Nayla yang masih sibuk di depan laptopnya tiba-tiba mendengar suara ponselnya yang berdering dan ia mendapatkan kabar kalau harus segera pulang ke Indonesia dimana Anita akan menikah.
Kabar yang begitu mendadak membuat Nayla langsung menutup laptopnya dan ia juga segera mengajukan cuti.
Setelah mendapatkan ijin dari Tuan Maxim, Nayla langsung menghubungi Jati kekasihnya untuk menemaninya ke Bandara.
Jati mengatakan akan menunggunya di apartemen Nayla.
Nayla langsung melajukan mobilnya menuju ke apartemennya untuk menyiapkan pakaian yang akan ia bawa ke Indonesia.
Sesampainya di apartemen Nayla melihat Jati yang sudah menunggunya.
"Kenapa mendadak sekali? Apakah sebelumnya Tante Ida tidak mengabari kamu?" tanya Jati.
Nayla menggelengkan kepalanya karena ia tahu kalau dari dulu mereka tidak pernah menganggap Nayla
Jati membantu Nayla untuk memasukkan pakaiannya.
"Mandilah dulu biar terlihat segar,"
Nayla menganggukkan kepalanya dan segera ia masuk ke kamar mandi.
Setelah selesai mandi Nayla dan Jati segera menuju ke bandara.
"Mas Jati, ayo ikut aku pulang ke Yogyakarta."
"Maafkan aku sayang, aku tidak bisa ikut ke Indonesia karena ada pekerjaan penting yang harus aku selesaikan." ujar Jati sambil fokus menyetir.
Nayla mengerucutkan bibirnya saat mendengar jawaban dari kekasihnya.
Tak membutuhkan waktu yang lama untuk mereka sampai di Bandara.
"Sayang, jaga diri kamu baik-baik ya. Sampai rumah langsung hubungi aku," ucap Jati yang merupakan kekasih Nayla.
"Iya Mas. Setelah sampai rumah aku pasti akan mengabari kamu,'
Sebelum masuk ke dalam pesawat , Jati memeluk tubuh Nayla sambil mencium bibirnya.
"I love you sayang,"
"I love you more,"
Nayla melambaikan tangannya saat ia akan masuk kedalam pesawat.
Andaikan saja Jati tidak ada pekerjaan penting pasti ia akan ikut degan Nayla ke Yogyakarta.
Tak berselang lama pesawat mulai lepas landas menuju ke Yogyakarta.
Nayla akhirnya tiba di Bandara Internasional Yogyakarta setelah perjalanan panjang selama 16 jam.
Ia menunggu adik Anita yang bernama Agil. Nayla merupakan anak dari teman Ayah Anita.
Ayah kandung Nayla mengalami kecelakaan dan meninggal di tempat sehingga sebagai teman ayah kandung Nayla akhirnya Om Farhan yang merupakan ayah Anita yang mengurus Nayla.
"Sudah lama aku tidak menghirup udara Yogyakarta," gumam Nayla sambil menyeruput kopi hangatnya yang baru saja ia beli.
Nayla merasa gundah karena sudah setengah jam Agil tidak datang menjemputnya.
Tak berselang lama Nayla mendengar suara klakson mobil milik Agil.
Nayla menghampiri Agil dan akan memarahinya karena datang terlambat.
Tetapi Nayla dikejutkan dengan Agil yang sedang menangis sesenggukan.
"Kamu kenapa? Kamu menabrak seseorang?" tanya Nayla yang kebingungan melihat Agil menangis sesenggukan seperti itu.
Agil menggelengkan kepalanya dan ia meminta Nayla untuk segera masuk ke dalam mobil.
"Agil, ada apa? Jangan menakuti ku seperti itu,"
Agil segera melajukan mobilnya menuju ke rumah Anita.
Sesampainya di rumah Nayla melihat banyak orang yang menangis.
Agil mengajak Nayla untuk turun dari mobil dan segera ia membawa Nayla masuk ke dalam rumah.
Nayla melihat Anita yang berada di atas tempat dan sudah memakai kain kafan.
"A-apa ini? Apakah kalian ingin membuat lelucon?" tanya Nayla.
"Mbak Anita sudah meninggal dunia karena kecelakaan," jawab Agil.
Mendengar perkataan Agil, Nayla langsung berjalan dan membuka kain yang menutup jenazah Anita.
