NovelToon NovelToon

Sekretaris Diantara Desah

Episode 01

NovelToon
Caffe
Aline Virellia
Aline Virellia
gimana, lo udah dapat info belum tentang lowongan itu?
Briella VGA
Briella VGA
iya ,ada nih gue nemu lowongan asisten pribadi di perusahaan besar. kayaknya menarik deh. tapi, gue harus bilang kalau ini bukan kerjaan biasa.
Aline Virellia
Aline Virellia
bukan kerjaan biasa gimana?
Aline Virellia
Aline Virellia
apa gue harus jadi sekretaris yang cuma ngurusin jadwal atau gimana sih?
Briella VGA
Briella VGA
nggak juga sih, tapi si bosnya agak.....
Aline Virellia
Aline Virellia
agak gimana jangan bikin gue penasaran lah
Briella VGA
Briella VGA
ya gitu deh orangnya itu dingin dominan kayaknya sih nggak akan mudah masuk situ
Aline Virellia
Aline Virellia
gue tuh nggak ngerti deh, gue nggak punya pengalaman apa-apa
Aline Virellia
Aline Virellia
kalau cuma bantuin bikin jadwal not bad lah
Aline Virellia
Aline Virellia
tapi kalau sampai ngurusin yang lain gue nggak yakin bisa sih
Briella VGA
Briella VGA
gue ngerti kok. tapi justru itu, menurut gue ini tantangan loh buat lo bosnya tuh terkenal agak manipulatif sih kasar juga tapi bisa aja dia ngajarin lo banyak hal
Aline Virellia
Aline Virellia
manipulatif? kasar? gue sih nggak keberatan, asalkan kerjaannya jelas. gue cuma nggak pengen masuk ke dunia yang nggak gue ngerti
Briella VGA
Briella VGA
lo emang gampang dimanipulasi, ya tapi gue cuma kasih info.
Briella VGA
Briella VGA
gimana lo mau ambil atau enggak itu keputusan lo. gue sih mikirnya, kalau lo nggak coba lo nggak akan tahu
Aline Virellia
Aline Virellia
Hmmmm.... lo yakin lo nggak maksa gue ya?
Briella VGA
Briella VGA
enggak lah gila aja, gue cuma kasih saran aja lo mau coba atau enggak cuma terserah lo
Briella VGA
Briella VGA
cuma kalau lo tertarik lo bisa langsung apply gue bisa bantu kirim CV lo
Aline Virellia
Aline Virellia
Oke gue pikir-pikir dulu deh. mungkin gue bisa coba tapi gue harus hati-hati juga kan?
Briella VGA
Briella VGA
pasti hati-hati aja sih kadang hal-hal kayak gini bisa jadi kesempatan besar yang penting lo tau batasan aja
[Di sebuah gedung mewah - Ruang rapat besar dengan kaca besar yang menampilkan pemandangan kota]
NovelToon
Leon Arvenza (bos, 24 tahun, dengan wajah garang dan aura dominan, duduk di meja rapat besar, mata tajam menatap ke luar jendela. Di sebelahnya, seorang manajer sedang memberikan laporan.)
manajer perusahaan
manajer perusahaan
tuan arvenza, kami telah menyeleksi beberapa kandidat untuk posisi asisten pribadi yang anda cari namun kami membutuhkan seseorang yang tidak hanya terampil tapi juga bisa menyesuaikan diri dengan gaya pemimpin Anda
Leon Arvenza
Leon Arvenza
Gaya kepemimpinan saya jelas—perintah saya dijalankan. Tidak ada ruang untuk kesalahan. Saya tidak punya waktu untuk bermain-main. Pilih orang yang tahu kapan harus berbicara, kapan harus diam. Orang yang tahu bagaimana menyenangkan saya, bukan sekadar mengikut perintah.
manajer perusahaan
manajer perusahaan
kami memahami, Tuan. Ada seorang kandidat yang mungkin cocok. Seorang wanita muda, terlihat polos dan mudah dimanipulasi. Dia baru saja lulus dan mencari pekerjaan di bidang ini.
