Sayup-sayup terdengar suara langkah kaki tampak tergesa-gesa, sorot mata yang mengalir selalu mengarah ke belakang. Ia terlihat seperti sedang menghindari kejaran seseorang jauh di sana.
Aroma anyir begitu menyengat, hingga meninggalkan jejak pada tiap tapak yang terlewati. Helai rambut dan pakaian tampak kusam dengan deru nafas memburu.
Baris-baris pepohonan yang menjulang tinggi dengan rimbunnya ia lewati tanpa arah tujuan, langkah kakinya semakin melemah tetapi seseorang di belakangnya semakin mendekat.
Rasa takut mengalir bersama derasnya air mata yang membasahi pipinya, sendirian di tengah lautan rimbunnya pepohonan dengan tidak tahu apa yang akan terjadi dengan nasibnya sekarang.
*Aku nggak boleh mati, aku harus bisa keluar dari* *sini*!. Deretan harap memintanya sedikit keajaiban.
Tekadnya begitu keras, namun tidak dengan tubuhnya yang tidak sanggup lagi menopang keyakinannya. Ia terjatuh dan bersamaan dengan itu tiga pria berbaju hitam kini berdiri tepat di hadapannya.
Wajahnya terlihat begitu menakutkan, tatapan tajamnya membuat wanita tersebut membeku di tempat.
*Dorrr*
Satu tembakan terlepas ke langit-langit, dan itu sontak membuat wanita tersebut menutup telinganya rapat-rapat.
"*Take him*!!!," ujar pria itu tegas, memerintah rekanya.
"*No, don't take me*," teriak wanita itu memberi perlawanan.
"*Don't take me! Please*."
"*Shut up. Or you will die right now*!" ancam pria itu dengan menodongkan pistol tepat di kepala wanita itu.
Di balik batas waktu, saat cahaya mulai memudar. Dinginnya udara membuat suasana begitu mencengkam, deretan waktu seakan menghitung akhir dari sebuah nasib yang sedang digeret paksa ke sebuah bangunan tua yang ada di tengah hutan.
Mentari seakan melambai mengucapkan selamat tinggal, sedangkan wanita itu memohon untuk tetap tinggal. Bahkan sedikit cahaya itu pergi meninggalkannya sendiri, sekarang ia hanya bisa berharap ada keajaiban.
Tidak ada rasa belas kasih sedikitpun, perlakuan mereka begitu kasar. Wanita tersebut di dorong hingga tersungkur dengan tidak memperdulikan luka-luka yang terlihat jelas di tubuhnya, lalu meninggalkannya begitu saja.
Sebuah ruangan yang cukup besar, ruangan yang berbeda dari tiap sudut ruang yang ada di bangunan tersebut. Walau hanya bangunan tua, tetapi bangunan tersebut terlihat dijaga begitu ketat.
Dengan susah payah ia berhasil kabur dengan penjagaan yang begitu ketat, tetapi nasib membawanya kembali. Dengan debaran jantung yang tak beraturan, sorot mata wanita itu terlihat begitu ketakutan. Apalagi saat langkah kaki seorang pria mendekatinya.
Pemilik mata berwarna hazel, dengan bulu mata lentik itu terlihat gelisah kesana dan kemari untuk mencari cara agar bisa kabur.
Memundurkan tubuhnya perlahan saat tiap langkah kaki pria itu semakin dekat, sampai akhirnya ia tidak bisa bergerak karena sudah berada di dinding batas bangunan itu.
"*Who told you to*?," suara bariton pria yang sedang menodongkan pistol tepat di kepalanya.
Melihatnya hanya diam, pria itu dengan kasar mencekik leher wanita itu kemudian melepaskan satu peluru ke sembarang arah. Lagi, wanita itu menutup telinganya rapat-rapat dengan tangan gemetar.
Mencoba melawan dan memberontak, walau usahanya tidak sama sekali berhasil. Tenaganya tidak sebanding dengan pria bertubuh besar di hadapannya.
Namun itu tidak membuatnya menyerah, dengan sisa tenaga ia mendapatkan kesempatan dengan melihat sebuah botol minuman keras yang ada di meja. Botol itu ia arahkan untuk memukul pria tersebut hingga tangan yang mencengkram lehernya terlepas.
Ia segera berlari ke arah pintu untuk keluar dan kabur dari ruangan itu, walau tidak mungkin untuknya bisa keluar dari sana. Tetapi tekadnya begitu kuat.
"*Fu\*ck*." Tatapan murka pria itu, sembari mengarahkan pistol yang sedang tertuju pada wanita tersebut sekarang.