Nayla membelalakkan matanya saat melihat wajah Anita yang telah hancur.
Seketika tubuhnya langsung lemas dan akhirnya Nayla jatuh pingsan.
Agil langsung membopong tubuh Nayla dan membawanya ke kamar Anita.
Kedua orang tua Anita meminta agar segera memakamkan jenazah putrinya.
Agil tidak ikut ke pemakaman karena harus menjaga Nayla yang masih belum sadarkan diri.
Satu jam kemudian mereka baru saja sampai dari pemakaman Anita.
Kedua orang tua Anita masuk dan melihat Nayla masih belum sadarkan diri.
Tante Ida yang merupakan Ibu dari Anita dan Agil meminta Agil untuk mengambil teh hangat di dapur.
Tak berselang lama Nayla membuka matanya dan melihat Mama Ida ada di sampingnya.
"Tante dimana Anita? Aku ingin bertemu dengannya." ucap Nayla yang masuk belum menerima kalau Anita sudah meninggal dunia.
"Nayla, ikhlaskan Anita. Kasihan Anita kalau kamu belum mengikhlaskannya," ucap Tante Ida.
Agil masuk ke kamar dan memberikan teh hangat kepada Nayla.
"Diminum pelan-pelan Mbak,"
Nayla menganggukkan kepalanya sambil meminumnya
"Nayla, ada sesuatu yang ingin Tante bicarakan dengan kamu."
Agil langsung keluar dari kamar saat kedua orang tuanya ingin berbicara sesuatu dengan Nayla. Dan ia langsung menutup pintu kamar agar tidak ada orang yang melihat pembicaraan mereka.
"Ada apa Tante?" tanya Nayla.
Tante Ida mengatakan kalau sebelum Anita meninggal dunia.
Ia meminta Nayla untuk menikah dengan Rangga.
"M-menikah?"
"Iya Nayla, Tante mohon agar kamu mau menikah dengan Rangga," pinta Tante
Om Farhan juga memohon kepada Nayla untuk memenuhi permintaan terakhir Anita.
"T-tapi Tante, Om. Nayla sudah mempunyai kekasih," ucap Nayla yang tidak mungkin mengkhianati cinta Jati
Mereka berdua duduk bersimpuh di hadapan Nayla dan memohon agar Nayla mau menikah dengan Rangga.
Nayla langsung bangkit dari tempat tidurnya dan ia meminta mereka untuk bangkit.
"Om mohon sama kamu Nayla," ucap Om Farhan yang duduk bersimpuh di hadapan Nayla
Tante Ida mengatakan kalau akan melakukan BD jika Nayla tidak mau menikah dengan Rangga.
"Nayla tidak bisa menikah dengan Mas Rangga!" ucap Nayla.
Om Farhan yang kecewa langsung mengatakan kalau ia menyesal telah membesarkan dan menyekolahkan Nayla.
"Anggap saja kamu membayar hutang budi dengan kami," ucap Om Farhan.
Nayla tidak menyangka jika mereka bisa bicara seperti itu.
Dari kecil Nayla harus selalu mengalah dan menuruti apa yang mereka katakan.
Apalagi jika tentang Anita, Nayla harus selalu menjadi tameng jika terjadi sesuatu kepada Anita.
Nayla hanya diam dan tidak menjawab perkataan mereka.
"Kamu harus menikah dengan Rangga!"
Tante Ida langsung keluar dan memberitahukan kepada Rangga kalau Nayla bersedia untuk menikah dengannya.
Setelah itu ia memberikan kebaya agar dikenakan oleh Nayla
Sementara itu Rangga duduk termenung dan ia tidak menyangka jika Nayla mau menerima permintaan terakhir Anita.
"Kenapa dia tidak menolaknya? Bukankah dia sudah punya kekasih?" gumam Rangga yang mengira kalau Nayla akan menolak dan pergi dari rumah ini.
Rangga memandang foto mendiang calon istrinya dan ia tidak tahu kenapa Anita memintanya untuk menikah dengan Nayla.
Ia pun segera mengganti pakaiannya dengan setelan jas yang sudah disiapkan untuk pernikahan.
Beberapa menit kemudian Rangga keluar dan melihat Pak penghulu yang sudah tiba di rumah.