Leon Arvenza
Leon Arvenza
Polos? Mudah dimanipulasi?” (Leon menoleh, wajahnya penuh keinginan dan dominasi)
Leon Arvenza
Leon Arvenza
Itu yang saya cari. Beri dia kesempatan. Kita lihat apakah dia cukup cerdas untuk bertahan di dunia saya.
manajer perusahaan
manajer perusahaan
apakah anda yakin Tuan? mungkin dia belum cukup berpengalaman
Leon Arvenza
Leon Arvenza
pengalaman? semua yang saya butuhkan adalah seseorang yang bisa mengikuti petunjuk saya pengalaman akan datang dengan waktu tetapi karakter itu yang lebih penting. (menyandarkan tubuhnya pada kursi, tangannya melipat di depan dada)
Leon Arvenza
Leon Arvenza
jangan khawatir. saya tahu bagaimana menangani orang seperti itu jika dia cocok dia akan tinggal lebih lama, jika tidak.. kita tahu apa yang terjadi
manajer perusahaan
manajer perusahaan
baik tuan saya akan atur berteman dengan kandidat tersebut
Leon Arvenza
Leon Arvenza
(dengan nada dingin dan tajam tatapan matanya berubah lebih tajam, mau menandakan ke dalam rencana yang tersembunyi)
Leon Arvenza
Leon Arvenza
bagus jangan sampai ada yang gagal Saya tidak suka kekecewaan
--- [Di sebuah rumah sederhana di pinggiran kota Manhattan - Alinea sedang duduk di meja kecil dengan laptop terbuka. Ruangan tersebut sederhana, penuh dengan buku dan beberapa barang pribadi. Cahaya lampu yang redup menambah nuansa kesendirian di malam hari.]
Aline Virellia
Aline Virellia
(duduk dengan wajah cemas, jarinya mengetik di keyboard laptop, namun pikirannya jauh melayang)
Aline Virellia
Aline Virellia
Kenapa aku harus melamar kerja di tempat seperti itu? Gimana kalau aku gak cocok? Apa aku siap untuk dunia itu?(berpikir sambil melihat layar laptop, seolah bingung dengan keputusan yang baru saja dia buat)
Tanpa disadari, tangannya terus mengetik. Email yang dikirimkan tadi sebenarnya penuh dengan keraguan, namun dia sudah mengklik "Kirim" tanpa sadar.
Aline Virellia
Aline Virellia
(berpikir, sambil menatap layar): “Astaga... Aku gak yakin bisa melakukannya. Tapi kenapa rasanya seperti ada dorongan untuk mencoba?” (mengerutkan kening, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi)
[Tiba-tiba, suara notifikasi email masuk terdengar di laptop.]
Aline Virellia
Aline Virellia
“Hah?” (terkejut, cepat membuka email yang baru masuk)
Email Balasan: “Selamat, Anda telah terpilih untuk mengikuti wawancara. Harap hadir besok pagi pukul 8:00 di kantor kami di pusat Kota Manhattan. Kami menantikan kedatangan Anda. – Leon Arvenza.”
Aline Virellia
Aline Virellia
Terkejut dan sedikit panik, bibirnya gemetar): “Apa? Wawancara? Besok pagi?” (menghela napas, mencoba menenangkan diri, tangan menggenggam erat mouse laptop)
Aline Virellia
Aline Virellia
Aku gak siap! Apa yang baru saja aku lakukan?
Pikirannya semakin kacau, kebingungan memenuhi benaknya, tetapi dia tahu satu hal... besok pagi, dia harus pergi ke Manhattan.
Aline Virellia
Aline Virellia
(mengusap wajahnya, pelan berkata pada diri sendiri)
Aline Virellia
Aline Virellia
Aku sudah memutuskan. Aku harus pergi. Entah ini keputusan bodoh atau... mungkin langkah pertama untuk perubahan besar.
[Di rumah Alinea - Malam itu, suasana semakin sunyi. Alinea duduk di meja, masih terkejut dengan email yang baru saja diterimanya. Dia meraih ponselnya dan mulai mengetik pesan ke sahabatnya.]
