Saat Clara tiba-tiba di bandara negara Lavin, waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam.
Hari ini adalah hari ulang tahunnya.
Begitu dia membuka ponselnya, dia menerima banyak ucapan selamat ulang tahun.
Semua dari teman dan rekan kerjanya.
Tapi tidak ada kabar sama sekali dari Erwin..
Seketika senyum Clara menghilang.
Ketika dia tiba-tiba di vila, sudah jam 10 lewat.
Saat Bibi Sari melihatnya, dia tertegun sejenak: "Bu Clara, kenapa ibu.. Bisa datang kesini?"
"Dimana Erwin dan Elsa?"
"Pak Erwin belum pulang, Nona Elsa masih bermain dalam kamar."
Clara pun memberikan barang-barangnya kepada Bibi Sari, tapi saat di lantai atas dia melihat Elsa yang memakai baju tidur, tampak duduk di meja kecil, entah sedang merangkai apa, tapi dia terlihat sangat serius, hingga bahkan tidak tahu ada orang yang memasuki kamarnya.
"Elsa?"
saat Elsa mendengar suara itu, dia langsung berbalik dan menyebut sebuah nama dengan riang. "Mama"
Lalu, dia kembali membalikan badannya dan melanjutkan merangkai barang di tangannya.
Clara kemudian mendekat dan memeluk tubuhnya, saat dia hampir menciumnya, dia didorong oleh Elsa:"Mama, aku lagi sibuk."
Clara sudah dua bulan tidak bertemu dengan anaknya, jadi dia merasa rindu kepadanya, tentu saja dia ingin menciumnya, dan berbicara dengan putrinya itu.
Melihatnya begitu serius, dia juga tidak mau mengganggunya: "Satu minggu lagi, tante Vanessa berulang tahun, ini hadiah yang aku dan ayah siapkan untuk dia! Kulit kerang ini buatan aku dan ayah sendiri pakai mesin, cantik'kan?"
Clara merasa tenggorokannya tercekat, sebelum dia menjawab, putrinya yang masih membelakangi pun lanjut berkata: "Ayah juga sudah siapkan hadiah lain untuk tante Vanessa, besok...."
Hati Clara tercekat, dia sudah tidak tahan lagi, "Elsa... masih ingat ulang tahun mama?"
"Ha? Apa?"Elsa menatapnya sejenak, lalu menundukkan kembali kepalanya dan menatap untaian manik-manik, sambil menggerutu: "Sudah aku bilang jangan bicara denganku dulu, susunan manik-manik jadi berantakan...."
lara melepaskan tangannya yang tadi sedang memeluk putrinya, dan tidak berbicara lagi.
Dia berdiri diam begitu lama, mau lihat putrinya bahkan tidak melihatnya, Clara mengatup erat bibirnya, lalu pergi dalam diam.
Bibi Sari melihatnya, lalu berkata: "Bu Clara, tadi aku sudah menelpon Pak Erwin, dia bilang malam ini dia ada urusan, jadi dia meminta anda untuk tidur duluan."
"Oke."
Clara hanya menjawab pendek, teringat perkataan putrinya tadi, dia tertegun, dan segera menelpon Erwin.
Setelah berdering sejenak telepon itu diangkat, tetapi suaranya terdengar begitu tenang: "aku masih ada urusan, besok saja..."
"Erwin, ini sudah malam, siapa yang telepon itu?"
Itu adalah suara Vanessa.
Clara emang genggam ponselnya erat-erat.
"Bukan siapa-siapa."
sebelum Clara berbicara, Erwin langsung mematikan telepon.
Mereka sudah 3 bulan tidak bertemu, hari ini akhirnya dia pulang ke negara Lavin, tapi Erwin malah tidak mau segera pulang, bahkan dengar teleponnya pun, dia tidak mau.
Setelah menikah begitu lama, Erwin selalu begini kepadanya, dingin, menjauh, dan tidak sabaran.
Sebenarnya Clara sudah terbiasa.
Kalau dulu, dia pasti akan menelpon Erwin sekali lagi, lalu dengan sabar menanyakan keberadaannya, dan apa dia bisa pulang.
Akan tetapi mungkin hari ini dia kelelahan, jadi tidak ada tenaga untuk melakukan itu.
