NovelToon NovelToon

Istri Nakal Gus Altair

1

"Papa capek sama kelakuan kamu, Hayi. Tidak bisa ya, kalau tidak membuat masalah. Sudah cukup, kamu selalu membuat malu saya dan istri saya."

Gadis berusia 17 tahun itu hanya menatap datar saja tanpa menjawab apapun. Karena baginya, menjawab pun tidak akan ada gunanya, yang ada ia akan semakin di rendahkan oleh orang tua angkatnya itu.

Melihat Hayi yang tidak bereaksi apapun membuat Lusi, ibu angkatnya naik pitam. Dengan tak berbelas kasihan, wanita paruh baya itu menampar Hayi dengan kerasnya.

"Dasar tidak tahu terimakasih. Taunya membuat masalah dan membuat malu keluarga. Jika tahu, kamu akan seperti ini saat besar, saya tidak akan pernah mengangkat kamu sebagai anak."

"Mama!!" Tegur Herman pada istrinya

"Biarin pa, anak tidak tahu di untung ini harusnya tau diri. Dia besar karena siapa, dan harusnya dia tahu apa yang harusnya dia lakukan, bukan terus-terusan membuat malu kita." Kata Lusi yang sudah emosi karena ulah Hayi.

"Keputusan papa sudah bulat, hari ini juga kamu akan papa antar ke pesantren. Papa berharap saat di sana kamu bisa jadi lebih baik lagi, bersiap-siaplah 10 menit lagi kita akan segera berangkat." Tutur Herman yang membuat Hayi terkejut.

"Pesantren???! Nggak mau pa, Ay nggak mau ke pesantren!" Tolak Hayi dengan keras.

"Kalau kamu tidak mau ke pesantren, lalu kamu mau jadi apa hah?!!!" Bentak Lusi

"Tapi ma, kenapa harus pesantren. Ay nggak suka di tempat seperti itu." Kata Hayi.

"Keputusan papa sudah bulat, dan menurut saja. Semua demi kebaikan kamu." Ujar Herman.

Hayi hanya bisa menghela nafasnya saja. Bagaimana pun juga ia tidak pernah mendapatkan hak untuk membela diri atau mengutarakan isi hatinya. Yang ia bisa hanyalah menurut saja bagai boneka. Ya seperti itulah yang selama ini dia alami.

Lusi yang melihat Hayi hanya menatapnya dengan tatapan kesalnya. Ia pun meninggalkan Hayi sendirian, sementara gadis itu pun langsung berlalu menuju kamarnya.

Kini Hayi dan papanya sedang dalam perjalanan menuju ke salah satu pesantren yang cukup terkenal. Letaknya yang jauh dari kota  membutuhkan waktu kurang lebih 2 jam perjalanan. Sepanjang perjalanan hanya ada keheningan saja, sampai akhirnya kini mereka sampai tepat di depan bangunan dengan tulisan Pesantren Al-Hidayah.

Herman memarkirkan mobilnya dan turun bersamaan dengan Hayi. Mereka di sambut oleh salah satu pengurus pondok yang memang berjaga di gerbang masuk.

"Assalamualaikum, pak. Apa ada yang bisa saya bantu?" Tanya Ridho  tersenyum ramah sambil sesekali melirik ke arah Hayi yang nampak diam saja .

"pakai kerudung mu, Hayi!" kata Herman dengan menatap tajam ke arah Hayi sehingga membuat sang empu hanya menurut saja tanpa berekspresi.

"Oh ya, saya ingin memasukkan anak saya ke pesantren ini." Kata Herman yang di angguki paham oleh Ridho

"Begitu ya pak, mari ikut saya. Saya akan panggilkan kyai dulu." Kata Ridho yang langsung berjalan mendahului mereka.

Hayi dan papa nya duduk di ruang khusus tamu, sembari menunggu pak kyai datang. Kini tak berselang lama, seorang pria paruh baya dengan memakai baju serba putih masuk  di iringi dengan Ridho di belakangnya.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Kata Kyai Ilham

"Walaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh." Jawab Herman yang kemudian di persilahkan duduk kembali oleh pak kyai.

