NovelToon NovelToon

Start A New Life In Another World

Prolog

Rein, seorang anak SMA yang tidak memiliki teman. Akibat dari warna rambutnya yang berbeda, berwarna perak, dia diasingkan dan ditakuti oleh teman-teman sekelasnya. Tetapi karena terlalu sering mendapatkan perlakuan yang sama, bahkan sejak dia berada di tingkat SD, membuat dirinya dengan cepat beradaptasi dan menikmati kesendirian.

Kini dia keluar dari ruangan kelas dengan tatapan tajam dan hina yang biasa teman-temannya perlihatkan. Dengan wajah acuh tak acuh dia pergi, tak mempedulikannya sama sekali.

Berjalan menuruni tangga, melewati gerbang sekolah yang sudah terlihat ramai karena bel pulang sekolah sudah dibunyikan, dia kemudian sampai di stasiun kereta setelah beberapa menit berjalan.

Rein termenung dalam diam. Dia pernah berpikiran untuk mewarnai rambutnya seperti rambut manusia pada umumnya, hitam, tetapi entah bagaimana, semua cat warna dari merek tidak terkenal maupun terkenal tak dapat bertahan lama.

Pernah sekali rekor paling lama bagi pewarna tersebut mencapai 2 hari, setelah itu rambutnya kembali menjadi perak sebagaimana mestinya.

Dalam kediamannya, sembari menunggu kereta yang sebentar lagi tiba, Rein memasangkan tangan pada hidungnya yang sedikit gatal, memijat dengan pelan sekaligus menatap langit yang cerah.

Kereta dapat terlihat begitu cepat melaju dari arah yang berlawanan dari tujuan Rein saat ini, tepat ketika kereta semakin mendekat, seseorang dengan sengaja mendorongnya.

“... eh?”

Rein tidak dapat berpikiran jernih ketika tubuhnya melayang ke arah rel kereta. Mencoba untuk meminta tolong dan menggapai tangan seseorang, tetapi perhatian dari orang-orang sekitarnya tak tertuju padanya, seakan-akan mereka buta dalam waktu bersamaan.

Kalimat itu menjadi kalimat terakhir yang dia ucapkan di dunia ini. Sebelum akhirnya dia menghembuskan nafas terakhir dengan cukup tragis.

****

Udara terasa begitu dingin meskipun Rein tidak dapat merasakan tubuh dan keberadaannya. Pandangannya gelap, entah itu ruangan atau matanya sedang terpejam. Dia berusaha untuk menggerakkan tangan yang bahkan keberadaannya saja diragukan.

Mencoba untuk memahami situasi yang terjadi, dia beranggapan bahwa dirinya sedang berada di dalam kamar di sebuah rumah sakit.

“... tetapi berpikir demikian, bukannya aku terlalu berharap?”

Suara Rein menggema di seisi ruangan, kini dia tidak lagi beranggapan bahwa dia berada di rumah sakit melainkan alam kematian, mungkin surga ataupun neraka, dia tidak berharap banyak.

“Wahai manusia, apakah kau memiliki penyesalan dalam hidupmu?”

Suara wanita yang terdengar begitu merdu dan menenangkan hati terlintas di telinga Rein. Dia mengalihkan pandangan dalam kegelapan tersebut, tetapi yang didapat adalah kegelapan lainnya.

“Penyesalan, ya? Pada awalnya aku membenci rambut berwarna perak yang merupakan pemberian dari ibuku, tetapi pada akhirnya aku mengerti tentang bagaimana cara untuk melihat sisi lain dunia. Jika memungkinkan ... aku ingin meminta maaf kepadanya karena sudah berpikir buruk.”

Cahaya yang begitu menyilaukan hadir di depan mata Rein, memaksa dia menutup mata, dan perlahan cahaya tersebut menyirnakan kegelapan yang ada.

Secara perlahan dia membuka mata dan mendapati sebuah kehangatan yang sangat bertolak belakang dengan keadaaan sebelumnya.

Perlahan menggerakkan tangan dan kakinya, serta tubuhnya yang saat ini hanya terlapisi oleh kain sutra berwarna putih.

“Apa aku berada di surga ...?” gumam Rein.

