sekali di matanya, "Apa yang ingin kau katakan?"

Liana tidak bisa menahan diri, tapi merasakan ketidakfahaman dalam kata-katanya. Apakah pria ini benar-benar tidak mengerti?

Mungkin orang-orang seperti Ryan tidak pernah melihat diri mereka sendiri sebagai orang yang bersalah.

Tidak, bukan seperti itu. Liana menggeleng. Sikap lembut Ryan hanya diperuntukkan bagi satu orang saja, yaitu Rina, wanita yang benar-benar dicintainya.

Tatapan Liana tak tergoyahkan, saat ia menatap Ryan, suaranya mantap, namun setiap kata-katanya seakan membawa beban dari semua yang telah ia alami.

"Pada hari pernikahan kita, kamu meninggalkanku di upacara pernikahan, mengabaikan harga diri dan permohonan ku. Apakah kamu tahu bagaimana rasanya? Ryan, apakah kamu pernah sejenak saja memikirkanku? Aku dipermalukan tanpa batas, namun kau berpikir aku hanya sedang berbuat ulah?"

Dia tidak berkedip, matanya mengunci pada mata Ryan. Rasa sakit yang telah dia kubur jauh di dalam, muncul kembali ke permukaan. Penglihatannya kabur saat air matanya mengalir deras. Dia tidak akan berpaling lagi.  Tekadnya sudah bulat.

Melihat Liana seperti ini, Ryan merasa sedikit bersalah. Namun rasa bersalah itu menghilang secepat rasa bersalah itu datang. Dia mengabaikan sepenuhnya seperti yang telah dia lakukan sebelum ini.

Selama setahun, dia telah menyakiti hati Liana berkali-kali, dan Liana selalu memaafkannya. Jadi dia tidak melihat alasan mengapa kali ini harus berbeda.

Dia yakin bahwa dengan sedikit pesona, Liana akan luluh, seperti yang selalu dia lakukan. bagaimanapun juga, begitulah yang selalu terjadi di antara mereka.

Berpikir dengan itu, kemarahan Ryan menghilang, digantikan oleh senyuman yang tenang dan nyaris tertawa.

"Liana, baiklah, aku akan  memaafkanmu. Apa kamu sudah mengerti?" kata Ryan lagi . Suaranya lembut dan seperti menggurui, "Tapi kau tak seharusnya bertingkah seperti ini, lihat apa yang telah kau lakukan dengan rumah kita?

Senyumnya melembut dan dia mengulurkan tangan lalu meletakkan tangannya dengan lembut di pundak Liana. Sentuhannya terasa hangat, lembut seolah-olah dia mencoba menenangkan hati Liana.

"Ayolah, jadilah gadisku yang baik. Kamu telah melampiaskan kemarahanmu. Jangan membuat keributan lagi, oke? Bagaimana dengan ini? Kita akan memilih hari lain, hari yang lebih baik, dan aku berjanji, aku akan memberimu pernikahan yang lebih megah dan lebih mewah . Bagaimana menurutmu?

Mata Liana tertuju pada senyum yang tersungging di bibir Ryan. Kata-katanya manis, tapi matanya, mata itu, menunjukkan ketidakpedulian yang memuakkan. Dia tampak begitu yakin bahwa Liana akan luluh pada tindakannya.

Tentu saja, mengapa dia tidak berpikir seperti itu? Memang begitulah yang selalu terjadi di masa lalu.

Liana menyunggingkan sebuah senyuman yang penuh ejekan. Dia tertawa pelan dan pahit.

Dia telah memberi pria itu terlalu banyak kesempatan, dan sekarang dia yakin bahwa dia tidak perlu memperlakukannya dengan rasa hormat lagi.

Ekspresinya mengeras, berubah menjadi sesuatu yang dingin dan tak berhati. Tanpa sepatah kata pun, ia mengangkat tangan pria itu seolah-olah itu tidak lebih dari sebuah beban yang mengganggu.

