Di sebuah area pemakaman terlihat seorang perempuan tengah duduk dan menatap salah satu makam sambil tangannya yang terus mengusap nisan itu.
" Nona " ucap salah satu orang yang datang menghampirinya.
Gerakan tangan wanita itu terhenti namun tak lama dia melanjutkan lagi kegiatannya.
" Katakan ada apa? " ucapnya tanpa menoleh kepada lawan bicaranya.
" Kami baru mendapat kabar kalau Tuan Winata- "
" Sudah tiada " potongnya.
" Nona- " Laki-laki itu tentu terkejut mendapati nona mudanya sudah mengetahui berita itu.
" Akhirnya setelah sekian lama aku mendapat kabar baik itu " ucap perempuan itu.
" Bukankah bagus itu artinya dia bisa meminta maaf secara langsung pada ibuku " katanya sambil terus mengelus nisan itu dengan penuh kasih sayang.
" Apa anda akan datang? " tanya laki-laki itu dengan hati-hati.
Isak tangis terus menggema di sebuah ruangan yang dijadikan tempat rumah duka, sejak kabar meninggalnya Tuan Winata banyak sekali orang yang datang untuk menyampaikan bela sungkawanya. Bahkan banyak sekali awak media yang meliput suasana dirumah duka itu.
" Kenapa papa tega meninggalkan mama " Ucap Renata Alvarendra istri dari Winata Alvarendra yang sedari tadi terus meratapi kepergian suaminya itu.
" Nyonya kami turut berduka atas kepergian Tuan Winata, kami tak menyangka kalau Tuan akan pergi secepat ini " ucap salah satu kolega.
" Terima kasih " lirih Renata.
" Nyonya segala persiapan untuk pemakaman Tuan Winata sudah selesai " ucap orang itu.
" Segera lakukan upacara pemakamannya " perintah Renata.
" Maaf sebelumnya nyonya, apa anda tidak menunggu Nona Sabrina terlebih dahulu " ucap Hendra asisten yang selama ini bekerja dengan Tuan Winata.
" Untuk apa menunggunya? dengan atau pun tanpanya pemakaman ini harus segera dilaksanakan " kata Renata.
" Tapi Nyonya- " Hendra baru akan membantah ucapan Renata namun seseorang lebih dulu memotong perkataannya.
" Untuk apa menunggu anak sialan itu? dia sudah bukan bagian dari keluarga Alvarendra lagi jadi kehadirannya tidak diperlukan disini " Kata Elena anak dari Renata.
" Nona anda tidak akan paham- " Hendra berusaha menjelaskan namun lagi-lagi perkataanya terpotong.
" Apa yang tidak aku pahami? bukankah semuanya sudah jelas Sabrina bukan bagian dari keluarga Alvarendra lagi apa itu tidak cukup untuk menjelaskan posisinya saat ini " Jelas Elena.
Para tamu yang hadir disana tak begitu terkejut mengetahui kondisi itu, sudah menjadi rahasia umum kalau hubungan antara keluarga Alvarendra dan Sabrina sudah tak lagi harmonis.
" Maaf nona, bukannya saya membantah apa perkataan anda. Namun mendiang Tuan Winata sendiri yang bilang kalau sebelum Nona Sabrina datang beliau tidak mau dimakamkan " Kata Hendra.
" Mana mungkin papa berkata seperti itu, jelas-jelas selama ini papa begitu membenci anak itu " bantah Elena.
" Bukankah sangat tidak tepat jika kalian berdebat sekarang, sungguh tidak etis jika kalian semua terus berdebat dalam suasana seperti ini " ucap salah satu tamu yang hadir disana.
" Lakukan upacara pemakamannya segera, kita tidak bisa menunggu lagi " kata Renata.
" Tapi nyonya- "
" Siapa dirimu yang berani menghalangi keputusanku. Kau sama sekali tidak punya hak, pemakaman ini akan berlangsung tanpa menunggu kehadiran anak itu " tegas Renata.
takk....tak.....tak....
Bunyi yang dihasilkan dari sebuah sepatu hells yang dikenakan oleh seorang perempuan yang tengah berjalan mendekat kearah orang-orang yang tengah sibuk berdebat itu.
