Brug!
Seorang laki-laki yang terlihat seperti mahasiswa, menyenggol seorang wanita cantik. Mereka berjalan terburu-buru, hingga tidak memperhatikan jalan di sekitar.
"Kalau jalan hati-hati, dong!" bentak laki-laki itu.
Ia menatap tidak suka kepada perempuan yang ada di hadapannya. Rasa kesal mulai memenuhi ubun-ubun dan serasa ingin meledak. Karena sudah terlambat, ia memilih pergi tanpa membantu ataupun meminta maaf.
Sementara wanita yang sudah ia tabrak tadi hanya melotot mendengar ucapan sarkas yang juga membuatnya ingin marah.
Dasar mahasiswa tidak tau sopan santun! Lihat saja nanti, jika kau bertemu denganku di kelas!. Batin wanita cantik itu kesal.
Dia adalah Hanum Salsabila, dosen cantik yang menjadi idola di kampus ternama di kota besar itu. Selain menjadi dosen mahasiswa S1, ia juga merangkap menjadi asisten dosen untuk mengajar pada program S2. Bahkan kini ia sudah menyelesaikan program doktornya dalam waktu singkat.
Hari yang begitu panas ditambah dengan kejadian barusan, membuatnya begitu kesal. Namun sebisa mungkin ia menenangkan diri, karena ia akan bertemu dengan mahasiswa dalam jumlah yang banyak. Tidak mungkin, jika mereka harus menjadi pelampiasan amaranya ketika berada di kelas nanti.
Karena kejadian itu, membuatnya sedikit terlambat untuk masuk ke dalam kelas. Ia merasa tidak enak kepada mahasiswanya yang sudah memulai berdiskusi di kelas.
Namun pandangannya terganggu ketika melihat seorang laki-laki yang masih ia ingat. Mata mereka beradu pandang dan terkejut satu sama lain.
Kena kau, dasar mahasiswa tidak beretika!. Batin Hanum kesal.
Ia segera mengalihkan pandangannya, begitu juga dengan pria tampan yang sudah terlihat pucat itu.
Mampus, ternyata dia dosen?!. Batinnya terkejut.
Ia adalah Ravindra Adhitama, CEO perusahaan besar di kota itu. Kecintaannya terhadap ilmu, membuat Tama masih ingin menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi.
Hari pertama ia kembali ke kampus sebagai mahasiswa semester 3 setelah libur panjang, menjadi pengalaman buruk yang harus ia alami ketika tanpa sengaja menabrak sang ibu dosen yang kini tengah tersenyum penuh arti ke arahnya.
Ia mulai merasa cemas, memikirkan kemungkinan terburuk, jika Hanum akan menggagalkan mata kuliahnya semester ini.
Sungguh ia merasa ingin menghilang dan mengulang kejadian beberapa menit yang lalu. Harapan tamat tepat waktu hilang begitu saja.
"Eh, lo kenapa?" bisik seorang mahasiswa yang melihat perubahan wajah Tama.
"Hmm? tidak," ucap Pria tampan yang akrab di sapa Tama itu.
"Lo kelihatan pucat dan berkeringat!" ucapnya lagi.
"Oh, hanya kelelahan saja. Gua, gak papa," ucap Tama tersenyum sambil mengusap keningnya yang sudah basah.
Diskusi masih berlanjut, Tama menjadi tidak fokus mendengar materi hari ini. Ia hanya memikirkan bagaimana cara meminta maaf kepada ibu dosen yang sudah ia bentak tadi.
Hanum hanya menggeleng pelan dan kembali fokus tanpa menghiraukan keadaan Tama yang terlihat seperti mayat hidup duduk di kursinya.
Hingga pelajaran selesai, Hanum keluar dari ruangan terlebih dahulu, karena ia masih memiliki jadwal setelah ini. Ia berjalan dengan cepat sambil membawa tugas mahasiswa yang cukup banyak.
