Malam yang gelap. Sunyi tanpa sinar rembulan. Wahai Sang Bulan dimanakah dirimu. Mengapa malam ini aku tidak bisa melihat wajah mu yang bersinar terang?
Angin malam bertiup dari utara. Malam ini angin bertiup dari arah utara, tidak seperti dahulu yang bertiup dari arah selatan.
Kenapa kau berasal dari dataran utara, bukankah dulu kau menemani setiap malamku dari arah selatan?
Su Ling Hua tengah duduk melamun di depan jendela kamarnya. Dia mendongak memandang ke atas langit yang gelap gulita. Tidak ada Sang Bulan yang menyinari malam ini, hingga membuatnya bertanya-tanya. Kemanakah Tuan Bulan pergi?
Saat ini para Tuan Bintang pun tidak muncul untuk menyapa ku. Mungkin kah para Tuan Bintang marah juga kepada ku, karena kemarin aku tidak menyapa mereka?
Termenung. Gundah. Gadis belia 20 tahun ini di depan jendela kamarnya yang tidak luas dan hanya bisa ditempati satu orang saja . Wajahnya yang ayu tertutup tipis rambut panjang yang terus bertiup. Poni tebal menutupi dahinya yang lebar.
Poni tebal menutupi dahi, sebagai ciri khas darinya. Ikat kepala berwarna merah senada dengan pakaian yang dikenakan nya. Rupa ayu nan mempesona sangat senang akan warna merah.
Pakaian sutra yang panjang menjuntai itu. Terpasang indah menutupi seluruh tubuh yang mugil dan imut. Merah menjadi warna favorit nya. Jika bukan merah maka bukan Su Ling Hua namanya. Ciri khasnya adalah merah. Bukan yang lain.
Su Ling Hua menjadi salah satu murid di perguruan persilatan Wu Dang. Dia murid yang terkenal dan cukup pintar diantara murid-murid yang lain. Kepintarannya sudah terlihat sejak dini. Dia seperti bukan gadis biasa. Sungguh makhluk cantik yang berbakat disegala bidang.
Di Wu Dang Su Ling Hua menjadi murid tertua di sana. Sejak usianya 7 tahun gadis ini sudah mulai mempelajari Ilmu Bela diri. Di usianya yang masih belia. Rasa ingin tahu yang masih besar membuatnya tumbuh, menjadi anak kecil yang luar biasa.
Masih hangat dalam ingatan. Kisah masa lampau yang tiba-tiba teringat lagi olehnya. Di mana dia yang masih kecil sangat bersemangat kala itu, untuk mempelajari setiap tektik-tektik dasar Ilmu Bela diri.
Tidak wajib baginya untuk bisa ilmu bela diri. Tapi apa boleh dikata. Dia anak yang sangat dipenuhi rasa penasaran. Su Ling Hua senang dengan hal yang baru. Tidak perduli itu sulit atau susah, yang menjadi kesenangan nya. Ya, akan dia perjuangkan.
Tangan-tangan mungilnya menggenggam erat sebuah pedang, yang mungkin beratnnya saja bisa melebihi berat tubuhnya. Namun, Su Ling Hua kecil tidak mau kalah dengan senior-seniornya yang lain. Murid-murid yang lebih dewasa darinya, bahkan tidak memiliki semangat seperti nya.
Su Ling Hua memang masih kanak-kanan dan belum sepantasnya memainkan senjata tajam seperti pedang, akan tetapi gadis kecil bermata indah tersebut tidak mau dibilang lemah. Dia mencoba sendiri untuk mengangkat pedangnya.
Dia bertekat baja untuk bisa menguasai Ilmu pedang seperti Paman Guru nya yang tidak lain adalah Chen Liang Wu Ketua dari Sekte Wu Dang. Paman Guru nya menjadi panutan dia, sekaligus idola besar dalam hatinya. Jika bukan karena, Chen Liang Wu maka tidak akan ada Su Ling Hua, atau Wu Dang.
Gadis kecil yang sangat suka warna merah ini, tahu betul bahwa betapa beratnya pedang yang ada ditangan mungilnya. Bahkan untuk mengangkannya tinggi-tinggi pun Su Ling Hua kecil sangat ke sulitan. Berat, sudah pasti. Panjang, berat. Benar-benar membuatnya kesulitan.
Namun, keinginan serta kegigihannya membuat Su Ling Hua berusaha sekuat tenaganya. Walau pun anak-anak sebaya dan seusianya menertawai sesuka hati mereka, akan tetapi Su Ling Hua tidak memperdulikan itu. Biarkan saja mereka tertawadi sana. Lagi pula itu bukanlah urusan Su Ling Hua.
Jika mereka tidak naik kelas dan menjadi pintar. Itu bukan salahnya, melainkan kesalahan serta kebodohan mereka. Mengapa tidak belajar? Dan kenapa kerjanya hanya menertawakan orang saja?
Sebaiknya belajar di kelas. Jangan menertawai orang seperti itu. Bercerminlah dahulu. Lihat apakah kau sudah pintar, jika belum jangan lah meremehkan orang lain. Terlebih dahulu buatlah pintar dirimu, barulah setelah itu kau bisa mengejek orang lain.
Kecil-kecil cabe rawit ini tetap kekeh dengan pendiriannya. Walaupun ditertawan orang karena tidak bisa mengangkat sebuah pedang, tidak membuat Su Ling Hua patah semangat. Dia tetap mencoba mengangkat pedang yang panjangnya 1 meter dan hampir setinggi dirinya.
"Yaaa!" teriakan kecilnya yang kokoh. Tenaga dalamnya dikerahkan semua. Su Ling Hua mencoba mengaliri pedang nya dengan semua tenaga dalam yang dia miliki.