*Dorrr*
Mematung di tempat dengan kaki yang terasa lemas, perlahan memutar tubuhnya ke belakang. Seketika retinanya membesar hingga membuatnya terduduk di lantai. Ia kaget melihat pria itu sudah tergeletak bersimbah darah, ia pikir dirinya yang mati karena ditembak pria itu. Tetapi ternyata suara tembakan itu bukan untuknya, melainkan tertuju pada pria itu.
Keajaiban yang ia harapkan datang, sesaat peluru itu akan ditujukan padanya. Seseorang datang menggagalkan pria itu dengan menembak lengannya.
"*Are you alright*?."
Suara itu membuat wanita tersadar, retinanya yang tadinya ke arah pria jahat kini bergerak melihat seseorang yang ada di hadapannya.
Hembusan nafas lega sangat terlihat jelas dari ekspresi wajahnya, ia menatap lekat wajah pria berwajah tampan di hadapannya, dan langsung mengalungkan tangannya memeluk pria itu erat.
Namun, pria itu melepaskan pelukannya dan melihat dengan seksama wanita yang ada di hadapannya. Iya, itu wanita yang sama yang ia selamatkan seminggu yang lalu.
Xabiru Wangga, seorang Interpol asal Indonesia yang sedang bertugas dan bekerjasama dengan interpol New York dalam melakukan misi kejahatan dan kriminalitas.
Dalam melakukan misi tersebut ia bertemu dengan seorang wanita yang disandera. Tetapi bukan hanya sekali, ini yang kedua kalinya. Padahal sebelumnya ia sudah memastikan wanita itu dan serta lainnya yang disandera aman.
Namun apa yang terjadi? Mengapa kini wanita itu ada di tempat seperti ini lagi?.
...***...
"Bagaimana keadaannya?." Terdengar suara Xabiru yang berjalan masuk mendekat ke arah rekan-rekannya.
"Banyak luka lebam di tubuhnya, ia juga banyak kehilangan darah akibat peluru yang meleset mengenai lengannya. Telapak kakinya juga lukanya sangat dalam karena pecahan kaca yang belum dikeluarkan tetapi dipaksa untuk berjalan," jelas rekannya yang juga sama-sama asal Indonesia.
Wanita yang terbaring dengan alat medis tersebut, langsung menoleh saat melihat Xabiru datang. Tatapannya tidak sedetik pun beralih saat melihat kedatangannya, padahal isi kepalanya sedari tadi memikirkan entah apa yang akan terjadi jika Xabiru juga rekannya terlambat sedikit saja, mungkin ia akan sudah pindah alam sekarang.
Sekilas melihat ke arah wanita itu, kemudian Xabiru melihat ke arah rekannya seperti memberi isyarat.
"Arabella Shazifa, dia seorang model asal Indonesia yang menetap di New York setahun ini," jelas temannya sambil melihat benda pipih miliknya, ia menjelaskan informasi yang ia dapatkan tentang wanita tersebut.
"Apa yang kamu lakukan di sana? Kamu sudah kami bebaskan dari tempat itu seminggu yang lau? Lalu kenapa kamu ada di tempat lainnya?."
Arabella tidak mengidahkan perkataan seorang pria yang telah menyelamatkannya, ia hanya diam tanpa ekspresi dengan menatapnya sendu.
"Atau kamu salah satu dari sindikat perdagangan manusia itu?."
Pria itu menatap ke arahnya penuh curiga, dalam menjalankan sebuah misi mereka tidak sengaja bertemu dengan seorang wanita yang mereka tolong dan menemukannya kembali di tempat lainnya.
*Aku cuma ingin bisa bertemu dengan kamu lagi*. Tatapan yang tidak sedetik pun beralih dari Xabiru.
***
Hai para readers, jangan lupa like dan komen ya untuk meninggalkan jejak...
Jangan lupa baca cerita aku lainnya yang berjudul LOVE JUST ONCE...
Perlahan manik hazel milik Arabella terbuka. Setelah cukup lama di ruang operasi, kini ia mulai tersadar. Terakhir kali retinanya masih melihat keberadaan Xabiru, sebelum jarum menembus kulitnya dan perlahan mengambil kesadarannya. Tetapi kini, pria itu tidak lagi terlihat di pandangannya.
Ruangan yang dominan berwarna putih tersebut terlihat begitu senyap, hanya terdengar denting jarum jam menemaninya. Terbaring tak berdaya dengan kedua kaki terbalut perban. Jangankan untuk berjalan, bangkit dari tempatnya saja tubuhnya tak mampu. Tatapannya terlihat kosong mengarah pada daun pintu ruangan itu.
