NovelToon NovelToon

Ooh Diana "Gadis Hujanku"

Beginning

"Hallo Selamat Pagi dengan PT Falcon Global Nusantara bisa saya bantu?" suara lembut itu terdengar sejuk di telinga

Suara ini.. merdu sekali.. apakah suaranya secantik wajah dan hatinya.

"Sambungkan aku dengan Aditya Abraham" Kata suara diseberang sana.

"Dari siapa pak, kalau boleh saya tahu?" kata pemilik suara indah itu.

"Aku putranya, Mario Abraham"

"Baik Pak, kiranya bapak mau menunggu, saya akan sambungkan sebentar ya pak?"

"Hei suaramu merdu sekali.. menghanyutkan"

"Terima kasih Pak... Saya akan sambungkan dengan Bapak Aditya"

"Siapa namamu?"

"Saya dengan... "

Tuttt... ttuuttt... tuttt..

Lho kenapa ditutup?

"Siaall Pulsa ku habis, Shit!" umpat orang yang bernama Mario.

Entah mengapa Papanya hari ini sulit dihubungi, ponselnya tidak aktif dan sekretarisnya juga tidak ada ditempatnya sehingga dia memutuskan untuk menelpon kantor. Dia malas sekali untuk menginjakkan kakinya di kantor, namun suara itu membuatnya penasaran dan memutuskan untuk mendatangi kantor Papanya.

"Paman Leon, kita ke kantor Papa" kata Mario setelah memasuki mobilnya.

"Anda yakin Tuan?"

"Aku ingin ke kantor Papa untuk meninggalkan kota ini Paman, aku sangat yakin.. Hidupku harus terus berjalan.... " Mario menghela nafas panjang, kemudian melanjutkan kata- katanya.

"Aku akan memulai kehidupanku disana, selama disini aku tidak bisa berpikir, aku tidak berharap banyak pada kehidupan ini Paman, setidaknya aku bisa melupakan semua yang telah terjadi, aku harus melupakannya Paman" Mario menarik kedua sudut matanya yang masih terlihat basah, dia berusaha untuk tidak mengingat kenangan pahit yang dia alami, walaupun sudah satu tahun berlalu, itu membuatnya berada diambang kehancuran.

"Ini sudah satu tahun berlalu Tuan"

"Entahlah, aku masih saja mengingatnya, Paman.. susah sekali melupakannya, bahkan senyumnya masih melekat dalam ingatanku, tawanya terkadang masih jelas merdu terdengar di telingaku" Mario menghela nafas panjang.

"Mungkin ada baiknya Tuan pergi dari kota ini.. saya hanya bisa berdoa untuk kebaikan Tuan dan melalui ini semua dengan baik" kata Paman Leon.

"Mengapa Tuhan menciptakan penyakit, hanya untuk memisahkan ciptaanNya sendiri, aku tidak mengerti jalan pikiranNya" Mario menyandarkan kepalanya di kursi, melemparkan pandangannya ke arah jalanan yang macet di siang itu.

"Kita tidak bisa menyelami pikiran Tuhan, karena untuk menyelaminya, kita harus menjadi Tuhan dan itu tidak mungkin Tuan, kita hanya ciptaanNya yang tidak sempurna, kita hanya perlu menyerahkan diri padaNya dan mengikuti takdir kita" Mario mencerna kata sang sopir yang sangat dekat dengan dirinya.

"Tapi kenapa Tuhan memberi cobaan ini kepadaku, selama setahun dia bahkan tidak pernah datang ke dalam mimpiku" Mario.

"Tuhan memberi cobaan kepada Tuan karena Tuhan tahu anda mampu menghadapinya, karena Tuhan tahu anda sangat kuat Tuan dan bila dia tidak datang dalam mimpi, saya yakin itu agar hati anda tidak semakin terluka, segala sesuatu ada alasan yang baik Tuan, percaya saja" tutur Paman Leon dicerna dengan baik oleh Mario, bagaimanapun juga asam garam kehidupan Paman Leon sudah pernah di rasakannya.