Masih seumur jagung, tapi kekuatannya sudah seperti Gatot Kaca saja. Memang benar kata orang. Semakin tinggi kemauan, maka akan semakin besar juga keberhasilannya. Jika tekat serta usahanya cukup, maka kemungkinan kecil untuk gagalnya sedikit.
Dan alhasil. Benar saja. Walaupun cukup ke sulitan disebelumnya. Tapi Su Ling Hua berhasil mengangkat tinggi-tinggi pedang nya, lalu membuat murid-murid yang tadi menertawainya diam. Tercengang. Tidak mungkin dia bisa melakukan itu. Pikir semuanya. Mereka tidak menduga bahwa Su Ling Hua kecil akan bisa mengangkat pedang tersebut.
Sungguh patut untuk diacungi jempol dua. Bahkan jika ada 10 jempol, maka akan dikasih ke 10 jempol itu, untuk yang manis-manis yaitu Su Ling Hua.
Pedang itu milik Ketua Chen, dan Ketua Chen sendiri lah yang menghadiakan pedang yang diberinya nama Bacon tersebut pada Su Ling Hua. Sebagai tanda hadiah karena telah masuk perguruan Wu Dang.
Hingga sekarang pedang itu menjadi kebanggaannya. Hadiah kecil menjadi penyemangatnya. Ejekan menjadikan menjadi pacuannya untuk bisa melampau orang lain. Jika dikatakan. Su Ling Hua bisa menguasai semua ilmu bela diri hanya dalam kurun waktu 5 tahun saja.
Sedangkan bagi murid-murid yang lain memerlukan waktu lebih lama dari nya. Yaitu sekitar 10 tahun lamanya. Bahkan ada yang lebih darinya. Sampai-sampai, untuk sekarang pun mereka masih mempelajari tektik awal ilmu bela diri.
Bayangkan 10 tahun tidak bjsa apa-apa? Apa kata orang. Sampai janggutan belum bisa mengangkat sebuah pedang. Malu sama anak kecil. Masih kecil sudah bisa angkat gunung yang tinggi.
Tahun-tahun sudah berlalu. Hari demi hari telah telah terlewati. Bulan terus berganti. Bahkan generasi pun kini memasuki era baeu. Gadis mungil yang dulu dianggap lemah, sekarang sudah tumbuh menjadi seorang wanita yang cantik. Hebat, dan kuat.
Sejak dulu dia sangat suka berpakaian berwarna merah, bahkan sampai sekarang pun Su Ling Hua selalu memakai pakaian berwarna favoritnya yaitu merah.
Saat sudah hampir tengah malam, seperti yang terjadi saat ini. Memang sudah menjadi kewajiban dari murid bermarga Su. Berdiri termenung, dan melamun di depan jendela sebelum dia pergi tidur.
Apa tidak takut terkena angin malam? Malam-malam seorang gadis berdiri sendiri di depan jendela kamar. Nanti kalau ada yang menemani bagaimana? Bisa repot nantinya.
"Ternyata sudah puluhan tahun berlalu, tetapi semuanya masih tetap sama. Semuanya masih seperti pertama kali aku datang ke tempat ini."
"Angin malam yang selalu ku rindu. Suara hewan malam yang bergemecik membuat ku selalu betah untuk berlama-lama di sini."
Dia bertutur sambil memandangi langit gelap. Su Ling Hua bersandar pada dinding jendela kamarnya, dan menatap penuh makna pada Bulat Sabit yang ada di atas sana.
Su Ling Hua masih belum ingin tidur. Engan terpejam dia. Kedua mata indah pemberian Sang Pencipta ini, masih terasa segar walau tubuhya sudah terasa lelah akibat berlatih satu hari penuh.
"Sudah tengah malam, sebaiknya aku pergi tidur. Besok aku harus pergi latihan dengan Dage." Su Ling Hua berseru dari sana seraya ingin beranjak pergi dari hadapan jendela tersebut.
Namun, sebelum dia hendak tidur dan meninggalkan jendela kamarnya. Tiba-tiba dia dikejutkan dengan sesuatu yang sedang berlari cepat di atas atap salah satu kamar yang ada di sana.
Tuk! Tuk! berlari cepat tanpa hambatan di atas atap, seperti angin orang itu dengan mudah berjalan di puing-puing atap. Apa tidak takut jatuh orang itu berlari di atas atap? Apa tidak ada jalan lain? Kenapa harus genting kamar orang yang menjadi batu pijakan?
Bukankah jalan di Wu Dang sangat luas? Haruskan ini jalan satu-satunya untuk belajar terbang? Mungkin enak berlari di atas rumah, dari pada berlari di atas permukaan tanah yang datar.
Su Ling Hua melihat sosok aneh bertubuh manusia yang berpakaian hitam dan cenderung longgar. Terlihat orang itu berlari sambil memegang sesuatu di tangan kanannya. Seperti nya Su Ling Hua mengenali itu? Yang ada ditangan kanannya, sangat tidak asing dan pamiliar di mata Su Ling Hua.
Benarkah yang dilihatnya? Nampak seperti sebuah kitab yang ketebalannya cukup tipis. Ukurannya pun sedang dan pas saat digenggam.
"Siapa itu? Kau pasti penyusup! Jangan lari kau!" teriak Su Ling Hua dari balik jendela kamarnya.
Kali ini Su Ling Hua menaruh curiga dan was-was kepada sosok misterius yang ada di atas sana. Karena tidak mungkin dia mencurigai seseorang tanpa ada sebab. Dia tidak ingin sesuatu terjadi pada perguruan nya. Su Ling Hua pun memberanikan diri untuk mengejar sosok misterius yang mungkin saja ingin membawa lari kitab perguruannya.