Dia mengangkat wajahnya ke atas, melihat seorang wanita cantik dengan gaun yang begitu megah, memakai mahkota yang terbuat berlian, dan rambut pirang yang cantik hingga memantulkan sinar.

Tetapi dari semua kekagumannya itu, singgasana yang dia tumpangi begitu berkebalikan dengan penampakan dari wanita tersebut.

Sebuah singgasana berwarna hitam yang diikuti dengan tengkorak dan berbagai macam jimat lainnya. Entah hal aneh apa yang dimiliki oleh pemilik kursi tersebut hingga membuatnya begitu menakutkan.

“Sayang sekali, tetapi kau sudah meninggal dunia. Namun, jangan berkecil hati karena kau memiliki dua pilihan, antara bereinkarnasi ke dunia lain atau dilenyapkan.”

Tunggu. Ini membuat Rein sadar bahwa surga atau neraka itu tidak ada, dia ingin memastikannya, tetapi wanita itu sudah terlebih dahulu membaca pikirannya.

“Itu benar. Surga dan neraka itu sebenarnya tidak ada, kecuali kehampaan setelah roh kalian dilenyapkan.” Wanita itu tertawa kecil, menutupi mulut dengan sikap yang terlihat angkuh dan berbangga diri.

Rein jelas merasa telah terlibat dengan seorang wanita yang merepotkan, dia menduga dari sikap yang diperlihatkan oleh wanita tersebut.

“Apa memungkinkan bagiku untuk bereinkarnasi ke dunia lain?” Rein bertanya dengan ragu. Dia tidak terlalu berharap, tetapi jika diberikan kesempatan, maka dia tidak akan menolaknya.

Sekali lagi wanita itu tertawa, tanpa mengatakan sebab dan hal konyol apa yang berhasil membuat dia tertawa hingga terbahak-bahak.

Wanita itu menyilangkan kaki di singgasananya, menatap tajam Rein dengan kepercayaan diri yang begitu tinggi dan pandangan merendahkan yang sering dilihat oleh Rein sendiri.

“Tentu saja, maka dari itu, ucapkan saja keinginanmu kepadaku. Membuat harem, kekayaan, menjadi seorang kaisar, ataupun kemampuan cheat, aku bisa mewujudkannya!”

Mendengar dari wanita ini membuat Rein semakin khawatir dan ragu. Tidak, mungkin ini lebih tepat untuk mengganggap bahwa dirinya berada di dalam game VR yang begitu nyata dan keberadaannya sekarang adalah menjadi seorang beta tester.

Tetapi ... apakah benar demikian?

Rein memegang dagunya pelan, dia memikirkan dalam-dalam sesuatu yang dibutuhkan daripada yang diinginkan. Meminta benda-benda yang memiliki kegunaan pasti akan mempermudah hidupnya.

Dia sudah memutuskan keinginannya, hidup dengan damai di dunia lain mungkin bukan pilihan yang salah. Juga ingin memiliki warna rambut dengan warna yang normal, sebagaimana warna rambut dominan pada dunia tersebut.

Namun sebelum sempat mengatakan keinginannya terhadap wanita yang dengan angkuh dan bangga itu duduk di sana, awan bergemuruh hebat.

“Gawat ...” Wanita itu terlihat ketakutan. Dia membuang sikap angkuh dan sombongnya itu dengan sesegera mungkin dan berdiri dari singgasananya.

Seorang pria dengan tiba-tiba berada di belakang wanita tersebut, dengan ekspresi dingin dan datar dia menatap kepala wanita yang memunggunginya.

Memegang perlahan pundak dari wanita itu, memberikan kejutan listrik yang mengalir secara deras atas bukti ketakutan dan terkejutnya wanita tersebut.

“Kyaa! Dewa Thanatos, kenapa Anda melakukan hal tersebut?!” Wanita itu melayang, mengambil langkah jauh dari orang yang disebut sebagai Dewa Thanatos tersebut.

“Kau bilang kenapa setelah membodohiku dengan berkata bahwa Dewi Agung telah memanggilku dan menyelinap serta mengambil alih tugasku? Tidakkah kau berpikir bahwa itu adalah sebuah kesalahan yang tidak dapat dimaafkan? Dari mana kau belajar bersikap seperti itu, Dewi Pasitheia?”

