[Sayang, tolong transfer uang sepuluh juta dulu dong. Mamaku sakit, aku belum gajian. Bolehkan, aku pinjam uangmu dulu?]
Delia yang kala itu masih bersiap, menghela napas berat membaca pesan dari sang kekasih. Dia pun segera membalasnya.
[Harus sekarang banget, ya?]
Terlihat pesan dari Delia sudah centang biru, menandakan seseorang diseberang sana telah membacanya.
[Iya, Sayang. Urgent banget, please!]
Delia membuka aplikasi Brimo yang ada di ponselnya, dia pun mengirimkan uang senilai sepuluh juta ke nomor rekening milik sang kekasih. Entahlah, ini dinamakan bodoh atau bucin. Tetapi, Delia tidak bisa menolak permintaan kekasihnya jika itu masalah keuangan.
[Udah aku kirim uangnya, semoga Mamamu cepat sembuh, ya, Sayang. Kembaliin uangnya kapan-kapan aja, kalau kamu udah gajian.]
Seorang pria di seberang sana langsung melompat riang.
"Yes! Akhirnya aku bisa pergi ke luar negeri bareng Lusi. Dasar kau perempuan b*odoh, Delia." ucap pria yang berstatus sebagai kekasih Delia.
[Makasih, ya, Sayang. Aku hari ini berencana pulang ke rumah, untuk menjenguk Mama. Ponsel akan ku nonaktifkan, kamu jangan hubungi aku dulu.]
"Beres!" ucap pria itu kemudian setelah Delia menyetujuinya. Dia pun segera bersiap untuk menjemput kekasih gelapnya tersebut.
Di sisi lain, Delia sudah bersiap untuk terbang ke Singapore. Dia ingin datang ke acara fashion show, sebagai seorang desainer, tentu saja dirinya harus ikut acara-acara seperti itu.
Setelah beberapa jam berlalu, Delia kini sudah berada di bandara, menunggu pesawatnya lepas landas. Dia dan teamnya sedang sibuk membahas masalah penginapan dan para model mereka.
"Semuanya sudah beres kan, Win?" tanya Delia pada asisten pribadinya.
"Sudah, Del. Kita tinggal briefing ulang aja di hotel nanti."
"Bagus! Aku gak mau ada masalah di acara besok. Kita harus menampilkan yang terbaik, agar butik kita semakin terkenal."
Winda mengangguk, memahami apa yang Delia katakan.
Suara pemberitahuan pun terdengar, Delia serta teamnya segera masuk ke dalam pesawat mereka.
*****
Changi Airport.
Tiga jam perjalanan, kini akhirnya Delia dan teman-teman sudah berada di Singapore. Mereka langsung menaiki taksi menuju ke hotel.
Delia merebahkan dirinya di atas kasur hotel, dia ingin beristirahat sejenak. Namun, belum saja memejamkan mata, Delia mendengar ponselnya berdering. Dia merogoh tas bermerek Dior, mengambil ponselnya yang ada didalam sana.
"Astaga, panggilan dari Bella! Banyak sekali, ada apa, ya?" tanya Delia merasa penasaran.
Dia pun menghubungi Bella, sahabat karibnya.
📱"Halo, Del! Kau ini kemana saja? Dari tadi aku terus menelponmu."
"Maaf, Bel. Aku tadi dalam perjalanan, menuju ke Singapore. Memangnya ada apa?"
📱"Aku tadi melihat Brian, dia bersama seorang wanita."
"Brian?" Delia menggeleng dan terkekeh pelan. "Dimana kau melihatnya?"
📱"Di bandara! Kebetulan tadi pagi aku baru saja mendarat, dari LA. Dan kau tau, mereka terlihat sangat mesra, bahkan Brian menggandeng tangan wanita itu."
"Mungkin kau salah lihat, Bel. Itu pasti bukan Brian, karena dia bilang, dia ingin pulang kerumah, menjenguk Mamanya yang sedang sakit. Dia juga tadi meminjam uangku,"
📱"Kau memberinya?"
"Tentu! Dia itu kekasihku, aku tidak bisa melihatnya kesusahan."
📱"B*odoh! Kau itu benar-benar b*odoh, Delia!" Bella berteriak kesal, entah mengapa temannya itu sangat polos.
"Memang, anggap saja begitu. Yang penting, kekasihku tidak kesusahan."
📱"Aku punya bukti! Coba kau lihat pesan dariku."
