"Argh, lebih cepat,Al!!!!"
"punya mu masih saja sempit Nia.!"
"lebih dalam lagi, Aldo, aku mau keluar. Ahhh...."
"Tahan, Nia. Kita keluar bareng."
DEGH.
Kakiku mendadak terasa kaku. Aku baru saja berhasil memasukkan kode apartemen Aldo kekasih ku, suara suara itu, suara Aldo dan Nia.
Gila, ternyata Aldo mengkhianati ku. Dia telah bermain gila dengan Nia.!
"Aldo, sekali lagi dong. Aku masih pingin." suara manja Nia.
"Cukup, Nia. Aku harus menelpon Aurel. Dia mau datang kesini besok. Kamu ingat kan hari ini hari anniversary kami?? Kami akan merayakan nya besok sekaligus akan aku perkenalkan dia pada Papaku.
"Apa Om, Arif sudah kembali dari Swiss, Al?"
"Belum. Besok aku dan Aurel akan menjemput Papa di bandara."
Tes...
Setetes air mata jatuh di atas punggung tangan ku. Sungguh keterlaluan Aldo, dia melakukan pengkhianatan dengan sangat nyata. Dia masih mengingat aku. Tapi dia merasa tanpa berdosa berbagi peluh dengan sahabat ku. Gadis yang selalu berada di sekitar Aldo dengan berkedok teman masa kecilnya. Dan menawarkan aku untuk menjadi sahabat nya.
Aku segera menarik diriku menjauh dari apartemen Aldo.
Hatiku sangat lemah sekarang. Aku tidak ingin Aldo mengetahui kalau aku menangisi pengkhianatan nya.
Terlebih lagi Nia, siluman rubah betina dia tidak boleh melihat ku dalam kondisi hancur seperti ini.
Pasti dia akan merasa senang dan merasa menang jika melihat kondisi seperti ini.
Cara pandang ku dan Aldo terhadap Nia berbeda. Aku selalu merasa Nia sebenarnya mempunyai maksud lain atas kedok nya sebagai sahabat Aldo.
Namun di mata Aldo Nia hanya sebatas teman masa kecil nya. Aku pernah merasa keberatan dengan keberadaan Nia di sekitar kami. Namun Aldo selalu meyakinkan aku bahwa mereka murni sebatas sahabat tidak lebih.
Tapi apa yang baru saja aku dengar. Mereka asyik bercumbu.
Dan tadi apa yang dikatakan Aldo.??? milik Nia masih sempit??? Bukannya itu artinya mereka tidak hanya sekali melakukan pengkhianatan.
Aku harus sangat kuat. Aku tidak boleh lemah. Aku harus bisa membalas pengkhianatan mereka.
aku ingin Aldo merasakan sakitnya dikhianati seperti yang aku rasakan sekarang.
BUGH...
Tanpa sengaja aku menabrak seseorang di depan lift yang baru saja terbuka.
Seorang laki laki berumur sekitar 40 tahunan dengan setelan jas kantoran keluar dari dalam lift itu terlihat terkejut.
"Maaf." desis ku seraya membungkukkan badan ku sedikit. Diam diam ku sentuh pipi ku yang sedikit basah.
"Tak masalah." Sahut nya datar.
"Aku tersenyum tipis tanda berterima kasih. Segera ku lanjutkan langkah ku masuk ke dalam lift.
"Nona, kue nya." Teriak laki laki itu sempat aku dengar sebelum pintu lift tertutup rapat.
Aku mendengar kalimat laki laki itu dengan jelas. tapi aku enggan membuka pintu lift kembali.
Kue itu sudah tidak ada gunanya. Aku membeli kue itu untuk merayakan anniversary hubungan ku dengan Aldo yang ke lima.
Namun sekarang sudah tidak ada gunanya.
Apa yang mau ditanyakan??? pengkhianatan nya kah??? Sakit hatiku kah???
Aku belum segila itu!
Aku mengeram dalam hati, sangat jelas bahwa malam ini buka. pertama kalinya Aldo mengkhianati ku. Entah dia sudah bermain di belakang ku sejak kapan.
Sejak zaman putih abu abu kami berpisah karena LDR karena aku mengambil kuliah di Bandung.