"Saya dengar, bapak mau memasukkan anak bapak ke pesantren ini ya?" Tanya Kyai Ilham

"Benar pak kyai. Maaf jika kedatangan saya dan anak saya mendadak seperti ini, dan mengganggu waktu pak kyai." Ujar Herman yang merasa tidak enak.

"Tidak masalah, justru saya senang karena ada yang ingin belajar agama di sini. Sebenarnya, untuk masuk ke pesantren ini harus mendaftar terlebih dahulu dari jauh-jauh hari pak, tapi karena bapak sudah jauh-jauh datang kemari, jadi menurut saya tidak menjadi masalah." Kata kyai Ilham dengan tersenyum ramah memperhatikan gerak gerik Hayi

"Sebelumnya, perkenalkan saya Herman dan ini anak saya, Hayi." Kata Herman yang menyenggol Hayi agar memberikan salam pada kyai Ilham

"As as assalamualaikum pa pak kyai." Ucap Hayi dengan terbata.

"Walaikumsalam."

Setelah melakukan berbincangan cukup lama, Hayi pun akhirnya di terima di pesantren itu sekaligus pindah sekolah juga  di sana. Kebetulan di pesantren Al Hidayah juga ada fasilitas sekolah mulai dari MI, MTS dan MA.

jadi, para santri yang mondok di pesantren itu tidak perlu bingung dengan pendidikan lagi karena memang sudah ada.

"Assalamualaikum, Kyai memanggil saya." Tanya ustadzah Ayu dengan menunduk.

"Walaikumsalam, Alhamdulillah ustadzah kita kedatangan santri baru, jadi saya minta tolong pada kamu untuk mengantarkan dia ke asrama putri sekarang." Kata kyai Ilham

"Alhamdulillah, baiklah kyai akan saya antarkan dia." Kata ustadzah Ayu

"Ayo nak." kata Herman yang membuat Hayi beranjak.

"Saya titip anak saya, ya pak kyai. Semoga dengan dia disini, dia bisa menjadi jauh lebih baik."

"Aamiin, insyaallah akan kami bimbing anak bapak, tidak perlu khawatir." Ujar kyai Ilham dengan tersenyum.

"Mari, mbak saya antar ke asrama." Kata ustadzah Ayu dengan ramahnya.

Hayi menatap papanya dengan mata memerah. Ia sangat tidak ingin berada di tempat seperti itu. Baginya, itu seperti penjara dunia yang membuatnya tidak akan bebas bergerak. Dengan tatapan memohon, Hayi menatap papa nya terus. Hanya saja, tidak ada respon apapun, yang ada justru papanya langsung meninggalkannya dan berlalu begitu saja.

"Kyai, saya pamit dulu, Assalamualaikum." Kata ustadzah Ayu

"Walaikumsalam."

Hayi nampak bingung tak kala ustadzah Ayu tak bergeming di tempat. Ia pun menatapnya dan bingung dengan apa yang sedang di lakukan oleh ustadzah Ayu.

"Salam sama kyai dulu, mbak." Kata ustadzah Ayu dengan senyum canggung.

"Assalamualaikum kyai."

"Walaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh."

"Luna." Panggil ustadzah Ayu yang membuat seorang gadis di depannya menoleh.

"Assalamualaikum ustadzah, ustadzah memanggil saya?" Tanya Luna.

"Walaikumsalam, benar saya memanggil kamu. Dia santri baru di sini, dia akan tidur di asrama Fatimah, jadi saya minta tolong antarkan dia ya, saya lupa kalau ada urusan yang tidak bisa saya tinggal. Apa kamu sedang sibuk, Luna?" Tanya ustadzah Ayu.

"Tidak ustadzah. Saya akan antar ke asrama Fatimah. Tidak apa, ustadzah selesaikan dulu saja urusannya." Jawab Luna dengan tersenyum manis.

"Syukron. Assalamualaikum."

"Walaikumsalam. Ayo mbak, saya antar. Oh ya perkenalkan nama saya..."

"Luna, kan? Gue udah tahu." Jawab Hayi membuat Luna sedikit terkejut dengan cara bicaranya.

"Mbak nya dari kota ya?" Tanya Luna

"Gue Hayi, panggil aja Ay. Dimana kamar gue, masih jauh kah?" Tanya Hati yang sudah merasa jenuh.