“A-aku sungguh minta maaf, aku akan segera pergi dari sini.” Pasitheia mencoba untuk mengaktifkan semacam sihir, namun sebuah retakan pada langit-langit muncul. Pertanda gagalnya ia dalam melakukan pengaktifan sihir.

“Dewi Pasitheia, kau harus bertanggung jawab atas apa yang kau lakukan. Renungkanlah semua kesalahanmu selama melakukan perjalanan bersama pria itu.”

Menggerakkan sabit, Dewa Thanatos mengacungkan sabit besar miliknya ke langit dan menciptakan lingkaran hitam serta lubang di dalamnya, menarik Rein bersama dengan Pasitheia.

Dengan ekspresi cemas dan ketakutaj Pasitheia memohon ampun dan meminta kesempatan kedua. Dia mencoba untuk menggapai pria itu, tetapi Dewa Thanatos sudah terlebih dahulu menutup mata serta telinganya atas apa yang seharusnya dia dengarkan.

Sedangkan Rein yang sama sekali tidak mengerti dengan situasi lebih memilih diam untuk menanggapinya. Lebih tepatnya dia tidak ingin ikut campur dalam urusan merepotkan.

Ketika lubang hitam itu menghilang dari pandangan Dewa Thanatos, dia menghembuskan nafas, dan melayang ke arah singgasananya, duduk secara perlahan, dan sekali lagi menghembuskan nafas.

Dia merenungkan atas apa yang terjadi dan berpikir bahwa tindakannya sudah benar. Ditambah dia juga sudah mendapatkan izin dari Dewi Agung untuk menghukum Pasitheia yang kelewatan dan gagal melakukan tugasnya sebagai seorang dewi.

Kemudian teringat akan sesuatu.

“Tunggu ... apa pria tadi sudah mengatakan keinginannya? Aku harap bahwa Pasitheia sudah mengabulkannya sebelum mereka aku lemparkan ke dunia itu.”

Dewa Thanatos menutupkan matanya, dia menunggu seseorang untuk dilayani sebagaimana pekerjaannya. Karena laporan palsu yang dibuat oleh Pasitheia, pasti sekarang akan ada banyak sekali roh yang menunggu.

****

Bagian 1: Dewi yang Jatuh

Mereka melalui sebuah celah dimensi yang berhubungan dengan dunia tempat di mana mereka tuju. Saat sebuah lubang yang lainnya mulai terbuka dan menunjukkan langit, mereka diterjunkan dari ketinggian.

Angin yang begitu deras menerpa wajah dan tubuh, mendengungkan telinga. Mereka melayang di udara dengan posisi kepala berada di bawah, akan sangat ironis jika mendarat dengan posisi yang sama.

Tak dapat dipungkiri lagi jika jantung Rein berdegup kencang. Kemudian dia memutar otak untuk selamat dari kondisinya saat ini, pikiran untuk menjadi semut terpikirkan meskipun itu sangat tidak logis untuk dirinya.

Sedangkan Pasitheia terlihat begitu histeris dan terus-terusan mengumpat kesal terhadap Dewa Kematian, orang yang menelantarkannya ke dunia ini. Dia terlihat sama sekali tidak mempedulikan apa yang terjadi saat ini.

“Aku pasti akan membalasmu, Dewa Kematian! Akan aku pastikan ketika aku dapat pulang ke sana!” Pasitheia kembali berteriak kencang, sangat kencang tetapi tidak cukup untuk didengar pada derasnya angin yang menerjang.

Entah apa yang ada di pikirannya saat ini, tidakkah dia berusaha untuk selamat dari kondisi mara bahaya ini daripada bertindak bodoh seperti demikian? Dia juga sudah menunjukkan sikap yang seharusnya seorang dewi tidak perlihatkan.

“Apa kamu tidak dapat memakai sihir agar kita selamat dari sini?” teriak Rein, tetapi karena derasnya angin, sulit bagi Pasitheia untuk dapat mendengarnya.

“Apa kau bilang? Aku jelek? Dasar manusia lancang!” balas Pasitheia.

Sudah dapat dipastikan mereka tidak dapat mendengar satu sama lain. Memaksanya untuk kembali berpikir keras.

Rein lantas membuat tubuhnya melengkung untuk mengurangi kecepatannya jatuh, dan benar saja jika itu berhasil dan berdampak meskipun sedikit.