Delia membuka aplikasi hijau dan melihat pesan dari Bella tanpa mematikan panggilan telepon.
'Ini kan Brian.' batin Delia, dia menzoom foto yang Bella kirim. 'Tidak mungkin! Apa Brian bohong padaku, dia berselingkuh?'
📱"Del! Delia!" panggil Bella membuat Delia kembali tersadar dari lamunannya.
"Itu tidak mungkin Brian. Mungkin hanya mirip saja. Sebelum melihatnya langsung, aku tidak akan mempercayai apa pun."
📱"Sadarlah, Delia! Kau sudah di butakan cintanya Brian."
"Aku ingin istirahat dulu, Bel. Nanti kita sambung lagi." Delia memutuskan panggilan telepon.
Dia kembali membuka pesan dari Bella, semakin dilihat, semakin membuat hati Delia merasa gelisah. Dia berpikir untuk menghubungi Brian. Namun, dirinya teringat dengan pesan yang Brian katakan.
Delia terlihat putus asa, dia membuang ponselnya ke sembarang arah, lalu mencoba memejamkan mata untuk istirahat.
******
Bersambung
Malam puncak acara fashion show pun digelar, Delia bersama dengan teamnya sudah sampai ditempat tujuan. Tak lupa mereka membahas briefing yang sudah di bicarakan tadi pagi.
Delia duduk di kursi paling depan, begitupun dengan desainer lainnya. Satu persatu model berjalan berlenggak-lenggok diatas karpet merah. Senyum tipis terus terukir disudut bibir mereka.
Setelah tiga jam berlalu, akhirnya acara pun selesai. Delia berpamitan untuk pulang terlebih dahulu ke hotel karena kepalanya terasa pusing. Teman-teman Delia masih bersiap, membereskan barang-barang mereka.
Saat melewati sebuah cafe, pikiran Delia langsung ke coffee late. Dia meminta supir untuk berhenti di cafe tersebut. Dirinya pun masuk, dan memesan secangkir coffee late. Namun, ketika Delia melihat ke sekeliling cafe tersebut, dia mendapati seseorang yang dikenal berada ditempat itu.
Delia mengucek mata, mencoba memastikan. "Brian?" ucapnya kembali membuka bola mata selebar mungkin.
Dadanya bergemuruh, jantungnya berdetak sangat kencang. Delia berjalan perlahan menuju meja yang tak jauh dari tempatnya duduk. Keadaan cafe itu cukup ramai.
"B—brian?" panggil Delia sesudah sampai di dekat pria itu.
Seorang pria yang tak lain adalah Brian, dia langsung menoleh. Kedua mata mereka saling bertemu, dan Brian terlihat gugup.
"S—sayang? K—kamu ada disini?" tanya Brian dengan terbata. Pasalnya, dia tidak tahu jika acara yang Delia datangi bertepatan di Singapore, sama sepertinya sekarang.
"Kamu—" Delia mencoba berbicara setenang mungkin, karena banyak orang disana.
"Sayang, aku bisa jelasin semuanya."
"Kamu bilang, kamu mau pulang kerumah, menjenguk orangtuamu. Tapi ini—" Delia menggelengkan kepalanya.
"Jangan membahasnya disini, lebih baik sekarang kita cari tempat yang nyaman untuk bicara." Brian menarik tangan Delia keluar dari tempat itu, diikuti oleh wanita yang bersama Brian tadi.
Mereka sudah berada di tempat yang sunyi, Brian mencari alasan untuk membuat Delia percaya padanya.
"Del, sebenarnya dia ini adik sepupuku. Aku datang kesini untuk menjemputnya. Kami akan pulang bersama-sama."
"Alasan macam apa itu, Rin? Kau tidak pandai berbohong. Aku sudah melihat semuanya dengan mata kepalaku sendiri. Kalian berdua berpegang tangan, saling tertawa, dan bahkan kau merapikan rambutnya yang berantakan. Ternyata benar yang Bella katakan, kau berselingkuh!" Delia menatap Brian dengan lekat. "Katakan apa kurangnya aku? Semua sudah ku berikan untukmu, Brian! Kau butuh uang? Aku memberikannya padamu! Mobil? Kau butuh mobil, aku pinjamkan padamu. Tapi ini balasan yang ku dapatkan? Aku pikir kau setia, tapi ternyata kau mendua."
Brian menarik napas dalam-dalam, sejujurnya dia sudah muak menjalin masih dengan Delia yang jarang punya waktu untuknya.