"Termasuk Tuan pergi meninggalkan kota ini, Tuhan pasti turut serta dan ikut campur dalam kehidupan Tuan, mungkin ada rahasia dan rencana Tuhan untuk kebahagiaan Tuan yang tersembunyi dan hanyalah Tuhan yang tahu, Tuan" tutur Paman Leon lagi.

"Aku hanya ingin hidup dan aku hanya ingin hidupku lebih hidup lagi, Paman.. aku tidak boleh menyia - nyiakan hidupku.. untuk itu aku memilih meninggalkan kantor Papa dan mengurus manajemen usaha Mama, mungkin ada sedikit kebaikan Tuhan untuk ku disana" ujar Mario dengan menghela nafas panjang.

"Aku berterima kasih kepada orang yang telah membuat anda hidup kembali Tuan, entah secara langsung atau tidak langsung, aku sangat berterima kasih.. Keadaan Tuan selama setahun belakangan ini cukup membuat kami semua bersedih, semoga Tuhan memberikan kebahagiaan kepada orang itu dimanapun dia berada" kata Paman Leon.

Paman Leon adalah sopir keluarga Aditya Abraham, namun dia sangat dekat dengan Mario bahkan sebelum dia lahir. Sejak masih muda, dia mengabdikan hidupnya kepada kakek Mario, yang kini menjadi sopir keluarganya.

Umurnya yang telah mencapai setengah abad ini, dia abdikan untuk keluarga Abraham, sejak di tinggal istrinya selama - lamanya, dia memilih tinggal di kediaman Abraham, itu juga bukan karena kehendaknya sendiri, keluarga Abraham yang memaksa Paman Leon untuk tinggal.

Sejak istrinya dinyatakan mandul, dia menghabiskan waktunya untuk menyayangi kedua anak keluarga Abraham, Emily dan Mario. Namun Mario adalah anak yang paling dekat dengannya dibanding Emily. Setelah Emily menikah dan melahirkan dua anak laki - laki, kini hiburannya adalah kedua anak Emily, Ken dan Jojo yang tinggal di kediaman Abraham.

Emily lebih memilih tinggal di kediaman keluarganya, mengingat sang ibu telah menua dan kesepian serta sering sakit - sakitan, Emily bersama suaminya Albert akhirnya pindah dari kediamannya sendiri dan tinggal di kediaman Abraham. Akhirnya kedekatan Emily dan Paman Leon terjadi sejak Emily mengandung Jojo, saat itu Ken anak pertamanya berumur satu tahun. Karena kehamilan Emily, Ken banyak di urus oleh baby sitter dibawah pengawasan Paman Leon, tidak bisa dibayangkan bukan? Kedekatan Paman Leon dengan Ken melebihi kedekatannya dengan kakeknya sendiri bahkan dengan Albert, papanya sendiri. Paman Leon seperti mempunyai semangat hidup lebih tinggi, karena Ken tidak bisa lepas sedikitpun dari Paman Leon sampai sekarang, Ken kini berusia 5 tahun lebih hampir menginjak usia 6 tahun.

Pahit manis kehidupan siapa yang tahu, mungkin ini takdirnya Paman Leon yang harus tetap dia jalani selama dia hidup, dia tidak pernah mempertanyakan keadilan Tuhan untuknya, baginya menjalani kehidupan dengan kebahagiaannya sekarang adalah sebuah anugerah, memiliki orang - orang yang menganggapnya keluarga adalah sebuah kebaikan dari Tuhan yang luar biasa tanpa perlu mempertanyakan keadilan untuknya.

Kemelut hati Mario masih terpancar jelas saat mobil itu akan memasuki parkir perkantoran milik Papanya. Saat membuang pandangannya ke arah jendela, matanya tertuju pada sosok gadis yang menyeberang dengan rambut hitam berkilau yang tergerai panjang yang meriap- riap menutupi sebagian wajahnya, gadis itu memakai seragam dari perusahaan Papanya, itu berarti karyawan di kantor Papanya.