Lalu langkah selanjutnya yang dia lakukan adalah sebisa mungkin menyelamatkan diri daripada memikirkan wanita itu, bahkan akan lebih baik jika orang itu tidak membawanya dalam keadaan seperti ini.

Untuk mendarat di air dengan ketinggian dan kecepatan seperti ini sangat tidak mungkin untuk dilakukan. Namun memilih pohon yang tinggi dengan banyak ranting dan rindang sebagai peredam mungkin akan menyelamatkannya.

Berpikir cepat, dia akhirnya secara perlahan bergerak ke arah pohon tujuannya yang berada tak jauh dari pandangannya sebelum akhirnya dia mendarat dan terjatuh secara kasar.

Dengan tiba-tiba, sebuah lingkaran sihir mulai menyelimuti dirinya sebelum benar-benar menyentuh pohon tersebut, lantas dia akhirnya benar-benar menabrak pohon.

Tubuh Rein terasa begitu sakit ketika dia harus menghantam pohon tersebut untuk menyelamatkan hidupnya, tetapi ini lebih baik daripada harus berakhir mengenaskan.

Dia berasumsi bahwa lingkaran sihir yang menutupi dirinya tadi juga memiliki fungsi untuk mengurangi rasa sakit dan luka yang dia terima. Tetapi kenapa dan mengapa?

Rein dengan perlahan berdiri.

“Sakit sekali ... aku benar-benar beruntung karena tetap hidup dan tidak menerima luka fatal sedikit pun.”

Rein memegangi pundaknya yang sakit, secara perlahan mencari wanita tadi dengan memutar matanya ke segala tempat, dan suara wanita mengumpat, yang dia kenal, terdengar begitu jelas.

“Lihat saja! Aku akan membalasmu suatu hari nanti, Dewa Kematian!” teriak Pasitheia dengan keras, berkacak pinggang, memekakkan telinga Rein.

Rein dengan tubuh terluka dan rasa sakit di sekujur tubuh melihat Pasitheia dengan tatapan begitu terkejut. Dia ingin bertanya, tetapi dengan segera wanita itu menatap tajam pada dirinya. Memegang kerah pakaian Rein dan mencoba untuk mengangkat Rein, tetapi gagal. Dia lantas menyerah.

“Tadi kau bilang aku jelek, bukan?! Dasar tidak tahu dimalu! Asal kau tahu saja bahwa kalau tidak ada aku, kau tidak akan berada di sini.”

Itu benar jika Rein memang tidak akan berada di sini, ditambah dia juga tidak akan mengalami kejadian buruk seperti ini jika dia tidak bertemu Pasitheia. Dan semua sudah terjadi begitu saja, ini tidak lebih penting daripada merawat tubuh yang terluka.

Rein menepis tangan Pasitheia, akan lebih baik untuk mengurusi dirinya sendiri saat ini. Meninggalkan Pasitheia di belakang dan bertahan hidup menjadi tujuannya saat ini.

‘Bagaimana dia bisa selamat? Ah, sudahlah, aku harus segera merawat luka-luka ini.’

Dengan langkah yang tersendat-sendat pada bagian kaki yang kanan yang terkilir, Rein menyeretnya ke sembarang tempat untuk mencari tanaman obat.

Dia mengarahkan pandangan ke setiap tempat yang ada, mencari keberadaan tanaman yang dapat digunakan untuk merawat luka-lukanya, jika memungkinkan sebuah sungai juga diperlukan untuk mendapatkan sumber air bersih.

Sudah beberapa menit berlalu sejak Rein berpisah dengan Pasitheia yang saat ini entah berada di mana. Dia sudah tidak lagi memikirkannya.

Pengelihatan Rein semakin memudar ketika dia semakin kehilangan stamina, tetapi pikirannya tidak pernah membiarkan Rein untuk tertidur sebelum menemukan tempat peristirahatan yang cocok, tentu jika dia tidak ingin menjadi incaran dari hewan buas lainnya, karena keberadaan mereka saat ini adalah di sebuah hutan lebat.

Suara air yang mengalir dengan deras terdengar di telinga Rein, membuat remaja itu melangkahkan kaki dengan sedikit cepat, dia menemukan sebuah air terjun ketika keluar dari semak belukar.

