Api yang menyala-nyala hebat membakar ranting yang ia pungut. Sekali lagi dia melesat, maka tangannya akan terbakar.
Cuaca malam yang tidak bersahabat, membuat ia menjadi batuk, sekaligus mengeluarkan cairan lendir yang disebut flu.
Saat ini, seorang gadis sedang menatap api yang menggerogoti seisi penghuni kayu yang ia ambil di bawah pohon yang mati siang tadi.
Ia menatap tanpa henti, entah sudah berapa kali.
"Uhuk ... uhuk .... "
Terdengar sambaran dari kerongkongan nya yang mengering. Terlihat dari suaranya, sudah seharian ia menahan dahaga. Sungguh malang.
Sretttt .....
Suara kancing tenda yang terbuka. Gadis itu memasukinya. Ia bersiap untuk tidur dengan menepuk bantal yang berdebu. Meminum sedikit sisa air yang ia ambil dari sungai.
Ia meraih selimut yang sedikit koyak diujungnya. Meneteskan rasa hangat dari kelopak matanya. Ia menangis.
Dalam kesunyian, ia tampak melamun dengan sisa-sisa api dan beberapa kepulan asap yang mengabur. Ia bisa melihat bayangan dirinya, lalu mengangkat kedua tangan yang pucat dan mengibaskan ke area kuping. Tampaknya para kawanan nyamuk sedang menggerayangi pendengarannya.
Dalam beberapa menit, dia terlelap dengan beralaskan sebuah kasur warisan dengan gambar capung berwarna merah, hijau, dan biru. Alangkah cantiknya seandainya hidupnya begitu berwarna seperti warna-warna ini. Pikirannya mengabur, dia lantas tertidur.
Dalam dengkuran yang halus, sesosok tak kasat mata sedang berjuang membangunkannya. Namun segel yang sudah gadis itu pasang sangat sulit ia bobol. Nampaknya sosok itu harus menelan saliva dan pulang dengan tangan hampa.
Siapakah dia? Sang gadis ternyata belum tidur. Pendengarannya sangat sensitif sehingga dia menderita insomnia. Tidur hanya dalam rentang waktu 2-3 jam saja. Wajar kalau lingkaran di bawah mata nya terlihat jelas dan berwarna gelap. Lingkaran yang dibenci semua makhluk bernama wanita, yaitu mata panda.
Dia sangat membenci dirinya sendiri, melebihi membenci orang-orang di luaran sana. Gadis itu beringsut, mengambil sesuatu yang tampak menyilaukan. Menyusuri setiap lekukan wajahnya. Dia sedang berkaca.
"Memang Manusia di dunia ini harus rajin berkaca. Supaya bisa sadar diri dan memohon ampunan karena dosa-dosa dan kesyirikan yang sudah diperbuat! " gumamnya.
Tampaknya hingga angin berhembus, entah kesekian kalinya, dia masih memandangi kaca, berkaca hingga dia mengantuk atau sampai dia lelah. Sudah cukup, dia sangat membenci rutinitas nya ini.
Pukul 12 malam, matanya sedikit berembun. Menguap dan terus menguap, sedikitnya 5 kali menguap dan itu menghilangkan rasa lelah yang ia rasakan sejak tadi. Dia terlelap dalam tidur yang penuh dengan kegelisahan, diselimuti dengan kewaspadaan dan keputusasaan.
Dalam keheningan, dia memandangi dirinya. merutuki apapun yang sudah menimpanya, meskipun dia bermimpi, tapi mimpinya tidak benar-benar indah. Sejak dulu mimpi atau kenyataan dalam dia hidup, sama saja. Selalu buruk. Dia bahkan tidak bisa membedakan mana yang asli dan yang palsu. Dia hanya mengetahui bahwa apapun yang dia lakukan, hasilnya tetap sama. Buruk. Sangat buruk.
Tanpa dia mengerti, dalam kehidupan ini selalu ada dua dunia yang berkaitan, tanpa dia sadari dia sudah berlawanan arah dan menghindari dunia yang seharusnya dia pilih, dan hidup yang seharusnya dia jalani. Dia tidak dapat membedakan lagi, mana yang ilusi dan mana yang nyata.
Matanya hanya melirik siluet, cahaya temaram, redup seperti bohlam yang hendak rusak. Tanpa suara, tanpa kata, hanya ada kesunyian yang tak berbalas kata.
Cahaya meredup, gadis itu tertidur dengan lelap.
Dalam mimpi panjang nya. Dia melihat seorang perempuan berbaju zirah, berdiri di atas batu besar yang di bawahnya sungai dengan tiga arus. Arus hulu, arus tengah yang berasal dari air terjun dan arus hilir.
Pandangan perempuan itu sangat tajam. Dia menghunuskan pedangnya pada pusaran yang terbentuk dari tiga arus.
Byurrrr ....