Sungguh aku tak menyangka Aldo bisa melakukan hal sekeji itu padaku. Selama ini hubungan kami selalu baik baik saja.
Kami tidak pernah bertengkar hebat meskipun kadang-kadang sedikit berselisih. Tapi baik aku maupun Aldo selalu bisa menjaga keutuhan hubungan kami.
Bahkan ketika aku memutuskan kuliah di Bandung. Karena aku mendapatkan beasiswa penuh. Kami masih berkomunikasi dengan baik.
Bahkan di awal tahu kami selalu berganti an untuk saling mengunjungi. Aldo sering berkunjung ke tempat kost ku. Begitu juga dengan ku. Aku sering menemui Aldo di apartemen nya.
Memang dua tahun belakangan ini kami sudah jarang bertemu. Karena kami sama sama sibuk dengan kuliah masing masing. Aku juga disibukkan dengan kerja part time ku. Aldo juga sibuk dengan organisasi BEM nya.
Walaupun kami jarang komunikasi kami tidak pernah putus, hubungan kami masih berjalan dengan baik.
Aku pikir kami baik baik saja. Tapi ternyata Aldo mengkhianati ku sungguh sangat kejam.
Aku masih mengingatnya dengan jelas percakapan mereka.
Memang rencana awal Aldo akan menjemput ku besok pagi di stasiun seperti sebelumnya.
Tapi kebetulan aku sudah free jadi aku berniat untuk memberikan dia surprise dengan langsung datang ke apartemen nya malam ini. Yang kebetulan hari ini bertepatan dengan anniversary hubungan kami.
Kedatangan ku yang tiba-tiba akan menjadi kejutan yang sempurna.
Namun, bukan aku yang memberikan surprise. Tetapi justru Aldo yang memberikan surprise yang membuat jantung ku seakan hendak lepas.
BUGH.
Lagi lagi aku menabrak seseorang. Kali ini di halaman depan apartemen Aldo.
Astaga, apa sekacau itu hidup ku, sampai berkali kali aku mengulang kesalahan yang sama.
"Maaf, Om." desis ku.
Laki laki paruh baya di hadapan ku itu tak menyahut. Dia hanya sempat menyorot ku dingin sebelum akhirnya dia pergi begitu saja.
Huffff!!!!
"Unit 507" sura bariton laki laki yang baru melewati ku menarik atensi ku.
DEGH!!!!
Kaki ku langsung membeku.
Unit 507???
Itu Unit Aldo.
Aku sedikit melirik ke arah laki laki paruh baya dengan setelan jas kantornya yang urung masuk ke dalam lobby, dia masih sibuk dengan ponselnya.
"Siapa laki laki itu??? Apakah dia.....?" Batin ku.
Aku membekap mulutku, menahan suara teriakan yang hampir keluar dari mulutku.
Pikiran ku sontak tertarik pada percakapan ku dan Aldo kemarin malam.
"Papa akan datang sayang. ini pertama kalinya Papa pulang setelah lama di Swiss. Kamu mau tau kan, aku sangat menyayangi Papa. Ayolah sempat kan meskipun sebentar. Aku ingin mengenalkan kamu pada Papa." Rayu Aldo kemarin di sambungan telepon.
"Aku harus merampungkan revisi ku, Aldo. Bulan depan mau sidang, aku takut gak keburu." ujar ku. Bukan beralasan, tapi memang sedang sangat sibuk.
"Ayolah, sayang. sebentar saja. Papa biasanya juga nggak akan lama di Indonesia. Aku ingin Papa mengenal calon istri ku."
"Baiklah, lusa pagi, Aku akan naik kereta pagi seperti biasa."
"oke sayang, aku akan menjemputmu di stasiun." Ujar Aldo senang sebelum mengakhiri sambungan telepon.
*
"Apa??? Kosong??? Kamu yakin???"
Suara laki-laki yang berdiri tak jauh dari tempat ku itu kembali terdengar.
"Ya, Aldo taunya aku pulang besok. Baiklah, ku rasa lebih baik begitu. Ya sudah kamu atur saja."
Laki laki itu akhirnya memasukkan ponselnya, dan menuju ke arah mobilnya.
Jadi benar dia Papa Aldo?
