Di sebuah desa kecil terpencil, dihuni mayoritas penduduk miskin, fenomena mengerikan terjadi. Langit menjadi gelap gulita, petir menggelegar mengiringi angin ribut yang dahsyat, membuat penduduk desa dilanda kepanikan.
Gigil ketakutan mencengkeram mereka. "Apa yang terjadi? Kenapa langit menjadi begitu menakutkan?" teriak seorang penduduk desa, suaranya nyaris tak terdengar di tengah deru angin.
"Lihatlah petir itu! Bukan hanya di desa kita, tapi menyebar hingga jutaan mil!" seru yang lain, menunjuk langit yang dipenuhi kilatan petir.
Jauh di tempat lain, di pusat kekuasaan galaksi, seorang pria tampan dengan aura yang begitu kuat berdiri megah.
Wajahnya rupawan namun dingin, matanya tajam dan dalam, memancarkan kewibawaan yang tak terbantahkan.
Tubuhnya tinggi tegap, dan di belakangnya berjajar orang-orang kuat, masing-masing memancarkan aura yang mampu membelah gunung dan membalikkan lautan.
Namun, mereka semua berlutut di hadapannya, menunjukkan statusnya yang sangat tinggi. Pria ini adalah pemimpin galaksi, seorang yang tak pernah kenal takut, namun kini hatinya bergetar, dipenuhi kegelisahan dan rasa takut yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.
Ia menatap langit, menyaksikan fenomena mengerikan yang sama seperti yang terjadi di desa terpencil itu. "Benar-benar petir yang menakutkan... langit seluruhnya tertutup Guntur," desahnya, suaranya berat dan penuh kekhawatiran.
Fenomena itu bukan hanya terjadi di satu galaksi, melainkan di seluruh penjuru galaksi. Para pemimpin sekte, klan kuno, bahkan penguasa galaksi lainnya gemetar ketakutan.
"Semoga ini bukan pertanda bencana," gumam mereka, hati dipenuhi kecemasan. Tak ada yang menghubungkannya dengan kelahiran seorang bayi istimewa.
Mustahil, pikir mereka, kelahiran seorang bayi bisa memicu fenomena dahsyat yang meliputi seluruh galaksi.
Kembali ke desa miskin itu, penduduknya dilanda kepanikan yang luar biasa. Banyak yang pingsan karena ketakutan yang amat sangat. Mereka hanyalah manusia biasa, bukan kultivator yang mampu mengendalikan kekuatan alam.
Di sebuah rumah sederhana, seorang wanita tengah berjuang melawan rasa sakit yang luar biasa saat melahirkan. "Aku tidak kuat lagi... kenapa anak kita tidak mau keluar?" jeritnya, tubuhnya basah kuyup oleh keringat dan darah.
Suaminya, dengan mata tajam dan dalam yang seolah mampu melihat seluruh dunia, hanya bisa menggenggam tangan istrinya, berdoa memohon keselamatan bagi mereka berdua.
Setelah perjuangan panjang dan penuh penderitaan, akhirnya sang bayi lahir dengan sempurna.
Ajaibnya, saat bayi itu lahir, petir yang menutupi langit menyusut, berkumpul membentuk wujud makhluk aneh: berkepala naga, tubuh seperti buaya, bersayap lebar yang menaungi dunia, bermata dua belas, dan tatapannya yang begitu menakutkan.
Para pemimpin terkuat di seluruh galaksi bersiap menghadapi serangan makhluk itu, namun tiba-tiba makhluk itu menghilang tanpa jejak.
"Aneh... apa yang sedang terjadi? Binatang apa itu? Dan ke mana ia pergi?" pertanyaan itu menggema di benak mereka, tak ada yang mampu memberikan jawaban.
Kembali ke desa kecil itu, saat bayi tersebut lahir, makhluk petir raksasa itu masuk ke dalam tubuhnya. Dan setelah itu, fenomena lain yang lebih mengejutkan terjadi: matahari, bulan, dan bintang-bintang bersinar bersamaan—fenomena yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah alam semesta.
Miliaran orang di seluruh galaksi tercengang, mulut mereka menganga tak percaya. "Sungguh fenomena yang sangat mengerikan! Kita menyaksikan sejarah yang akan menjadi legenda," seru mereka, suara mereka bercampur aduk dengan decak kagum dan rasa takut.