Dentuman air membasahi baju gadis itu. Dia tak ingin terlihat, maka ia berlari di balik pohon sambil mengintip.
"Rasakan saja kalau sampai mataku bintitan! " umpatnya.
Sementara perempuan itu menghilang sekian lama. Arus sungai pun mendadak deras, air pasang dan mengenai sedikitnya ujung akar pohon yang gadis itu tempeli.
"Ckck ... ke mana perginya perempuan itu. " gumam gadis itu bertanya sendiri.
***
Perempuan berbaju zirah tampak basah kuyup, dia menatap tajam hasil buruannya kali ini. Tanpa pikir panjang, dia menusuk jauh lebih dalam yang sudah dia buru sejak lama.
"Cih, jadi begini wujud asli mu? hanya seperti ini saja kau hidup. Dasar makhluk yang tak tau belas kasihan. "
Siapa lagi kalau bukan Makhluk yang menghuni setiap pusaran tiga arus, dialah yang bernama hantu air.
Badan yang seperti ular, rambut yang panjang, dia sangat menantikan korban jiwa agar dia tetap kekal abadi.
Sudah banyak anak-anak desa yang menjadi mangsanya. Dia sulit sekali ditemukan, bahkan keberadaan nya sulit diprediksi.
Perempuan ini sangat dendam padanya, karena dia yang telah memangsa adik kandungnya, dengan dendam yang membara dia pun mencari selama berminggu-minggu hanya untuk menghunus dengan belati, jantung makhluk dingin tak berhati.
Kalau manusia ada yang memiliki sifat seperti ini, maka sampai ke ujung dunia, akan dia cari bila perlu dia sembelih di tempat.
Dendam membawa perubahan, berakibat segalanya.
"Ckck, harus ku apakan ini! "
Perempuan itu menanggalkan rompi anti peluru, mulai meraba-raba beberapa ranting, ingin membuat api.
Saat itu tanpa paksaan dan suka rela, dia mulai memanggang buruannya, tanpa rasa, tanpa ekspresi, hanya duduk berlutut.
setelah makhluk itu menjadi abu, senyum nya menyeringai.
"Sudah selesai! " ujarnya.
Perempuan itu tanpa lupa memakai rompi dan menyandang pedangnya. Dia tak perlu terburu-buru. Matahari masih terik, saatnya dia berjalan santai di tengah hutan sendirian.
***
Desa yang riuh dengan berbagai macam profesi, lelaki tua yang menyandang dagangan, preman yang berjudi, laki-laki muda yang menyabung ayam, remaja perempuan cantik yang dirayu laki-laki pujaannya, seorang ibu muda yang tengah mengandung menanti kepulangan suaminya yang sejak setahun lalu menghilang. Itu cukup gila!
Desa yang terpencil, tanpa terjamah oleh kata-kata sampah, namun kelakuan manusia yang berupa sampah. langit menjadi mendung, bumi tercemar, ketakutan menjadi saksi nyata saat belasan korban jiwa harus di telan oleh makhluk penunggu sungai panjang, Sungai Chi.
Desa ini sangat asri, semua jenis tanaman dan obat-obatan subur, tanah yang kualitasnya baik. Bahkan banyak penjajah tirani yang berkoloni ingin desa ini, tapi seorang biksu sangat melindungi desa ini. Tentu saja, perempuan berbaju zirah salah satunya.
Dialah kunci dan mantra berjalan desa itu. Tanpa berkata, semua yang memandangnya akan bertekuk lutut apabila memiliki kekhilafan.
Penduduk desa juga gencar membawa masalah-masalah yang dialami kepada perempuan itu. Seperti seorang cenayang, dia bahkan selalu menerima keluhan-keluhan dari pasiennya. Hal itu juga yang kadang membuatnya pusing dan lari terbirit-birit menuju lembah, dia bertapa.
Langit mendung, hujan menetes sedikit demi sedikit. Mengikuti pergerakan perempuan itu. baju nya sudah basah. Tanpa diperas, dia berjalan berjinjit ke dalam rumah. Membersihkan dosa yang sudah dia buat hari ini, menyucikan pikiran dan hati dari tamaknya perilaku manusia yang menyerupai iblis.
Banyak nyawa menjadi taruhan.
Kata-kata yang tak pernah gadis itu ucapkan, namun selalu dia pikirkan.
Banyak nyawa menjadi taruhan.
Keheningan melanda. Sunyi datang memanja. Sepi membelai semakin mendekat. Jarak antara kematian dan kehidupan hanya dipisah oleh sehelai rambut.
BANYAK NYAWA MENJADI TARUHAN!!!!
Degg .....
Gadis itu bangun. Dia terkapar di tenda. Saat dia melihat lebih dekat, tenda sudah robek, cahaya menerawang tepat di bola matanya.