"Kau termasuk sempurna, Delia. Tapi sayang, kau itu terlalu b*odoh!" ejek Brian dengan berani.
"Tutup mulutmu, Brian! Aku bukan bodoh, aku hanya mencintaimu, aku tidak mau kau merasa kekurangan apa pun dalam segi materi. Sebisa mungkin aku membantumu, tapi kau malah mengatakan aku bodoh?" air mata menetes di pipi Delia.
"Aku bosan menjalin hubungan denganmu, Delia. Aku bertahan karena hanya kau yang bisa memenuhi keinginanku dalam segi materi. Kau bertanya apa kurangnya dirimu? Kau tidak punya waktu untukku, kau selalu sibuk dengan pekerjaan pekerjaan dan pekerjaan. Hal itu membuatku bosan."
"Seharusnya kau bisa bicarakan itu padaku, Brian. Sebisa mungkin aku pasti akan mengatur waktu agar bisa bersama denganmu. Bukannya kau malah berselingkuh seperti ini."
"Semuanya sudah terlanjur, Delia. Dan sekarang, aku mau kita putus. Jangan pernah ganggu aku lagi, dan masalah uang, aku akan menggantinya." Brian berpaling dari Delia, dia menggandeng tangan wanita simpanannya itu dan pergi dari hadapan Delia.
Delia, dia yang masih syok dengan kenyataan saat ini, hanya diam tak bergeming. Namun, air mata terus mengalir deras di pipinya. Bayangan indah di masa depan, yang sudah dia impikan bersama dengan Brian, semuanya hancur lebur. Delia yang tidak tahan menopang tubuhnya langsung bersimpuh ditanah.
"Aaaaaa!!!!" teriaknya untuk meluapkan rasa sakit yang ada di dalam dadanya.
"Inikah yang dinamakan sakit tapi tak berdarah?" ucapnya lemah, dia menunduk meratapi nasibnya. Benar adanya, tidak perlu terlalu mencintai seseorang, jika tidak ingin merasakan sakit hati yang amat dalam.
Hampir satu jam Delia berada disana, ditempatnya terduduk. Dia berjalan gontai menuju ke hotel. Tidak terpikirkan untuk memanggil taksi atau menghubungi teman-temannya.
Saat melewati sebuah bar, Delia pun menghentikan langkahnya. Dia menoleh, sepertinya itulah cara satu-satunya agar dia bisa melupakan tentang masalah asmaranya. Delia berjalan ke arah bar dengan mata yang sembab.
****
Bersambung
SECANTIK INI KOK DI DUAIN SI BRIAN 😭 NYESEL LOE!
Matahari pun menyapa dunia, sinarnya yang indah sudah berada tinggi diatas langit. Dibalik selimut, Delia masih tidur dengan nyamannya. Suara seorang wanita yang sangat asing membuat dirinya terbangun.
"Bangun kalian!" teriak wanita itu sambil menggoyangkan tubuh Delia.
Delia yang baru saja tersadar dari tidur malamnya, hanya mampu mengucek mata berulangkali. Dia merasa ada yang aneh dengan tubuhnya. Dan ya, saat ini Delia tidak memakai apa pun. Tubuh polosnya hanya ditutupi dengan selimut.
"Aaaa!!!" teriak Delia membuat seorang pria yang ada disampingnya terbangun. Pria itu memegangi kepalanya yang terasa berat. Perlahan tapi pasti, dia membuka kelopak matanya.
Aryan, pria yang tanpa sengaja menghabiskan satu malam bersama dengan Delia. Bukan hanya Delia saja yang syok, tapi juga Aryan.
"Apa yang kau lakukan di kamarku?" Bentak Delia tanpa melihat kebenarannya terlebih dahulu.
"Kamarmu? Hei, gadis sin*ting! Ini kamarku," balas Aryan membentak Delia.
Wanita yang tak lain adalah kekasih Aryan, langsung menjambak rambut Delia.
"Dasar wanita mu*rahan! Jala*ng sialan! Berani sekali kau tidur dengan calon suamiku. Aku tidak akan mengampunimu." wanita itu naik ke atas tubuh Delia, dia menjambak, bahkan mencakar wajah mulus Delia.
"Hentikan!" teriak Aryan penuh kekesalan. "Cepat pakai bajumu dan pergi dari kamarku sekarang juga!" perintahnya. Aryan mengambil celana pendek dan segera memakainya. Lalu, dia berjalan ke arah balkon.