Sementara itu, Edo salah seorang pasukan interpol berjalan kesana-kemari dengan ekspresi wajah yang terlihat sedang berpikir, "Biru, menurut Lo kenapa wanita itu bisa ada di tempat seperti itu lagi?."
"Tapi dari tatapannya ke biru seperti ada sesuatu," jelas Hanan yang ikut memberikan pendapat.
"Lo kenal sama dia?," tanya Edo penasaran.
Tanpa bergeming, Xabiru masih berada di posisinya. Ia tidak memberikan reaksi dari dialog kedua rekan sekaligus sahabatnya tersebut, fokusnya hanya pada buku yang sedang ia baca.
Melihat jika dirinya tidak direspon membuat Edo melayangkan tatapan kesal, "Lo bener-bener dah, jawab aelah."
"Lebih baik kalian istirahat! Dia baik-baik aja di sana dan udah ada yang mengurus hal itu juga." Masih menatap lembaran bukunya, Xabiru berkata tanpa ekspresi.
Merampas buku Xabiru, Edo duduk di dekatnya, "Lo nggak lihat, tatapan dia ke Lo?."
Mengambil kembali buku miliknya dari tangan Edo, "Biasa aja, dan gue nggak kenal sama dia. Lagian kenapa juga kalian mikirin dia, urusan kita dengannya udah selesai."
Xabiru menyenderkan kepalanya di bahu sofa, lalu menutup wajahnya dengan buku miliknya, "Dia juga udah aman, pasti sekarang lagi berkumpul dengan keluarganya."
Andai yang dipikirkan Xabiru itu benar adanya, nyatanya ketika waktu terus berputar wanita malang itu hanya seorang diri tanpa ada siapapun disisinya.
Panjangnya malam menjamah dinginnya kegelapan, menusuk keheningan tanpa kata. Arabella sendiri berteman kan melodi tanpa nyanyian.
Dua hari yang panjang, bahkan lebih panjang dari riuhnya tarian dedaunan dari pepohonan di dalam hutan. Selama itu juga, Arabella masih menatap daun pintu dan berharap seseorang yang ia nanti akan datang.
Xabiru, nama yang selalu ia ucapkan kala perawat datang untuk melihatnya. Kata sederhana yang mampu membuka mulutnya. Tetapi begitu sulit ketika polisi datang untuk mencari informasi tentang apa yang terjadi pada dirinya di sana.
Kabar itu sudah terdengar hingga sampai Xabiru, karenanya ia datang pagi ini untuk menemui Arabella di rumah sakit sebab sebuah tugas.
Duduk menatap ke arah jendela, menikmati sentuhan mentari yang menghangatkan. Tanpa ekspresi dan semangat, Arabella terus memikirkan seseorang di Ingatannya. Sampai suara seseorang yang masuk ke dalam ruang rawat inapnya, membuatnya langsung menarik sudut bibirnya.
"*Excuse me*," suara yang membuat Arabella langsung menoleh ke belakang.
Benar, itu suara seseorang yang sedang ia tunggu. Wajahnya yang muram, seketika langsung tersenyum kala melihat kedatangan Xabiru.
"Lo lihat ekspresinya!," bisik Edo pada Hanan.
Mereka bertiga mendekat, Edo dan Hanan menyapa Arabella dengan ramah. Tetapi Xabiru tanpa basa basi langsung memberikan sebuah pertanyaan, "*Why don't you want to answer my colleague's question*?."
"*You know, you're hindering our work*."
*Aku cuma ingin bisa bertemu dengan kamu lagi*. Tatapan yang tidak sedetik pun beralih dari Xabiru.
"Arabella Shazifa, dia seorang model asal Indonesia yang menetap di New York setahun ini," jelas Hanan sambil melihat benda pipih miliknya, ia menjelaskan informasi yang ia dapatkan tentang wanita tersebut kala Xabiru memberinya isyarat.
"Apa yang kamu lakukan di sana? Kamu sudah kami bebaskan dari tempat itu seminggu yang lau? Lalu kenapa kamu ada di tempat lainnya?."
Arabella tidak mengidahkan perkataan seorang pria yang telah menyelamatkannya, ia hanya diam tanpa ekspresi dengan menatapnya lekat.
"Atau kamu salah satu dari sindikat perdagangan manusia itu?."
Pria itu menatap ke arahnya penuh curiga, dalam menjalankan sebuah misi mereka tidak sengaja bertemu dengan seorang wanita yang mereka tolong dan menemukannya kembali di tempat lainnya.