Hub!
Dia meloncat saja seperti seekor bajing lompat. Langsung tanpa basa basi, melompat dari dalam kamarnya. Tidak perduli ini sudah larut malam, yang ada dipikirannya sekarang adalah mengambil kembali kitab yang sudah dicuri. Dia segera melayang ringan di udara untuk mengejar sosok misterius berpakai hitam ditengah malam.
Tek! Tek! Ling Hua berlari tanpa hambatan di atas atap seperti orang yang berlari di depan sana.
Dia pergi mengikuti kemana sosok misterius yang membawa pergi kitab perguruannya. Lajunya sangat cepat, tanpa rasa takut Su Ling Hua pun melangkah saja di atas sana.
Seperti yang dikatakan banyak orang. Dia pendekar hebat. Jadi untuk mengejar satu pengacau saja, itu sangat lah mudah baginya. Untuk apa dia takut. Lagi pula ini adalah rumahnya. Tempat bermainnya. Seluk beluknya dia sangat tahu. Jadi mau kemana pencuri itu pergi? Sejauh apa dia pergi meninggalkan Wu Dang. Pasti nya akan tertangkap juga oleh nya.
....
Sampai lah di ujung perbatasan menuju gerbang utama perguruan. Jika sosok berpakaian hitam ini terus berlanjut meloncati gerbang utama, maka dia akan lolos dari kejaran Su Ling Hua, dan berhasil membawa sebuah kitab pusaka yang dicurinya tadi.
Namun, Sosok hitam yang memakai kain hitam diwajah nya, menoleh dan melihat-lihat ke sekitar perguruan. Dia menghentikan niatnya untuk kabur dari Wu Dang dan bertengger senenak di sana. Hanya dengan satu kaki. Di berdiri di atas sebuah tugu berlambangkan Elang yang menjadi kebanggaan Wu Dang.
Dia tahu bahwa sejak tadi dirinya dikejar-kejar oleh murid Wu Dang, tetapi mengapa sampai sekarang yang mengejar dirinya tidak kunjung datang?
Kemana Su Ling Hua tadi? Bukankah tadi dia sangat bersemangat untuk mengejar sosok yang bercadar hitam ini?
...
"Yaaa!" teriakan keras terdengar.
Dari udara, dengan latar belakang bulan sabit. Serangan cepat menyambar seperti kilat. Su Ling Hua berteriak. Dia yang menggenggam sebuah pedang pun mengayunkannya dengan cepat kearah sosok misterius yang mencuri kitab perguruannya.
" Cling! " beradu kedua pedang. Memblok satu sama lain. Kedua mata pisau pedang saling bertabrakan, dan sama-sama menahan serangan.
Ternyata makhluk bercadar hitamnya sudah tahu bahwa Su Ling Hua akan datang, dan membuat serangan mendadak dari udara.
Kedua orang yang sama-sama seorang pendekar hebat digenerasi ini saling menatap satu sama lain. Tatapan itu sangat serius dan banyak menyiratkan arti. Bahwa mereka saling menaruh dendam satu sama lain.
Dengan kedua pedang mereka yang beradu satu dengan yang lain, lalu membuat pertahanan kokoh beserta dengan jurus masing-masing. Mereka tidak ingin saling mengalah, dan ingin menunjukan kekuatan terhebat mereka.
"Siapa kau?"
"Kitab apa yang ada ditangan mu itu? Apa kau mencurinya dari perpustakan Wu Dang?" tanya ketusnya sambil berteriak keras.
Het! bergeser kedua pedang yang sedang beradu dan menahan ini kearah bawah. Bergerak keposisi lain. Pertahan kuat. Lawan yang dihadapi sungguh bernyali. Membuat Su Ling Hua cukup bersemangat dibuatnya. Setidaknya ada lawan yang sepadan dengan nya.
Ling Hua mengikuti setiap gerakan dan perlawanan dari pencuri yang ada dihadapan nya. Lalu, sebaliknya. Sosok hitam yang belum diketahui namanya. Ikut memberi perlawanan. Tidak mau kalah dari seorang gadis. Masa, dengan seorang gadis saja dia kalah. Malu dengan kumis.
Tatapan panas Ling Hua tidak ingin lepas dari sorot mata berwarna hijau yang tersamar dari balik cadar. Su Ling Hua tidak mau jika kalau pencuri kitab ini lolos dari dirinya.
Maka dari itu Su Ling Hua sangat menjaga ketat setiap pergerakan dari sosok misterius yang memiliki postur tutuh gagah dan berlengan tangan yang kuat.
"Ini adalah milik ku. Kitab sakti ini milik perguruan ku! Aku akan membawanya kembali pada perguruan ku!" jawab ketusnya yang bersuara kan besar.
Kata-katanya terpatah karena cadar hitam yang yang menutupi mulutnya. Suara lembut terdengar dari balik cadar hitam transparan terasa tidak asing di telinga Su Ling Hua.
Sesungguhnya wajahnya terlihat samar-samar, tetapi Ling Hua tidak melihat dengan jelas wajah yang tersembunyi dari balik cadar hitam. Namun, mungkin ini cukup aneh. Kenapa suara yang terdengar tidak asing di telinga? Apa mungkin dia mengenalinya?
Su Ling Hua mungkin tidak mengenal sosok ini, tetapi sosok yang menutupi wajahnya dengan sehelai kain hitam tahu siapa Su Ling Hua.