Namun, saat mereka masih terpesona, matahari, bulan, dan bintang-bintang bersinar dengan sangat terang, hingga mereka tak mampu membuka mata.
Bayi yang baru lahir itu memancarkan cahaya yang menyilaukan, menyerap semua cahaya yang menutupi dunia, hingga langit kembali normal seperti semula.
Di tengah hiruk pikuk dunia yang mendiskusikan fenomena tersebut, di rumah sederhana itu, sang ibu menatap bayi mungilnya dengan tatapan takjub dan penuh kekhawatiran.
"Sepertinya kita tidak bisa terus pensiun," katanya pada suaminya, suaranya bergetar. "Chen'er tidak ditakdirkan untuk menjadi manusia biasa." Ternyata, pasangan suami istri ini bukanlah orang biasa.
Keduanya adalah kultivator yang sangat kuat, kekuatan mereka tersembunyi dari penduduk desa, bahkan para kultivator kerajaan yang dianggap sebagai dewa oleh penduduk desa pun tak mengetahui identitas sebenarnya pasangan ini.
Ketika sang istri menyebutkan kata "pensiun", suaminya menghela napas panjang. "Ini takdir," jawabnya.
"Jika kita memaksa Chen'er untuk menjadi manusia biasa, kita benar-benar menganiaya dia. Dia harus menjadi kultivator. Aku sebagai ayah tidak bisa membiarkan anak kita biasa-biasa saja. Aku akan melihat garis keturunannya terlebih dahulu, sehingga aku bisa tahu sumber daya apa yang bisa berguna untuk Chen'er."
"Suami, tunggu," kata sang istri.
"Ada apa?"
"Anak kita belum diberi nama."
"Istriku, aku sudah memikirkannya."
"Apa nama anak kita?"
"Aku akan memberinya nama dari keluargaku. Apakah kamu keberatan?"
"Tentu saja tidak. Keluargamu sangat jauh, terpisah bukan hanya antara dinasti, tetapi antar galaksi. Itu sangat jauh, terpisah antara 5 galaksi dan miliaran bintang.
Seharusnya tidak ada yang curiga dengan nama Chen'er. Tapi jika diberi nama keluargaku, sangat berbahaya untuk Chen'er. Karena keluargaku masih di galaksi ini.
Ketika aku pergi, orang-orang mengetahui bahwa aku telah mati. Sehingga penguasa galaksi kita murka terhadap klanku, karena penguasa galaksi sudah melamarku. Sehingga mereka menghukum klanku meski tidak berlebihan. Namun jika penguasa tahu bahwa Chen'er adalah anakku, aku takut mereka akan membahayakan Chen'er."
"Hmm, aku mengerti, istriku. Jika aku tidak ingin keberadaanku ditemukan, aku sudah memusnahkan penguasa galaksimu.
Namun aku harus merahasiakan keberadaanku, jadi membuatmu menderita. Maaf, membuatmu harus mengikutiku dalam keadaan seperti ini."
"Suamiku, jangan bicara seperti itu. Bisa hidup bersamamu, itu hal yang paling bahagia dalam hidupku."
"Mu'er, terima kasih."
"Haha, suami, jangan berkata seperti itu. Jika dunia tahu aku adalah istrimu, mungkin jutaan wanita akan mengutukku." "Huh, kamu ini..." Suaminya tersenyum bahagia.
"Mu'er, nama anak kita Jhi Chen, apakah kamu menyukainya?"
"Suami, aku sangat menyukainya."
"Kalau begitu, aku akan menguji garis keturunannya sekarang." Dia membawa Jhi Chen ke sebuah formasi kuno, di dalamnya terdapat harta karun yang sangat tua. Jhi Chen diletakkan di atas harta karun itu.
Begitu bersentuhan, harta karun itu mulai retak, dan tak lama kemudian hancur menjadi debu, tak mampu menahan kekuatan garis darah Jhi Chen.
"Hah, garis keturunan yang begitu kuat! Sampai-sampai harta ini tidak bisa menanggungnya.