"Jangan sentuh aku. Kamu membuatku jijik!" Dia berkata dengan acuh tak acuh.

Ryan membeku, matanya membelalak kaget. Dia tidak pernah mendengar Liana berbicara seperti itu sebelumnya.

Suaranya sedingin es, membelah ketegangan di ruangan itu saat dia melanjutkan. "Ryan, pernikahan itu sudah berakhir. Aku tidak berniat untuk mengadakannya lagi. Saya datang ke sini hari ini untuk pindah."

Ryan, masih terpana dengan penolakan Liana. Mengernyit dalam kebingungan, pikirannya berusaha untuk menangkap apa yang terjadi. "Pindah?"

Liana mengangguk, wajahnya tegas, "ya, saya akan pergi sekarang."

Ryan mengeluarkan tawa mengejek, seolah-olah dia baru saja mendengar lelucon yang paling tidak masuk akal. "Dan menurutmu kamu mau ke mana?"

Dia tahu betul bahwa Liana tidak memiliki keluarga yang dapat dihubungi, tidak ada juga yang akan menjaganya. Selain di apartemen ini, dia tidak punya tempat lain.

Selama lima tahun terakhir, seluruh dunianya hanya berpusat di sekeliling Ryan. Dia yakin Liana tidak bisa meninggalkannya.

Dia yakin bahwa perkataan Liana tentang 'pindah' ini tidak lebih dari cara Liana untuk membuatnya tunduk pada keinginannya.

Sambil menggelengkan kepalanya karena tidak percaya, Ryan membuka mulutnya untuk berbicara, tetapi diurungkan oleh suara dari belakang.

Ternyata itu Rina.

"Ryan, bukankah kamu bilang kamu akan turun sebentar lagi setelah berkemas? Kenapa lama sekali?"

Suara Rina menggema di seluruh ruangan saat ia melangkah masuk, dan matanya tertuju pada Liana yang berdiri di hadapan Ryan. Ekspresinya berubah karena terkejut. "Liana, apa yang kamu lakukan di sini?"

Liana menatap Rina dengan tatapan dingin. suaranya sedingin es saat dia menjawab. "Bukankah ini apartemenku? Apa aku perlu menjelaskan kenapa aku di sini? Pertanyaan yang sebenarnya adalah, apa yang kamu lakukan di sini?"

Rina menunduk, menampakkan rasa malu dan tidak bersalah. "Aku tidak sengaja melukai diriku sendiri dengan pisau buah, dan Ryan sangat khawatir sehingga dia bersikeras untuk tinggal bersamaku selama beberapa hari."

Matanya kemudian beralih ke koper di samping Liana, dan ia tersentak kaget, tangannya menutupi mulutnya.

"Liana, apa yang kamu lakukan? Apakah kamu marah? bahkan jika kamu marah, ini tidak beralasan. Jika kamu merasa terganggu, kamu bisa bicara padaku. Aku akan minta maaf jika itu semua membuatmu merasa lebih baik. Tidak perlu semua ini."

Bibir Liana melengkung menjadi senyuman yang dingin dan licik saat ia melangkah pelan ke arah Rina. "Apa kamu benar-benar akan meminta maaf? Apa kamu bersungguh-sungguh?"

Rina, yang menyadari Ryan memperhatikan, memainkan perannya, suaranya meneteskan ketulusan palsu saat dia mengangguk. "Tentu saja, jika itu bisa membantumu, aku akan melakukan apa pun."

"Baiklah, kalau begitu. Kenapa tidak? " Senyum Liana melebar, tapi tidak ada kehangatan di matanya, hanya pembalasan yang dingin. "Karena kamu tulus, kurasa aku bisa membantumu."

Tanpa peringatan, dia mengangkat tangannya.

Suara tamparan yang tajam membelah ketegangan di ruangan itu saat telapak tangan Liana menyentuh wajah Rina, mengabulkan kata-kata terakhirnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!