"Jangan coba-coba kau mengakuinya..." ketidak sukaan Su Ling Hua, dengan pengakuan tersebut, dan untuk menggambarkan kemarahan nya pula .
" Kau tidak berhak memiliki kitab ini. Kitab ini milik perguruan ku, dan bukan milik perguruan siapa pun!" lanjut tegas Ling Hua.
Tiba-tiba Raut wajahnya berubah lagi. Sebelumnya Su Ling Hua sudah terlihat marah, tapi sekarang dia semakin marah dan cenderung kelabu.
Ssst! melepaskan kedua pedang nya. Su Ling Hua memiliki sepasang pedang yang hebat, Su Ling Hua pun di juluki Pendekar Elang, karena berhasil memiliki dua pedang pusaka Wu Dang.
Keduanya sudah saling terpisah. Ling Hua mundur beberapa langkah kebelakang, dan begitu pula dengan pencuri kitab yang juga melangkah mundur kebelakang.
Apa yang akan dilakukan selanjutnya? Mungkin kah akan terjadi pertarungan?
...
Mata indah yang berwarna hitam berubah menjadi merah menyala, menyorot tajam kepada pencuri kitab yang memakai cadar. Ling Hua sudah sangat geram, dia tidak ingin berlama-lama memberi kesempatan kepada orang itu untuk bernafas lebih lama lagi.
"Serahkan kitab itu kepada ku! Kau tidak berhak memiliki kitab pusaka itu... aku meminta itu dengan baik. Kembalikan kitap itu! Cepat kembalikan!" katanya lebih lanjut Su Ling Hua, sambil tangan kirinya meminta dengan baik-baik kitab perguruan nya tersebut.
"Hm...Lewati dulu mayat ku! Setelah itu baru kau bisa memiliki kitab sakti ini kembali." jawab cadar hitam.
Sosok ini berbalik menantang Su Ling Hua. Dia tidak sedikit pun menaruh takut kepada murid wanita Wu Dang ini. Dan sebaliknya dia lebih memilih untuk menjajal kehebatan dari Su Ling Hua Sang Pendekar Elang.
"Jadi... Kau menantang ku, pencuri kitab!" marah semakin meledak kepala Ling Hua ketika mendengar bahwa dirinya di tantang untuk bertarung satu lawan satu.
"Baiklah. Aku akan merebut kembali kitab itu...
" Dan aku akan membuatmu menyesali keputusan mu ini!" tuntas Su Ling Hua.
Seriusnya Su Ling Hua bertutur. Dia tidak akan diam saja jika ada yang ingin mengajaknya bertarung, terutama orang yang akan dilawannya itu adalah seorang pencuri kitab.
Pergelangan tangan masing-masing diperkuat. Ssst! Ling Hua mengekuarkan pedangnya yang lain. Yang sebelumnya berada di sabuk pinggang kirinya.
Disimpan dahulu kitab sakti kedalam pakaian nya. Sosok ini menguatkan Kuda-kuda nya. Genggaman tangan pun telah erat pada pedang nya.
Posisi siap bertarung sudah diancang-ancang. Musuh sudah berada dihadapan mata. Kemarahan akan segera meledak. Emosi telah berada di ujung kepala, dan sekarang tunggu apa lagi.
Siaplah bertarung!
"Berani menantang ku... Mati kau!"
Ling Hua terlihat sudah tidak sabar lagi untuk melawan dan mengalahkan pencuri kitab yang berani memasuki kawasan Wu Dang, dan dia sudah ingin sekali membongkar kedok orang yang ada dibalik cadar hitam tersebut.
"Yaaa!"
Su Ling Hua berlari cepat tanpa takut untuk melawan orang bercadar hitam itu. Lalu yang akan dilawan pun tidak akan ambil diam saja. Karena bagi seorang laki-laki tidak akan mau taklu dibawah kaki seorang wanita, kecuali jika itu adalah ibunya.
Sesungguhnya sosok dibalik pencuri yang memakai cadar itu adalah Hwang Xi Han. Dia murid pertama di perguruan Wu Dang, dalam kata lain Hwang Xi Han ini kakak seperguruannya Su Ling Hua.
Mengapa dia menyamar sebagai orang yang berpakaian hitam, serta cadar hitam tipis yang menutupi wajah? Apa alasannya melakukan penyamaran ini?
Mungkinkah Hwang Xi Han hanya ingin menguji kehebatan dan kekuatan bela diri Su Ling Hua, atau ada maksud lain dari penyamaran nya tersebut?
Hwang Xi Han pun maju kedepan. Pedang berwarna perak dengan sisik Naga disekujur mata pedangnya, digenggam erat oleh tangan Hwang Xi Han. Pedangnya itu kira-kira panjangnya Satu Meter. Sangat panjang dan menjuntai kebelakang.
Di bawah sinar rembulan yang malu-malu ini. Hwang Xi Han ingin menguji sedikit jurus yang dimiliki adik seperguruannya yang tidak lain adalah Su Ling Hua. Hwang Xi Han ingin menjajal sampai mana kehebatan jurus pedang yang di kuasai oleh adiknya ini.
Mereka berdua beradu pedang diatas atap sana. Tanpa ada yang tahu, atau pun mendengar pertarungan mereka. Mungkin untuk saat ini belum ada yang mengetahuinya, tetapi sesaat lagi mungkin semua yang sedang terlelap tidur pun akan terbangun oleh suara bising yang mereka ciptakan berdua.
Kedua pedang itu saling beradu kekuatan. Dan Sang pemilik pedang pun saling beradu jurus masing-masing. Hwang Xi Han dengan jurus Pedang Iblis membelah Langit, dan sedangkan Su Ling Hua dengan jurus Pedang nya yang sangat terkenal. Yaitu Jurus Pedang Mata Dewa.