Tangannya basah, baju lusuhnya dalam keadaan yang sama. rambut panjang itu ikut basah.
"Apa yang sudah terjadi? " dia bertanya kepada diri sendiri dan dijawab oleh diri sendiri juga.
Disela kesibukannya, gadis itu kembali teringat bahwa mimpinya terbilang aneh. Karena saat dia merasakan air yang menyiprat kepadanya, rasanya sungguh nyata.
"Apa aku di dunia lain? " tebak nya. Lalu dia menggeleng.
Gadis itu berjalan menuruni bukit. Semakin lama berjalan, jalannya menjadi pincang, karena sendal yang sudah bolong di tengah-tengah telapak. Sungguh malang!
Waktu berlalu cukup lambat, dengan keadaan gadis yang kurus dan lusuh, kaki pincang. Dia tertatih membawa kayu bakar di gendongannya.
Dia menyusuri kawasan dekat wisata. Saat ini dia berada di pinggir jalan sebelum menuju bukit. Beberapa kendaraan berlalu lalang. Sang gadis duduk sejenak di tempat duduk yang terbuat dari kayu lapuk. Memangku kayu bakar. Dia sedikit berteriak.
"Kayu bakar nya. Satu ikat 5000! "
Suara nya cukup nyaring saat sudah dua hari belum makan. Saat serak melanda, dia minum dari mata air yang mengalir membentuk kolam kecil tak jauh darinya.
"Ah, rasanya aku kenyang!"
"Kenyang karena Gending! "
Lantas dia memegang perutnya yang rata. Air memenuhi perut itu.
Lalu berhentilah sebuah mobil sedan. Seorang bapak berusia 50 tahun keluar dari mobil. Dia memegang uang berwarna biru.
Sang gadis karena sudah mahir berjualan, jadi tau bahwa jika dari jarak puluhan bahkan ratusan meter, dapat mencium bau uang. Memang benar-benar gadis yang realistis!
"Nak, Bapak ingin membeli semua kayu bakarmu. Berapakah harganya? "
Bapak itu melihat kayu bakar lebih dekat. Lalu mengelus salah satunya yang terlihat lebih kecil.
"Bayar saja seikhlasnya, saya sangat butuh makan dan beli sendal, Pak. " ucapnya dengan memelas.
Saat ini dia sedang tidak berakting. Dia manusia yang cukup jujur. Karena jujur saja, perutnya sudah keroncongan sejak melihat uang.
"Ini uangnya. Semoga cukup untuk kebutuhanmu, Nak. " Ucap sang Bapak sambil mengelus kepala sang gadis.
Saat bapak itu beranjak dengan membawa kayu bakar yang lumayan berat, air matanya berjatuhan tak tertahankan. Saat ini, dia hanya ingin menghilang, membuang air mata menjijikkan ini.
"Ah, mata yang tak tau diri. bukannya senang, malah kau buat ulah, ya! " Ujarnya.
Gadis itu menatap uang yang berwarna merah dua lembar. Artinya dia mendapat 200 ribu. Senyum mengembang dengan sempurna seperti donat. Yummy.
***
Perempuan berbaju zirah mengemas barang-barangnya. Dia ingin berpetualang, mencari buruan selanjutnya. Saat mendengar kabar bahwa Si domba iblis sudah berhasil melewati hutan terlarang. Perempuan itu seketika terdiam sejenak dan membaca beberapa petunjuk dari buku sejarah dan mantra yang ikut tertuang di dalamnya.
Ketika Domba iblis sudah melewati batasnya, maka desanya dalam bahaya. Bukan itu saja, seluruh warga nya terancam. Bala bantuan harus dikerahkan untuk melindungi semuanya.
Dia di bantu oleh Kick, seorang pengawal yang memiliki otot yang kuat, gigi yang tajam dan tangan yang perkasa. Sudah bertaruh nyawa dengan monster dan iblis yang tanpa henti dalam setahun terakhir ingin merenggut kedamaian di desa ini.
Kick merupakan teman masa kecil sang perempuan. Dia juga menaruh hati, tapi tak pernah diketahui oleh perempuan yang sedang ia tatap saat ini. Perempuan berbaju zirah. Tanpa nama. Hanya itu panggilannya.
Manik yang tajam dan berwarna hijau laksana elang yang akan menyambar siapapun yang menghalangi jalannya. Otot yang kokoh terbentuk dari latihan sejak perempuan itu masih kecil. Tubuh yang atletis menambah kesan berwibawa dan pantang menyerahnya. Kaki yang bertumpu pada sepatu yang sudah menemaninya berpetualang. Perempuan yang tangguh. Penuh nafsu dan tantangan.
"Kenapa? " Suaranya setengah berteriak.
Kick menggeleng. Dia tak ingin melihat lagi, ada sedikit keraguan yang menjalar lalu memupuk gemetar yang saat ini ia rasakan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!