Gadis itu berjalan berlarian ke arah seorang laki- laki yang telah menunggunya di sadel motor yang menyambutnya dengan senyuman. Laki- laki itu memakaikan helm dan menautkan pengaman di dagunya, lalu gadis itu menaiki motor berpegang pada lututnya sendiri dan menyelipkan tasnya ditengah diantara punggung laki- laki itu.

Agak tua laki- laki itu, mungkin kakaknya.. siapa gadis itu ? Pikir Mario.

Laki- laki itu membawanya berlalu memutar balik dan melewati mobilnya, namun sekali lagi saat Mario ingin melihat wajahnya, rambutnya menghalangi pandangannya, terlihat kulit putih bersinar dengan hidung mancungnya menghiasi wajahnya yang terbingkai helm motor.

"Kita sampai Tuan" kata Paman Leon mengejutkan lamunannya.

Bila kamu menyukai Novel ini, Jangan Lupa Dukungan Vote, Like, Komen, Koin, Poin dan Rate bintangkuu yaa Reader Tersayang. 😘😘🥰🥰💕💐

Restu

"Bu, ini Diana.. Gilang serius ingin menikahinya, kami sudah siap, terlebih Gilang Bu.. jarak kami memang 10 tahun, tapi di usia Diana yang ke 20 ini, dia sangat dewasa Bu, umur Gilang sudah 30 tahun Bu, Gilang sudah siap menikahi Diana" ujar Gilang dihadapan Ayah dan Ibunya.

"Sudah berapa lama kalian pacaran" tanya sang Ayah.

"Sudah lama, Ayah. Sejak Diana duduk di kelas 3 SMA akhir" Gilang menurunkan pandangannya ketika Ayahnya bertanya.

"Jadi gadis ini yang membuat kamu, selalu menolak perjodohan di keluarga kita?" tanya sang ibu membuat wajah Diana pias.

Gadis itu hanya menundukkan kepalanya, manik mata coklatnya hanya menatap sepatu sneakernya, debaran jantungnya tidak kunjung mereda, kedua tangannya bertemu dan bertumpu pada pahanya, menahan himpitan perasaan yang terus bergejolak dan siap menerima lontaran hinaan dari keluarga ini.

"Bu, tolonglah ibu mengerti, Gilang sangat mencintai Diana bu, Gilang tidak bisa mencintai wanita lain selain Diana, tidak ada Dianapun.. Gilang tidak akan bisa menikah tanpa cinta Bu" kata Gilang sangat antusias.

"Gilang tidak akan melepaskan Diana, apapun yang terjadi, Ayah dan Ibu setuju atau tidak, Gilang akan tetap menikahinya, karena Gilang sangat mencintainya" Gilang berkata dengan tegas kepada ibunya.

"Gilang! jangan kurang ajar kepada Ibumu!" bentak Ayahnya.

"Ayah, Gilang hanya mengungkapkan isi hati Gilang yang tidak pernah Ayah dan Ibu tahu, Gilang tidak mau mengalami seperti Ayah dan Ibu, menikah dengan perjodohan" kata - kata Gilang menampar keras harga diri sang Ayah di depan Diana.

"Gilang!" teriakan sang Ayah membuat Diana terkejut.

"Mas Gilang, jangan bicara seperti itu kepada Ayah dan Ibu, Mas tidak boleh durhaka Mas" Suara Diana dengan penuh kelembutan menggetarkan hati Gilang, tangan lembutnya digenggam erat oleh Gilang.

"Lalu apa Diana, apakah kita harus berpisah dan berhenti melanjutkan rencana kita berdua? Katakan Diana" Diana hanya menggeleng, semburat kemerahan dimatanya siap mengalirkan cairan bening yang telah ditahannya.