Satu kali jurus yang keluar belum membuat Su Ling Hua menyadari sesuatu. Namun, dibeberapa serangan berikutnya ketika dia yang terus mencoba menghindar dan menyamai jurus milik Hwang Xi Han, Su Ling Hua pun dibuat terkejut saat mengetahui ini.
"Ini... Seperti jurus milik kakak pertama?" Hatinya berbicara
Su Ling Hua sangat merasakan bahwa dirinya mengenal dengan jelas jurus pedang tersebut. Namun, Su Ling Hua tidak yakin akan tebakannya ini.
Maju mundur. Ke depan kebelakang. Meloncat dari satu atap ke atap yang lain. Kedua pendekar yang sama-sama dari Wu Dang ini masih bertarung dengan sengit di atas sana. Mereka sama-sama tidak ingin mengalah.
Su Ling Hua tetap bertahan dengan jurus Mata Dewanya. Dan Hwang Xi Han tetap menyerang cepat dengan jurus Iblis membelah langit yang sangat dikuasainya tersebut.
Pertarungan ini masih berlanjut. Tidak ada yang ingin menyerah atau kalah. Sama-sama hebat dan sama-sama kuat. Lincah dan sangat baik membuat pertahanan.
Su Ling Hua mampu mengimbangi jurus Iblis membelah langit tersebut. Mungkin itu karena dia mengenal dengan baik jurusnya. Namun, Su Ling Hua pun merasa bahwa jurus ini sedikit berbeda dengan jurus milik kakak pertama, yang sesungguhnya ada Hwang Xi Han itu sendiri.
"Tidak!...
"Jurus ini berbeda jauh dengan jurus milik kakak pertama, tetapi mengapa aku merasakan bahwa pencuri ini memang adalah kakak pertama Hwang Xi Han?" berbicara di dalam Batin. Hatinya mengoceh sendiri tetapi fokusnya tetap kuat dalam pertahanan.
"Sesungguhnya siapa kau? Mengapa jurusmu ini sama dengan jurus kakak pertama Hwang Xi Han?...
" Siapa diri mu pencuri kitab? " bertanya-tanya murid wanita 20 tahun ini.
Akhirnya Su Ling Hua mengajukan pertanyaan itu, karena dia benar-benar penasaran dengan jurus yang tidak asing baginya.
Su Ling Hua dengan Hwang Xi Han selalu berlatih bersama, sampai-sampai Su Ling Hua mengetahui dengan jelas setiap gerakan dari jurus Iblis membelah langit yang dimiliki murid pertama Wu Dang. Mereka sudah bersama-sama sejak umur Tujuh Tahun. Sejak umur kanak-kanak mereka sudah berlatih ilmu bela diri bersama-sama di Wu Dang ini.
Jadi bukan tidak mungkin saat ini Su Ling Hua sangat mengenali jurus pedang Iblis Membelah Langit.
Masih dalam pertarungan sengit. Sekarang bukan lagi di atas atap, tetapi melainkan sudah di lapangan luas tempat pelatihan bagi para murid-murid yang berlatih ilmu bela diri.
Di tempat yang luasnya 100 M×100 M ini mereka berdua melanjutkan pertarungan. Fisik mereka sama-sama kuat. Tingkat tenaga dalam mereka pun sama-sama seimbang. Gerakan cepat jurus Mata Pedang Su Ling Hua mampu menahan setiap gerakan dari jurus Iblis membelah langit yang dimiliki Hwang Xi Han dengan baik.
Hwang Xi Han tidak kehabisan akal. Mungkin ini sangat menyebalkan baginya, karena Su Ling Hua yang terus menerus menahan serangan nya tersebut. Jadi sekarang Hwang Xi Han akan menggunakan jurus Pedang yang lainnya.
Ssst! gerakkannya berubah.
Tiba-tiba saja gerakan pedang Hwang Xi Han melambat. Dia menurunkan tempo kecepatan jurus pedang nya. Perubahan yang cepat ini membuat Su Ling Hua heran. Dia belum mengenal dan mengetahui jurus baru yang di pakai Hwang Xi Han kali ini.
Gerakannya melambat, dan membuat Su Ling Hua berpikir bahwa pencuri kitab ini sudah kelelahan, sehingga gerakannya sekarang melambat tidak seperti tadi yang kecepatannya melebihi kecepatan sambaran kilat.
Su Ling Hua berpikir bahwa ini saatnya dia membuat serangan dadakan. Serangan yang terakhir akan membuat pencuri kitab ini kalah dan takluk di tangan nya.
Namun, sebelum itu Su Ling Hua memilih untuk menyudahi serangan nya terlebih dahulu, lalu melangkah mundur untuk menjauh sejenak, tetapi mundur bukan berarti dia kalah. Su Ling Hua hanya ingin pencuri kitab itu beristrirahat sebentar, sebelum akhirnya Su Ling Hua membuat serangan terakhir kepada pencuri yang telah berani membawa kitabnya.
Tidak sedikit pun diantara mereka berdua yang kelelahan. Nafas mereka sama-sama stabil, tidak terlihat ada yang merasakan penurunan ditenaga dalam. Jadi dapat dikatakan mereka murid Wu Dang yang sama-sama hebat dan kuat. Kedudukan mereka sama imbang.
Melihat pencuri kitab itu yang terlihat tidak kelelahan, membuat Su Ling Hua menaruh curiga yang sangat besar kepada nya. Su Ling Hua berpikir bagaimana bisa seseorang tidak kelelahan sama sekali setelah bertarung.