Keesokan paginya begitu bangun, dia berpikir sejenak, lalu memutuskan untuk menelpon Erwin lagi.
Negara Lavin dan Negara Malo memiliki perbedaan 17 hingga 18 jam, jadi di negara Lavin, hari ini barulah ulang tahunnya.
Kali ini tujuannya pulang ke negara Lavin, selain ingin bertemu Erwin dan Elsa, dia juga berharap di hari yang spesial ini, Mereka bisa berkumpul, dan makan bersama.
Ini adalah doanya dalam ulang tahun kali ini.
Erwin tidak mengangkat teleponnya.
Setelah begitu lama, dia baru mengirim sebuah pesan.
(Ada apa?)
Clara: (Siang ini ada waktu? aku mau bawa Elsa, kita makan siang bersama?)
(Oke, beritahu aku lokasinya agar aku menyusul nanti.)
Clara: (Oke)
Setelah itu, Erwin tidak membalas lagi.
Dia tidak ingat hari ini ulang tahun istrinya.
Meskipun Clara sudah mempersiapkan hatinya, tapi dia tetap merasa kecewa.
Setelah mandi, dia bersiap turun ke bawah, tapi saat ini dia mendengar suara putrinya dan Bibi Sari.
"Bu Clara sudah pulang, kenapa Nona Elsa tidak senang?"
"Aku dan ayah sudah setuju mau main di pantai bersama tante Vanessa, tapi Ibu mendadak pulang, kalau dia mau ikut kami pergi, suasananya pasti tidak enak."
"Ibu juga jahat sekali, selalu tidak suka dengan tante Vanessa...."
"Nona, Bu Clara itu ibumu, tidak boleh bilang seperti itu, nanti Bu Clara jadi sedih oke?"
"Aku tahu, tapi aku dan ayah memang lebih suka bersama tante Vanessa, apa Tante Vanessa tidak bisa jadi ibuku saja?"
"..."
jawaban Bibi Sari selanjutnya, tidak terdengar lagi oleh Clara.
Itu adalah putri yang dibesarkannya sendiri, tapi setelah bersama ayahnya selama 2 tahun, dia malah jadi lebih dekat pada ayahnya, tahun lalu Erwin datang ke negara Lavin untuk buka cabang, tapi putrinya malah mau ikut juga.
Dia tidak rela, dia tentu ingin putrinya tetap berada di sisinya.
Tapi dia juga tidak tega melihat anaknya sedih, jadi dia terpaksa setuju.
Tidak disangka....
Seperti di paku di lantai, Clara berdiri tegak, wajahnya pucat, tidak bisa bergerak sama sekali.
Kali ini dia melepaskan pekerjaannya untuk datang ke negara Lavin, karena dia ingin menemani putrinya.
Tapi tampaknya, tidak perlu lagi.
Clara kembali ke kamarnya, lalu menyimpan kembali hadiah yang dia bawa dari negara Malo, ke dalam kopernya.
Beberapa saat kemudian, Bibi Sari menelponnya, mengabari bahwa dia membawa Elsa keluar untuk bermain, meminta Clara menelponnya kalau ada urusan.
Clara duduk di atas tempat tidur, merasa hampa dan bingung.
Dia secara khusus melepaskan pekerjaannya untuk datang kemari, tapi akhirnya tidak ada yang benar-benar membutuhkannya.
Kedatangannya, membuatnya terlihat seperti orang bodoh.
Setelah beberapa saat, dia keluar rumah.
Dia berjalan tanpa arah di negara yang asing tapi familiar ini.
Saat mendekati siang, dia baru teringat, sebelumnya dia mengajak Erwin makan siang.
Dia lalu teringat perkataan yang dia dengar tadi pagi, saat dia sedang ragu apakah mau pergi jemput putrinya, dia tiba-tiba menerima pesan dari Erwin.
(Siang ini ada urusan, makan siangnya di batalkan.)
Clara menatapnya lama, tidak terkejut sama sekali.
Karena dia sudah terbiasa.
Bagi Erwin urusan kantor ataupun janji dengan teman.... semuanya lebih penting daripada istrinya.
Walaupun sudah berjanji dengannya, Erwin bisa membatalkannya sesuka hati.
Sama sekali tidak memikirkan perasaannya.
Lalu apa dia merasa kecewa?
Dulu mungkin iya.