"Sembarangan, kenapa kamu jadi nuduh aku," tidak terima Arabella.
"Kenapa kalian semua marah-marah, *I also don't know why I got there. I don't know*," ucapnya kesal, jika mengingat tiap polisi yang datang selalu memaksanya menjawab semua pertanyaan mereka.
Tidak berbicara ataupun merespon jika ditanya, tetapi apa yang terjadi di hadapan mereka kini tidak sesuai dengan berita dari atasan mereka.
Lihatlah, jangankan diam seribu bahasa. Arabella terlihat tidak berhenti berbicara, ia meluapkan kekesalannya pada Xabiru. Sedangkan Edo dan Hanan hanya menatap dalam diam masih tidak percaya.
"*Huwaaa, hixs* kalian jahat."
"Berhenti pura-pura nangis, sekarang ceritakan!," tegas Xabiru tidak ingin dibantah.
Wajah Arabella langsung cemberut, pria dihadapannya ini sungguh dingin, "*I'm hungry, I want to eat first*." alasannya karena tidak ingin jika Xabiru cepat pergi dari sana.
Tanpa Xabiru bicara, Hanan yang sudah paham langsung mendekatkan meja dan meletakkan sarapan untuk Arabella makan.
"Cepat makan!," perintah Xabiru yang melihat Arabella hanya menatap makanan yang ada di hadapannya.
"Mereka suruh keluar!," tunjuk Arabella pada Edo dan Hanan.
"Wah banyak maunya nih orang," kesal Edo. Ia hendak protes, tetapi Hanan langsung menariknya dan membawanya pergi dari sana.
Hanan sudah hafal benar dengan tiap gestur dan sorot mata Xabiru, tanpa pria itu berkata sahabatnya paham harus melakukan apa. Ia tenang dan pintar, berbeda halnya dengan Edo yang berisik dan suka tidak terkendali.
Namun mereka adalah tim yang solid, kompak dan bisa diandalkan satu sama lain.
Ruangan hening beberapa saat, hanya retina dan debaran jantung Arabella terlihat begitu tidak tenangnya. Apa yang dilakukan Arabella tidak lepas dari perhatian Xabiru, pria tampan itu masih berdiri tegak di dekatnya menunggunya berbicara.
"*A-aku*," lidah Arabella seakan kelu, ia mengepal sendok di tanganya kuat. Tampak jelas kegelisahan dan ketakutan dari sorot matanya.
Manik hazel itu mulai berkaca-kaca, tangganya semakin kuat mengepal, "aku-malam itu ..." ingatan Arabella kembali dengan rasa takut dan kenangan buruknya.
Sebelum melanjutkan perkataannya, terlihat Arabella menarik nafas dalam-dalam. "Malam itu ... Aku ingin kembali ke apartemen dari tempat pemotretan. Tetapi saat di jalan, ada mobil yang menghadang"
"Ada dua laki-laki bertubuh besar turun dari mobil itu, lalu menghampiri mobilku dan memaksa aku turun. Aku berusaha berteriak meminta tolong saat itu, tetapi mereka membiusku." wajahnya tertunduk sambil memainkan helai bajunya.
"Lalu apa yang terjadi?"
Wajah yang tertunduk kini menatap manik pekat milik Xabiru, "Aku gak sadarkan diri, dan ketika aku bangun aku ada di tempat seperti itu lagi. Tapi beneran, *I am not like what you and your friends accuse me of*."
"*Do you have any enemies*?" tanya Xabiru lagi.
"Nggak" jawab Arabella singkat.
"*Oke, then what happened there*?"
Pertanyaan yang langsung membuat bibir Arabella tertutup rapat, ia hanya diam. Namun terlihat jelas dari sorot matanya yang tampak gelisah, memainkan jemarinya seperti ketakutan.
Memberi waktu sejenak untuk wanita yang sedang ia interogasi lebih tenang, tetapi hingga dua puluh menit berlalu Arabella tetap diam. Tidak melanjutkan ceritanya apalagi menjawab pertanyaan darinya.
"Mau kemana?" Arabella menarik lengan baju Xabiru cepat. Melihat pria di hadapannya bangkit dari duduknya, ia langsung menghentikannya.
"Saya ada kerjaan lagi, lebih baik kamu istirahat lebih dulu!"
"Nggak!" sambil menggelengkan kepalanya cepat, ia masih menahan pria itu untuk pergi.
Melihat bagaimana respon dan kondisi Arabella, Xabiru tidak ingin memaksa wanita itu untuk bercerita. Jadi ia memilih untuk pergi, agar Arabella bisa istirahat.