Dia juga tahu bahwa dirinya sendiri juga tidak kelelahan, tetapi itu hal yang sangat mustahil bagi seorang pencuri kitab. Mungkinkah pencuri ini seorang pendekar hebat sehingga tenaga dalam yang dia miliki itu sangat kuat, sampai-sampai rasa lelah tidak bisa melemahkan fisiknya?
... Su Ling Hua bertanya-tanya pada dirinya sendiri.
Sudah cukup istrirahatnya. Tidak ingin main-main lagi. Tidak akan ada lagi kesempatan kedua untuk pencuri kitab itu meloloskan diri kembali. Su Ling Hua menguatkan pergelangan tangan nya. Digenggamnya erat-erat kedua pedang nya itu.
Kuda-kuda pun telah siap. Berdirinya itu sudah dalam posisi siap menyerang. Hwang Xi Han pun tidak ingin kalah dari Su Ling Hua. Dia pun mengambil ancang-ancang dan siap untuk pertarungan hidup mati ini.
Pedang perak bersisik Naga miliknya telah siap untuk menumbangkan Su Ling Hua murid cantik dari Wu Dang.
"Mati saja kau!...
Ling Hua berlari dengan kedua ujung pedangnya menggores di lapangan latihan ini. Hwang Xi Han pun ikut berlari untuk mengakhiri ini semua.
Ssst! Mereka bertemu di tengah-tengah.
Masing-masing pedang pedang Su Ling Hua berayun secara bersamaan dan membentuk huruf X. Namun, sayang ketika ingin mengenai tubuh pencuri kitab itu, Hwang Xi Han tiba-tiba saja menghilang.
Hwang Xi Han menggunakan menghilangkan diri dari hadapan Su Ling Hua. Dia menghindari serangan terakhir dari Su Ling Hua tersebut... Ssst! serangannya itu melesat.
" Apa?" terkejutnya Su Ling Hua saat mendapati bahwa pencuri kitab yang ingin dia habisi nyawanya itu menghilang dari pandangan.
"Kemana perginya pencuri kitab itu?... Jurus Apa yang baru saja di gunakannya tersebut? Mengapa tiba-tiba menghilang dari pandangan?" bertanya-tanya murid manis berpakaian sutra berwarna merah ini.
Namun, sebelum kedua kaki Su Ling Hua menginjak tanah kembali, tiba-tiba Hwang Xi Han muncul dari arah belakang Su Ling Hua.
Dia muncul secara mengejutkan dari arah tersebut. Ssst! keadaan berbanding terbalik. Hwang Xi Han menyedorkan pedang tajamnya itu tepat di bagian leher Su Ling Hua.
Tangan kanan Murid Su di tekuk kebelakang dan tertahan oleh tubuh Hwang Xi Han. Sekarang posisi Su Ling Hua tertangkap oleh pencuri yang sesungguhnya ingin dirinya taklukan itu.
Bukan pencuri kitab yang dia tangkap, tapi sebaliknya dirinya lah yang tertangkap oleh pencuri tersebut.
"Diam kau!" suara yang berdesis seperti angin malam melintas terlewat di telinga Su Ling Hua.
Suara yang samar-samar berat itu terucap dari bibir Hwang Xi Han. Su Ling Hua sedikit mengenali suaranya tersebut. Saat terdengar di telinga. Su Ling Hua merasa tidak asing dengan suara berat tersebut.
"Sesungguhnya siapa kau!" ketus Su Ling Hua, seraya tubuhnya yang tidak bisa bergerak dengan bebas itu, memberontak memberi perlawanan kepada Hwang Xi Han.
"Mengapa kau ingin mencuri kitab kami? Apa alasan mu muncuri kitab perguruan Wu Dang ini?"
"Sebenarnya siapa kau? Mengapa aku merasa tidak asing dengan dirimu itu?" tutur Su Ling Hua yang memberi perlawanan saat tubuhnya yang terapit antara pedang dan Hwang Xi Han itu sendiri.
Masih mengarahkan pedangnya pada leher Su Ling Hua. "Apa? Mencuri kitab?" terdengar suara tertawa dari balik cadar hitam tersebut.
"Hm!" Xi Han pun menahan tawanya dari balik cadar yang menutupi wajah nya itu. "Ha! Ha!" tertawa lepas dia. Dan Hwang Xi Han pun melepaskan Su Ling Hua dengan mudah.
"Kenapa kau tertawa?" tanya Su Ling Hua dengan kesal ketus. Rupa ayunya terlihat sangat-sangat kesal kepada sosok pencuri kitab itu.
Dadanya membusung kedepan, dan kepalanya mendonggak keatas ketika dia tahu bahwa pencuri itu tertawa lepas seenaknya saja.
"Kau kira aku ini pencuri?" bertanya-tanya Hwang Xi Han sambil menunjuk dirinya sendiri. "Ambil ini!" di lemparkannya kitab yang tadi di sembunyikan oleh nya diantara pakaiannya.
Dilempar itu kehadapan Su Ling Hua, dan Su Ling Hua pun menangkap apa yang di lemparkan kepada dirinya.
Dia menyangka bahwa ini adalah kitab pusaka yang dimiliki Wu Dang, tetapi ternyata ketika melihat lembaran kertas yang menjadi saru, bukanlah sebuah kitab pusaka yang dipikirkan oleh nya.
Ini hanya sebuah lembaran kertas kosong yang tidak bertuliskan kata-kata di dalam nya. Tidak ada satu pun huruf yang tertulis di dalam lembaran kertas yang terlihat hanya lembaran yang tidak berisikan apa-apa.
"Bagaimana?... Apakah itu kitab pusaka yang di oikirkan oleh mu?" terdengar meledek perkataan Hwang Xi Han itu.