Bisik-bisik terdengar dari orang-orang yang dilewatinya namun sama sekali tak mempengaruhi wanita itu sama sekali.
" Nona Sabrina " ucap Hendra setelah mengetahui siapa wanita yang datang itu.
" Kau lihat, bahkan dalam kondisi seperti ini pun sama sekali tak membuatnya terpengaruh " kata Elena sambil memandang remeh Sabrina.
" Apa seperti ini sikap dari seorang putri yang datang ke pemakaman ayahnya? Bahkan dari penampilannya sama sekali tak menunjukkan kalau dia tengah berduka " Elena lagi-lagi berusaha menyudutkan Sabrina.
" Apa anda menderita amnesia? Atau ingatan anda yang sudah memburuk, baru tadi aku mendengar seseorang mengatakan kalau aku bukan anggota keluarga Alvarendra lagi bukan begitu Nona Elena? " Tanya Sabrina sambil memandang tajam mata Elena.
" Anda sama sekali tidak punya hak untuk menilai penampilanku " ucap Sabrina lagi.
" Lanjutkan acaranya paman " Ucap Sabrina.
" Baik Nona " balas Hendra.
" Kau sama sekali tidak punya hak untuk memutuskan sesuatu disini " Kata Renata.
" Kau bukanlah bagian dari Alvarendra lagi jadi keputusanmu tidak ada gunanya disini " lanjutnya.
" Kalau begitu terserah anda, aku tidak akan ikut campur lagi " balas Sabrina lalu berlalu pergi dan meletakkan Bunga Lily Orange di tempat dimana orang-orang yang datang meletakkan bunga sebagai bentuk bela sungkawa.
" Bunga ini bukan bentuk berduka, kalian tentu tahu apa arti bunga Lily Orange jadi jangan anggap aku tengah berduka kali ini " setelah mengatakan itu Sabrina kemudian pergi dan duduk bergabung dengan tamu lainnya.
" Nona, apa anda tidak ingin melihat Tuan untuk terakhir kali? " tanya Hendra yang datang menghampiri Sabrina.
" Untuk apa paman? tidak ada gunanya bagiku untuk melihatnya walau dalam keadaan mati sekalipun " balas Sabrina, terdengar kejam namun Hendra begitu memahami mengapa gadis muda di depannya ini berkata seperti itu.
" Setidaknya untuk terakhir kali anda harus melihatnya, kemarin anda menolak untuk datang menemuinya di rumah sakit. Jadi tidak ada salahnya anda melihat Tuan Winata untuk terakhir kali " Hendra masih berusaha membujuk.
" Kedatanganku kesini sudah cukup paman, walau ini bukan keinginanku namun aku harus datang untuk melihat pemakaman orang yang telah menghadirkanku di dunia yang kejam ini " kata Sabrina.
Hendra pun tak lagi memaksa, bukan waktu yang tepat untuk terus menekan gadis muda yang sama sekali tak terlihat sedih karena orang tua satu-satunya telah tiada.
" Maafkan aku Tuan, aku gagal memenuhi salah satu keinginan terakhir anda tapi aku jamin permintaan anda yang lain akan aku laksanakan bahkan jika itu harus mengorbankan nyawaku sendiri " batin Hendra.
Setelah melewati beberapa proses akhirnya tiba waktunya untuk melaksanan pemakaman. Tuan Winata akan dimakamkan di salah satu pemakaman elit di kota ini. Beberapa rekan bisnis juga turut mengantarkan Tuan Winata ke peristirahatan terakhirnya.
Dengan pelan peti itu diturunkan, beberapa orang lalu menaburkan bunga di liang lahat itu. Lalu sedikit demi sedikit lubang itu tertutup dengan tanah hingga membentuk sebuah gundukan.
Setelah pemakaman selesai beberapa orang lalu pamit untuk pulang.
Sabrina berdiri tak jauh disana, dia menyaksikan pemakaman itu tak terlalu dekat bahkan dia juga tidak menaburkan bunga di makam yang baru itu. Kini semua orang telah meninggalkan area pemakaman itu hanya tersisa Renata, Elena, dan Sabrina serta beberapa orang kepercayaan mereka.