“Ah, air.”

Dia mendekati air itu, melihat keadaan terlebih dahulu sebelum menggunakan air tersebut. Tentu ini adalah bagian yang penting dalam bertahan hidup di alam bebas jika tidak ingin keracunan ataupun mati mengenaskan.

Membentuk tangan menyerupai mangkuk, mengambil air dengan menggunakannya, dia mencium air untuk memastikannya. Kemudian mencicipinya secara perlahan.

‘Ini tidak bau dan tawar, jadi sepertinya aman untuk digunakan,’ batin Rein.

Untuk menghilangkan dahaganya dan mengalihkan rasa sakit di tubuh, Rein meminum air tersebut dengan pelan. Air ini membuatnya sedikit kagum karena terasa begitu menyegarkan ditambah dengan rasa manis seiring dia meneguknya.

Membuka pakaian compang-camping yang dia kenakan dan berendam di bawah air terjun untuk membersihkan luka-luka. Semua terasa seperti berada di dalam pemandian air panas meskipun yang satu ini memacu adrenalin. Tentu bertelanjang di tengah hutan bukanlah hal yang biasa, bukan?

Rein sedikit terkejut ketika dia mengetahui luka di tubuhnya sendiri. Ketika dia tahu bahwa tubuhnya mengalami lebih sedikit kerusakan dari apa yang dia bayangkan, mungkin menjadi orang paling beruntung untuk dapat bertahan hidup setelah terjun dari ketinggian yang luar biasa.

Rein merasakan rasa sakit seiring dia membasuh dan membersihkan luka-lukanya. Dia mencoba untuk menahannya, lagi pula ini lebih baik dari apa yang dia rasakan setelah jatuh tadi.

Pikirannya jernih, pandangannya teralihkan kepada pakaian yang sudah rusak. Tetapi tidak ada pilihan selain memakainya dan mencari tanaman yang dapat digunakan untuk mengobati luka.

Mengangkat sedikit wajah, ke arah pohon, dan raut wajah sepenuhnya berubah, secercah harapan tumbuh. Dengan senyuman dia menanggapi hal tersebut. Tanaman binahong.

Tanaman ini mengandung antiinflamasi yang dapat digunakan untuk mengompres dan meredakan luka memar. Selain itu, daun binahong juga mengandung antiseptik yang efektif dalan mempercepat penyembuhan luka dan mencegah infeksi.

Memetik tanaman itu secukupnya, menumbuk menggunakan batu yang dia dapatkan di pinggir-pinggir sungai dan jadilah sebuah salep antibiotik yang dapat digunakannya untuk mengobati luka di pada tubuh.

“Bagaimana dengan wanita itu, ya?” gumam Rein.

Memandangi langit dengan posisi kedua tangan berada di belakang yang berfungsi untuk menopang tubuh, dia takjub akan keindahan langit malam.

Berbeda ketika siang tadi, suasana sore menjelang malam begitu menakjubkan bagi Rein untuk melihatnya. Dia tidak pernah tahu seperti apa pemandangan di kehidupan sebelumnya, tetapi apakah itu akan lebih indah dari pemandangan ini? Entahlah. Bahkan dia tidak mengetahui jawabannya.

Bagian 2: Pasitheia

Rein merebahkan tubuhnya pada dedaunan yang dia tumpuk menjadi satu, akan digunakan sebagai kasur darurat yang digunakan untuk dapat tidur dengan sedikit nyaman. Meskipun serangga yang akan membuat tubuhnya gatal memiliki kemungkinan untuk berada di sana.

Sedangkan untuk menghindari hipotermia, sebuah penyakit yang dapat memicu kematian, Rein berusaha sedikit lebih jauh dari air terjun dan menyelimuti dengan tanaman serta membuat api unggun di tanah yang kosong, sebuah tanah yang sudah digali beberapa centimeter ke dalam untuk menghindari dari merambatnya api pada pohon yang kering atau juga dedaunan.

Untung saja dia dapat menemukan sulur atau jarum pinus kering di sekitarnya dengan mudah, juga menghidupkan api dalam jangka waktu yang lama setelah menggosok berusaha begitu keras, sembari menahan sakit.