"Aku mencintaimu Mas, tapi kita tidak bisa melangkah tanpa restu orang tua, mungkin Ayah dan Ibu Mas Gilang, masih butuh waktu" Diana menatap lekat mata Gilang.

"Sejak kenal gadis ini sikapmu mulai berubah, hilang sudah tata krama yang diajarkan keluarga ini kepadamu Gilang" Kata sang ibu mulai menangis.

Sang ibu pun bangkit berdiri dan meninggalkan ruang tamu, memasuki kamarnya tanpa mengucapkan sepatah katapun.

"Jangan pernah menyakiti hati ibumu Gilang, itu tidak baik" kata sang Ayah bangkit berdiri dan meninggalkan ruangan itu tanpa permisi, menyusul istrinya.

"Diana, maafkan aku.. maafkan sikap Ayah dan Ibuku, aku sangat mencintaimu Diana, aku akan bicara lagi pada Ayah dan Ibu" Gilang menggenggam erat jemari Diana.

"Mas, aku memang tidak pantas untukmu Mas, Ayah dan Ibumu pasti tidak akan setuju, aku pernah bilang kan.. ini akan sulit untuk kita" Diana menatap lembut wajah Gilang yang kini berjongkok didepan lututnya.

"Lantas kita harus berpisah dan melupakan cinta kita Diana? Apa kau bisa?" Airmata yang ditahan Diana akhirnya menetes juga mendengar perkataan Gilang

"Entahlah Mas, aku terbiasa dengan kebisuan, mencintaimu dalam kesepian hidupku, aku mungkin telah biasa, aku bukan siapa- siapa Mas, kamu bisa mendapatkan yang jauh lebih baik dari aku Mas" kini Diana mulai terisak lirih.

"Kau bisa.. bagaimana denganku Diana? Aku tidak bisa hidup tanpa mu, Sayang" Gilang mencium jemari Diana yang tengah terisak lirih.

"Orang tuamu akan menuntutmu memilih Mas, aku atau orang tuamu, dan aku tidak ingin itu terjadi, aku mohon Mas, berikan waktu kepada orang tuamu agar bisa menerimaku Mas, aku tidak bisa melihatmu dalam pilihan yang sulit, sebaiknya aku dan kamu mengalah Mas" airmata Diana menetes di sela jemarinya, Gilang menyurutkan airmatanya dengan jemarinya.

"Bagaimana kalau tetap tidak menyetujui kita?" tanya Gilang menatap memohon pada mata Diana.

"Mungkin kita tidak berjodoh, Mas" Diana menyeka hidung yang telah basah.

"Aku hanya menginginkanmu Diana" Gilang mencium kening Diana.

"Gilang! Hentikan tangisan ibumu!" kata Ayahnya muncul kembali dan masuk lagi ke ruang tengah.

"Sebentar Diana, tunggu sebentar ya? Aku akan menenangkan ibu dulu, minumlah sayang.. aku akan segera kembali, aku akan berusaha membujuk Ayah dan Ibu" Gilang mencium kening Diana lalu berlalu pergi meninggalkan Diana dalam kecemasannya.

Gilangpun kembali bersimpuh di kaki pangkuan ibunya.

"Bu, tolong mengertilah.. Apa ibu tidak ingin Gilang bahagia? Gilang sangat mencintai Diana Bu" Gilang pun akhirnya menangis dipangkuan ibunya.

"Kamu menangisi gadis itu? Banyak gadis kelas atas yang pantas kamu tangisi Gilang, dia hanya gadis biasa, dari kalangan bawah yang tidak sederajat dengan kita, kamu kebanggaan keluarga kita Gilang, apa kata orang nantinya, bila kau menikahi gadis biasa, Ayah dan Ibu ini dari keluarga terpandang, kami berdarah biru" kata Ayahnya menampar siapa saja yang mendengarnya.

"Ibu tetap tidak setuju, gadis itu bukan dari kalangan kita, tidak sederajat, bibit bebet bobotnya tidak sebanding dengan kita" sang ibu terus saja menolak restunya.