"Sebentar lagi sampai kok." jawab Luna

2

Kini mereka sampai di asrama Fatimah. Melihat kedatangan Luna bersama seorang wanita di belakangnya membuat penghuni asrama itu bertanya-tanya siapa dia. Tapi yang jelas sepertinya mereka sudah tahu kalau itu adalah santri baru.

"ini kamar kamu, disana masih kosong satu jadi kamu disana, dan..."

Luna langsung terdiam disaat Hayi tiba-tiba menyelonong masuk tanpa salam ataupun menyapa. Ia langsung menaiki kasur dan merebahkan tubuhnya. Semua orang yang ada di dalam tentu hanya saling tatap saja.

"Kalau begitu saya permisi dulu, assalamualaikum." Kata Luna.

Suasana di kamar itu pun hening membuat Hayi membuka matanya dan bangun. Ia melihat 5 orang yang tengah menatapnya dengan intens, seolah melihat sesuatu yang belum pernah mereka lihat sama sekali.

"Apa? Gue cantik ya? Hahaha thanks. Emang gue cantik semua orang juga mengakuinya kok, nggak usah kaget gitu kali."

Sontak saja mereka berlima yang mendengar itu langsung saling tatap satu sama lain. Memang benar, untuk sekejap, mereka semua di buat kagum dengan paras cantik Hayi. Wajah yang kecil, dengan pipi yang sedikit chubby, bibir indah, hidung mancung, alis tebal dan bulu mata lentik, serta yang membuat Hayi ini tampak berbeda adalah dia mempunyai kumis tipis di atas bibirnya.

"Iya, cantik ukhti." Ucap Lila yang masih melongo memandangi Hayi.

"Kamu dari kota, ya? Kota mana? Saya dari Jakarta." Kata Hilya

"Gue dari Surabaya, kenalin gue Hayi, panggil aja gue Ay. Lo semua namanya siapa?" Tanya Hayi membuat mereka lagi-lagi melongo

"Ehh, saya Hilya, Ini Lila, dia Intan, dia..."

"udah ah saya kenalin diri saya sendiri aja. Aisyah, salam kenal yaa."  Kata Aisyah dengan memotong pembicaraan Hilya.

"Saya Ana, salam kenal, Ay."

"Lo?" Tanya Hayi yang menatap seorang gadis yang nampak pendiam dari semuanya

"Dia Ella, dia emang agak pendiam kaya gitu Ay, jadi Maklumin aja yah." Timpa Hilya pada Hayi yang membuat Ella hanya mengangguk sambil tersenyum saja kemudian melanjutkan hafalannya.

"Eh ini udah mau masuk waktu solat ashar, saya duluan ya, saya harus berada di barisan paling depan." Kata Lila yang langsung melengos keluar.

Semuanya pun siap-siap dengan membawa mukena masing-masing. Sementara Hayi masih merebahkan tubuhnya tanpa memperdulikan mereka sama sekali.

"Ay, ayo kita ke masjid, akan ada ceramah dari kyai Ilham hari ini, semua santri di wajibkan datang." Kata Hilya.

"Kalian aja lah, gue capek banget, mau istirahat." Ujar Hayi dengan memejamkan matanya sehingga membuat Hilya dan teman-temannya hanya menghela nafasnya saja.

"Kamu santri baru di sini, Ay. Jadi kamu harus ikut sekarang, ayo." Kata Intan dengan menarik paksa Hayi.

"Apasih Lo, ganggu banget. Kalau Lo mau berangkat ya tinggal berangkat aja, ngapain ngajak gue, gue nggak suka ya di paksa-paksa!" Sentak Hayi yang membuat Intan terkejut.

"Astaghfirullah ukhti, istighfar. Solat itu adalah tiang agama, barang siapa yang sengaja meninggalkannya, maka dosanya sangat besar." Kata Hilya.

"Bener banget, ay. Sekarang kamu sudah jadi santri di sini, itu artinya apapun kegiatan di pesantren ini, kamu wajib ikut. Kita barengan kok." Timpal Aisyah yang tidak habis pikir dengan sikap Hayi.

"Nggak. Gue capek, mau istirahat." Kata Hayi.