Aku sangat menyayangi Papaku,Rel. Meskinya Papa sudah lama menetap di Swiss karena pekerjaan, tapi aku sangat menyayangi Papa. Papa juga sangat menyayangi ku. Dia panutan ku. Aku ingin menjadi laki laki sukses seperti Papa.
DEGH!!!
Kalimat Aldo yang sudah sangat ku hafal itu seakan membuat seperti bisikan setan dalam diriku menemukan jalan untuk membalas pengkhianatan Aldo.
Dengan menyakiti Aldo melalui Papanya.
Ide sempurna atau ide gila??
Anggap lah aku gila. Ya aku memang gila sekarang. Bagaimana kegilaan ku akhirnya membuat aku berada di dalam mobil laki laki paruh baya yang aku kenali sebagai Papa Aldo.
Papa Aldi kembali menyibukkan dirinya dengan ponsel nya. Dia terlihat sangat panik.
"Kamu di mana, Jo???" Suara bariton itu kembali aku dengar.
"Apa masih lama??? Aku tadi nggak sengaja menabrak seseorang. Dia pingsan. Aku akan membawa nya ke rumah sakit terdekat. Cepatlah, susul aku secepatnya."
Hening. Aku masih pura pura pingsan ketika aku rasakan mobil itu mulai bergerak.
"Jo, " Seru Papa Aldo lagi masih melalui sambungan telepon nya.
"Kamu dimana? Astaga, sedang mengurus apa sih kamu? Apa kamu tidak tahu aku sedang kesulitan sekarang. Iya aku sudah di depan rumah sakit. Aku share lok segera kesini. Bantu aku mengantar gadis ini. Cepat, Jo, dia....."
Suara Papa Aldo sontak terhenti ketika aku mengeluarkan suara rintihan ku.
Aku ber akting kebingungan sambil memegangi kepala ku.
Papa Aldo menoleh ke arah mu.
"Apakah Anda baik baik saja, Nona???" Tanyanya.
"Anda siapa??? Saya dimana???" desis ku pura pura tak tahu apa apa.
"Anda di depan rumah sakit. Maaf, saya tidak sengaja menabrak Anda tadi." Ujarnya.
Saya yang sengaja menabrak kan diri saya, Om. Desis ku dalam hati.
"Apa Anda bisa berjalan sendiri??? Biar dokter memeriksa Anda." Ujar nya. wajah dingin nya tak mampu menutupi rasa khawatirnya.
Aku menundukkan kepalaku. Sial, aku tak tega menipu nya seperti ini. Meskipun pergelangan kaki kanan ku beneran sakit, tapi benturan itu tak serta merta membuat aku kehilangan kesadaran.
Drtttt.... Drtttttt.
DEGH!!!!!
Panggilan telepon dari Aldo masuk ke ponsel ku. Lama sekali dia baru menelpon ku. Apa Selingkuhan nya berhasil merayu nya. Hingga kembali bergelut di atas ranjang???
Cih, Murahan!!!
Aku melirik ke arah Papa Aldo. Papa Aldo mengangguk, mempersilahkan aku menerima panggilan telepon.
Aku mendengar kan setiap kalimat Aldo dengan menahan rasa mual ku. Cih, pintar sekali dia beralasan revisi skripsi apanya? Dasar kadal buntung.
"Gak apa, aku juga baru sampai kok." Ujar ku.
"Maaf aku gak bisa ke tempat kamu. Aku capek banget pingin segera rebahan di kasur. Gimana kalau kamu susulin aku ke rumah Papa saja?? Ya, ketemu di rumah. Baiklah, aku tunggu."
Aku menutup panggilan dari Aldo. Ku lirik Papa Aldo yang hanya diam di balik kemudi nya.
Sempurna. Jika Aldo melihat aku bersama Papa kesayangan nya itu, dia pasti akan sangat terluka. Itu akan menjadi balasan yang sangat menyakitkan.
Baiklah, mari kita eksekusi rencana gila itu!
"Om," panggil ku.
"Ya," Sahut Papa Aldo tanpa menoleh ke arah aku.
Aku melirik dari center mirror. "Maaf bisakah Om mengantar kan saya pulang saja. Saya ada perlu." Ucap ku.