Tapi sekarang dia sudah kebal, tidak ada rasa sama sekali.
Clara semakin bingung.
Dia datang dengan senang, tapi baik suaminya, ataupun putrinya, semua dingin kepadanya.
Tanpa disadari, mobil yang dia kendarai tiba di sebuah restoran yang sering dikunjunginya bersama Erwin.
Saat dia baru masuk, dia melihat Erwin, Vanessa dan Elsa di dalam restoran itu.
Vanessa dan putrinya duduk di sisi yang sama dengan mesra.
Sambil bicara dengan Erwin, dia bermain dengan Elsa.
Elsa tampak mengayunkan kakinya dengan senang, bermain dengan Vanessa, sambil memakan kue bekas gigitan Vanessa.
Erwin menyuapi makanan untuk mereka sambil tersenyum, tatapannya terus tertuju pada Vanessa yang ada di depannya, seakan di matanya hanya ada Vanessa saja.
Inilah urusan yang dibilang Erwin.
Ini juga adalah putri yang dilahirkan dengan susah payah setelah mengandung selama 9 bulan.
Clara tersenyum getir.
Dia hanya bisa berdiri menatap mereka.
Setelah setengah jam, Dia memalingkan wajahnya, membalikan badan dan pergi.
Setelah kembali ke vila, Clara menyiapkan sebuah surat cerai.
Erwin adalah impiannya saat dia masih muda, tetapi Erwin tidak mau menikahinya.
Dirinya yang dulu dengan bodohnya mengira, asalkan dia berusaha keras, dia pasti bisa masuk ke dalam hatinya.
Tapi kenyataan malah menghantamnya dengan keras.
Sudah hampir 7 tahun.
Ini saatnya dia sadar.
Dia memasukkan surat cerai itu ke dalam amplop, lalu meminta Bibi Sari memberikannya pada Erwin, kemudian menarik kopernya ke dalam mobil, dan memerintahkan sopir untuk pergi ke bandara.
Sekitar jam 09.00 malam, Erwin dan putrinya pulang.
Elsa memegang ujung pakaian Erwin, dan turun dari mobil dengan perlahan.
Karena ibunya ada di rumah, malam ini dia sebenarnya tidak mau pulang.
Tapi Tante Vanessa bilang ibunya itu pulang secara khusus untuk menemani dia dan ayahnya, jadi kalau mereka tidak pulang, ibunya bisa bersedih.
Ayah bilang kalau malam ini mereka tidak pulang, besok ibunya pasti akan ikut Mereka pergi ke pantai.
Jadi dia terpaksa setuju pulang.
Tapi dia tetap merasa khawatir, dan bertanya dengan sedih: "Ayah, bagaimana kalau Ibu besok memaksa mau ikut kita keluar?"
"Itu tidak mungkin terjadi"Erwin menjawab dengan yakin.
Selama menikah, Clara memang selalu ingin mendekatinya.
Tapi dia masih paham situasi, asalkan Dia terlihat tidak senang, Clara langsung tidak akan berani membuatnya marah.
Dalam ingatan Elsa, Clara selalu patuh pada Erwin.
Kalau dia bilang tidak akan, berarti memang tidak akan terjadi.
Elsa akhirnya bisa tenang.
Suasana hatinya pun membaik, mukanya yang tadi cemberut langsung berubah, dia masuk sambil melompat riang, dan mengatakan pada bibit Sari bahwa dia mau mandi.
"Oke deh."Bibi Sari langsung menjawab.
Tiba-tiba dia teringat perkataan Clara, dan memberikan amplop itu pada Erwin: "Pak Erwin, Bu Clara suruh saya berikan ini pada bapak."
Erwin menerimanya, lalu bertanya: "Di mana dia?"
"Em... sore tadi bu Clara beresin barang dan sudah pulang ke negara Malo, apakah bapak tidak tahu?"
Erwin yang barusan mau beranjak ke lantai atas langsung tertegun, lalu menoleh: "pulang?"
"Iya."
Bahkan, Erwin belum sempat mendengar alasan kenapa Clara mendadak datang ke negara Lavin.
Tapi dia tidak peduli.
Setelah tahu Clara sudah pulang, dia tidak memperdulikannya.
Elsa hanya agar terkejut.
Saat mendengarnya, hatinya agak kecewa.