"Kalian!! Kenapa masih di dalam? Ayo ke masjid keburu telat. Ajak santri baru juga." Kata Ustadzah Ayu yang sudah berada di ambang pintu.

"Tuh udah di suruh ustadzah Ayu. Jangan sampai nanti ustadzah Rena yang turun tangan langsung ya, ay. Ayo cepetan, kita telat nanti." Kata Intan dengan menarik-narik tangan Hayi.

Akhirnya, dengan sangat terpaksa dan merasa kasihan, Hayi pun ikut ke masjid. Ia masih menggunakan celana jeans dengan kemeja biru serta kerudung pasmina yang ia pakai.

"Ini gimana caranya gue wudhu? Gue nggak bisa." Tanya Hayi pada Aisyah

"Astaghfirullah, kamu nggak bisa wudhu?" Tanya Aisyah dengan terkejutnya.

"Perhatikan saya ya, jangan lupa baca niatnya, Nawaitul wudhuu-a liraf'il hadatsil ashghari fardhal lillaahi ta'aala..."

Hayi memperhatikan setiap gerakan yang di lakukan Aisyah begitupun juga dengan bacaan yang di baca. Setelah itu ia pun langsung mempraktekkan nya. Walaupun dari bacaan yang dia baca terbilang masih sangat buruk, tapi setiap gerakannya benar semua

Sebenarnya Aisyah begitu kesal dengan Hayi, karena gadis itu tak kunjung menyelesaikan wudhu nya. Tapi, ia hanya bisa bersabar saja karena mengajarkan sesuatu kepada orang yang belum bisa bukankah itu juga termasuk pahala. Setelah selesai, Aisyah langsung mengajak Hayi berlari agar ia bisa mendapatkan shaf di tengah, tapi mereka belum beruntung karena semua shaf sudah terisi dan mau tak mau, kini mereka pun solat di serambi masjid. Walaupun bukan hanya berdua saja, tapi tetap saja Aisyah maunya berada di shaf tengah.

"Gara-gara kamu sih, jadi dapat di belakang kan. " Kata Aisyah membuat Hayi mengernyitkan dahinya.

"Gue? Ck, iya iya sorry. Lagian kan gue udah bilang nggak mau, Lo aja yang maksa gue buat tetep ikut." Timpal Hayi yang tak mau kalah.

Mendengar cara bicara Hayi yang terdengar begitu kasar, membuat beberapa santri lainnya langsung bergosip tentangnya. Ia yang mendengar itu pun hanya cuek bebek saja.

"Ay, apa cara bicara kamu memang seperti itu? Kalau bisa disini jangan pakai, lo gue ya." Kata Aisyah dengan menasehati Hayi.

"Berisik banget deh lo." Kata Hayi dengan menatap sinis Aisyah.

Solat ashar pun berjalan dengan lancarnya. Kini kyai Ilham mulai memberikan ceramah pada para santri di sana. Ia juga menyampaikan ada santriwati baru di pesantren Al hidayah juga tentang kepulangan anak nya dari Kairo.

Sontak saja para santriwati sangatlah antusias menyambut anak dari kyai Ilham yang sudah pulang itu. Bagi mereka yang sudah lama mondok di pesantren itu tentu saja tahu betul siapa yang di maksud. Ya, siapa lagi kalau bukan Muhammad Altair Shankara.

Setelah selesai, kini semua santri pun berbondong-bondong untuk kembali ke asrama masing-masing. Tatapan mereka tak pernah lepas dari penampilan Hayi yang begitu mencolok. Hingga akhirnya, ustadzah Rena yang terkenal galak dan sombong itu pun mendatangi mereka dan langsung menatap Hayi dari atas sampai bawah.

"Assalamualaikum, ustadzah."

"Walaikumsalam. Ini ya, santri baru itu?" Tanya ustadzah Rena dengan menatap Hayi yang hanya diam saja tanpa memberi salam seperti yang lainnya.