Nayla yang sudah mengenakan kebaya pengantin juga ikut keluar saat Om Farhan memanggilnya.
Rangga menatap wajah Nayla yang sedang berjalan kearahnya.
Pak penghulu meminta Rangga untuk menjabat tangannya.
"Saya terima nikah dan kawinnya Nayla Pramesti binti almarhum Prayoga dengan mas kawin tersebut dibayar tunai,"
SAH!
Dengan sekali tarikan nafas Rangga bisa mengucap ijab Kabul.
Pak penghulu meminta Nayla untuk mencium tangan suaminya.
Kemudian Rangga menandatangani buku nikah mereka berdua.
Pak penghulu mendoakan semoga pernikahan mereka samawa.
Setelah acara selesai Rangga membawa Nayla ke rumahnya.
Nayla tidak menyangka jika Rangga akan membawanya ke rumahnya saat ini juga.
Ia hanya bisa diam dan tidak berani membantah jika suaminya akan mengajaknya ke rumah.
Agil tersenyum tipis saat Nayla yang pergi dengan Rangga yang saat ini menjadi suaminya.
Kemudian Rangga meminta Nayla untuk masuk kedalam mobil.
Segera Rangga melajukan mobilnya menuju ke rumahnya yang ada di Semarang.
Selama diperjalanan mereka berdua tidak saling bicara.
Nayla menatap ke arah jalan yang begitu ramai sambil memikirkan apa yang harus ia katakan kepada Jati
"Mas Jati pasti akan kecewa denganku," ucap Nayla dalam hati.
Nayla melirik ke arah Rangga yang sedang sibuk menyetir.
"M-mas, apakah kita bisa berhenti ke minimarket. Aku lapar," ucap Nayla.
"Nanti saja makan dirumah, jangan biasakan makan diluar,"
Rangga yang merupakan seorang dokter spesialis sangat menjaga pola makannya. Ia jarang sekali makan diluar.
Nayla langsung menghela nafasnya saat mendengar perkataan Rangga.
Ia pun memutuskan untuk tidur agar bisa melupakan perutnya yang sedang keroncongan.
Setelah tiga jam berlalu mereka telah sampai di rumah Rangga.
Rangga turun dari mobil tanpa mengajak Nayla yang masih berada di dalam mobil.
Nayla pun langsung turun dari mobil dan masuk kedalam rumah.
Ia melihat Rangga yang sedang berbicara dengan pelayan pribadinya.
Rangga meminta pelayan untuk mengantarkan Nayla ke kamar tamu.
"Aku mau ke kamar dulu, jika kamu lapar mintalah Bi Ina untuk memasak," Rangga masuk kedalam kamar tanpa menghiraukan Nayla istrinya.
Bi Ina mengantarkan Nayla ke kamarnya yang ada di lantai bawah.
"Nyonya mau makan apa?" tanya Bi Ina.
"Panggil saya Nayla saja, Bi. Saya mau makan mie instan saja kalau ada," jawab Nayla.
"I-iya Non Nayla," ucap Bi Ina yang tidak bisa memanggil nama Nayla dengan sebutan nama karena Nayla istri dari Rangga.
Bi Ina keluar dari kamar dan segera membuat mie instan untuk Nayla.
Nayla merebahkan tubuhnya sambil meneteskan air matanya.
Andaikan saja waktu bisa diputar ia pasti tidak akan mau pulang ke Indonesia.
Setelah selesai makan, Rangga memanggil Nayla dan memintanya untuk segera ke ruangan kerjanya
"Duduklah, aku ingin bicara sesuatu dengan kamu," ucap Rangga.
Nayla langsung duduk di hadapan Rangga yang sedang memegang sebuah lembaran kertas
Rangga memberikan lembaran kertas itu kepada Nayla.
"Lekas kamu tanda tangani dan setelah itu pergilah tidur," ucap Rangga.
Nayla membaca surat perjanjian pernikahan dimana Rangga tidak akan pernah menyentuhnya sama sekali.
Ia akan memberikan nafkah lahir tetapi untuk nafkah batin ia tidak akan memberikannya.
"M-maksud Mas Rangga apa? Pernikahan bukan untuk main-main Mas," ucap Nayla yang tidak setuju dengan apa yang dilakukan oleh suaminya.