Awalnya dia mengira, kalau ibunya besok tidak ikut dia dan ayahnya bermain di pantai, malamnya dia bisa ditemani ibunya, rasanya lumayan juga.
Apalagi, saat memoles kulit kerang tangannya pasti sakit, jadi dia ingin meminta ibunya membantu dia menyelesaikannya!
Erwin dan Clara sudah beberapa bulan tidak bertemu, Clara akhirnya ada waktu untuk datang, tapi dia bahkan tidak bertemu Erwin sama sekali, jadi teringat wajah Clara tampak muram saat dia beranjak pergi, Bibi Sari tidak tahan dan mengingatkan: "Pak Erwin, saat Bu Clara pergi, raut wajahnya tidak bagus, sepertinya dia sedang marah."
Sebelumnya Bibi Sari mengira bahwa Clara ada urusan mendadak, makanya mendadak pulang.
Tapi sekarang setelah tahu Erwin sama sekali tidak tahu Clara sudah pulang, dia baru menyadari ada yang tidak beres.
"Marah?"
Di depan Erwin, Clara selalu terlihat baik dan toleran.
Ternyata dia juga bisa marah?
Ini sangat menarik.
Erwin tersenyum acuh tak acuh, lalu dengan tenang menjawab Bibi Sari dan naik ke lantai atas.
Ketika kembali ke kamarnya, dia hendak membuka amplop pemberian Clara, tapi, Vanessa tiba-tiba menelponnya, Erwin pun segera mengangkat telepon, dan melempar amplop itu dengan asal-asalan, lalu keluar dari rumah.
Karena melempar amplop itu dengan asal-asalan, amplop itu jatuh dari tempat tidur ke lantai.
Pada malam itu, Erwin tidak pulang ke rumah.
Keesokan harinya, Bibi Sari naik ke atas untuk bersih-bersih, tapi dia melihat amplop di lantai, dan sadar bahwa itu adalah amplop yang ingin diberikan Clara pada Erwin.
Dia mengira Erwin sudah melihatnya, jadi dia simpan amplop itu di laci
*****
Setelah turun dari pesawat dan tiba di rumah, dia langsung pergi ke lantai atas untuk membereskan barang-barangnya.
Karena sudah 6 tahun bersama, di kamar itu ada banyak barang miliknya.
Tapi dia hanya membawa pergi beberapa helai baju, 2 set kebutuhan sehari-hari dan beberapa buku profesional.
Setelah menikah, setiap bulan Erwin akan memberi biaya hidup untuk dia dan anaknya.
Keduanya terbagi menjadi dua kartu.
1 milik anaknya, dan satu lagi miliknya.
Tapi Clara biasanya selalu memakai uangnya sendiri untuk membeli kebutuhan sehari-hari.
Jadi kartu anaknya tidak terpakai sama sekali.
Bahkan, karena cintanya pada Erwin, setiap berbelanja, dan melihat baju, sepatu kancing manset, dasi, dan sebagainya dia selalu tidak tahan dan membelinya.
Sementara dirinya sendiri karena pekerjaannya pengeluarannya tidaklah tinggi apalagi dia sangat menyayangi suami dan anaknya ingin memberikan yang terbaik untuk mereka jadi, biaya hidup yang diberikan Erwin, sebagian besar dipakai untuk membeli barang suami dan anaknya.
Oleh karena itu, sisa uang di dalam kartu itu harusnya sudah tidak banyak lagi.
Tapi, dalam satu tahun ini karena anaknya ikut ke negara Lavin bersama Erwin, dia jadi jarang membeli barang untuk mereka.
Jadi dalam kartu ini masih ada sisa 6 jutaan.
Uang segitu bukanlah apa-apa lagi bagi Erwin, tapi baginya itu bukan uang kecil.
Karena itu memang miliknya, Clara tidak segan lagi dia langsung mengambil uang itu.
Kemudian, dia meninggalkan kartu itu dan pergi sambil menarik kopernya sama sekali tidak menoleh lagi.
Dia punya sebuah rumah di dekat perusahaan tempatnya bekerja.
Memang tidak besar, lebih dari 100 meter persegi.
4 tahun lalu, dia membeli rumah ini demi membantu karir temannya yang kabur dari rumah, tapi tempat ini tidak pernah dia tinggalin.