Padahal harta ini bisa menguji sampai raja suci, sampai harta ini pecah menjadi abu. Berarti garis darah Chen'er luar biasa. Bahkan di klan, hanya aku yang mempunyai garis keturunan raja suci. Chen'er benar-benar hebat."
"Suami, apa yang terjadi?"
"Mu'er, kamu tenang, tidak perlu khawatir. Harta ini tidak sanggup menanggung beban garis keturunan Chen'er. Aku akan menggunakan harta abadi, harta yang berasal dari alam surgawi, sehingga itu bisa menguji garis keturunan Chen'er. Aku ingin melihat tingkat kekuatan garis darah Chen'er."
Angin malam berbisik di antara reruntuhan candi kuno, membawa aroma tanah dan rempah-rempah dari desa terpencil di kaki Gunung Salke.
Di tengah reruntuhan itu, Jhi Chen, bayi mungil bermata bak obsidian, terbaring tenang di atas formasi kristal segi lima. Kristal itu, berdenyut dengan cahaya biru kehijauan yang misterius, bukanlah batu biasa.
Ini adalah harta karun dari Era Abadi, ditemukan di Alam Surgawi, tempat yang hanya didengar dalam legenda. Ukiran naga yang rumit menghiasi permukaan kristal, berkelap-kelip bagai bintang-bintang yang hidup.
Jhi Tian, ayahnya, seorang kultivator yang kekuatannya telah melampaui batas Dewa Sejati, mengamati dengan hati yang berdebar. Pengujian ini akan menentukan takdir anaknya.
Jhi Tian telah berkelana ke penjuru alam semesta, menghadapi makhluk-makhluk mengerikan dan tantangan yang tak terbayangkan, untuk mencapai kekuatannya yang luar biasa.
Namun, pengujian ini terasa berbeda. Ini bukan hanya tentang kekuatan, tetapi tentang sebuah warisan, sebuah garis keturunan yang mungkin mengubah keseimbangan kekuatan di sembilan galaksi.
Saat kristal menyentuh kulit halus Jhi Chen, cahaya biru kehijauan meledak, menyilaukan mata. Bukan cahaya biasa, tetapi energi murni yang berdenyut dengan kekuatan kosmik.
Jhi Tian terkesima. Cahaya ini lebih terang, lebih lama, dan lebih intens daripada yang pernah disaksikannya selama petualangannya yang panjang dan berbahaya di Alam Surgawi. Namun, keajaiban itu singkat.
Energi yang luar biasa itu, tak terkendali, mulai mencabik-cabik kristal. Kristal itu bergetar, retak, dan akhirnya hancur berkeping-keping, berserakan seperti debu bintang.
Kekuatan yang dipancarkannya begitu dahsyat, hingga formasi kuno di sekitarnya pun ikut runtuh, tercabik-cabik bagai kertas yang robek oleh angin puyuh.
Getaran dahsyat mengguncang desa, menjalar bagai gelombang kejut yang tak terhentikan. Rumah-rumah bergetar, tanah bergemuruh. Di Istana Naga, pusat kekuatan Dinasti Naga, para bangsawan terhuyung, cangkir teh mereka berjatuhan.
"Gempa bumi?" bisik salah seorang, suaranya gemetar. Namun, Long San, leluhur dinasti yang disegani, merasakan sesuatu yang jauh lebih dari sekadar gempa bumi.
Ia merasakan kekuatan yang luar biasa, kekuatan yang akan mengubah keseimbangan kekuatan di sembilan galaksi. Wajahnya, biasanya tenang dan berwibawa, menunjukkan kekhawatiran yang dalam.
Ia mengangkat tangannya, menghentikan kekacauan yang mulai merebak. Hening mencekam, hanya suara angin dan detak jantung yang berdebar kencang terdengar. Seketika, Long San berseru dengan suara berat, "Long Shi, laporkan!"
Long Shi, jenderal yang disegani—Iblis Medan Perang—muncul dengan langkah tenang namun tegas. Mata tajamnya, yang telah menyaksikan ribuan kematian di medan pertempuran, kini dipenuhi kekhawatiran.
"Lord Leluhur, getaran berasal dari arah selatan, kekuatannya… luar biasa. Tampaknya bukan fenomena alam biasa. Kekuatannya… terasa… sangat asing." Suaranya berat, bernada waspada. Ia telah mencium bau sesuatu yang jauh lebih besar dari sekadar bencana alam.