"Tapi Gilang sangat mencintainya bu" Gilang memohon kepada ibunya.

"Gilang, dengarkan kata- kata ibumu, tidak baik kau melawannya" kata sang ayah.

"Cepat antarkan gadis itu pulang, dan jangan pernah menemuinya" sang ibu bangkit berdiri memasuki kamar, Gilang menatap sang ibu sampai bayangan ibunya menghilang.

"Sudahlah, kamu juga terpaut 10 tahun, gadis itu terlalu muda untukmu dan kamu anak tunggal, keluarga Satya Samudera tidak mungkin memilih menantu sembarangan" kata sang ayah semakin mengiris hati Gilang.

"Ayah, Gilang sangat mencintai Diana dan Gilang tidak bisa mencintai wanita lain selain Diana, dia wanita yang baik dan wanita yang kuat, dia sangat mandiri, Gilang ingin membahagiakannya" ujar Gilang, sudut matanya kini memerah.

"Ayah dan Ibu tidak bisa memberimu restu, anak itu cuma menginginkan hartamu saja, sudahlah.. jangan berdebat dengan ayah.. menantu keluarga ini paling tidak S1, dia hanya lulusan D1 keluarganya juga biasa saja bukan dari kalangan yang se level dengan kita,.. Cinta mudah datang dan pergi.. antar dia pergi dan berhentilah berhubungan dengannya" Sang ayah pun berlalu di hadapannya. Kepala Gilang tertunduk lesu.

Sementara, Diana telah menghilang dari ruang tamu, tentu saja karena dia mendengar hinaan yang terus mendera telinganya yang menyakitkan hatinya, bukan bermaksud tidak sopan tapi kakinya mengajaknya untuk pergi dari kediaman Gilang karena sesak didadanya tidak bisa dia tahan lagi, dia hanya ingin menangis dengan keras.

Diana, gadis itu hanya bisa menangis, berlarian di tengah rinai hujan tanpa arah dan tujuan, dia hanya ingin bertemu ayah dan ibunya secepat yang dia bisa, mengeluarkan keluh kesahnya dan berharap sakit hatinya menghilang terganti dengan kedamaian.

Bila kamu menyukai Novel ini, Jangan Lupa Dukungan Vote, Like, Komen, Koin, Poin dan Rate bintangkuu yaa Reader Tersayang. 😘😘🥰🥰💕💐

Kemana Dia?

"Ben, apa papaku ada?" tanya Mario yang tiba- tiba masuk ke ruangan orang bernama Ben.

"Hei Mario, lama sekali tidak melihatmu.. masuklah, apa kau sudah merasa lebih baik?" tanya seseorang yang bernama Ben.

"Entahlah, aku hanya berusaha melanjutkan hidupku" kata Mario di ambang pintu menuju ruangan Papanya.

"Langsung saja ke ruangan Papamu, dia pasti senang melihatmu berada disini" Ben menunjukan jalan ke ruangan yang dimaksud Aditya.

"Ben, apa ada gadis di bagian resepsionis dengan suara merdu disini? Siapa namanya" Mario menghentikan langkahnya saat memegangan handle pintu yang menghubungkan ruangan Ben ke ruangan Aditya.

"Bukankah semua resepsionis bersuara merdu?" Ben menanyakan kembali dan mengingat 4 resepsionis yang dimaksud Mario.

"Tidak, dia memiliki suara yang sangat merdu dan lembut sekali, suaranya mengingatkan ku pada.. ahh sudahlah lupakan aku akan menemui Papa ku" Mario masuk keruangan papanya, Ben melihat sampai Mario menghilang di balik pintu.

Apakah yang dia maksud adalah Diana. aku harus memastikannya. Ben.

*****

"Akhirnya kau datang, bagaimana keadaanmu.. kau terlihat tua sekali.. Kemarilah duduklah" Kata Aditya mempersilahkan Mario duduk di sofa.