Sementara Tama, mengekorinya sambil menyusun kata-kata. Lidahnya seolah kelu untuk memanggil dosen cantik itu.
"Permisi, Bu," ucap Tama memberanikan diri.
Hanum menoleh tanpa menghentikan langkahnya. "Ada apa? Eh, kamu yang tadi nabrak saya, 'kan?" ucapnya dengan wajah kesal.
"Iya, Bu. Saya minta maaf karena sudah menabrak ibu tadi," ucap Tama yang berjalan di samping Hanum.
Wanita cantik itu hanya menghela nafas. "Jika seperti ini cara anda meminta maaf, attitude anda perlu diperbaiki!" ucap Hanum sambil masuk ke dalam kelas dan memulai perkuliahan sore hari itu.
Bukan ingin mengacuhkan Tama, tapi waktu yang singkat dan ia merasa tidak pantas juga memarahi pria tampan itu di depan umum.
Astaga, sombong sekali wanita ini. Apa karena dia dosen, jadi bisa bertingkah semena-mena terhadap mahasiswa? Dia bukan mengajar mahasiswa S1 lagi. Batinnya ikut kesal.
Ia memilih untuk pergi karena ada pertemuan yang harus di hadiri karena menyangkut kemajuan perusahaannya, nanti.
Sebelum pergi, Tama menatap wajah dosen itu dan mengingat namanya, agar ia tidak kesulitan untuk mencari tau dan juga meminta maaf nanti
Sementara Hanum hanya menggeleng melihat tingkah Tama. Ia ingin mahasiswanya belajar bagaimana cara menghargai orang lain, tanpa memandang status mereka.
Tama berjalan dengan cepat karena harus segera sampai di restoran yang sudah di reserve untuk melaksanakan rapat sore hari ini.
Namun dering ponsel mengalihkan perhatiannya. Ia melihat sang ayah tengah menelfon. Dengan malas, ia mengangkat panggilan itu, karena pasti ia akan bertanya tentang perusahaan dan juga pernikahan.
"Nak, ini Mommy. Nanti malam, pulang ke rumah ya! Mommy sudah sangat rindu sama kamu," ucap Alifiya sang ibunda Tama.
"Iya, Mom. Nanti aku pulang," ucap Tama tersenyum tipis.
"Mommy tunggu, Sayang. Jangan lupa pakai baju batik, karena nanti ada tamu yang datang," ucap Alifiya dan langsung mematikan sambungan panggilan itu.
Tama mengernyit bingung dengan permintaan sang ibunda. Ia merasa ada yang tidak beres kali ini. Namun mau tidak mau, harus ia lakukan agar tidak memancing amarah sang ibunda. Selepas meeting nanti ia memutuskan untuk langsung pulang ke rumah utama.
🥕🥕
Malam menjelang di rumah Hanum, wanita cantik itu sedang duduk berhadapan dengan sang ibunda. Wajahnya terlihat murung dan tidak bersemangat.
"Tapi, Bunda. Hanum tidak mau dijodohkan, apa lagi aku tidak mengenalnya!" ucap Hanum lirih.
"Sayang, ini wasiat mendiang kakek kamu. Maafkan bunda karena tidak bisa berbuat banyak. Kamu tau sendiri ayah bagaimana," ucap Nafisa merasa iba dengan putri semata wayangnya itu.
"Aku belum siap, Bunda," ucap Hanum lirih dengan mata yang berkaca-kaca.
"Nanti bunda bantu ngomong sama ayah ya, Nak. Sekarang, bersiaplah untuk menemui keluarga rekan kerja ayah nanti!" ucap Nafisa memaksakan senyumannya.
Hanum hanya pasrah ketika sang ayah sudah berbicara. Karena ia tau resiko yang akan ia hadapi ketika perintah itu di tentang.
Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan? Aku sungguh belum siap menjadi istri dan mengurus suami, apa lagi hamil dan memiliki anak. Mungkinkah aku bisa?. Batin Hanum.