Aline Virellia
Aline Virellia
(mengetik pesan dengan cepat, tangannya sedikit gemetar)
Aline Virellia
Aline Virellia
📱Hei, lo nggak bakal percaya. Aku dapet email balasan dari perusahaan itu. Aku diterima buat wawancara besok pagi jam 8 di Manhattan!
[Notifikasi pesan terkirim. Beberapa detik kemudian, pesan balasan muncul dari sahabatnya.]
Briella VGA
Briella VGA
📱“Hah? Serius lo? Lo beneran ngelamar di sana?”
Aline Virellia
Aline Virellia
(membaca pesan dan merasa kebingungan)
Aline Virellia
Aline Virellia
📱“Gue nggak yakin sih. Aku juga nggak inget ngelamar di sana, tapi... emailnya bilang gue diterima buat wawancara. Aku harus pergi besok pagi!”
Briella VGA
Briella VGA
📱“Ini serius, Lin? Lo harus bener-bener hati-hati, ya. Itu perusahaan besar dan bosnya itu... terkenal banget. Lo nggak takut?
Aline Virellia
Aline Virellia
📱(merasa ragu, jari-jarinya mengetuk-ngetuk meja) “Aku juga nggak ngerti, kok bisa aku ngelamar di sana? Tapi ya, gimana pun aku harus pergi. Mungkin ini kesempatan besar, kan?”
Briella VGA
Briella VGA
📱Gue ngerti, sih. Tapi jangan naif juga, Lin. Kalau lo jadi asisten pribadi, itu bisa jadi... lebih dari yang lo bayangin. Bosnya tuh orangnya nggak mudah.
Briella VGA
Briella VGA
“Iya, lo bener. Cuma hati-hati, ya. Lo harus tau batasan lo. Jangan sampai terjebak.”📱
Aline Virellia
Aline Virellia
(menatap layar ponselnya, berpikir keras): “Oke, aku bakal hati-hati. Thanks, ya.”📱
Briella VGA
Briella VGA
“Semoga sukses, Lin. Gue yakin lo bisa. Jangan lupa cerita kalau udah selesai wawancaranya, ya.” 📱
Aline Virellia
Aline Virellia
“Iya, gue akan kabarin. Thanks banget, lo!”📱

episode 02

NovelToon
ARZA Group
[Pukul 07:50 - Lobby ARZA Group, Manhattan.]
NovelToon
CEO
NovelToon
Aline
Gedung tinggi menjulang, berkilauan dengan kaca reflektif, mencerminkan langit pagi kota Manhattan. Alinea berdiri gugup di lobi mewah ARZA Group, mengenakan blus putih sederhana dan rok panjang gelap. Tangan gemetar menggenggam map berisi dokumen, mata menelusuri ruangan yang begitu asing dan megah. Di sekitarnya, ada empat wanita lain dan satu pria, semuanya tampak percaya diri dengan gaya berpakaian formal berkelas. Alinea menyadari—dia terlihat paling sederhana di antara mereka.
[Pukul 08:00 - Ruang Tunggu Interview.]
HRD
HRD
“Selamat pagi. Kalian berlima akan mengikuti wawancara untuk posisi Personal Assistant Tuan Leon Arvenza. Kami mulai satu per satu. Mohon bersabar.”
Alinea menunduk sopan, namun jantungnya berdetak tak karuan. Dia hampir bangkit dan pergi. Tapi...
HRD
HRD
Alinea Virellia.
Dia tersentak saat namanya disebut pertama. Empat pasang mata lainnya menatapnya diam-diam. Alinea berdiri, menelan ludah, lalu mengikuti Miss Tania menuju lantai atas.
[Ruang Interview Utama - Lantai 30, Pusat Kantor ARZA Group.]
Ruangan besar dengan interior maskulin: marmer hitam, kayu gelap, dan dinding kaca menampilkan pemandangan Manhattan. Di ujung ruangan duduk Leon Arvenza, mengenakan kemeja hitam, lengan tergulung, dan tatapan mata yang tajam menusuk. Di belakangnya, ada dua orang staf HRD dan satu sekretaris pribadi lama yang diam memperhatikan.