"Ganti bajumu sana. Disini ada peraturan yang harus kamu patuhi dan tidak boleh di langgar, salah satu nya adalah penampilan." Kata ustadzah Rena ketus

"Emang kenapa sih sama penampilan gue? Perasaan ya biasa aja. Lo kenapa sih komentarin soal penampilan gue? Terserah gue dong mau pake apa." Kata Hayi membuat ustadzah Rena terkejut begitupun yang lainnya

"Astagfirullah ukhti, istighfar. Dia ustadzah kita, tidak seharusnya kamu berbicara seperti itu." Tegur Hilya

"Baru masuk, udah berani kurang ajar. Pasti kamu anak kota yang tidak tahu sopan santun. Pantas saja kamu di bawa ke sini. Tapi, ingat disini tetap ada peraturan. Ganti bajumu sebelum saja habis kesabaran dan mengadukan kamu pada kyai Ilham." Ancam ustadzah Rena.

Hayi yang enggan memperpanjang celotehan itu pun akhirnya berjalan lebih dulu meninggalkan ustadzah Rena dan yang lainnya tanpa mengucapkan salam. Hal itu tentu saja membuat ustadzah Rena marah dan langsung memanggil Hayi, hanya saja gadis itu sengaja pura-pura tidak mendengarkan dan terus melanjutkan jalannya.

"Maaf ustadzah, Saya akan kasih tahu Hayi peraturan di pesantren ini. Kalau begitu saya permisi dulu, assalamualaikum." Kata Hilya dengan melenggang pergi di susul teman-temannya.

"Ay, nanti saya akan jelaskan peraturan di pesantren ini ya, boleh kan. Biar kamu tahu mana dan tidaknya yang harus kamu lakukan. Biar tidak ada kejadian seperti tadi. Kalau kamu sudah berurusan sama ustadzah Rena, bakal panjang masalahnya, jadi lebih baik nanti saya dan teman-teman bantu jelaskan peraturan pesantren ini ya.

"Terserah kalian." Jawab Hayi singkat.

3

Sesampainya di asrama, kini ketiga gadis itu berdiri tepat di depan Hayi dan berbaris rapi sambil membawa barang masing-masing. Hilya yang membawa Al Qur'an, intan membawa buku tulis dan beberapa kitab, Aisyah membawa satu set gamis beserta kerudung. Hayi menatap itu dengan begitu herannya, entahlah dia sangat malas berurusan dengan mereka.

"Pertama-tama ganti baju kamu dulu dengan ini. Pasti kamu cantik deh." Kata Aisyah dengan tersenyum manis

"Ini? Ogah gue. Panas, baju apaan kaya gitu. Lebih enak pakai kaya gini kali." Tolak Hayi.

"Ehhh jangan dong, di sini tidak boleh pakai baju seperti itu. Semuanya pakai baju seperti ini, kamu liat kan tadi." Kata Aisyah yang membuat Hayi terdiam, karena memang benar hanya dirinya saja yang berpenampilan seperti itu.

"Tapi gue nggak mau, itu panas, gerah."

"Di coba dulu, pasti kamu cantik deh pakai baju ini. Ya, di coba dulu." Bujuk Aisyah yang membuat Hayi pada akhirnya menurut saja.

"Masyaallah, subhanallah ukhti...kamu cantik banget, seperti bidadari." Ucap Aisyah ketika sudah selesai mendandani Hayi.

"Masyaallah, tabarakallah, Cantik banget." Puji intan dengan tatapan kagumnya.

"Lebay banget dah, mana cermin coba, emang gue secantik itu, ya." Kata Hayi yang merasa tidak percaya dengan perkataan ketiga gadis di depannya itu

Ia pun mengambil cermin dan mulai melihat pantulan dirinya dalam cermin itu. Tak bisa di bohongi memang ia merasa dirinya sangatlah cantik sekarang. Sekarang balutan kerudung bewarna hitam serta gamis berwana abu-abu membuat ia terkesan sangatlah anggun. Tapi, itu semua hanya sesaat saja, dan ia pun langsung ingin melepaskannya karena memang merasa sudah sangat gerah. Tapi ketiganya sama-sama kompak langsung memegangi tangan Hayi yang membuat gadis itu tidak bisa berontak sama sekali.

"Ukhti, kamu cantik kalau seperti ini, jangan di lepas ya." Kata Hilya dengan tersenyum.

"Baik, kedua, karena setelah solat magrib akan ada tadarus bersama, jadi, ini..." Kata Hilya memberikan Al Qur'an pada Hayi.