"Aku tidak bisa mencintaimu karena cintaku sudah habis untuk Anita. Kita urus saja urusan masing-masing. Lakukan kewajiban istri tapi tidak yang satu itu dan satu lagi jangan lancang mengubah apapun yang ada dirumah ini,"
Nayla mencoba untuk tidak menangis dihadapan suaminya dan ia langsung menandatangani surat perjanjian pernikahan itu.
"Dalam pernikahan ini jangan berharap apapun dariku. Aku hanya mencintai Anita," ucap Rangga.
Nayla menganggukkan kepalanya dan meminta Rangga untuk tidak khawatir
"Aku minta ijin untuk menyelesaikan semuanya yang masih aku tinggalkan di luar negeri,"" ucap Nayla yang harus mengundurkan diri dari perusahaan dan menjelaskan kepada Jati.
"Silahkan, aku tidak melarangmu,"
Kemudian Nayla keluar dari ruang kerja suaminya dan kembali masuk ke kamar.
Nayla mematikan lampu kamarnya dan langsung naik ke atas tempat tidur.
Ia menutup wajahnya agar tangisannya tidak terdengar oleh suaminya.
"Anita, apa salahku sampai kamu memintaku untuk menikah dengan Mas Rangga?" gumam Nayla.
Nayla tidak menyangka jika Rangga membuat surat perjanjian pernikahan.
Ingin rasanya Nayla lari dan kembali ke luar negri dan kembali bersama Jati.
Setelah hampir satu jam menangis, Nayla yang kelelahan akhirnya memejamkan matanya.
Sementara itu di kamar lain dimana Rangga menenggak minuman keras sambil menatap foto mendiang kekasihnya.
"Anita, kenapa kamu pergi secepat ini? Aku tidak bisa hidup tanpa kamu Anita!" ucap Rangga.
Rangga yang sudah mulai mabuk berat akhirnya langsung tidak sadarkan diri di lantai.
Keesokan paginya
Nayla membuka matanya dan melihat jam yang menunjukkan kalau sekarang sudah pukul lima pagi.
Ia pun segera bangkit dari tempat tidurnya dan menuju ke kamar mandi.
Setelah selesai Nayla berjalan menuju ke dapur dan melihat Bi Ina yang sedang memasak.
"Bi, biar saya saja yang membuat kopi," ucap Nayla.
"I-iya Non,"
Nayla mengambil cangkir yang ada di lemari dan setelah itu ia menuangkan air panas kedalam cangkir yang sudah ia beri gula dan kopi.
"Apa Mas Rangga sudah bangun, Bi?" tanya Nayla.
"Belum Non, mungkin saja Den Rangga masih kecapekan," jawab Bi Ina.
"Bi, apakah Anita sering datang ke rumah ini?" Nayla kembali bertanya kepada Bi Ina.
Bi Ina mengatakan kalau Anita sering ke rumah ini dan beberapa kali ia memergoki Anita yang mengajak Rangga untuk melakukan ritual olahraga.
Mendengar hal itu Rangga langsung menolak Anita, ia akan melakukan ritual olahraga setelah menikah resmi.
Nayla yang mendengar perkataan Bi Ina langsung membelalakkan matanya. Ia tidak percaya jika Anita bisa meminta ritual olahraga bersama.
Padahal sudah sangat jelas kalau Anita dan Rangga belum menikah.
" Kenapa Anita bisa seperti itu?" Nayla kembali ingat jika gaya pacaran Anita sangatlah brutal.
Saat duduk di bangku SMA Anita pernah mengajak kekasihnya yang bernama Dika ke rumah.
Waktu itu Om Farhan dan Tante Ida sedang tidak ada di rumah. Sehingga Anita bisa melakukan apapun di dalam rumah.
Nayla sendiri tidak tahu apa yang dilakukan oleh Anita dan Gino saat itu.
"Non, sedang melamun apa?" Bi Ina menepuk pundak Nayla yang sedang melamun.
"T-tidak ada Bi,"
Setelah selesai membuat kopi, Nayla menuju ke kamar Rangga.
Tok
tok
tok
"Mas Rangga ....," panggil Nayla.
Rangga membuka pintu dan melihat Nayla yang sudah dihadapannya sambil membawa secangkir kopi hangat.
"Ini Kopinya Mas," ucap Nayla.