Sekarang dia berbalik meledek Su Ling Hua yang payah. Dirinya mungkin tidak habis pikir. Jadi selama tadi Su Ling Hua menganggap lembaran kertas kosong itu adalah kitab sakti yang akan dicurinya.
Tetapi startegi penyamarannya ini cukup berhasil untuk mencoba sampai mana kemampuan adik seperguruannya. Wajah Su Ling Hua nampak bingung, dia tidak percaya bahwa orang yang sejak tadi dia kejar itu bukanlah seorang pencuri.
Melainkan seseorang yang hanya membawa sebuah lembaran kertas kosong yang tidak penting.
Su Ling Hua pun tertunduk malu karena sudah salah paham dengan orang tersebut. Hwang Xi Han menyadari hal ini. Mungkin saat ini perasaan Su Ling Hua sedang merasa malu karena telah menyerang seseorang yang tidak bersalah.
Jadi Hwang Xi Han memutuskan untuk membuka penyamarannya itu di hadapan Su Ling Hua.
"Adik!" di buka cadar hitam tersebut yang sejak tadi menutupi wajah.
Mendengar kata panggilan itu, kepala Su Ling Hua mengangkat keatas. Kedua mata indah nya melihat seseorang yang berdiri di depan sana. Dan betapa terkejutnya dia saat mengetahui siapa orang yang ada dibalik cadar hitam yang tadi dilawannya.
"Hwang Dage!"
Berlanjut. { Sebelum itu jangan lupa Like+ Coment. Kalau suka Vote+Favorit }
Selamat Membaca.
...
"Dege!" ucap Su Ling Hua dengan senang.
Raut wajah Su Ling Hua yang pada awalnya marah, dan ingin murka terhadap Hwang Xi Han, Sekarang menjadi manis dan manja. Sikapnya ini berubah 190 Derajat berbeda dengan yang tadi.
Wajah ayunya terlihat manis kembali. Dan secara gembira Su Ling Hua berlari kecil menghampi Hwang Xi Han yang berdiri di depan sana.
" Dage!" gembiranya dia saat melihat Hwang Xi Han saat cadar hitam yang menutupi wajahnya terbuka.
"Mengapa kakak pertama menyamar seperti itu? Aku hampir saja mencurigai kakak pertama sebagai pencuri kitab perguruan!" merengut wajahnya saat memandang kedua mata Hwang Xi Han.
Hwang Xi Han berbalik memandang adik seperguruannya yang manis dan manja ini. Su Ling Hua terlihat manja ketika berada di sisi Hwang Xi Han seperti yang terlihat sekarang. Su Ling Hua meletakkan kedua tangan nya di bidang dada milik Hwang Xi Han.
"Dasar payah!" ketuk kepala Su Ling Hua. Hwang Xi Han sedikit memukul dahi Su Ling Hua, lalu diacak-acakan nya surai panjang Su Ling Hua.
"Mengapa kau tidak tahu bahwa aku sedang menyamar? Bukankah kau sudah mengenali jurus ku dengan baik? tetapi, Kenapa kau tetap saja tidak menyadarimya ?"
Pertanyaan kesal yang terlontar dari bibir Hwang Xi Han kepada gadis manis dan manja. Dia tidak menyangka bahwa adik seperguruannya yang selama puluhan tahun selalu berlatih bersama-sama, tidak mengenali setiap juruanya tadi.
Wajah Hwang Xi Han cukup kecewa dengan ketidak tahuan Su Ling Hua saat tadi, "Kapan kau akan belajar untuk menjadi pendekar Dewasa? Jika dengan begitu saja kau tidak bisa mengenali ku?" kesal dan sangat kecewanya Hwang Xi Han.
"Sudah ku katakan. Jika paman guru menyuruh mu untuk mendengarkan, maka dengarkan dan perhatikan setiap perkataan nya!...
" Bukan sebaliknya, kau yang selalu pergi saat paman guru sedang mengajar!" kesal kian menderu.
"Entah itu, pura-pura sakit. Ingin pergi ke kamar kecil. Dan masih banyak lagi alasan mu untuk tidak menghadiri pelajaran paman guru Xiang!" tuntas Hwang Xi Han.
Marahnya Hwang Xi Han terhadap Su Ling Hua, yang selalu melewatkan pelajaran dari guru Xiang. Sedangkan Su Ling Hua hanya bisa tertunduk kebawah mendengarkan nasihat yang selalu sama.
Setiap hari Hwang Xi Han selalu mamerahi Su Ling Hua dengan nasihat yang serupa. Hingga gadis belia bermarga Su ini sudah hafal apa yang akan dikatakan oleh Hwang Xi Han tersebut.
" Maaf kan aku... Dage!" merengut Su Ling Hua ditekuk wajahnya agar Hwang Xi Han berhenti memarahinya. Dirinya menyadari akan arti perkataan Hwang Xi Han yang selalu sama, mungkin itu adalah kesalahannya.
Amarah dari kakak pertama adalah hal yang sangat baik, kakak pertama ingin bahwa dirinya bisa menjadi murid yang pintar. Jadi sudah sewajarnya jika seorang kakak menegur adiknya demi kebaikan Sang adik itu sendiri.
Sambil kedua tangan menarik kedua telinga nya, daan memasang wajah memelas. Su Ling Hua berkata,
"Aku memang salah...
" Aku memang bodoh...
" Aku memang payah..." menyalahkan dirinya sendiri.
"Aku memang pantas untuk dimarahi. Setiap saat Dage selalu memarahi ku, itu karena Dage ingin aku menjadi seorang pendekar yang hebat, tetapi aku selalu membuat Dage kecewa." lanjutnya.