Dengan wajah yang terlihat memohon, sangat jelas ada ketakutan dari pemilik manik hazel tersebut. "Jangan pergi! Aku mohon!."
"Lebih baik kamu istirahat!"
"Nggak, aku takut. Aku mohon tetap di sini!"
"I-iya, tapi... Saya janji akan kembali. Saya ada kerjaan penting."
Jemari yang mencengkram erat helai bajunya semakin kuat, tatapan memohon walau bibirnya tertutup rapat.
"Saya akan kembali," mencoba memberikan pengertian.
"Gak, aku nggak mau."
"Janji! Saya akan kembali"
"Janji!"
"Saya janji."
...***...
Salju turun tampak cukup lebat, suhu begitu dingin terlihat dari pakaian tebal orang-orang yang sedang berlalu lalang. Mentari sudah pergi, kini diam kegelapan menemani tanpa tanya.
Terlihat Xabiru dan rekan-rekan polisi lainnya sedang menikmati makan malam bersama, sepertinya mereka sedang merayakan sesuatu. Di dalam ruang yang hangat mereka saling bercengkrama dan bercanda bersama, menikmati makanan yang tersedia.
"Biru, lo udah tau tentang ini?" Hanan menunjukkan sebuah file yang ada di ponselnya.
"Gue dapat ini kemarin." lanjutannya.
Xabiru langsung menerima dan membaca file itu. Dahinya mengernyit, dari ekspresi wajahnya ia terlihat sedang kaget.
"Arabella anak bungsu dari dua bersaudara, dan kakak laki-lakinya sudah meninggal setahun lalu. Dia juga ditipu sama asisten pribadinya, semua harta miliknya diambil dan dia kabur."
Seketika ingatan tentang Arabella memenuhi kepala Xabiru, bagaimana tidak. Dua hari yang lalu ia sudah janji untuk kembali, nyatanya ia sama sekali tidak kembali memenuhi janjinya.
"Orang tuanya?" tanya Xabiru.
"Seperti yang lo lihat, hanya dia dan kakaknya. Bisa jadi orang tuanya juga sudah tidak ada," jelas Hanan.
Pantas saja, bahkan saat di rumah sakit ataupun Arabella hilang tidak ada siapapun yang mencari ataupun menemaninya. Rasa bersalah menyelimuti kegelisahan Xabiru, sebenarnya ia juga bukan tanpa sebab tidak menepati janji.
Sebab ia juga baru kembali dari misi yang baru saja mereka selesaikan, acara makan-makan ini karena merayakan keberhasilan mereka.
Suasana yang tadinya santai dan hangat seketika berubah, apalagi saat Edo tiba-tiba saja datang pada Xabiru, "Gue baru dapat kabar, kata pihak hospital Arabella tidak ada di kamarnya dan sampai sekarang mereka masih mencari ke..."
Tanpa mendengar perkataan Edo sampai selesai, Xabiru langsung bergegas pergi dari sana. Ia khawatir memikirkan tentang Arabella, karena masih teringat jelas bagaimana wanita itu memohon untuk dirinya tetap tinggal.
Sorot mata ketakutan dari manik hazel indah milik Arabella, sangat menjelaskan bagaimana perasaannya ketika itu.
Melihat Xabiru pergi begitu saja, membuat Edo dan Hanan langsung bergegas mengikuti. Tidak ada pertanyaan, karena jika melihat ekspresi wajah Xabiru sesuatu sedang terjadi.
Meninggalkan tempat dan langsung bergegas ke rumah sakit, roda empat yang mereka kendarai menerobos jalanan dengan tidak memperdulikan ramainya jalanan.
"Biru, gue masih mau hidup" seru Edo yang berpegangan pada *Hand Grip* sangat kencang.
Tidak memperdulikan sekeliling, Xabiru fokus ke depan. Dan tidak membutuhkan waktu lama untuk ia sampai di rumah sakit di mana tempat Arabella dirawat.
Meninggalkan begitu saja mobil yang ia kendarai, ia langsung berlari masuk ke dalam. Memeriksa sendiri apa yang sebenarnya terjadi, ia langsung bertanya dengan suster dan pihak rumah sakit.
Kedatangan Xabiru langsung disambut pihak rumah sakit. Mereka mengatakan jika Arabella pergi sejak dari dua jam yang lalu, mendengar hal itu Xabiru langsung memejamkan matanya dan mengepal tangannya kuat.
"Cepat cari tau!" Perintah Xabiru pada Hanan saat melihat pria yang membawa Arabella dari cctv rumah sakit.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!