Leon Arvenza
Leon Arvenza
(tanpa menatap Alinea)
Leon Arvenza
Leon Arvenza
“Duduk.”
Alinea duduk perlahan, mencoba mengatur napas.
Leon Arvenza
Leon Arvenza
Nama lengkap
Aline Virellia
Aline Virellia
“...Alinea Virellia, Tuan.”
Leon Arvenza
Leon Arvenza
(mendongak, menatap langsung)
Leon Arvenza
Leon Arvenza
suara lo terlalu pelan. kalau lo kerja di sini, kalau hari bisa bicara tegas. gua nggak punya waktu buat ngadepin orang lembek
Alinea terdiam, kedua tangannya mengepal di pangkuan.
Leon Arvenza
Leon Arvenza
lu tahu posisi apa yang lama lo lamar
Aline Virellia
Aline Virellia
sebagai asisten pribadi, tuan
Leon Arvenza
Leon Arvenza
asisten pribadi gua. itu berarti, lo harus siap 24 jam. nggak ada kata capek . nggak ada kata nggak bisa gua nyuruh lo ke New York jam 02.00 pagi lo harus berangkat. gua minta kopi jam 12.00 malam lo harus bikin bisa?
Aline Virellia
Aline Virellia
..... Saya akan berusaha
Leon Arvenza
Leon Arvenza
(mendengus)
Leon Arvenza
Leon Arvenza
“Gua gak butuh orang yang ‘berusaha’. Gua butuh orang yang bisa. Gua bukan bos manis yang ngajarin lo satu-satu. Gua suruh, lo lakuin. Gak ada drama, gak ada tangis. Lo ngerti?”
Aline Virellia
Aline Virellia
“Ngerti, Tuan.”
Leon Arvenza
Leon Arvenza
(berdiri dan berjalan mendekat)
Leon Arvenza
Leon Arvenza
“Kenapa lo apply ke sini? Gua lihat CV lo—pengalaman lo minim. Gaji lo sebelumnya rendah. Kenapa lo kira lo pantas kerja buat gua?”
Aline Virellia
Aline Virellia
“Saya... ingin belajar. Dan saya ingin mencoba sesuatu yang baru. Saya ingin tantangan...”
Leon Arvenza
Leon Arvenza
(mencibir
Leon Arvenza
Leon Arvenza
“Tantangan? Lo gak akan tahan seminggu di bawah tekanan gua.”
HRD
HRD
(dari belakang, bersuara pelan)
HRD
HRD
“Mohon maaf, Tuan. Kami masih ada empat kandidat lain.”
Leon Arvenza
Leon Arvenza
“Gua tau. Tapi gua mau tahu dulu. Alinea Virellia... lo siap ditarik masuk ke dunia yang keras, tanpa banyak basa-basi?”
Aline Virellia
Aline Virellia
“…Kalau itu syaratnya, saya siap, Tuan.”
Leon Arvenza
Leon Arvenza
“Kita lihat aja nanti.”
[Beberapa menit kemudian - Di luar ruangan.]
Alinea keluar dari ruangan dengan napas tertahan. Empat kandidat lain menatap penasaran, namun dia tak bicara sepatah kata pun. Wajahnya pucat, namun matanya membara. Dia masih mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi.
HRD
HRD
(Diam-diam berbisik pada Leon)
HRD
HRD
“Dia tampak lugu, Tuan. Tapi tatapan matanya... penuh ketakutan dan keinginan yang campur aduk.”
Leon Arvenza
Leon Arvenza
“Justru itu yang menarik.”

Episode 03

[Pukul 18:12 - Kafe kecil di sudut kota, Manhattan.]
Suara denting cangkir dan wangi kopi hangat memenuhi udara. Alinea duduk sambil menggenggam ponselnya dengan ekspresi campur aduk—antara lega dan cemas. Di depannya, Briella, sahabatnya sejak SMA, menatap dengan senyum penasaran.
Briella VGA
Briella VGA
(penasaran banget)
Briella VGA
Briella VGA
“Gimana? Kamu serius ngelamar di tempat sadis itu? Kena mental, enggak?”