" Kedatanganmu disini sama sekali tidak ada gunanya, bahkan setetes air mata sama sekali tidak keluar dari matamu. kau sama saja mengejek acara duka ini " kata Elena yang menghentikan Sabrina yang akan pergi darisana.
" Aku bukan kalian yang membuat drama dan berakting sedih untuk menarik perhatian banyak orang " Jawab Sabrina dengan tenang.
" Untuk apa kalian berakting menangis seperti itu? Aku yakin saat ini hati kalian tengah bersorak karena setelah ini seluruh aset yang dimiliki Alvarendra akan jatuh ke tangan kalian " ucap Sabrina.
" Jangan munafik, perlihatkan rasa senang kalian walau bagaimanapun kalian akan terlihat senang meski wajah kalian penuh dengan air mata " lanjut Sabrina.
Renata lalu menghapus air matanya dan berjalan mendekati Sabrina, kini keduanya tengah berhadapan senyum remeh kemudian muncul di wajah Renata.
" Kau begitu mengenalku putriku " kata Renata.
" Aku bukan putrimu " balas Sabrina dengan wajah datarnya.
" Kau sama sekali tidak akan mendapat apapun dari Alvarendra " ucap Renata.
" Dan aku sama sekali tidak peduli " jawab Sabrina.
" Kau tidak akan bertahan jika tidak mengandalkan apapun dari Alvarendra " Kata Renata.
" Apa mata anda buta? Jelas-jelas aku masih berdiri dihadapan anda bahkan sejak sepuluh tahun aku hidup tanpa bantuan Alvarendra " balas Sabrina.
" Dengan atau tidaknya Alvarendra sama sekali tidak berpengaruh untukku " ucap Sabrina lagi.
" Justru aku sangat khawatir pada anda, anda tidak akan bisa bertahan tanpa Alvarendra. Anda dan putri anda adalah sebagian kecil orang yang hidup dari belas kasih Alvarendra " Sabrina dengan senyum miringnya mengatakan itu.
" Bayangkan bagaimana jika aku merebut Alvarendra group, apa jadinya kehidupan anda setelahnya " kata Sabrina.
" Jangan terlalu sombong, walau bagaimanapun aku adalah keturunan sah dari seorang Alvarendra. Dan sepertinya anda lupa tapi tidak apa, aku akan dengan senang hati mengingatkan satu hal ini " Sabrina lalu mendekatkan dirinya pada Renata.
" Selama ini pernikahan anda sama sekali belum terdaftar, jadi secara hukum anda sama sekali tidak punya hak apapun terhadap aset Alvarendra " ucap Sabrina lalu tanpa mengatakan apapun lagi dia pergi darisana.
" Siall!! kenapa aku bisa melupakan hal yang sangat penting ini " gerutu Renata.
" Ada apa ma? " tanya Elena.
" Elena, mama lupa kalau sampai sekarang mama masih berstatus siri dengan papamu " jawab Renata yang sedikit panik.
" Apa?? tapi waktu itu mama bilang mama akan mengurusnya " balas Elena.
" Mama lupa, mama belum sempat mendaftarkan pernikahan kami " timpal Renata.
" Jadi semuanya sia-sia? " tanya Elena.
" Tidak ada yang sia-sia, mama selalu punya seribu satu cara untuk menyelesaikan masalah ini " kata Renata.
" mama memang selalu bisa diandalkan " balas Elena.
" Berikan kuncinya " pinta Sabrina.
" Tidak Nona, saya yang akan mengantarkan anda pulang " tolak Zayn yang menjadi asisten dari Sabrina.
" Jangan berani membantahku, berikan kuncinya sekarang juga " desak Sabrina lagi.
" Nona dengarkan kami, sebaiknya kita yang mangantar nona pulang " ucap Kirana salah satu asisten perempuannya.
Sabrina tak mendengarkan mereka berdua, dia justru berjalan kearah mobil dibelakang dan langsung merebut kunci dari supir dan dengan cepat dia masuk kedalam mobil.
" Nona, saya mohon turun sekarang juga " pinta Kirana sambil mengetuk kaca mobil itu.