Hanum berulang kali menghela nafas agar bisa meredakan sesak yang kini memenuhi relung hatinya. Dijodohkan, mendadak dan ia tidak mendapatkan pilihan antara mau atau tidak.
Kini ia hanya bisa pasrah dan segera bersiap untuk pergi. Nafisa sengaja memanggil make up artis untuk mendandani Hanum agar terlihat semakin cantik malam ini.
Hingga semua selesai, mereka segera berangkat menuju rumah calon suami yang sama sekali belum ia kenal.
Sepanjang perjalanan, hanya keterdiaman yang menemani perjalanan mereka. Apa lagi Hanum yang berusaha untuk mempersiapkan diri, menerima apa pun yang terjadi nanti
Semoga saja dia juga tidak setuju. Sehingga perjodohan ini bisa batal dengan sendirinya. Batin Hanum sedih.
"Ayo turun, Sayang!" ucap Halim ketika mereka sampai di halaman rumah rekan kerjanya.
Ia tau, jika sang putri terlihat sedih dan murung sedari tadi. Sungguh ia merasa tidak tega, namun ini harus ia lakukan karena satu dan lain hal.
"Ayah harap, kamu bisa mengenalnya terlebih dahulu. Ayah sudah memastikan jika dia laki-laki yang baik dan bertanggungjawab. Makanya ayah dengan berat hati mengiyakan perjanjian ini, Sayang," ucap Halim.
Hanum hanya mengangguk pasrah. Ia tidak ingin mengeluarkan sepatah kata pun, karena nanti pasti ia akan menangis. Nafisa hanya terdiam dan kembali menghela nafas, sungguh ia tidak tega melihat wajah Hanum.
"Tersenyumlah di depan mereka, Nak. Ayah yakin, mereka bukan orang jahat!" ucap Halim mengusap kepala Hanum dan mengecupnya dengan lembut.
"Iya, Ayah," ucap wanita cantik itu memaksakan senyumnya.
Tuhan, semoga apa yang dikatakan oleh ayah memang bernar adanya. Batin Hanum penuh harap.
Pandangannya teralihkan ketika mendengar suara pintu terbuka.
"Hai, selamat datang! Silahkan masuk!" ucap Alifiya sang pemilik rumah ketika membuka pintu.
"Hai, terima kasih, Jeng. Apa kabar?" tanya Nafisa memeluk sahabatnya itu.
"Baik, aku baik. Kamu apa kabar?" tanya Alifiya.
Mereka berbasa basi sebentar dan langsung berjalan menuju meja makan. Begitu juga dengan para bapak yang langsung membahas tentang pekerjaan.
"Mbak, tolong panggilkan Tama!" ucap Alifiya.
Asisten rumah tangga itu mengangguk dan langsung pergi memanggil tuan muda keluarga Aditama.
"Hanum sekarang sudah besar, ya. Cantik banget kamu, Sayang! Dulu, Mommy lihat kamu masih kecil-kecil dan imut banget!" ucap Alifiya begitu terpesona dengan penampilan Hanum yang sangat cantik.
"Terima kasih, tante juga cantik," ucap Hanum tersenyum manis.
Suasana hangat langsung tercipta antara dua keluarga itu. Hingga kedatangan seseorang membuat fokus mereka teralihkan.
"Selamat malam!" sapa seorang laki-laki
"Malam, Nak. Sini duduk!" ucap Alifiya menepuk kursi di sampingnya agar sang putra bisa langsung berhadapan dengan Hanum.
Sementara Wanita cantik itu hanya menunduk dan tidak berani mengangkat kepalanya.
"Hanum, kenalkan ini putra semata wayang tante, Ravindra Aditama," ucap Alifiya tersenyum. "Tama, ini Hanum Salsabila. Anak tante Nafisa," sambungnya memperkenalkan mereka.