Aline Virellia
Aline Virellia
(mengangguk pelan, mata menerawang)
Aline Virellia
Aline Virellia
“Aku... ngga tahu kenapa. Tanganku udah terlanjur klik tombol kirim. Padahal otakku bilang jangan.”
Briella VGA
Briella VGA
“Dan sekarang? Ada kabar?”
Aline Virellia
Aline Virellia
(menunjukkan ponselnya)
Aline Virellia
Aline Virellia
“Baru aja... dapet email. Aku diterima. Mulai besok.”
Briella VGA
Briella VGA
(nyaris muncrat minumannya)
Briella VGA
Briella VGA
“Apa?! Serius? Padahal kamu cuma... iseng doang?”
Aline Virellia
Aline Virellia
(membaca isi email perlahan)
Aline Virellia
Aline Virellia
“‘Selamat. Anda resmi diterima sebagai Personal Assistant CEO ARZA Group, Tuan Leon Arvenza.’ Aku harus datang sebelum CEO datang. Wajib pakai pakaian rapi, blus putih atau netral, rok selutut, rambut ditata, make up tipis. Sebelum jam 08:00 aku harus siapin kopi latte tanpa gula di mejanya. Lalu, aku harus nyusun jadwal kegiatan seharian, semua laporan, semua pertemuan...”
Briella VGA
Briella VGA
(menggeleng
Briella VGA
Briella VGA
“Kayak jadi tentara. Itu kerja atau perbudakan?”
Aline Virellia
Aline Virellia
“Tadi pas wawancara... dia tuh dingin banget. Kasar. Tajam. Tapi entah kenapa... aku malah makin penasaran.”
Briella VGA
Briella VGA
(menyipitkan mata curiga)
Briella VGA
Briella VGA
“Jangan bilang kamu ngerasa tertantang sama cowok galak begini? Awas jatuh cinta sama atasan.”
Aline Virellia
Aline Virellia
(tersenyum miris)
Aline Virellia
Aline Virellia
“Aku gak tahu. Tapi setiap kata-katanya itu... kayak nembus kulit. Dan tatapannya, Brie. Tatapannya kayak orang yang tahu segalanya tentang kamu bahkan sebelum kamu buka suara.”
Briella VGA
Briella VGA
(menyeruput kopinya pelan)
Briella VGA
Briella VGA
“Hati-hati, Nea. Orang kayak dia itu—membakar perlahan. Bikin candu.”
Aline Virellia
Aline Virellia
(menatap keluar jendela, gumam lirih)
Aline Virellia
Aline Virellia
“Kalau aku terbakar... semoga aku bisa tahan panasnya.”
NovelToon
[Pukul 05:47 - Kamar Alinea, pinggiran Manhattan.]
Jam alarm berbunyi tiga kali sebelum Alinea benar-benar bangun. Matanya masih berat, tapi pikirannya sudah dipenuhi satu hal: kopi latte tanpa gula dan CEO yang katanya iblis berdasi itu. Dia menarik tubuhnya dari kasur, duduk sejenak. Jantungnya berdetak cepat. Di sisi meja kecil di dekat tempat tidur, secarik kertas berisi daftar aturan kerja dari email semalam menatapnya tajam. Checklist pagi Alinea: Pakaian: Blus putih gading, rok pensil hitam selutut, stocking transparan. Rambut: Dicepol rapi ke atas, satu helai kecil dibiarkan jatuh ke pelipis. Make up: Bedak natural, maskara tipis, dan bibir merah muda pucat. Parfum: Satu semprot Vanille Cashmere. Setelah mandi dan berdandan dalam diam, Alinea berdiri di depan cermin tinggi. Ia mematut dirinya sendiri. Blus putihnya cukup ketat di bagian dada, membentuk lekuk tubuhnya yang mungil. Kancing atas tak sengaja terbuka satu, tapi ia tak menutupnya. Entah kenapa, dadanya ikut sesak.
[Pukul 06:31 - Perjalanan ke ARZA Group.]