Sekarang akhirnya bisa terpakai.
Sebelumnya rumah ini selalu dibersihkan orang setiap waktu tertentu, jadi tidak kotor, bisa ditinggali setelah dibersihkan sedikit.
Setelah seharian capek, pada pukul 10.00 malam, selesai mandi Clara pun istirahat di kamar.
"Ting ting, Ting ting, Ting ting.."
Sebuah suara yang keras terdengar, membangunkan Clara dari tidurnya.
Karena mendadak bangun, Clara jadi agak pusing.
Setelah kesadarannya pulih, dia baru teringat, ini sudah jam 01.00 malam, yaitu sekitar jam 07.00 pagi di negara Lavin tempat Erwin dan anaknya berada.
Sejak putrinya ikut Erwin ke negara Lavin, dia selalu menelpon putrinya di jam ini.
Hanya saja, biasanya dia kelelahan bekerja, jadi terbiasa tidur cepat, tapi karena takut melewatkan waktu untuk mengobrol dengan putrinya, jadi dia mengatur alarm ini.
Saat awal ikut Erwin ke negara Lavin, putrinya tidak terbiasa, dan sangat merindukannya, bahkan sering menelponnya.
Tapi seiring waktu berlalu, setiap kali ditelepon, putrinya yang awalnya rindu padanya, berubah menjadi tidak peduli lagi.
Alarm ini pun, sebenarnya sudah tidak diperlukan sejak awal.
Tapi dia sendiri yang tidak rela.
Setelah memikirkan ini, Clara tersenyum getir.
Di sisi lain.
Erwin dan Elsa hampir selesai sarapan.
Meski Erwin tahu bahwa setiap hari Clara selalu menelpon anaknya, tapi, dia tidak peduli, setelah sarapan, dia naik ke lantai atas untuk mengganti baju.
Sementara Elsa merasa Clara semakin ribut, jadi dia makin benci mendengar teleponnya.
Jadi saat melihat Clara tidak menelponnya sampai sekarang, dia merasa mungkin Clara sedang ada urusan.
Dia hanya memutar bola matanya, lalu mengambil tasnya dan berlari keluar.
Bibi Sari yang melihatnya, langsung mengejarnya: "Nona Elsa, ini masih pagi, perginya agak siang pun masih sempat kok!"
Elsa tidak mau mendengar, dia langsung berlari menuju mobil dengan riang.
Enak saja, jarang-jarang Ibu hari ini ada urusan dan tidak menelpon.
Kalau dia tidak segera keluar, nanti kalau ibunya menelpon, dia pasti harus mengobrol dengannya lagi, dia tentu saja tidak mau!
******
Setelah menikah, Clara pun mulai bekerja di Angga grup.
Dulu dia masuk ke Angga grup juga demi Erwin.
Tapi sekarang dia sudah mau bercerai, tidak perlu melanjutkan bekerja di angka grup lagi.
Keesokan paginya, begitu tiba di kantor, Clara langsung memberikan surat pengunduran diri pada Farel.
Farel adalah salah satu sekretaris pribadi Erwin.
Melihat surat pengunduran dirinya, tentu saja Farel terkejut.
Dia adalah salah satu dari sedikit orang yang tahu hubungan Erwin dengan Clara.
Semua orang dekat Erwin tahu, Erwin tidak pernah menyukai Clara.
Setelah menikah, Erwin sangat dingin pada Clara, bahkan juga jarang pulang ke rumah.
Agar bisa mendekati Erwin, Clara pun bekerja di Angga group.
Tujuan awalnya adalah menjadi sekretaris pribadi Erwin.
Tapi Erwin tidak setuju.
Meski kakeknya memintanya, pria itu tetap kukuh dengan pendiriannya.
Pada akhirnya, Clara terpaksa harus puas berada di divisi sekretariat menjadi salah satu sekretaris biasa Erwin.
Awalnya, Farel khawatir Clara akan mengajarkan divisi sekretariat.
Tapi nyatanya, sungguh di luar dugaan.
Meski Clara menggunakan posisinya untuk mendekati Erwin, tapi dia juga paham situasi, tidak akan bertindak keterlaluan.
Sebaliknya, mungkin agar Erwin terkesan, Clara sangat serius dalam bekerja, kemampuannya sangat menonjol.