"Iya terima kasih.," Rangga mengambil cangkir kopi itu dan berjalan menuju ke ruang makan.
Nayla juga ikut duduk di hadapan suaminya yang sedang menikmati kopinya.
"K-kita nanti berangkat jam berapa mas?" tanya Nayla.
"Sepertinya aku tidak bisa menemanimu jadi berangkatlah sendiri," jawab Rangga.
Nayla menganggukkan kepalanya dan ia tidak mempersalahkannya jika Rangga tidak bisa ikut.
Rangga memberikan black card untuk Nayla gunakan sehari-hari.
"Tidak perlu Mas, aku masih punya uang," ucap Nayla yang mengembalikan Black card suaminya.
"Jangan terlalu percaya diri dulu, aku memberikannya karena itu sudah kewajibanku sebagai seorang suami,"
Rangga memaksa Nayla untuk mengambilkan black card itu kembali.
Rangga meminta Nayla untuk tidak usah menghubunginya karena ia tidak mau diganggu.
"I-iya Mas." ucap Nayla.
Rangga kembali masuk ke kamarnya dan bersiap-siap untuk berangkat ke rumah sakit.
Nayla kembali ke dapur dan ia menatap wajah Bi Ina yang sedang menatapnya.
"Sebenarnya Den Rangga orangnya baik kok Non, Non Nayla yang sabar ya. Semoga Den Rangga bisa berubah," ucap Bi Ina yang memberikan semangat kepada Nayla.
Tak berselang lama Rangga keluar dari kamar dan bersiap untuk berangkat ke kantor.
"Lekas pulang kalau urusanmu sudah selesai," Rangga langsung masuk ke dalam mobilnya.
Nayla hanya bisa mengelus dadanya saat melihat suaminya yang tidak mau melihat wajahnya saat akan berangkat ke rumah sakit.
Ia sangat tahu kalau pekerjaan Rangga sangat sibuk sehingga tidak bisa ikut dengannya ke Jerman.
Melihat suaminya yang sudah berangkat ke kantor, Nayla segera bersiap-siap menyiapkan pakaian yang akan ia bawa.
Jam menunjukkan pukul dua siang dan Nayla sudah sampai di Bandara.
Nayla mengirimkan pesan kepada suaminya dan memberitahukan kalau ia akan berangkat ke Jerman.
Ia menunggu balasan dari suaminya tetapi hanya centang satu yang ia dapatkan.
Akhirnya Nayla mematikan ponselnya dan masuk kedalam pesawat.
Nayla mencoba menenangkan dirinya sebelum ia nanti akan bertemu dengan Jati dan menjelaskan semuanya.
"Tidurlah jika kamu mengantuk," ucap lelaki yang tak lain adalah Rangga.
Nayla tidak menyadari jika Rangga duduk di sebelahnya.
"M-mas Rangga? Bukankah Mas Rangga tadi tidak bisa ikut?" tanya Nayla yang terkejut dengan Rangga yang ada di sebelahnya.
"Aku takut jika kamu tidak kembali ke Indonesia," jawab Rangga yang masih dengan wajah yang dingin.
Rangga langsung memejamkan matanya dan ia tidak mau jika Nayla mengganggu tidurnya.
Nayla tidak tahu apa yang diinginkan oleh Rangga yang selalu bersikap dingin kepadanya.
Tak berselang lama pramugari datang membawakan makanan dan minuman untuk para penumpang.
Nayla menepuk pundak Rangga dan memintanya untuk makan terlebih dahulu.
Rangga melihat Nayla yang sedang menikmati makanan yang sudah disiapkan oleh pramugari.
"Mas Rangga tidak suka udang?" tanya Nayla.
"Aku alergi udang," jawab Rangga yang langsung memberikannya kepada Nayla.
Nayla pun langsung menikmati udang yang diberikan oleh suaminya.
Rangga menggelengkan kepalanya saat melihat Nayla yang makan begitu banyak.
Keesokan harinya mereka telah sampai di apartemen milik Nayla.
Nayla mempersilahkan Rangga untuk masuk ke dalam Apartemennya.
"Sempit sekali apartemen kamu," ucap Rangga sambil melihat-lihat foto Nayla bersama dengan kekasihnya Jati.
Nayla sedang berada dikamarnya untuk membersihkan tempat tidur yang akan digunakan oleh suaminya dan ia juga lekas mengganti pakaiannya dengan pakaian kerja.