Hanum dan Tama sama-sama menoleh. Mereka terkejut dengan mata yang membulat sempurna.
"Saudara!" ucap Hanum spontan.
"I-ibu! Se-selamat malam," ucap Tama tidak percaya.
"Ah, kalian sudah saling kenal ya? Bagus kalau begitu," ucap Alifiya bertepuk tangan.
Apa dia calon suami yang ayah bilang baik dan bertanggung jawab? Astaga, aku tidak percaya dengan itu semua, setelah kejadian tadi. Batin Hanum menggeleng pelan.
Tama merasa tidak enak bertemu dengan dosen cantik yang ia bentak tadi siang. Sungguh ia merasa malu dan mulai menerka apa yang akan terjadi selanjutnya.
Pasti ada udang dibali bakwan setelah ini. Tama sesekali mencuri pandang kepada Hanum yang terlihat begitu cantik malam ini.
Makan malam itu berjalan dengan tenang. Hingga selesai, mereka segera pergi ke ruang tamu untuk membicarakan rencana perjodohan antara Tama dan juga Hanum.
"Tidak, Dad. Aku tidak mau menikah dengan cara perjodohan seperti ini!" ucap Tama tidak percaya.
"Tama, duduk!" ucap Pasya tegas.
Pria tampan itu langsung duduk dengan wajah kesal. Nafasnya mulai menderu, ia menatap Hanum yang tidak melakukan penolakan sedikit pun. Wanita cantik itu hanya menghela nafas dan menunduk.
Sial! Apa dia tidak menolak perjodohan ini? Apa dia menginginkannya? Argh! Lihat saja nanti apa yang bisa aku lakukan untuk membuatnya mengemis membatalkan perjodohan ini!. Batin Tama.
"Mau tidak mau, kalian harus menikah satu minggu lagi. Semuanya sudah Daddy atur dengan baik. Jangan mengecewakan kakek kalian yang sudah berkerja keras hingga akhir hayatnya!" ucap Pasya tegas.
Hanum dan Tama membulatkan mata. Mereka merasa sangat tidak percaya dengan keputusan pada orang tua yang sangat mendadak seperti ini.
"Maaf sebelumnya, Om. Ini terlalu terburu-buru, bahkan kami tidak saling mengenal satu sama lain. Apa kami tidak mendapatkan pilihan untuk menolak atau menerima?" ucap Hanum yang benar-benar ingin menangis saat ini.
Aku pikir dia akan diam saja menerima perjodohan ini. Batin Tama.
"Umur kalian sudah berapa? Hanum sudah 27 tahun, kamu juga sama, Tama. Kalau mau kenalan, masih ada waktu 1 minggu lagi. Kan lebih bagus kalau sudah menikah, kalian bebas mau berbuat apa. Aneh banget, dikasih enak malah gak mau," ucap Pasya menggeleng.
"Tapi, Om!" ucap Hanum.
"Sudah, Nak! Kalian tidak memiliki pilihan mau atau tidak. Jangan sampai, Ayah memajukan pernikahan kalian menjadi besok!" ucap Halim tegas.
Hanum semakin terdiam, hilang sudah harapannya untuk membatalkan perjodohan ini. Sementara Tama sudah terlihat sangat kesal karena tidak bisa berkutik jika sang ayah sudah berbicara tegas.
"Nah, lebih baik kamu ajak calon istrimu ke taman belakang biar bisa mengobrol dan kenalan!" ucap Alifiya tersenyum.
Tama menatap Hanum dan memberikan kode agar mengikutinya ke taman belakang. Gadis itu hanya menghela nafas dan berpamitan untuk pergi.
"Pokoknya kita harus mencari cara untuk membatalkan pernikahan ini!" ucap Tama ketika berada di taman belakang.
Hanum hanya terdiam dengan wajah datar. Ia duduk di gazebo dan menatap rerumputan dengan pikiran yang sedang bekerja keras.