"Gue nggak bisa baca." Kata Hayi membuat ketiganya saling tatap.

"Nanti di ajarkan kok, ay." Timpal Aisyah.

"Gue nggak bisa."

"Terakhir..."

Allahuakbar Allahuakbar. Suara adzan magrib pun berkumandang. Mereka langsung bergegas menuju masjid dengan Intan yang menyeret Hayi, lebih tepatnya memaksa. Setelah solat magrib selesai, kini di lanjutkan dengan tadarus bersama. Hayi yang mendengar lantunan ayat-ayat Al Qur'an itu entah kenapa ia merasakan ketenangan dalam hatinya. Hingga tak sadar, ia pun malah tertidur sambil menyender tembok. Ia kembali di bangunkan oleh Hilya karena sudah masuk waktu solat isya. Mau tak mau, dengan segala rasa kantuk yang ia tahan, ia pun mengikuti solat isya berjamaah itu. Di sujud terakhirnya, entah kenapa Hayi tak kunjung bangun, bahkan setelah selesai salam sampai selesai berdoa pun gadis itu tak kunjung bangun. Hal itu membuat teman-teman nya khawatir.

"Apa jangan-jangan."

"Innalilahi..."

Semua santriwati pun sudah membicarakan Hayi yang tak kunjung bangun dari sujudnya. Dengan perasaan was-was, Hilya memberanikan diri membangunkan Hayi, walaupun sebenarnya dalam hati dan pikirannya sudah sangat tidak tenang jika saja terjadi sesuatu dengan Hayi.

"Yaallah, tenangkan hati dan pikiran hamba." Ucapnya sebelum akhirnya ia mulai membangunkan Hayi.

"Ay, bangun. Ay, ay, Hayi, solat isya sudah selesai." Ucap Hilya dengan mata yang sudah memerah.

Ia pun menatap Intan dan Aisyah secara bersamaan. Air mata sudah di pelupuk dan sudah siap untuk jatuh begitupun keduanya. Asiyah juga ikut membangunkan Hayi, tapi tak ada respon sama sekali dari gadis itu. Hingga pada akhirnya brukk. Semua terkejut karena tiba-tiba saja Hayi jatuh dan dengan spontan ia bangun. Sontak saja Hilya dan Aisyah memeluk gadis itu dengan eratnya, serta air mata yang sudah mengalir.

"Yaallahh Hayi, kamu membuat saya takut hiks." Ucap Hilya dengan memeluk erat Hayi.

"Saya pikir kamu udah...." Ucap Aisyah terhenti.

"Kenapa sih? Di kira gue mati ya, gue ketiduran, ngantuk banget. " Kata Hayi yang heran dengan reaksi keduanya.

Hatinya pun tiba-tiba tersentuh dengan sikap mereka. Bahkan orang tua angkatnya saja mungkin tidak akan bereaksi seperti itu saat Hayi akan mati, tapi Hilya dan Aisyah, mereka orang asing yang bahkan baru saja dia kenal, tapi mereka bahkan sampai menangis seolah benar-benar takut jika Hayi pergi. Intan pun langsung berhambur memeluk mereka bertiga yang membuat mereka jatuh tersungkur.

"Intan, ih kamu mah, sakit tau." Kata Aisyah dengan kesalnya.

"Saya pikir kamu udah nggak ada huaaaa..." Kata Intan dengan memeluk Hayi.

"Udah udah, ayo balik gue ngantuk banget." Kata Hayi yang di angguki ketiganya.

"Assalamualaikum, kok kalian masih di sini? Ada apa?" Tanya ustadzah Ayu.

"Walaikumsalam ustadzah, hehe tidak ada kok, ini mau kembali ke asrama, kami duluan ustadzah, assalamualaikum." Kata Aisyah yang membuat ustadzah Ayu heran.

"Walaikumsalam."

🌙

Malam hari, tepatnya pukul setengah 12 malam, di saat teman-temannya sudah tidur dan hampir keseluruhan para santri juga sudah tidur, Hayi merasa matanya tak bisa terpejam sama sekali. kebiasaanya bergadang terbawa sampai ke pesantren. Ia melihat semua teman-temannya sudah tertidur pulas,  karena itu ia pun memutuskan untuk keluar mencari angin segar.