Ia tidak mempunyai kursi sofa jadi tidak mungkin jika Rangga nanti akan tidur di lantai.
Setelah membersihkan kamarnya, Nayla meminta Rangga untuk beristirahat.
"Kamu mau kemana?" tanya Rangga.
"Aku harus ke kantor untuk mengurus surat pengunduran diriku," jawab Nayla.
Rangga meminta Nayla untuk mengurus semuanya karena ia tidak mau jika harus berlama-lama di sini.
"Aku berangkat dulu Mas," ucap Nayla yang langsung keluar dari apartemennya untuk menuju ke tempatnya bekerja.
Rangga masuk kedalam kamar Nayla yang tadi sudah dibersihkan.
Ia pun langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur dan mencoba untuk tidur sebentar.
Sementara itu Nayla masih fokus menyetir agar lekas sampai di tempat kerjanya.
Dua puluh menit kemudian Nayla telah sampai di tempat kerjanya dan ia pun segera menemui Tuan Maxim di ruang kerjanya.
"Nayla? Bukankah kamu sedang cuti?" tanya Tuan Maxim yang terkejut dengan kedatangan Nayla.
Kemudian Tuan Maxim meminta Nayla untuk duduk dulu.
Nayla memberikan surat pengunduran dirinya kepada Tuan Maxim.
"Apa ini Nayla?" Tuan Maxim membuka dan membacanya.
Tuan Maxim langsung membelalakkan matanya saat melihat surat pengunduran diri Nayla.
"Apa maksud kamu? Apakah gaji yang aku berikan kurang sampai kamu mengundurkan diri?" tanya Tuan Maxim.
Nayla meminta agar Tuan Maxim untuk tidak salah paham kepadanya dan ia menjelaskan alasannya kenapa ia mengundurkan diri dari perusahaan.
Pertama Tuan Maxim tidak mau menerima penjelasan dari Nayla dan ia tetap mempertahankan Nayla agar tidak mengundurkan diri dari perusahaannya.
"Baiklah kalau kamu inginnya begitu, tetapi jika kamu ingin kembali lagi bekerja di sini. Saya akan selalu menerimamu," ucap Tuan Maxim yang langsung memeluk erat tubuh Nayla yang sudah ia anggap sebagai putrinya sendiri.
Nayla menganggukkan kepalanya dan setelah itu ia berpamitan kepada teman-temannya yang ada disana.
Kini, satu urusan telah selesai. Saatnya Nayla menemui Jati.
Ia belum memberi tahu Jati bahwa ia sudah di Jerman.
Hatinya berdegup kencang saat mobilnya berhenti di depan apartemen Jati.
Nayla naik ke lantai tujuh. Dengan tangan gemetar, ia mengetuk pintu.
Tok. Tok. Tok.
Jati terbangun. Ia membuka pintu dan terkejut melihat siapa yang berdiri di hadapannya
Ceklek.
"Sayang. Kapan kamu datang? Bukankah kamu ada acara di Indonesia?" tanya Jati yang kemudian mengajak Nayla masuk ke dalam.
Jati langsung memeluk erat tubuh kekasihnya yang sangat ia rindukan.
"Sayang, aku sangat mencintaimu," ucap Jati sambil mencium kening Nayla.
Nayla mencium tangan Jati dan ia memintanya untuk duduk.
"Ada apa sayang? Kenapa wajahmu sedih seperti itu?" tanya Jati.
Nayla menatapnya penuh duka. “Mas Jati, duduk sebentar. Aku mau bicara,”
“Ada apa? Kenapa kamu seperti ini?”
"Mas Jati, aku minta maaf karena sudah mengingkari janji kita," jawab Nayla.
Jati mengernyitkan keningnya saat mendengar perkataan dari Nayla.
"Maksud kamu apa sayang?" tanya Jati dengan wajah yang masih kebingungan.
"A-aku sudah menikah dengan Mas Rangga," Nayla langsung duduk bersimpuh di hadapan Jati.
Ia meminta maaf karena tidak bisa menolak permintaan kedua orang tua Anita yang sudah banyak membantunya selama ini.
"Sayang, jangan bercanda seperti ini. Apakah ini April mob? Atau aku sedang ulang tahun sekarang?" Jati masih belum percaya dengan apa yang dikatakan oleh Nayla.