"Ibu dengar saya atau tidak? Kita sama-sama tidak menginginkan pernikahan ini, kita harus mencari cara untuk membatalkannya!" ucap Tama kesal.
"Kamu terlalu banyak bicara! Coba saja sendiri kalau kamu ingin membatalkannya!" ucap Hanum ketus.
Tama membulatkan mata mendengar jawaban dari Hanum. Baru kali ini ada perempuan yang berani berkata seperti itu kepada dirinya.
"Ternyata anda menginginkan pernikahan ini. Iya, 'kan?" tanya Tama sarkas.
"Jaga sikap anda! Apa saya terlihat senang sekarang? Jadi, tolong jangan membuat saya semakin pusing! Lebih baik anda duduk tenang dan memikirkan bagaimana caranya, bukan mengomel seperti ini!" ucap Hanum kesal.
Ucapan Tama membuat pikirannya semakin kalut. Ia tidak bisa berpikir jernih kali ini. Walaupun tidak ada pilihan, setidaknya ia bisa mendapatkan solusi untuk nanti.
Sementara Tama hanya mengumpat kasar sambil duduk di samping Hanum dengan wajah yang masih kesal. Ia terdiam ketika mencium wangi yang begitu menenangkan.
Wangi banget ini perempuan. Batin Tama.
Ia menghirup udara dalam-dalam sambil memejamkan mata. Berusaha mencari ketenangan dari aroma parfum yang begitu wangi.
"Apa yang Anda lakukan?" tanya Hanum heran.
Ia mengernyit, bisa-bisanya mahasiswa tampan itu terdiam sambil memejamkan mata.
"Dih, bukannya Ibu yang menyuruh saya untuk tenang. Ini saya lagi menenangkan diri," ucap Tama mendelik.
Mereka hanya terdiam, hingga Alifiya memanggil karena orang tua Hanum akan segera pulang.
"Pokoknya cari cara agar pernikahan ini bisa batal!" bisik Tama dari belakang.
Hanum menatap tajam kepada Tama yang masih bersikap tidak sopan kepadanya.
"Anda jangan lupa, kalau saya belum memaafkan Anda! Jadi, tolong jaga sikap, karena tadi nama anda masuk ke dalam mahasiswa bimbingan saya!" ucap Hanum tegas.
Tama mematung dengan mata yang melotot mendengar ucapan Hanum. Ia tidak percaya jika dosen cantik itu masih mengingat kejadian tadi pagi. Padahal ia tidak ada mengungkit atau membahasnya sedari tadi.
Dasar, wanita memang pendendam. Hal kecil saja bisa di ingat sampai kapan hari!. Batin Tama serasa ingin berteriak
Hanum dan keluarganya segera pamit meninggalkan Tama yang berdiri dengan wajah datar di belakang kedua orang tuanya.
Setelah kepergian Hanum, Tama mulai menatap sang ayah dengan tajam.
"Dad?" panggilnya yang berhasil menghentikan langkah kaki Pasya.
"Daddy tidak pernah menuntut kamu, Tama. Tolong jangan perdebatkan lagi tentang ini!" ucap Pasya tegas.
"Aku akan keluar negeri ketika waktu itu tiba!" ucap Tama menaiki tangga menuju kamarnya.
"Coba saja, jika kau ingin melihat jantung Daddy kambuh dan hanya tinggal nama!" ucap Pasya menahan diri.
"Dad!" serah Alifiya tidak suka.
Tama tidak berani melawan lagi. Dengan wajah kesal ia masuk ke dalam kamar dan membanting pintu.
Pasya dan Alifiya hanya bisa menahan diri agar tidak memperpanjang masalah ini.
Mereka memang awalnya tidak menyetujui perjodohan ini, namun ketika melihat kepribadian anak masing-masing membuat Pasya dan Halim menginginkannya. Hingga keputusan untuk menerima perjodohan ini mereka lakukan jauh-jauh hari dan langsung mempersiapkan semuanya tanpa sepengetahuan Hanum dan Tama.