Langit masih samar. Jalanan kota mulai padat. Alinea naik subway, berdiri sambil menggenggam tas jinjing coklat gelap berisi: notes, pulpen, bedak tabur, dan satu botol kecil lotion. Jantungnya makin kencang saat gedung pencakar langit dengan logo "ARZA" mulai terlihat dari kejauhan—gedung dengan kaca hitam mengilat dan dinding baja abu tua, tampak seperti markas rahasia mafia elite.
[Pukul 07:03 - Lobby ARZA Group.]
Lantai marmer hitam. Dinding kaca berbingkai baja mengkilap. Bau lilin aroma cendana tipis bercampur kopi mahal. Para karyawan wanita melintas cepat, semua dengan dandanan formal, wajah dingin, dan sepatu hak. Seorang resepsionis wanita muda menyambut Alinea tanpa senyum.
Resepsionis
Resepsionis
Nama ?
Aline Virellia
Aline Virellia
“Alinea Virellia. Personal Assistant CEO.”
Resepsionis menatap dari ujung kepala hingga ujung kaki, lalu menekan sesuatu di layar tablet.
Resepsionis
Resepsionis
“Lantai 49. Gunakan lift A. Segera.”
[Pukul 07:10 - Lift ke lantai 49.]
Lift bergerak cepat dan senyap. Alinea berdiri sendiri, menatap bayangannya di cermin lift. Detik demi detik terasa lambat. Di dalam tasnya, termos stainless berisi kopi latte hangat tanpa gula terasa lebih berat dari seharusnya.
[Pukul 07:17 - Koridor lantai 49.]
Koridornya sepi dan panjang. Karpet abu muda, dinding dengan panel kayu gelap, dan lukisan abstrak hitam-merah menghiasi setiap sudut. Ia berjalan menuju ruang CEO. Di depannya, pintu kaca besar dengan tulisan emas mengilat:
“LEON ARVENZA | CEO”
Tangannya gemetar saat hendak mengetuk. Tapi ia belum mengetuk—karena tiba-tiba, dari dalam, terdengar suara pria berat dan dingin. Bukan berbicara, tapi memerintah.
Leon Arvenza
Leon Arvenza
(dari dalam, dengan suara tajam)
Leon Arvenza
Leon Arvenza
“Masuk. Jangan buatku menunggu.”
Alinea tercekat. Tangannya refleks membuka pintu.
[Di dalam ruang CEO.] Ruangan luas dengan dominasi hitam dan abu. Meja kerja dari kayu jati hitam, kursi kulit yang tampak seperti singgasana. Di belakang meja, jendela besar memperlihatkan kota Manhattan yang mulai ramai. Di balik jendela itu, berdiri seorang pria tinggi, mengenakan kemeja hitam pas badan, celana slim fit, dan jam tangan mahal berlapis titanium. Punggungnya tegap. Rambutnya disisir rapi ke belakang. Suara langkah kakinya saat berbalik membuat udara seolah berhenti. Tatapan mata tajamnya menampar pandangan Alinea. Dingin. Hitam. Mematikan.
Leon Arvenza
Leon Arvenza
(datang mendekat, tanpa senyum)
Leon Arvenza
Leon Arvenza
“Kopi.”
Aline Virellia
Aline Virellia
(terbata)“Y-ya, Tuan…”
Ia membuka termos, menuang dengan hati-hati ke dalam cangkir hitam polos yang ia bawa dari rumah. Ia meletakkannya di meja dengan dua tangan. Leon duduk. Mengangkat cangkir. Menghirup. Lalu menatap Alinea dari atas ke bawah.
Leon Arvenza
Leon Arvenza
“Setidaknya kamu bisa buat kopi dengan benar. Sisanya… kita lihat nanti.”
Tatapannya turun ke kancing atas blus Alinea yang terbuka.
Leon Arvenza
Leon Arvenza
(mendekatkan wajah)
Leon Arvenza
Leon Arvenza
“Kamu datang tepat waktu. Tapi kamu tahu, wanita yang masuk ke ruanganku... harus siap dengan lebih dari sekadar kopi.”
Aline Virellia
Aline Virellia
(gemetar, tapi tak bisa memalingkan muka):
Aline Virellia
Aline Virellia
“Saya… saya akan belajar cepat, Tuan.”