"Ada kemungkinan besar ini ulah manusia," tebak Long San, suaranya bergema di ruangan itu. Ia merasakan kekuatan yang luar biasa, kekuatan yang mungkin akan mengubah takdir dinasti mereka. "Jika demikian, temukan dia. Jika dia bukan ancaman, bawalah ke istana.
Namun, jika dia musuh… singkirkan dia sebelum dia menjadi ancaman bagi dinasti ini. Tetapi, jika dia adalah salah satu dari kita... kita harus berteman dengannya. Jangan sampai kita menciptakan musuh yang mampu menghancurkan kita. Kehati-hatian adalah yang terpenting saat ini." Long Shi mengangguk, dan melesat ke langit, menghilang dalam sekejap.
———
Di rumah Jhi Chen, yang terletak di lereng Gunung Salke yang misterius, Mu'er, istri Jhi Tian, memeluk Jhi Chen yang tertidur lelap. Wajahnya khawatir, tangannya gemetar. "Suami, apa yang terjadi?"
Jhi Tian memeluk Mu'er erat, air mata membasahi pipinya. "Mu'er, Chen'er... anak kita... luar biasa. Bahkan harta abadi dari alam surgawi pun tak mampu menahan kekuatan garis darahnya. Kekuatan itu… melebihi apa yang pernah ku bayangkan. Ini adalah sebuah warisan, Mu'er, warisan yang mungkin akan mengubah segalanya." Suaranya bergetar, dipenuhi kebanggaan dan ketakutan.
Mu'er terisak, hatinya dipenuhi kebanggaan dan ketakutan yang sama. "Suami, bolehkah aku bertanya? Kau terus menyebut alam surgawi..."
Jhi Tian menarik napas panjang, menatap langit dengan tatapan jauh, mengingat petualangannya yang berbahaya di Alam Surgawi.
"Mu'er, sembilan galaksi yang kita kenal hanyalah setitik debu dalam alam semesta. Ada alam lain, jauh lebih luas dan lebih kuat… Alam Surgawi. Aku pernah ke sana. Aku telah melihat jutaan dunia, kultivator dengan kekuatan yang tak terbayangkan.
Aku bahkan mencuri harta dari salah satu dunia terkuat di sana, dan hampir mati karena itu. Disana, aku juga menemukan rahasia tentang dunia kita, rahasia yang tersembunyi di Gunung Salke, tempat kita tinggal sekarang. Gunung Salke bukanlah gunung biasa, Mu'er. Gunung itu… melindungi kita."
Jhi Tian menjelaskan petualangannya, bahaya yang dihadapinya, kekuatan yang tak terbayangkan, dan rahasia Gunung Salke yang melindungi desa mereka. Ia bercerita tentang penjaga gerbang di Alam Surgawi, dewa-dewa yang kekuatannya bahkan melebihi Dewa Sejati di dunia mereka.
Ia bercerita tentang penyesalannya mencuri harta karun itu dan bagaimana ia hampir kehilangan nyawanya karena kekuatan yang ia curi. Ia menjelaskan tentang bagaimana ia menggunakan harta yang tersisa untuk menyembunyikan keberadaannya dan keluarganya dari Alam Surgawi.
Jhi Tian, manusia terkuat di dunia, matanya memerah, hampir meneteskan air mata mendengar ucapan istrinya. Dengan lembut, ia membelai rambut Mu'er. "Mu'er, terima kasih..." bisiknya, suaranya bergetar.
Mu'er tersenyum getir, air mata membasahi pipinya. "Suamiku, setelah sekian lama kita bersama, baru sekarang aku tahu seberapa tinggi kultivasimu. Aku merasa malu... Dengan kultivasi tingkat 3 ranah Dewa Sejati, aku merasa bangga, merasa pantas untukmu. Aku mengira kau hanya berada di puncak Dewa Sejati. Tapi sekarang... aku hanya katak di dasar sumur, tak menyadari betapa luasnya dunia ini."
Jhi Tian tertawa kecil, menghapus air mata istrinya. "Istriku, omong kosong apa yang kau ucapkan? Aku mencintaimu tulus, kultivasimu tak pernah menjadi ukurannya."