Jenny— kekasih Aryan, dia mengikuti langkah pria itu. Namun, dirinya masih memiliki dendam dengan Delia.
"Apa-apaan ini, Ar? Untung saja hanya aku yang tahu masalah ini, jika tadi aku memanggil security atau manager hotel ini, maka kau dan wanita j*Alang itu pasti akan dinikahkan." ucap Henny kesal.
"Mau apa kau datang kesini?" bukannya menjawab, Aryan malah gantian bertanya pada Jenny.
"Aku ini calon tunanganmu, wajar saja kalau aku datang untuk menemuimu, Aryan. Aku sangat merindukanmu. Setelah perjodohan kita resmi ditentukan, kau pergi begitu lama dari rumah."
"Kau tau kan, kita akan menikah karena sebuah perjodohan, dan semua itu terpaksa. Jadi apa yang kau harapkan dariku?"
"Ya, aku tau itu. Tapi pelan-pelan, kau pasti bisa menerima semuanya, dan mencintaiku dengan tulus."
Delia yang sudah selesai berpakaian tidak mau berlama-lama di tempat tersebut. Dia turun dari ranjang dengan perlahan, karena merasakan sakit di daerah intimnya. Pikiran Delia menerawang jauh entah kemana, dia tidak mau berurusan lagi dengan sepasang kekasih itu.
Setelah berada diluar kamar, Delia melihat nomor pintu tersebut.
"201, berarti aku yang salah kamar. Ya Tuhan, bagaimana ini?" Delia kembali mengingat tentang kejadian tadi malam, dimana dirinya putus dengan Brian, lalu dia pergi ke bar untuk menenangkan pikiran. Setelah itu, dirinya tidak mengingat apa pun lagi.
Aryan menoleh ke ranjang, ternyata wanita yang tadi tidur bersamanya sudah pergi.
"Siapa wanita itu, Aryan?" tanya Jenny meminta penjelasan.
"Aku juga tidak tahu siapa dia."
"Heh, bohong! Jelas-jelas kalian berdua menghabiskan malam bersama, dan kau bilang tidak mengenalnya?'' cibir jenny, terus memojokkan Aryan.
"Aku tidak ingat apa pun, Jenny. Tadi malam aku bertemu dengan teman-temanku, lalu kami pergi ke bar. Setelah itu, aku tidak ingat apa pun."
Jenny mencoba menetralkan emosinya. "Baiklah, kali ini aku maafkan perbuatan mu. Tapi Aryan, aku mohon, jangan mengulanginya lagi. Meskipun kau tidak mencintaiku, dan terpaksa menikah denganku, setidaknya hargai aku sedikit saja."
Aryan tidak mempedulikan perkataan Jenny, dia langsung pergi meninggalkan wanita itu ke kamar mandi.
Jenny menatap lurus ke depan, dia berjanji akan menaklukkan hati Aryan. Dan dia harus mencari tahu tentang wanita yang sudah menghabiskan malam bersama dengan Aryan.
Delia telah sampai di kamarnya, dia menutup pintu dengan kencang dan menguncinya dari dalam. Saat baru saja hendak pergi ke kamar mandi, tiba-tiba pintu itu diketuk dari luar. Delia merasa panik, dia takut terkena masalah jika ada orang yang mengetahui perbuatannya.
Delia menarik napas dalam-dalam sebelum membuka pintu.
"Del!" teriak Winda, asisten pribadi Delia. Mendengar suara itu, Delia pun segera membukakan pintu.
"Wi—winda?"
"Kenapa wajahmu pucat seperti itu? Dan kemana kau tadi malam? Aku lihat kau tidak pulang ke hotel."
"A—aku," Delia tidak meneruskan perkataannya, dia belum siap berbagi dengan siapapun. "Memangnya ada apa, Win?"
"Hei, Nona. Aku bertanya padamu, kenapa kau malah balik bertanya seperti itu?"
"Kepalaku pusing, Win. Mungkin karena kelelahan. Bisakah kau membiarkanku sendirian dulu?"
Winda tidak ingin membantah perkataan bosnya, meskipun sebenarnya mereka sudah seperti teman dekat. "Baiklah, aku pergi. Jika kau butuh sesuatu, hubungi saja aku."
Delia menganggukkan kepalanya.
*****
Aryan yang baru saja selesai mandi, langsung melihat ke atas ranjang. Seprei putih yang tadinya mulus tanpa noda, kini terdapat bercak berwarna merah disana.
"Itu pasti bekas wanita tadi." ucapnya yakin.
******
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!