Namun Sabrina sama sekali tidak mendengarkan dan dengan gerakan cepat dia memasang seatbelt dan menjalankan mobil itu dengan sangat kencang.
" Nona!!! " teriak beberapa orang.
" Cepat masuk mobil dan kejar mobil Nona, jangan sampai kita ketinggalan jejak " Perintah Zayn.
Sementara saat itu Sabrina tengah mengendarai mobil seperti orang kesetanan, dia terus saja menambah kecepatan mobilnya. Dia beberapa kali menyalip mobil-mobil di depannya, tak memperdulikan banyak pengendara yang membunyikan klakson untuk memperingatinya.
" Mulai detik ini kalian bukan bagian dari Alvarendra lagi " kata Tuan Winata.
" Devira arnabella, mulai sekarang kamu bukan istriku lagi " lanjutnya.
" Pergi kau bukan anakku lagi, nama Alvarendra selamanya akan terhapus dari nama belakangmu "
" Sudah berapa kali aku katakan, kau bukan anakku. Anak dari wanita rendahan seperti jangan bermimpi mendapatkan kasih sayang dariku "
" Kau adalah kesalahan terbesarku "
Semakin Sabrina mengingat kata-kata itu, semakin cepat pula dia mengendarai mobilnya.
Jari-jarinya mencengkeram kuat kemudi dengan tatapan tajam kedepan.
" Lacak posisi nona, mobilnya bahkan sudah tidak terlihat " perintah Zayn.
" Aku akan menghubungi Dokter Rey, kondisi ini tak baik untuk nona. Aku khawatir terjadi sesuatu dengannya, tadi dia mengendarai mobil dengan sangat kencang " ucap Kirana.
" Terus hubungi ponsel Nona, siapa tahu nona sudah tenang dan membalas komunikasi dengan kita " kata Zayn sambil terus mengemudikan mobil.
Disisi lain Hendra tengah menunggu kedatangan seseorang di sebuah restoran dia memesan ruangan privat agar tidak ada yang mengetahui pertemuannya kali ini.
Setelah pemakaman Tuan Winata selesai dia langsung bergegas kemari.
ceklek
Ruangan itu terbuka dan menampakkan pegawai wanita yang mempersilahkan seseorang untuk masuk.
" Akhirnya kau datang juga " sambut Hendra.
" Maaf membuat anda menunggu " katanya.
" Saya turut berduka atas berpulangnya Tuan Winata, dan maaf saya tidak bisa hadir di pemakaman tadi " ucap laki-laki itu.
" Tidak apa, mungkin lebih baik anda tidak hadir disana " jawab Hendra.
" Seperti yang sudah kita bicarakan waktu itu dengan Tuan Winata, bahwa setelah ini anda akan menjadi bodyguard untuk nona Sabrina " ucap Hendra.
" Sudahkah anda berbicara dengan Nona Sabrina? " tanya orang itu.
" Belum, setelah pembacaan hak waris dengan pengacara selesai baru Nona Sabrina akan diberitahu '' Balas Hendra.
" Selama dua tahun ini kita selalu sembunyi-sembunyi untuk melindunginya, kini tak ada alasan lagi untuk kita sembunyi " kata Hendra.
" Tapi anda juga tidak boleh lupa semakin kita terang-terangan melindungi Nona, semakin banyak bahaya yang akan datang padanya " peringat orang itu.
" Aku sudah gagal untuk melindungi Tuan, kali ini aku pastikan tidak akan gagal untuk melindungi Nona Sabrina. Dia adalah pewaris sah dari seluruh aset milik Alvarendra " ucap Hendra.
" Setelah ini target Nyonya Renata adalah Nona Sabrina, apalagi status pernikahan yang tidak pernah terdaftar mungkin membuat Nyonya Renata melakukan berbagai cara agar pernikahan mereka menjadi sah " jelas Hendra.
Drrttt....drttt...drrttt
" Saya angkat telefon dulu " Ijin laki-laki itu.
" Apa? Kenapa kalian baru memberitahuku sekarang " katanya.
" cepat kirimkan lokasinya, aku akan segera menyusul " ucapnya.