"Bagaimana Rio.. kau sudah pikirkan penawaran papa, untuk pindah ke kota xx siapa tahu kamu dapat jodoh disana, daripada kamu tidak jelas begini" kata Aditya lagi.

"Haahh.. " Mario menghempaskan tubuhnya ke sofa dan menyandarkan kepalanya ke sofa.

"Aku sudah bicara dengan Mama mu, dia sangat setuju kalau kau mau mengelola usaha kesayangannya itu" Kata Aditya suduk di dekat Mario.

"Pa, Mario sudah berpikir panjang, sepertinya Mario akan mengambil tawaran Papa, walaupun itu bukan di bidang Mario, tapi Mario akan mencobanya Pa.. Mario hanya akan melupakan apa yang telah terjadi disini Pa.. Tapi jangan berharap perusahaan disana akan berkembang pesat Pa" Mario mengusap wajahnya dengan kasar.

"Papa juga tidak berharap lebih dengan usaha Mama kamu itu Rio, seharusnya Emily yang menangani ini, bukankah perempuan lebih cocok dengan usaha salon? Tapi kau tahu kan, suaminya tidak menginginkan kakakmu bekerja, setelah mempunyai anak" Aditya menyalakan cerutunya di ikuti Mario menyalakan rokoknya.

"Pa.. Mario tidak keberatan memegang usaha Mama itu, hanya jangan berharap akan berkembang, Mario hanya akan memantau aliran keuangannya saja dari ke 60 outlet yang tersebar di berbagai kota" Mario menghisap pelan rokoknya dan membuangnya ke langit- langit ruangan itu.

"Hahaha kau jangan main- main dengan omset salon Mamamu Rio, satu cabang berkisar *50 sampai 80 juta sebulannya, bahkan di pusat kota xx omsetnya kurang lebih 120 juta sebulan* kau hanya perlu meningkatkan sumber daya manusia dan pertahankan produk berkualitasnya" jelas Aditya.

"Kamu akan bekerja di kantor pusat, gedung itu cuma ada 5 lantai, di lantai satu dan dua digunakan sebagai salon, Lantai tiga sampai lima itu buat administrasi, ruanganmu ada di lantai lima, semua kantor cabang bahkan yang berada di kota ini, akan melapor di kantor pusat kota xx, gudang akhirnya dipindah ke belakang, kamu tahu kan.. Mama kamu dulu merintis usaha pertamanya disana, jadi bekerjalah dengan baik disana, jangan membuat kekacauan, karena hidupmu sudah kacau setahun belakangan ini" kata Aditya menepuk pundak Mario.

"Ada Lukas yang akan membantu Mario nanti Pa" Mario kembali menghisap rokoknya.

"Ponakan kamu itu kadang - kadang bisa diandalkan, hanya kegilaannya kepada perempuan yang susah dihilangkan" Aditya tergelak diikuti Mario.

"Jadi kapan Mario bisa berangkat Pa?" Mario menghela nafas panjang.

"Dalam seminggu ini Papa akan siapkan dokumen kepindahanmu disana, Papa akan urus secepatnya" Aditya mematikan rokoknya.

"Huuff.. baiklah.. mungkin ini yang terbaik buat Mario Pa" Mario mematikan rokoknya saat office boy menyajikan kopi ke ruangan itu.

"Papa harap kamu bisa menemukan cinta sejatimu disana, karena umurmu sudah mau 28 tahun ini, menikahlah umur 29 atau 30 tahun, kamu tidak mungkin begini seterusnya" Aditya menyesap kopinya.

"Gampang itu Pa, Mario mau fokus menata hidup dulu" kata Mario acuh disela menikmati kopinya.

"Ya tapi jangan lama- lama, sebentar lagi kau akan tua" kata Aditya berkelakar.

"Mario permisi dulu Pa, ada hal yang harus Mario lakukan untuk terakhir kalinya" Mario bangkit berdiri memeluk Papanya, lalu Aditya menepuk pundak anak laki - laki satu- satunya.