Baik saat sedang hamil, melahirkan atau situasi lainnya, dia selalu mematuhi peraturan perusahaan, ini tidak pernah meminta perlakuan khusus.
Beberapa tahun kemudian, Clara berhasil menjadi kepala di divisi sekretariat.
Farel Tahu betul bagaimana perasaan Clara terhadap Erwin.
Sejujurnya, dia tidak menyangka clar akan mengundurkan diri.
Dia juga tidak percaya wanita itu akan mengundurkan diri dengan sukarela.
Dia bisa mengundurkan diri kali ini, mungkin karena terjadi sesuatu antara Erwin dengan Clara yang tidak diketahuinya, hingga Erwin meminta Clara untuk mengundurkan diri.
Kinerja Clara sangat baik, tapi meski sangat disayangkan, Farel tetap harus bersikap profesional: "Aku terima surat pengunduran diri ini. Aku akan atur orang buat ambil-alih pekerjaanmu secepat mungkin."
"Baik."
Clara mengangguk, lalu kembali ke tempat kerjanya.
Setelah sibuk seharian, Farel lantas memberi laporan perusahaan secara langsung pada Erwin melalui panggilan video.
Saat hampir selesai tiba-tiba Dia teringat pengunduran diri Clara: "Oh iya pak, mengenai...."
Meski dirinya berkata pada Clara akan secepat mungkin mengatur seseorang untuk mengambil alih pekerjaannya, tapi Farel tetap harus minta pendapat Erwin tentang kapan Clara boleh pergi dari perusahaan.
Semisalnya Erwin ingin mulai besok, Farel akan mengaturnya segera.
Tapi saat ingin menyampaikannya, Dia teringat saat Clara bergabung dengan perusahaan untuk pertama kalinya Erwin menegaskan segala hal yang berhubungan dengan Clara di perusahaan harus ditangani sesuai dengan peraturan perusahaan, tidak perlu melapor secara khusus pada Erwin.
Erwin tidak akan memperdulikan wanita itu.
Kenyataannya memang seperti itu.
Selama bertahun-tahun, di dalam perusahaan, Erwin tidak pernah bertanya tentang Clara.
Tiap kali melihat Clara, Erwin selalu memperlakukannya layaknya orang asing.
Dalam beberapa tahun terakhir, kinerja Clara luar biasa, jadi 2 tahun lalu mereka berencana akan mempromosikan Clara hanya saja saat mengingat Erwin tidak menyukai Clara mereka sengaja membahasnya di depan pria itu.
Dengan maksud jika dia tidak senang mereka tidak akan mempromosikannya.
Saat mendengar itu, Erwin langsung mengerutkan keningnya, lalu dengan kesal kembali menegaskan dia tidak akan ikut campur, atasi saja sesuai aturan perusahaan.
Dia juga menambahkan bahwa semua hal berhubungan dengan Clara di perusahaan ini tidak perlu bertanya kepadanya.
melihat Farel tidak berbicara, Erwin mengerutkan keningnya: "Ada apa?"
Farel buru-buru tersadar dari lamunannya, dan menjawab: "Tidak apa-apa."
Karena masalah pengunduran diri Clara sudah diketahui Erwin, tapi Erwin tetap tidak mau mendiskusikannya dengannya, berarti bagi Erwin hal ini tidak penting.
Dia hanya perlu bertindak seperti biasa atasi sesuai aturan perusahaan.
Memikirkan ini, Farel pun tidak lagi berkata apa-apa.
Erwin mengakhiri panggilan video.
****
"Lagi memikirkan apa?"
Siang itu, seorang rekan kerja tiba-tiba menepuk bahu Clara.
Clara pun tersadar dari lamunannya, lalu tersenyum sembari menggelengkan kepalanya: "Tidak memikirkan apa-apa."
"Hari ini tidak telepon putrinya? Tanya rekannya itu.
"Ya, tidak perlu lagi."
Biasanya dia akan menghubungi putrinya dua kali dalam sehari.
Sekali pada pukul satu dini hari, dan sekali lagi sekitar pukul 12.00 siang.
Semua rekan di kantornya tahu tentang hal ini.
Hanya saja, mereka tidak tahu bahwa ayah dari putranya itu adalah pimpinan tertinggi di perusahaan tempat mereka bekerja.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!