" Ada apa? " tanya Hendra.
" Nona Sabrina mengendarai mobilnya sendiri, beberapa asistennya mengejar namun mereka kehilangan jejak " jelas orang itu.
" Jika tidak segera dihentikan Nona akan menjadi tidak terkendali " lanjutnya.
" Kalau begitu biarkan aku ikut " ujar Hendra.
Sabrina terus saja memacu mobilnya dengan sangat kencang, dia bahkan tak mengindahkan handphonenya yang terus saja berdering sejak tadi.
" Lokasi Nona sudah terlacak, cepat kita susul Nona sekarang juga " kata Kirana.
" Kecepatan mobilnya terus bertambah " lanjutnya.
" Kita harus cepat menghentikan Nona sebelum semuanya menjadi tidak terkendali " kata Zayn.
" Astaga kenapa kita bisa lupa? Kita bisa menghubungi nona lewat radio yang kita pasang di setiap mobil " ucap Kirana.
Dengan cepat meraka segera menghubungkan jaringan itu.
" Tersambung " tutur Kinara.
" Nona apa anda mendengar kami? " tanya Kinara.
Dari mobilnya Sabrina dapat mendengar suara itu, namun dia sama sekali tak menghiraukannya.
" Nona saya mohon, pelankan laju mobil anda. kendalikan diri anda nona, anda bisa melukai diri anda dan orang lain " ucap Kinara lagi.
" Nona kami mohon kendalikan diri anda " Zayn turut membujuk Sabrina.
Tiiiinnnnnnnn
" Nona!!!! " teriak Zayn dan Kinara secara bersamaan.
" Nona kendalikan diri anda nona, jangan gegabah. Pelankan laju mobil anda secara perlahan, kami yakin anda bisa melawan itu. Atur nafas anda biarkan diri anda tenang jangan biarkan emosi menguasai diri anda nona " kata Kinara memberi arahan.
" Nona sama sekali tidak mendengarkan kita, bukanya semakin pelan nona justru menambah kecepatan mobilnya " ucap Kinara sedikit frustasi.
" Nona, ingatlah masih banyak hal yang harus anda balas untuk membalas kehidupan anda selam sepuluh tahun ini " ujar Zayn.
" Jangan biarkan semuanya sia-sia, kendalikan diri anda jangan biarkan kata-kata itu mempengaruhi diri anda " lanjut Zayn.
Sabrina mendengar jelas perkataan dua asistennya itu, dengan perlahan dia mulai menenangkan dirinya.
" Laju mobilnya perlahan menurun " kata Hendra.
" Benar, ini adalah kondisi terparah nona selama mengendarai mobil sendiri. Aku tidak tahu mengapa asistennya membiarkan nona mengendarai mobil sendiri " ujar laki-laki itu.
" Mereka pasti sudah mencegah, tapi kita tahu bagaimana sifat nona selama ini " timpal Hendra.
Hendra tersenyum samar mengingat bagaimana sifat Sabrina selama ini, gadis yang dulunya sangat ceria kini berubah menjadi gadis dingin yang tak tersentuh sedikitpun.
" Syukurlah, laju mobilnya perlahan normal kembali " Kinara langsung bernafas lega.
Sabrina menghembuskan pelan nafasnya seiring dengan itu laju mobilnya terus mengalami penurunan. Tangan yang tadinya mencengkeram kuat setir mobil perlahan merenggang dengan sendirinya, sadar dengan apa yang dia lakukan Sabrina lalu meminggirkan mobil yang dikendarainya lalu berhenti di pinggir jalan.
" Nona berhenti, ayo kita cepat susul dia " kata Kirana yang melihat dari tab yang dia pegang kalau Sabrina mengehentikan mobilnya.
Setelah berhenti sejenak Sabrina mengusap kasar wajahnya sebelum melakukan kembali mobilnya dengan kecepatan sedang.
" Aku rasa Nona sudah jauh lebih tenang " kata Hendra.
" Kita tetap harus memastikannya sendiri, di lihat dari jalan yang Nona lalui sepertinya aku tahu dia akan pergi kemana " balas orang itu.
" Nona mau pergi kemana? " tanya Hendra.