Nayla menangis sesenggukan dan ia kembali meminta maaf kepada Jati
Jati baru menyadari saat ia melihat cincin yang digunakan oleh Nayla.
"K-kamu sudah menikah?" tanya Jati.
Nayla menganggukkan kepalanya dan ia mengatakan kalau sudah menikah dengan Rangga.
Jati yang mendengarnya langsung tertawa terbahak-bahak.
Ia tidak menyangka sama sekali jika kekasih yang sudah bersamanya selama lima tahun akan mengkhianatinya.
"Tega kamu menghancurkan hubungan yang sudah kita jalani selama lima tahun ini. Apa rasa cintaku selama ini hanya kamu anggap lelucon? Iya Nay?"
"Mas Jati, tolong jangan bicara seperti itu. Andai saja aku bisa memilih pasti aku tidak mau diposisi ini. Aku terpaksa melakukannya," ucap Nayla.
Jati dan Nayla saling terdiam sejenak sambil memikirkan tentang hubungan yang sudah mereka jalani selama lima tahun.
Baru pertama kalinya Nayla melihat Jati meneteskan air matanya.
Jati bangkit dari duduknya dan berjalan menuju ke dapur.
“Bunuh aku, Nayla. Aku gak sanggup hidup tanpamu,” ucap Jati dengan suara gemetar.
Nayla menjerit pelan dan merebut pisau itu, membuangnya ke lantai. Ia menangis semakin kencang.
“Jangan pernah bilang begitu! Aku juga terluka, Mas. Aku juga hancur,”
Jati memeluknya erat. “Tolong... jangan pergi. Aku mohon, Nayla,"
“Mas... tolong lepaskan. Aku harus pulang,”
“Temani aku sebentar saja,"
"Aku sangat mencintaimu Nayla. Aku mohon jangan tinggalkan aku. Aku tidak bisa melihatmu bersama lelaki lain," Jati memeluk tubuh Nayla sampai mereka berdua sama-sama menangis sesenggukan.
Nayla melihat Jati yang masih memeluk tubuhnya sampai ia tidak bisa bergerak sama sekali.
"Mas Jati, lepaskan tanganmu. Aku harus pulang ke apartemen," ucap Nayla.
"Nayla, tolong temani aku sebentar," Jati masih tidak rela jika ada Nayla bersama dengan lelaki lain.
Nayla membalikkan tubuhnya dan menatap wajah yang dari dulu selalu menemaninya.
Ia kembali menangis dan meminta maaf kepada Jati yang sudah menyakiti hatinya.
Jati melepaskan tangannya dan meminta Nayla untuk pulang.
"Pulanglah ..." ucap Jati dengan suara datar.
Nayla menghapus air matanya dan ia langsung keluar dari apartemen Jati.
Ia kembali mendengar tangisan Jati yang begitu kencang.
"Maafkan aku Mas," Nayla menutup telinganya dan setelah itu ia segera pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah ia melihat Rangga yang masih berada di dalam kamarnya.
Rangga langsung bangkit dari tempat tidur ketika melihat Nayla yang sudah pulang.
"Apakah urusanmu sudah selesai?" tanya Rangga
"S-sudah Mas," jawab Nayla sambil berjalan menuju ke kamar mandi.
Nayla menghidupkan shower sambil duduk termenung.
Ia sudah tidak menghiraukan dinginnya air yang jatuh ke tubuhnya.
Air matanya kembali mengalir deras saat ia mengingat suara tangisan Jati.
"Maafkan aku Mas, aku sudah menyakiti hati kamu,"
Setelah hampir satu jam puas menangis Nayla keluar dari kamar mandi.
"Istirahatlah dulu karena nanti malam kita pulang ke Indonesia," ucap Rangga.
Nayla menganggukkan kepalanya tanpa melihat wajah Rangga.
Rangga yang begitu dingin tidak memperdulikan Nayla yang baru saja menangis.
"Makanlah dulu, aku tidak mau kamu sakit," Rangga menyodorkan piring yang berisikan Spaghetti.
"Nanti saja aku makannya, aku mau tidur dulu," Nayla kembali masuk ke dalam kamar.
Ia naik ke atas tempat tidur dan mencoba untuk memejamkan matanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!