"Aku selalu membolos setiap kali Guru Xiang mengajar. Aku selalu bersembunyi di perpustakaan setiap kali Guru Jia masuk kelas. Aku tidak pernah masuk kelas, dalam satu pekan aku masuk kelas hanya dua kali, itu pun ketika Ketua dan Dage saja yang menjadi Guru nya."
"Jadi aku pantas untuk dimarahi seperti ini." Su Ling Hua terus menyalahkan dirinya dihadapan Hwang Xi Han. Kata-katanya telah membuat Hwang Xi Han iba kepada nya.
"Sudah-sudah! Selalu saja seperti ini." terdengar pasrah dari Hwang Xi Han. Pada awalnya dia memang kesal pada adik seperguruannya yang selalu manja. Namun, Hwang Xi Han tidak akan bisa memarahi Su Ling Hua ketika, adik Seperguruannya memelas seperti dan memohon seperti anak kecil.
Hwang Xi Han selalu lemah jika Su Ling Hua menyalahkan dirinya sendiri. Mereka itu sudah sangat dekat sejak masa kanak-kanak. Dua murid yang sama-sama yatim piatu. Tidak pernah merasakan kesih sayang dari kedua orang tua.
Sama-sama hidup sendiri, lalu menjadikan mereka untuk hidup mandiri, dan saling melengkapi satu sama lain.
"Lagi pula mengapa Dage menyamar seperti tadi, dan ditambah Dage terlihat seperti seseorang yang akan pencuri ditengah malam saja!" kata Su Ling Hua
" Jadi wajar saja jika aku tidak menyadari bahwa yang sedang ku lawan tadi adalah Dage." Dikerutkan dahinya hingga panjang. Su Ling Hua terlihat lesu saat dipojokkan oleh Hwang Xi Han seperti yang baru saja terjadi ini.
"Sudahlah. Aku memang selalu kalah jika berdebat dengan mu." jawab Hwang Xi Han.
" Sebaiknya kau pergi tidur! Ini sudah larut malam." lanjut Hwang Xi Han yang meminta kepada Su Ling Hua untuk segera pergi tidur agar besok tidak bangun kesiangan.
Su Ling Hua menyimak perintahnya. Dia tahu ini sudah larut malam, jadi wajar jika Hwang Xi Han memintanya untuk segera pergi tidur.
"Kau harus banyak istirahat, karena sepertinya tenaga dalam mu itu sudah mulai melemah!" cemas Hwang Xi Han.
"Aku merasa kau harus banyak lagi melatih fisik mu, agar tenaga dalam mu tidak mudah terkuras seperti tadi!" tuntas Hwang Xi Han.
"Baik Dage! Akan ku ingat kata-kata mu ini dengan baik!" sambung Su Ling Hua.
"Aku akan banyak beristrirahat dan berlatih dengan giat lagi setelah ini." Janjinya kepada Hwang Xi Han. Su Ling Hua berkata dengan sungguh-sungguh di hadapan kakak seperguruannya.
Dia tidak ingin lagi Hwang Xi Han kecewa dengan dirinya. Karena bagi Su Ling Hua. Hwang Xi Han adalah segalanya bagi hidupnya.
Ini adalah hal biasa yang terjadi dan harus didengar oleh Hwang Xi Han. Pertama Su Ling Hua akan memelas kepada dirinya. Lalu setelah itu dia membuat janji, dan pada akhirnya Hwang Xi Han merasa iba.
Laki-laki ini memang adalah kakak seperguruannya. Namun, bukan hanya sekedar kakak seperguruannya, tapi Su Ling Hua telah menganggap Hwang Xi Han sebagai sosok ayah yang selama ini dirinya tidak pernah rasakan.
"Sudahlah tidak usah berjanji seperti itu. Setiap hari aku selalu mendengar janji-janji mu itu!" kata Hwang Xi Han kembali.
"Lebih baik kau segera pergi tidur! Maka dengan itu aku akan merasa tenang." selesai Hwang Xi Han.
Sudah berbincang-bincang. Su Ling Hua mengikuti Apa yang diinginkan Hwang Xi Han. Sebelum dia pergi. Su Ling Hua memutuskan untuk mendekatkan tubuhnya kepada Hwang Xi Han.
Lalu tanpa disadari oleh Hwang Xi Han, ternyata Su Ling Hua melakukan hal yang tidak pernah di pikirkan Hwang Xi Han itu sendiri.
Dicium pipi kanan Hwang Xi Han. Bibir manis tebal merona Su Ling Hua mencium hangat pipi kanan pria yang sebaya dan seusianya. Tanpa rasa malu Su Ling Hua menciumnya di bawah langit malam ini.
Wajah Hwang Xi Han memerah tersipu malu. Kedua matanya membukat besar ketika dirinya tahu Su Ling Hua mencium pipi kanan nya.
Disentuhnya pipi kanan yang baru saja di cium mesrah oleh Su Ling Hua. Setelah menciumnya gadis muda ini langsung pergi dari sana. Pergi menuju kamarnya kembali.
Dia meninggalkan tempat itu dan membiarkan Hwang Xi Han berdiri sendiri di lapangan yang luas tersebut.
Diam saja dan masih nampak Syok. Ini adalah ciuman pertama dari seorang wanita kepada Hwang Xi Han. Dia bingung harus melakukan Apa? dan dia tidak bisa mengexpresikan perasaan nya saat ini.
Mungkin benar yang di katakan orang. Ciuman pertama dari seorang wanita kepada laki-laki. Maka akan membuat laki-laki tersebut lemah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!