Mu'er tersenyum, air matanya kini bercampur dengan tawa. "Mungkin aku wanita paling beruntung di dunia ini, bisa mendapatkan cinta seorang dewa yang begitu kuat."
Jhi Tian menggenggam tangan Mu'er erat. "Cukup bercandamu. Garis darahku, Garis Darah Petir Ilahi, memiliki tingkatan: biasa, menengah, atas, Jenderal Ilahi, Raja Suci, Kaisar Suci, dan Dewa Leluhur Suci. Chen'er mewarisi garis darah ini, tetapi kekuatannya… melampaui semua tingkatan itu.
Bahkan harta itu pun hancur saat mencoba mengukurnya. Dia juga mewarisi Tubuh Surgawi Bulan darimu, dan empat dentian! Petir Ilahi, Matahari Suci, Bintang Suci, dan Tubuh Surgawi Bulan. Ini… benar-benar garis darah yang mengerikan, Mu'er. Kau tahu sekarang betapa menakjubkannya garis darah Chen'er?" Suaranya bergetar.
"Suami, kenapa Chen’er memiliki begitu banyak garis darah yang diwarisi? Garis darah petir ilahi dan tubuh surgawi bulan, itu masuk akal, karena diwarisi dari garis keturunanmu dan keturunanku. Namun, ini…,”
Mu Xiao’er, ibu Chen’er, terdiam, matanya berkaca-kaca. Air matanya bukan air mata kesedihan, melainkan air mata takjub yang bercampur kebingungan.
“Mungkin Chen’er ditakdirkan untuk memperbaiki dunia ini. Mu’er, coba kau lihat kultivasi Chen’er…” Suaranya bergetar, menahan gelombang emosi yang mengguncang hatinya.
Mu Xiao’er mendekati Chen’er, yang tertidur pulas dalam buaiannya, wajahnya yang mungil tampak damai. Biasanya, dengan kultivasinya yang luar biasa, ia bisa mendeteksi kultivasi siapa pun dari kejauhan—sebuah kemampuan yang telah diasahnya selama berabad-abad.
Namun, karena Chen’er adalah anaknya, ia sangat berhati-hati, mendekatinya dengan lembut, seolah takut membangunkan malaikat kecilnya. Begitu ia merasakan kultivasi putranya, sebuah gelombang kejutan yang dahsyat menghempas dirinya.
Keterkejutannya melampaui penemuan garis darahnya yang luar biasa. Garis darah mungkin sesuatu yang tak terduga, sebuah misteri yang terselubung, tetapi kultivasi Chen’er… itu sesuatu yang ia pahami, sesuatu yang mengguncang fondasi pemahamannya tentang dunia kultivasi.
“Aku sungguh tak menyangka, bayi yang baru lahir memiliki kultivasi setinggi ini! Baru lahir, tetapi sudah mencapai tingkat 2 Leluhur Bela Diri!” suara Mu Xiao’er bergetar tak percaya,
sebuah bisikan yang terbawa angin malam.
Rambutnya yang putih berkilauan di bawah cahaya bulan, seakan mencerminkan keterkejutan yang mendalam dalam hatinya.
“Sekarang kau tahu kenapa aku bilang Chen’er ditakdirkan untuk merenovasi dunia ini! Ketika aku lahir, aku hanya Peringkat 1 Kaisar Bela Diri, dan sudah dianggap jenius yang tak tertandingi waktu itu."
“Suami, apakah kau akan membimbing Chen’er secara langsung?” tanya Mu Xiao’er, matanya menatap suaminya dengan penuh harap dan kekhawatiran.
Jhi Tian, yang berdiri di sampingnya, tangannya terulur lembut menyentuh rambut putranya, menjawab dengan suara tenang namun tegas, “Tidak. Biarkan Chen’er tumbuh sendiri, namun aku akan mewariskan teknik kultivasi-ku, ‘Serangan Petir Ilahi’.
Mungkin Chen’er bisa mengetahui kedalaman teknik itu, melampaui bahkan pencapaianku sendiri. Tetapi aku juga akan memasukkan harta untuk menyembunyikan kultivasi Chen’er, agar tidak membuat kegaduhan di dunia ini. Dunia ini belum siap untuk menerima kekuatan yang dimilikinya.” Ia menatap putranya dengan tatapan penuh cinta dan kekhawatiran.