"Biarkan dokter memeriksa kamu dulu. Baru saya antar." Ucap Papa Aldo.
Tidak, itu hanya akan membuang banyak waktu. Bisa jadi Aldo akan sampai duluan. Itu tidak boleh terjadi!!! Batin ku.
"Saya tidak apa-apa, Om. Tolong, saya bener bener harus sampai rumah secepatnya." Tegas ku.
"Minta dia menunggu." Ujarnya.
"Jadi dia mendengar kan percakapan ku dan Aldo di telepon. Untung saja aku tidak menyebut nama Aldo sama sekali. Bisa berantakan rencana ku.
"Kalau begitu, saya cari taksi saja." Ucap ku seraya mencoba membuka pintu di samping ku. Pintu itu masih terkunci.
"Tolong di buka Om!!!"
Papa Aldo menarik nafas panjang. "Saya antar." putus nya.
Akhirnya tak ada jalan lain aku memang keras kepala.
"Masukkan alamat rumah kamu."
Aku mengangguk, sambil menahan sakit di pergelangan kaki kanan ku. Aku men condong kan tubuh ku ke depan untuk memasukkan alamat rumah papa ke dalam map nya.
DEGH....
Jantung ku berdegup sangat kencang ketika pipi kanan ku berjarak sangat dekat dengan pipi kiri Papa Aldo.
"Biar saya." Ucap Papa Aldo ketika melihat ku kesusahan mengetik alamat ku.
Aku mengangguk, perlahan ku tarik tubuh ku menjauh dan kembali duduk di kursi penumpang belakang.
"Katakan!"
Aku menyebut kan alamat rumah Papa. Papa Aldo memasukkan alamat yang aku berikan ke dalam map nya.
"Iya, benar." Ucap ku setelah mengoreksi alamat itu.
Papa Aldo melajukan mobilnya kembali.
"Tunggu di hotel saja, Jo. Setengah jam lagi." Ucap Papa Aldo dari sambungan teleponnya.
Aku memalingkan wajah ku, menatap pemandangan jalanan malam dari balik kaca jendela.
Tring
Otw, sayang.
Aku hanya melirik sekilas notifikasi pesan yang baru masuk ke dalam ponsel ku. Tak berniat aku membuka. Apalagi membalas pesan singkat dari Aldo.
"Kenapa gelap??? Apa tidak ada orang???" Tanya Papa Aldo ketika mobil nya sudah berhenti di halaman rumah ku.
Aku mengangguk. "Papa dan Mama sedang menghadiri persepsi pernikahan putri temannya, Om." Ujar ku jujur.
Memang benar, tadi sore saat aku mengabarkan bahwa aku dalam perjalanan pulang. Mama sempat memberi tahu aku jika mereka sudah terlanjur berangkat menghadiri undangan dari teman nya.
Mama sangat menyesal tidak bisa menjemput ku. Memang aku pulang mendadak. Ku bilang kalau sudah ada Aldo yang menjemput ku. Mama jadi lega.
Karena kedua orang tua ku sudah cukup mengenal Aldo dan mereka juga sudah tahu jika kami pacaran.
Lagi pula mana aku punya keberanian membawa laki laki asing ke rumah jika ada mama dan papa. Bisa bisa di gantung hidup hidup aku sama papa.
"Apa sangat sakit???" Tanya Papa Aldo ketika melihat ku kesulitan menapakkan kaki kanan ku ke atas tanah.
Aku berpegangan erat pada daun pintu mobil sang sudah terbuka, hanya menumpukan kaki kiri ku saja di atas tanah. Sedangkan kami kanan ku sedikit ku angkat.
"Saya tidak tahu jika sesakit ini." Ucap ku menahan rasa nyeri ku coba menapakkan kaki kanan ku ini benar benar sakit.
"Itu akan membuat nya lebih parah." serunya.
Grep
Tanpa ku duga, Papa Aldo merengkuh ku ala bridal style. " Maaf biar saya bantu." Ucapnya.
Deg... Deg......Deg.....
Jantung ku kembali berdegup kencang. Ku lirik wajah papa Aldo yang tak menatap ku sama sekali. Wajah nya tetap datar.