Sementara di dalam mobil, Nafisa menatap Hanum dengan iba. "Ayah, apa tidak bisa diundur pernikahannya?" tanya wanita paruh baya itu.
"Tidak bisa, Sayang. Para tetua sudah menetapkan tanggalnya dalam surat wasiat itu," ucap Halim.
Walaupun sedikit tidak rela, namun melihat usia Hanum yang sudah menginjak usia 27 tahun, membuat ia harus merelakan sang putri untuk menikah dan memiliki keluarganya sendiri.
Mungkin sudah waktunya aku menikah, tapi sungguh aku belum siap untuk itu. Batin Hanum pasrah.
*
*
Pagi menjelang, Hanum dan orang tuanya sudah berada di ruang makan. Pagi ini, wanita cantik itu tidak ada jadwal mengajar atau lainnya. Sehingga ia bisa bersantai dan memeriksa tugas-tugas mahasiswa yang sudah ia terima.
"Sayang, nanti bantu ayah mengantarkan berkas ke perusahaan Aditama Grub, ya! Ayah ada meeting pagi ini," ucap Halim.
"Jam berapa nanti, Yah?" tanya Hanum yang memang sudah biasa membantu sang ayah untuk mengantarkan dokumen penting perusahaan.
"Jam 9 saja nanti. Jangan pake motor lagi, ayah gak suka!" ucap Halim tegas.
"Huh, baiklah ayahku yang tampan," ucap Hanum terkekeh.
Ia mengambil berkas-berkas itu dan membawanya setelah menyelesaikan sarapan. Ketika sampai di kamar, ponselnya menyala dan terlihat ada panggilan di sana.
Ia melihat ada nomor yang tidak dikenal tengah menelpon. Tanpa menunggu lama Hanum langsung mengangkatnya.
"Ini saya, Tama. Apa kita bisa bertemu nanti siang?" ucap Tama dari balik telepon.
"Untuk apa?" tanya Hanum mengernyit.
"Ini, tentang kita!" ucap Tama tegas.
"Jam 2 di cafe depan rumah sakit," ucap Hanum.
"Okey," ucap Tama dan langsung mematikan panggilan.
Hanum hanya terdiam sambil menghela nafas berat. Ia masih belum bisa menerima keadaan ini, namun jika pernikahan itu memang benar terjadi, ia hanya pasrah dan mulai menerima keberadaan Tama.
Ia segera bersiap agar bisa datang lebih cepat ke perusahaan dan menyelesaikan pekerjaannya.
"Bunda, aku pergi dulu ya. Nanti aku pulang sore, mau ketemu sama Tama," ucap Hanum tersenyum dan mengecup punggung tangan sang ibunda.
"Harus ikhlas ya, Sayang. Bunda tau ini berat. Hati-hati di jalan, Nak!" ucap Nafisa tersenyum.
Hanum mengangguk dan segera pergi dari rumah, menuju kantor Aditama yang akan ia injak untuk pertama kalinya.
Di sini ia berada, perusahaan mewah dan besar yang terlihat begitu indah. Ia tersenyum dan berdo'a, semoga ia tidak melakukan kesalahan hari ini.
"Permisi, saya dari perusahaan H.S Grub, ingin bertemu dengan direktur untuk mengantarkan berkas kontrak kerja sama," ucap Hanum kepada resepsionis dengan ramah.
"Tunggu sebentar ya, Bu!" ucap Resepsionis itu. Ia menelfon sekretaris perusahaan dan mengonfirmasi kedatangan Hanum.
Tak lama seorang gadis cantik datang dan membawa Hanum bertemu dengan direktur yang dimaksud setelah memeriksa berkas-berkas itu.
Ketika masuk ke dalam ruangan, ia terkejut ketika melihat Tama berada di dalam ruangan.
"Anda sedang apa di sini?" tanya Hanum dengan wajah polosnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!