“Memang. Kalau tidak disembunyikan dan orang-orang tahu, itu bisa menjadi keributan yang tidak diperlukan. Penguasa kerajaan ini hanya Raja Bela Diri Peringkat 5, penguasa dinasti Peringkat 9, dan Leluhur Dinasti ini pun hanya Kaisar Bela Diri Peringkat 3,” Mu Xiao’er setuju, suaranya masih bergetar.
“Jika mereka tahu bayi yang baru lahir sudah Peringkat 2 Leluhur Bela Diri, mungkin mereka akan muntah darah karena menghabiskan usia dengan sia-sia!” Ia tersenyum getir, membayangkan reaksi para penguasa dunia jika mereka mengetahui rahasia Chen’er.
“Suami, apa rencanamu sekarang?” Mu Xiao’er bertanya, matanya menatap suaminya dengan penuh kepercayaan.
“Istriku, aku akan mencoba menguraikan misteri Gunung Salke. Di sana, aku berharap menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang menghantui ku.
Sedangkan untuk Chen’er, aku akan menyerahkannya kepadamu. Jalani saja kehidupan seperti biasa. Di balik kebahagiaanku untuk Chen’er, aku juga mencemaskannya. Karena aku tidak tahu seperti apa Chen’er kelak… Apakah dia akan menjadi penyelamat dunia ini, atau bencana? Aku benar-benar tidak ingin hal itu terjadi,”
Jhi Tian menjawab, suaranya dipenuhi dengan kekhawatiran yang mendalam. Ia mencium kening istrinya, memberikan kekuatan dan ketenangan.
“Suami, kau tak perlu mengkhawatirkannya. Chen’er pasti anak baik. Karena Chen’er adalah anak Jhi Tian dan Mu Xiao’er, dia pasti mewarisi karakter orang tuanya,” Mu Xiao’er berkata, suaranya penuh keyakinan. Ia memeluk erat putranya, seakan ingin melindungi seluruh dunia dari ancaman yang mungkin datang.
“Aku berharap seperti itu… Istriku, aku sudah menyembunyikan kultivasi Chen’er. Aku akan pergi sekarang. Jika ada hal yang tak bisa kau selesaikan, hancurkan jimat ini. Ingat, jangan menanggung sesuatu yang tak bisa kau tanggung,” Jhi Tian berkata, memberikan jimat kecil kepada istrinya. Ia menatap istrinya dan putranya untuk terakhir kalinya sebelum menghilang.
“Suami, percayalah, aku akan baik-baik saja. Siapa yang bisa menakutiku di galaksi ini? Kultivasi-ku setara dengan penguasa galaksi ini, dan aku yakin jika kita bertarung, aku masih percaya diri bisa mengalahkannya sepenuhnya!” Mu Xiao’er berkata dengan penuh keyakinan, suaranya bergema di ruangan itu. Ia tersenyum, sebuah senyuman yang penuh kekuatan dan cinta.
Tiga tahun kemudian…
Chen’er, yang kini berusia tiga tahun, sedang mengambil air di sungai yang mengalir tenang di dekat rumahnya. Air sungai yang jernih memantulkan langit biru yang cerah. Namun, ketenangan itu tiba-tiba terusik oleh teriakan minta tolong yang lemah.
Chen’er, dengan rasa ingin tahu anak kecil, mendekati sumber suara. Di sana, ia melihat seorang kakek tua yang terluka parah, dikepung oleh segerombolan monster air yang mengerikan. Monster-monster itu, dengan mata merah menyala dan taring tajam, siap menerkam lelaki tua yang tak berdaya itu.
Air sungai yang tadinya jernih, kini berubah menjadi merah kehitaman karena darah yang bercampur dengan air.
Kemarahan meledak dalam hati Chen’er, meskipun ia masih kecil. Ia tak bisa membiarkan lelaki tua itu mati. Tatapannya yang biasanya biru safir, tiba-tiba berubah menjadi emas menyilaukan, memancarkan cahaya yang sangat kuat.
Seketika, monster-monster itu meledak menjadi abu dan darah yang menguap, meninggalkan keheningan yang menakutkan. Lelaki tua itu tercengang, tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.