Suasananya sangatlah sepi sunyi, mengingat pesantren itu berada jauh dari kota dan hanya ada suara binatang malam saja. Ia melihat ke sekelilingnya yang nampak tak ada seorangpun pun. Setelah memastikan semuanya aman, kini ia pun langsung melesat begitu saja menuju ke suatu tempat yang tak sengaja ia lihat tadi.

Sebuah kolam kecil dengan pohon rambutan di pinggirnya, serta ayunan yang menjadi penghiasnya. Ia menghirup udara segar sambil memandangi bulan sabit yang terpampang jelas bagai di atas kepalanya persis. Ia menghela nafasnya panjang kemudian duduk di ayunan tersebut. Ia benar-benar hanya seorang diri saja, dan itu adalah suasana yang sangat ia sukai.

"Sedang apa kamu di sana? Siapa kamu? Pencuri ya?" Sebuah suara berat membuatnya terkejut dan langsung melompat dari ayunan.

"Gue kira setan. Apa sih lo, ganggu gue. " Kata Hayi dengan mengelus dadanya karena hampir copot.

"Kamu yang siapa? Kenapa tengah malam seperti ini kamu masih berada di luar? Kamu santri disini?"

"Kepo."

"Astagfirullah. Saya suruh kamu masuk ke asrama sekarang juga selagi saya masih berbaik hati."

"Nggak mau. Gue masih mau disini, Lo aja yang pergi." Kata Hayi dengan sinisnya.

"Saya akan kasih kamu hukuman karena sudah melanggar peraturan pesantren, nama kamu siapa?"

"Lo mau tau aja atau mau tau banget?"

"Saya serius. Siapa yang melanggar peraturan harus di hukum."

"Emangnya gue ngelanggar ya?"

"Ya Jelas kamu melanggar. Di atas jam 10 malam semua santri tidak di perbolehkan untuk keluar dari area pesantren apalagi kamu seorang santriwati. Apa kamu tahu ini dimana? Kamu sudah melanggar 2 peraturan dan hukumannya akan saya tambah."

"Mau kenalan dulu nggak sama gue?" Kata Hayi sambil memperhatikan intens siapa yang ada di depannya itu, hanya saja itu tidak terlalu jelas karena gelap.

"Saya serius dengan ucapan saya. Jika kamu tidak segera kembali ke asrama, tunggu saja hukuman apa yang akan saya kasih ke kamu."

"Iya iya ini gue balik nih, ribet banget sih lo." Sentak Hayi dengan kesalnya.

"Perbaiki cara bicara kamu, disini tidak seperti di kota tempat tinggal kamu. Disini ada sopan santun, adab dan tata krama. Kamu bisa kena hukum lagi jika masih bicara kurang ajar seperti itu."

"Perasaan Lo dari tadi bicara hukum, hukum, hukum terussss deh, muak gue, tau nggak! Kalau Lo seneng banget sama hukum, ngapain disini, Sono jadi polisi aja lah." Kata Hayi dengan kesalnya.

"Saya rasa kamu memang harus di kasih  tahu apa itu adab. Siapa nama kamu?"

"Nggak tau."

"Saya bertanya siapa nama kamu?"

"Gue bilang nggak tau ya nggak tau!!"

"Jangan menguji kesabaran saya, saya bertanya sekali lagi, siapa nama kamu?" Tanya nya dengan penuh penekanan.

"Udahlah gue mau balik, males bicara sama orang kolot kaya lo." Kata Hayi yang membuat geram pria itu.

Secara reflek pria itu langsung mencegah Hayi untuk pergi dengan tak sengaja memegang tangannya.

"Astaghfirullah, maaf, saya tidak sengaja. Saya bertanya dengan serius, nama kamu siapa?" Ucapnya

"Hayi. Udah kan? Lo suka ya sama gue?" Tanya Hayi dengan mendekatkan wajahnya sehingga membuat pria itu mundur beberapa langkah.

"Hahaha gitu aja takut lo, udahlah gue mau balik."  Ucap Hayi dengan melenggang pergi tanpa mengucapkan salam

"Walaikumsalam..." Pria itu hanya menatap punggung Hayi yang semakin menjauh dengan helaan nafas panjang.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!