Mario melangkahkan kakinya keluar dari ruangan Papanya, namun tidak terlihat Ben di mejanya. Mario memutuskan untuk meninggalkan gedung itu.

Namun hatinya menggelitik mengingat suara di telpon tadi siang, akhirnya dia memutuskan ke ruang HRD, sebelum menuju lift. Namun ternyata Ben telah ada disana.

"Hei Mario, kau sudah selesai?" tanya Ben.

"Sudah, ehm.. aku permisi dulu, Ben" jawab Mario.

"Kau menerima tawaran Papamu?" tanya ben kembali.

"Yaa sepertinya begitu" jawab Mario dengan perasaan tidak nyaman.

Mata Mario beredar ke arah resepsionis namun disana hanya ada seorang laki- laki.

Kemana dia ?

"Masih penasaran dengan si suara merdu?" pertanyaan Ben bernada menggoda.

"Ahh.. tidak lupakan" senyum dinginnya mengembang.

"Ada yang resign hari ini salah satu resepsionis, yang teramat cantik dan bersuara merdu, mungkin itu yang kau maksud" Ben langsung mencari tahu.

"Cepat, sekali informasimu" Mario terkekeh.

"Aku memeriksa cctv saat kau menelpon, rupanya kau terlambat" goda Ben lagi.

"Tidak ada kata terlambat buatku saat ini, Mario setahun yang lalu telah bangkit" Mario terkekeh.

"Baguslah.. sebaiknya kau bersenang - senang nanti malam ikutlah dengan ku.. banyak yang baru disana" kerling Ben.

"Dunia seperti itu sudah tidak menarik lagi buatku, aku ingin kehidupan normal saja, karena satu tahun kemarin aku telah puas berpesta walaupun di pemakaman" wajah dingin Mario terpancar saat itu.

"Wah.. Wah.. sepertinya bertapa di pemakaman membuatmu insaf ya" Ben tergelak.

"Aku telah insaf semenjak mengenal Kenanga dan aku tidak ingin kembali ke kehidupanku sebelum mengenal Kenanga" Mario masih mengedarkan pandangannya diruangan itu, mencari sosok yang membuat hatinya di tumbuhi perasaan aneh.

Ben menyadari itu dan membuatnya di penuhi tanda tanya, namun semua pertanyaan dalam benaknya itu segera di tepiskannya karena Ben tidak ingin mencampuri urusan pribadi orang yang telah menjadi atasannya selama ini.

"Kau masih penasaran? Dengan si suara merdu itu?" tepuk Ben dibahu Mario.

"Sudahlah itu tidak penting, aku hanya merasa Kenanga hidup lagi di suara itu, aku permisi dulu.. aku akan berpamitan dengan Kenanga dan aku akan pergi melanjutkan hidupku, sampai jumpa Ben" Langkah Mario gontai setelah menepuk pundak Ben, meninggalkan gedung itu.

Banyak pasang mata melihat Bos tampan yang menjadi idola dan pernah menjadi atasan mereka muncul lagi di gedung ini setelah kurang lebih satu tahun menghilang. Kini tampak jelas sang Bos terlihat tirus, walaupun guratan ketampanannya masih terlihat jelas.

\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=

Bila kamu menyukai Novel ini, Jangan Lupa Dukungan Vote, Like, Komen, Koin, Poin dan Rate bintangkuu yaa Reader Tersayang. 😘😘🥰🥰💕💐

Survei data : Johny Andrean, Rudy Hadisuwarno, Mance Salon, Laris Love Beauty Salon, Pointcut by Irwan Team, Christoper Salon, La Femme Salon, Aar Yazuar Hair and Beauty Salon, Hasami Kushi Salon, ItjeHair Salon, Evergreen Salon, The Parlour Dharmawangsa, Alfons Salon, De Coiffure Kemang, Blow and Glow Salon, Blow+Bar Salon, Dandelion Salon, Nobu Salon.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!