Papa Aldo membawa ku sampai ke depan pintu. "Dimana kuncinya???" Tanyanya membuyarkan lamunan ku.
Aku gelagapan. "Ad - ada di dalam tas." Sahut ku gugup.
"Tolong turunkan aku!!!"
Papa Aldo segera menurunkan aku dari gendongan nya. Karena hanya bertumpu pada satu kaki, tubuh ku oleng. Aku hampir jatuh kalau saja papa Aldo tak sigap menahan tubuh ku. Merengkuh pinggang ku sangat erat.
Jantung ku kembali berdegup kencang. kamu terlalu dekat.
"Ambil kuncinya." Ucap Papa Aldo membuyarkan keterpanaan ku. Dia mengarahkan cahaya senter ponselnya ke arah tas ku dengan tangan kirinya. sedangkan tangan kanannya tetep berada di pinggang ku. Menahan tubuh ku agar tidak terjatuh.
Dengan sedikit gemetar aku membuka resleting tas ransel ku. Lalu mengambil kunci rumah.
"Pegang ini" Ujar Papa Aldo seraya menyerahkan ponselnya ke arah ku.
Aku tidak mengerti maksudnya tapi aku menurut saja.
Grep
Pap Aldo kembali merengkuh ku ala bridal style. "Buka pintu nya.!" Ucap nya.
Aku mengangguk mengerti. Segera aku masukkan kunci itu dan ku putar.
Klik
Papa Aldo mendorong daun pintu di depan nya dengan satu kaki nya. Lalu membawa ku masuk ke dalam ruang tamu yang sangat gelap gulita namun sedikit cahaya dari ponsel milik Papa Aldo.
"Dimana saklar lampu nya???" Tanyanya.
"Di...." Aku urung menunjukkan letak saklar lampu ketika ku dengar suara langkah kaki mendekat.
Itu pasti Aldo. Batinku.
Dengan cepat aku memeluk tubuh Papa Aldo, mengeksekusi rencana gila ku. Karena terkejut atas ulah ku , seketika tubuh papa Aldo oleng dan....
Brukkkk
Tubuh Papa Aldo jatuh ke lantai dengan aku yang ikut jatuh di atas tubuhnya.
Klik
Seketika ruang tamu terang benderang.
"AUREL!!!!!!"
Ku pikir rencana ku sudah sangat brilian. Aldo memergoki aku saat aku memeluk Papa Aldo, lalu dia marah. Mencaci maki, ngamuk ngamuk. Hatinya terluka dan merasa Ter khianati oleh papa tersayang nya itu. Skenario yang aku tulis seperti itu.
Tapi sayang nya, buka skenario ku yang berlaku malam ini. Tapi skenario Allah.
Sungguh Allah lah sebaik baik pemilik rencana.
Benar, aku kepergok. Tapi bukan oleh Aldo melainkan oleh Papa dan Mama ku. Mereka pulang lebih cepat dari perkiraan ku. Bahkan mendahului Aldo yang katanya sudah otw dari setengah jam yang lalu.
Cih, bahkan jarak rumah ku dan apartemen nya tak lebih dari 15 menit saja.
Semua rencana yang aku susun hancur berantakan. Usaha ku menjebak papa Aldo berakhir dengan hal yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya.
"Menikah???" mataku membulat sempurna demi mendengar keputusan papa. Jantung ku seolah berhenti berdetak.
Menikah dengan Papa Aldo??? Astaga, aku sedang kena karma apa ini???
Papa tak merespon keterkejutan ku. Beliau sama sekali tidak mau menatap ku. Aku tahu papa sedang sangat kecewa dengan ku.
Melihat anak perempuan nya berada di atas tubuh pria asing, apa ada yang lebih buruk dari itu???
"Anda yakin mengambil keputusan seperti ini untuk putri anda, Pak???" Suara Papa Aldo ku dengar, berusaha terdengar tetap tenang.
"Apa ada solusi yang lebih baik dari ini???" Papa balik bertanya, ada nada keputus asaan dalam suaranya.
"Kenapa??? Anda keberatan menikahi putri saya setelah Anda dan putri saya......"
Pa, Aurel tidak melakukan ap. ...."