" Selama dua tahun aku mengikutinya, nona akan pergi ke suatu tempat saat hati dan pikirannya sedang kacau " balasnya.
Tak berselang lama Sabrina menghentikan mobilnya di suatu tempat yang cukup tenang dan hening, ia lalu berjalan menuju sebuah jembatan kayu yang dihias dengan lampu-lampu dengan pemandangan indah di depannya.
Dia lalu berdiri di ujung jembatan kayu itu, matanya menatap lurus kedepan. Tak memperdulikan hawa dingin yang menerpa kulitnya Sabrina masih menikmati momen kesendiriannya.
Kemudian selang tiga puluh menit mobil yang dikemudikan oleh Zayn tiba disana, dengan cepat mereka berdua keluar.
Zayn dan Kirana langsung saja mengecek mobil yang dikendarai Sabrina tadi. Mereka membuka pintu mobil itu dan tak mendapati Sabrina disana hanya ada tasnya saja.
" Bawa mobilnya, dan mungkin nona akan mendapatkan keluhan karena mengendarai mobil secara ugal-ugalan kalian tolong urus itu dan jangan sampai ada yang tahu kalau nonalah yang mengemudikan mobilnya " titah Zayn pada beberapa orang yang juga telah tiba Diana.
" Baik tuan " ucap perwakilan orang itu.
" Tunggu sebentar aku akan mengambil mantel, setelah itu kita susul nona disana " Dari kejauhan Kinara dapat melihat Sabrina tengah berdiri di ujung jembatan kayu itu.
Lamunan Sabrina terhenti saat dia merasakan sebuah mantel tiba-tiba terpasang ditubuhnya.
" Nona, sebaiknya kita kembali. Udara disini semakin dingin tak baik bagi anda untuk terlalu lama berada disini " kata Kinara.
" Bukankah seharusnya aku merasa senang, tapi entah mengapa hatiku rasanya sangat kosong " ucap Sabrina dengan nada datar.
" Sebaiknya anda segera kembali dan beristirahat Nona " timpal Kinara.
" Apa aku salah? " tanya Sabrina.
" Tidak nona, apa yang sudah terjadi bukanlah kesalahan nona " balas Kinara.
Sabrina lalu mendongakkan wajahnya menatap langit.
" Apa mereka sudah bertemu? " tanya Sabrina lagi.
Kinara tak menjawab pertanyaan yang Sabrina lontarkan dia hanya memandang Sabrina dalam diam.
" Jika saya boleh bertanya, kenapa anda kemarin menolak untuk menemui Tuan? " Tanya Kinara dengan hati-hati.
" Aku datang " Jawab Sabrina dengan sangat pelan tapi masih terdengar oleh Kinara.
Setelah mengatakan itu Sabrina lalu membalikkan badannya dan berjalan pergi dari tempat itu.
Zayn yang melihat kedatangan Sabrina langsung saja membukakan pintu penumpang untuknya, tanpa banyak berkata Sabrina segera masuk.
Kinara lalu menyusul mereka dan tak lama Zayn mengendarai mobil itu pergi darisana.
Sabrina menyenderkan kepalanya tepat dikaca, pandangannya lurus keluar. Namun ketika mobil itu melewati sebuah pohon seketika dia langsung tubuhnya untuk memastikan apa yang dia baru saja lihat.
" Apa apa nona? " tanya Kinara.
Sabrina lalu membalikkan badan dan menggelengkan kepalanya
" Apa kita tidak akan ketahuan? " tanya Hendra.
" Tidak akan, tempat ini lumayan sepi dan tertutup oleh pohon besar itu " jawab orang itu.
" Setelah pembicaraan hak waris selesai, aku mohon jaga Nona Sabrina dengan baik " ucap Hendra.
" Dia sudah banyak menderita, dan aku khawatir apa yang akan menimpanya dimasa depan akan membahayakan nyawanya " Hendra menjadi sangat khawatir.
" Saya akan menjalankan tugas dengan sebaik mungkin, bahkan jika itu harus mengorbankan nyawa saya tidak akan pernah mundur " balas orang itu.