Leon Arvenza
Leon Arvenza
“Kita lihat seberapa cepat kamu bisa belajar… menjadi milikku.”
[Masih di ruang CEO - Pukul 07:26 pagi] Alinea berdiri tegak di depan meja kerja. Matanya menunduk. Jemarinya menggenggam erat notes kecil yang seharusnya berisi agenda kegiatan Leon hari ini. Tapi pikirannya kosong. Kata-kata yang seharusnya dibacanya lenyap dalam gemuruh jantungnya sendiri.
Leon Arvenza
Leon Arvenza
“Buka agendanya.”
Aline Virellia
Aline Virellia
(suara pelan, bergetar)
Aline Virellia
Aline Virellia
“Jam delapan, meeting dengan investor Singapura. Jam sepuluh, evaluasi laporan keuangan divisi Eropa. Siang nanti—”
Suara Alinea menghilang saat Leon tiba-tiba berdiri. Ia berjalan perlahan ke sisi meja, lalu berdiri tepat di belakang Alinea. Nafasnya terdengar di dekat telinga.
Leon Arvenza
Leon Arvenza
“Kamu punya suara lembut. Tapi terlalu pelan untuk sekretarisku.”
Alinea tak berani bergerak. Napasnya tak beraturan.
Leon Arvenza
Leon Arvenza
(merendahkan suaranya)
Alinea hanya diam. Ia ingin menjawab "tidak", tapi lidahnya kelu. Ketakutan menyelubungi dirinya. Jantungnya menjerit. Dan tiba-tiba, sebuah tangan menyentuh bahunya. Lembut, tapi penuh kekuasaan.
Leon menarik satu helai rambut yang terjatuh di pelipis Alinea, lalu menyelipkannya kembali ke belakang telinga.
Leon Arvenza
Leon Arvenza
“Rapikan. Aku tidak suka hal berantakan.”
Tangannya turun perlahan ke lengan Alinea, menyusuri kain blusnya, lalu berhenti di sisi paha kanan Alinea. Ia menekannya sedikit—tidak kasar, tapi cukup membuat Alinea terdiam seperti patung marmer yang membeku.
Leon Arvenza
Leon Arvenza
(mendekat ke telinga)
Leon Arvenza
Leon Arvenza
“Kalau kau ingin bertahan di sini, kamu harus tahan dengan... sentuhan kekuasaan.”
Aline Virellia
Aline Virellia
(gemetar, mata berkaca)
Aline Virellia
Aline Virellia
“Saya… hanya ingin bekerja, Tuan…”
Leon Arvenza
Leon Arvenza
“Bagus. Maka bekerja dengan baik.”
Leon mundur, kembali ke kursinya. Tapi efek dari sentuhannya masih membekas di tubuh Alinea. Ia berdiri terpaku. Hatinya runtuh. Matanya panas. Setitik air mata jatuh diam-diam, membasahi pipinya, tanpa suara.
Leon Arvenza
Leon Arvenza
(dingin, tanpa menoleh)
Leon Arvenza
Leon Arvenza
“Laporkan aktivitasmu setiap dua jam. Pastikan ruanganku bersih, dan jangan pernah abaikan notifikasiku—baik email, maupun pesan pribadi.”
Alinea mengangguk kecil, lalu membungkuk pelan.
Leon Arvenza
Leon Arvenza
(menatap jam tangannya)
Leon Arvenza
Leon Arvenza
“Sekarang keluar. Kita lihat sejauh mana kamu bisa bertahan.”
[Alinea melangkah keluar...] Pintu tertutup pelan di belakangnya. Di luar ruangan, Alinea berdiri menunduk. Ia menarik napas dalam-dalam. Jemarinya bergetar saat mencoba membuka ponsel dan menulis pesan kepada Briella.
Aline Virellia
Aline Virellia
(mengetik)
Aline Virellia
Aline Virellia
"Bri… aku nggak tahu bisa tahan sampai kapan. Dia bukan manusia biasa. Dia… seperti monster yang tahu caranya menyentuh tanpa menyentuh." 📱

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!