"Diam kamu!!! Apa ini hasilnya kamu kuliah di luar kota??? Papa sudah sangat percaya dengan kamu, Kak. Tapi kamu sungguh mengecewakan Papa. Bisa bisanya kamu berdua an dengan pria di tempat gelap dan melakukan..... Andai papa tidak pulang lebih awal, kalian pasti sudah......" Papa mengusap wajahnya kasar.
Berkali kali ku dengar desisan papa mengucapkan istighfar.
Air mata ku meluruh deras. Hatiku terasa sangat sakit. Ini pertama kalinya papa membentak ku. Tapi, lebih dari itu, hatiku terasa nyeri karena telah membuat papa sangat kecewa. Mata papa terlihat sangat terluka. Dan itu karena AKU!!!!
Aku menundukkan dalam,. Mencengkram ujung kaos oversize yang aku gunakan.
"Jika Anda menginginkan saya bertanggung jawab terhadap yang anda yakini, baiklah. Saya akan menikahi putri Anda."
DEGH
"ya, lakukan itu " desis papa
"Tapi, sebelum nya. Tolong lihat saya dan bandingkan dengan putri Anda. Bahkan dia lebih cocok menjadi putri saya dari pada menjadi istri saya." Ucapnya.
"Apa Anda terikat dengan pernikahan???"
"Tidak."
"Itu, cukup, Nikahi putri saya sekarang juga!!!" Tegas Papa.
Aku sudah tidak sanggup mengatakan apapun, hanya bisa menangis dalam pelukan Mama.
Kebencian ku pada Aldo malah membuat aku jatuh ke kehancuran yang lain. Aku semakin punya alasan untuk membenci Aldo.
"Apa kamu menginginkan sesuatu sebagai mas kawin???" tanya Papa Aldo.
Aku bergeming. Tak berkeinginan sedikit pun menjawab pertanyaan nya.
"Izinkan saya bertanggung jawab dengan menikahi kamu malam ini. Setelah nya, kamu bisa mengajukan gugatan. Saya tidak akan mempersulit." Janjinya.
"Anda berniat menceraikan putri saya bahkan sebelum anda menikahi nya???" Papa menatap tajam laki laki yang baru saja mengucapkan kesanggupan nya untuk menikah dengan ku.
"Bukan seperti itu, saya tidak akan menceraikan putri Anda, Pak. Tapi jika seandainya putri Anda yang ingin berpisah, saya tidak akan menghalangi. Saya tau, bersama saya dia pasti kesulitan." tandas Papa Aldo.
"Itu konsekuensi yang harus dia terima akibat sudah berani membawa laki laki asing masuk ke rumah kami. Apalagi dalam situasi seperti itu." tandas Papa.
"Jika kamu memang darah Papa, Kak, Papa yakin, kamu tidak akan menyakiti Papa lebih dalam."
Aku langsung menjatuhkan tubuhku di depan Papa. Bersimpuh di depan nya.
"Lakukan, lakukan yang menurut Papa baik untuk Aurel, Aurel terima. Aurel ikhlas." Ujar ku di sela isak tangis ku.
*
Saya terima nikah dan kawinnya Aurel Naura Farzana binti Muhammad Iqbal dengan mas kawin tersebut di bayar tunai.
Aku tersentak hebat ketika kamar ku terbuka dari luar. Papa Aldo masuk ke dalam kamar tanpa mengatakan sepatah kata apapun.
Aku menegang. Padahal aku memang sudah tahu jika dia akan masuk kesini.
Tadi seusai ijab qobul, mama sudah menyuruh ku untuk membawa Papa Aldo masuk ke kamar ku. Tapi karena Papa Aldo masih ada sesuatu yang harus dibicarakan dengan asisten pribadinya, papa Aldo bilang akan menyusul ku setelah ini.
Tentang asisten Papa Aldo, entah lah, sepertinya wajah nya tak asing. Tapi akutak yakin pernah bertemu dimana.
Dia datang karena perintah Papa Aldo, membawa penghulu dan juga mahar untuk ku. Lima ratus juta, uang sekoper penuh itu diberikan papa Aldo kepada ku sebagai mahar yang tidak pernah aku minta. Tidak main main mahar yang dia berikan padaku.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!