Hendra menatap pemuda yang ada disampingnya itu. Dia dapat melihat tekad yang kuat dalam diri pemuda itu sejenak dia merasa lega.
" Urus itu, kalau perlu berikan mereka jumlah yang cukup besar. Aku ingin besok surat itu sudah ada padaku " kata Renata yang terlihat berbicara dengan sambungan telepon itu.
" Bagaimana? apa orang-orang itu bisa mengurusnya? " tanya Elena.
" Mama yakin bisa " jawab Renata.
" Akhirnya setelah sekian lama semuanya akan menjadi milik kita " ucap Elena dengan senang.
" Rumah besar ini, mobil mewah, serta perusahaan kita akan menguasai seluruh aset Alvarendra " lanjutnya.
" Jangan senang dulu selagi surat itu belum ada, posisi kita belum cukup kuat " Renata mengingatkan agar Elena jangan terlalu senang.
" Ma, apa kemungkinan anak itu juga akan mendapatkan bagian? " tanya Elena.
" Mustahil, anak itu tidak akan mendapatkan apapun. Mama yakin selama ini mama memastikan kalau papa sangat membencinya jadi dia pasti tidak akan mendapatkan apa-apa " Renata cukup yakin dengan apa yang dia katakan.
" Itu artinya aku yang akan menjadi CEO Alvarendra group " ujar Elena.
" Tentu saja sayang, kamu adalah pewaris satu-satunya Alvarendra " balas Renata sambil tersenyum lebar.
" Mamaaaaaa!!!! aku bahagia sekali sebentar lagi semua orang akan tunduk padaku " seru Elena.
" Iya sayang, semuanya akan dibawah kendalimu mulai sekarang " Renata turut bahagia melihat senyum lebar putri satu-satunya itu.
Pintu gerbang yang sangat besar terbuka begitu sebuah mobil memasuki rumah itu. Zayn menghentikan mobilnya tepat di depan rumah yang sangat besar itu.
Sabrina lalu membuka pintu dan bergegas turun.
" Kalian pulanglah, jangan ganggu aku malam ini " Kata Sabrina.
" Kalau nona memberi ijin kami akan menginap disini nona, kami khawatir kalau nona membutuhkan bantuan kami " balas Kinara.
" Terserah kalian " timpal Sabrina lalu berjalan masuk kedalam rumah itu.
" Aku kasihan pada nona, dia masih bertahan karena memang dia masih hidup. Aku dapat melihat bagaimana lelahnya nona menghadapi semua ini " Kinara menatap sendu punggung Sabrina yang mulai menjauh itu.
" Kita tahu nona sekuat apa, aku yakin dia masih bisa menahan semuanya hingga tiba saat pelangi itu datang dalam hidupnya " timpal Zayn.
" Pergilah, kau juga harus segera istirahat aku masih harus mengurus beberapa hal terlebih dahulu " ucap Zayn.
" hmmm, kau juga harus segera istirahat. Segera selesaikan pekerjaanmu jangan terlalu memaksakan dirimu " kata Kinara.
***Ceklek***
Sabrina membuka pintu kamar miliknya, kamar bernuansa gelap itu semakin terlihat suram dengan hanya cahaya lampu yang tak cukup untuk menyinari seluruh ruang itu.
Sudah menjadi satu kebiasaan bagi Sabrina untuk tidak menghidupkan lampu utama dalam kamarnya.
Dia lalu melepaskan mantelnya dan meletakkannya sembarangan, Sabrina lalu membawa tubuhnya jatuh terlentang begitu saja di kasur besar miliknya.
Ia lalu menggunakan satu tangannya untuk menutupi matanya.
Tak berselang lama nampak bulir bening membasahi pipinya lagi-lagi Sabrina menangis dalam kesendiriannya.
Pagi hari menyapa, tanpa sadar Sabrina tertidur dalam posisi yang masih sama seperti semalam. Dia bangun ketika merasakan pusing pada kepalanya, ia perlahan bangun dan dengan langkah pelan dia langsung menuju kamar mandi.
Di ruang tamu Zayn dan juga Kinara telah menunggu Sabrina, ada juga Dokter Rey yang memang mereka berdua hubungi untuk datang mengecek kondisi Sabrina setelah kejadian semalam.