Ia mencari-cari, tak menemukan siapa pun yang menolongnya selain bocah kecil yang berdiri tegap di depannya.
Lelaki tua itu terpaku, matanya tak percaya menatap Chen’er. Ia menggunakan kemampuan khususnya, sebuah teknik penglihatan yang mampu mendeteksi aura dan kekuatan seseorang,
namun tak menemukan keanehan pada Chen’er yang kini kembali ke penampilan normalnya, seorang anak kecil berusia tiga tahun dengan mata biru safir yang jernih.
Chen’er mendekati lelaki tua itu, langkahnya kecil namun mantap. “Senior, apa kau baik-baik saja? Kenapa monster air menyerangmu?” Suaranya polos, namun di balik itu tersimpan kekuatan yang luar biasa.
Lelaki tua itu masih gemetar, luka-lukanya masih terasa perih. Ia masih tak percaya bahwa bocah kecil ini telah menyelamatkan nyawanya dari cengkeraman monster-monster mengerikan itu. Chen’er, dengan kecerdasannya yang melampaui usianya,
menciptakan cerita tentang bola kecil pemberian seorang senior berjubah putih yang bisa mengusir monster. Cerita itu sederhana, namun masuk akal, dan lelaki tua itu, yang kelelahan dan terluka parah, tak mempertanyakannya lagi.
“Senior, memang aku yang membunuh monster-monster itu,” kata Chen’er, “Namun aku hanya melemparkan bola kecil ini. Ketika aku mengambil air sungai untuk keperluan keluargaku, ada senior berjubah putih lewat dan memberikan bola kecil ini.
Dia berkata, jangan mengunjungi sungai ini, itu berbahaya, banyak monster yang berkeliaran. Ketika kamu menemukan monster, kamu lemparkan saja bola itu.” Chen’er menunjukkan sebuah bola kecil yang berkilauan di tangannya, bola itu tampak biasa saja, namun memancarkan aura yang misterius.
“Namun, setelah aku sering ke sungai ini, aku tidak pernah bertemu dengan monster yang disebutkan senior berjubah putih itu, jadi aku hanya menggunakan bola ini untuk bermain… Hehe, ternyata bola ini bisa mengusir monster-monster itu untuk menghilang,” Chen’er melanjutkan ceritanya dengan polos, matanya yang biru safir bersinar ceria.
Lelaki tua itu masih ragu, namun alasan Chen’er masuk akal, dan ia terlalu lemah untuk mempertanyakannya lebih lanjut. Luka-lukanya sangat parah, dan ia membutuhkan pertolongan segera.
“Senior, jangan banyak bergerak, aku akan membantumu,” kata Chen’er, suaranya kecil namun penuh tekad. Dengan kekuatan yang tak terduga untuk anak seusianya, Chen’er menggendong lelaki tua itu, langkahnya ringan dan cepat, mengarungi hutan menuju tempat yang ia ketahui terdapat tanaman obat.
Ketika lelaki tua itu berada di gendongan Chen’er, ia kembali terkejut. Ia tidak percaya bocah kecil ini bisa menggendongnya dengan mudah. Yang lebih membuatnya terpana adalah kecepatan dan kelincahan Chen’er saat berjalan di antara pepohonan. Chen’er tampak seperti rusa kecil yang lincah, menghindari ranting dan batu dengan mudah.
Lelaki tua itu, dengan kemampuan khusus yang dimilikinya, mengamati tubuh Chen’er. Ia menggunakan teknik mata khusus yang telah ia kuasai selama bertahun-tahun, namun ia tetap takjub dengan apa yang dilihatnya.
Walau belum ada Qi sedikit pun, dan belum ada tingkat apapun dalam kultivasinya, dua belas titik meridian Chen’er sudah terbuka! Sesuatu yang tak pernah ia temui sebelumnya dalam dunia bela diri yang luas.
Bahkan orang dewasa pun harus membayar harga yang sangat mahal untuk membuka dua belas titik meridian, karena itu adalah proses yang sangat menyakitkan. Ia yakin bahwa bocah kecil ini tidak membuka dua belas titik meridiannya dengan sendirinya. Itu pasti terbuka dengan sendirinya, sebuah keajaiban yang melampaui pemahamannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!