" Apa nona belum bangun? " tanya Kinara yang belum melihat tanda-tanda kedatangan Sabrina disana.
" Aku akan mengeceknya " putus Kinara yang tak ingin menunggu lagi.
Namun belum sempat Kinara berjalan dari arah tangga terdengar langkah, dan Kinara pun menghentikan niatnya.
Sabrina datang dengan pakaian kerjanya, dia kemudian berjalan mendekati ketiga orang itu.
"Selamat pagi nona " Sapa mereka bebarengan.
" Pagi " Jawab Sabrina singkat, matanya lalu menangkap keberadaan Dokter Rey disana yang juga tengah menatap kearahnya.
" Dokter Rey? untuk apa anda datang kemari pagi-pagi begini? " tanya Sabrina.
" Kami yang memintanya untuk datang nona " jawab Zayn.
" Aku baik-baik saja " Balas Sabrina.
" Anda tidak pernah baik-baik saja " Timpal Dokter Rey seraya memandang Sabrina.
Dokter Rey adalah dokter yang selama ini dipercaya untuk menangani masalah mental yang Sabrina alami. Sebenarnya Sabrina tak benar-benar ingin berobat semua itu ia lakukan hanya karena paksaan dari Zayn juga Karina, bahkan sampai sekarang Sabrina tak benar-benar melakukan pengobatan itu dia selalu beranggapan kalau dirinya baik-baik saja.
" Aku baik-baik saja, tidak ada yang salah dalam diriku " ulang Sabrina lagi.
" Tapi nona- " Kinara berusaha menyela namun Dokter Rey lebih dulu mengatakan sesuatu.
" Anda telah melewatkan jadwal berobat yang sudah saya siapkan, kejadian semalam juga membuktikan kalau kondisi anda tak cukup baik " sela Dokter Rey.
" Juga obat yang seharusnya anda minum sama sekali tak tersentuh, jika terus dibiarkan anda akan semakin tersiksa " lanjutnya.
" Dengan atau tanpa obat itu aku sudah cukup tersiksa " balas Sabrina.
Setelah berkata demikian Sabrina lantas berdiri dan pergi meninggalkan ruang tamu kediamannya.
" Nona tunggu kami, jangan mengendarai mobil sendiri!! " teriak Kinara.
" Zayn ayo kita segera susul, aku takut nona akan seperti semalam " Kata Kinara.
" Dokter Rey, nanti kita bahas masalah ini. Kami akan berusaha membujuk agar Nona Sabrina mau menjalani pengobatan sesuai arahan dokter " Ucap Zayn dia bersama Kinara lalu bergegas keluar meninggalkan Rey disana.
" Sampai kapan kamu akan keras kepala Sabrina? " batin Rey.
Rey dan Sabrina usianya hanya berbeda dua tahun saja, saat ini Sabrina berusia 23 tahun dan Rey berusia 25 tahun. Mereka bertemu satu tahun yang lalu saat kondisi mental Sabrina cukup parah dan sejak saat itu pula dia mulai menangani kondisi yang Sabrina alami. Tak mudah memang karena penolakan yang terus Sabrina lakukan menghambat beberapa terapi yang seharusnya dia jalani namun Rey dan dua asisten Sabrina tak pernah menyerah untuk terus membujuknya.
Di luar Sabrina sudah menunggu di dalam mobil, Zayn dan Kinara buru-buru masuk agar Sabrina tak terlalu lama menunggu mereka.
" Nona, apa anda yakin akan datang ke perusahaan hari ini? '' tanya Kinara yang khawatir dengan kondisi Sabrina yang walaupun wajahnya tertutup sempurna oleh make up namun semua itu tak cukup untuk menutupi wajah lelah dan sendunya.
" Jalan saja, masih ada banyak hal yang harus diselesaikan hari ini " jawab Sabrina.
Kinara dan Zayn saling tatap, mereka tahu Sabrina hanya membutuhkan pelampiasan untuk melupakan apa yang sedang terjadi. Jika sudah begini mereka hanya bisa pasrah menuruti apa keinginan Sabrina.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!