Menghembuskan nafas pelan, Rein merasa lega karena dia dapat bertahan hidup selama beberapa jam terakhir.

“Semoga saja tidak ada hewan buas yang datang ke tempatku. Tetapi jika ini memang benar dunia lain seperti pada novel-novel itu, apakah mungkin ada pula monster?”

Rein tidak dapat mengelak lagi dalam keadaan saat ini. Selain tidak memiliki cukup pengetahuan akan dunia ini, dia juga tidak memiliki seseorang yang dapat diandalkan.

Memainkan rantai kayu yang dibakarnya, Rein benar-benar tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Perutnya mulai terasa lapar, tetapi untuk mencari makanan dalam keadaannya seperti ini sungguh berbahaya.

Bahkan sebelumnya Rein juga mencoba untuk membangun sebuah selter darurat, tetapi apa daya karena staminanya sudah terkuras habis. Dalam keadaan memeluk kaki, dia termenung.

“Aku dapat tenang jika dunia ini seperti bumi, di mana hewan akan menghindari cahaya terang. Tetapi jika tidak ....”

Berpikir demikian hanya membuat Rein mengantuk. Dia tidak punya waktu untuk putus asa, jadi secara perlahan menambahkan kayu pada api unggun sebelum terlelap tidur.

****

Pagi hari yang cerah sudah menghampiri, panas dari teriknya matahari yang perlahan menampakkan wajah dari arah timur perlahan menyinari tubuh Rein.

Remaja itu perlahan terbangun dari tidurnya, dia merasa sangat berbeda daripada sebelumnya, yang mana rasa sakit pada tubuhnya menghilang secara keseluruhan, tidak terasa lagi.

Tetapi sebelum menyadari itu, Rein masih terlelap dalam tidurnya. Dia bermimpi sedang memeluk bantal yang hangat, jadi dia semakin mendekatkan diri dan memeluk dengan kuat.

‘Empuknya ....’ batin Rein, dalam mimpi, tentunya.

Namun ini tidak sepenuhnya mimpi, rasa yang dia rasakan ketika menyentuh bantal itu begitu nyata. Hingga akhirnya dia sadar ketika seseorang dengan kuat menendang tubuhnya.

“Argh!” Rein merintih kesakitan, dia mengambil respons cepat dan beranggapan bahwa seekor monster ataupun hewan buas menyerang, dalam keadaan setengah sadar.

“Dasar manusia bodoh! Beraninya kau menodaiku, Dewi Pasitheia yang cantik dan terhormat ini?! Kau tahu apa hukuman untuk menyentuh seorang dewi dengan tangan kotormu itu? Aku pastikan untuk memberikan hukuman yang layak hingga kau tidak dapat dihidupkan kembali!” teriak Pasitheia kesal dengan raut wajah penuh emosi.

****

Beberapa waktu yang lalu, saat setelah mereka mendarat di dunia baru ini, Rein yang mendapatkan perlakuan kasar memutuskan untuk meninggalkan Pasitheia yang mengumpat kesal kepada Dewa Kematian sekaligus langit. Dia sama sekali tidak sadar bahwa Rein sudah menghilang dari sekitarnya.

“Hei Dewa Kematian, kembalikan aku ke sana! Aku tidak ingin tinggal di tempat kotor seperti ini!” murka Pasitheia, wajahnya memerah karena kesal, tetapi di satu sisi dia menahan tangis.

Tak ada jawaban yang diterimanya, membuat Pasitheia menghembuskan nafas kasar dan mengepalkan tangan dengan kuat.

“Kenapa aku bisa melupakannya? Tinggal membuka portal dan aku akan kembali ke sana, alam para dewa.”

Menjentikkan jari, sebuah portal dengan elemen cahaya muncul di hadapannya. Berjalan ke sana dan memasukinya, tetapi dia malah pergi ke sisi sebaliknya.

Merasa ada yang janggal, Pasitheia mencobanya kembali. Tetapi tidak ada yang terjadi. Dia tidak putus asa, terus melakukan hal yang sama hingga kakinya merasa enggan untuk bergerak.

“Kenapa? Kenapa bisa seperti ini?!" Pasitheia benar-benar kebingungan dengan situasinya saat ini. Dia tidak bisa berpikir dengan jelas, tentang apa rencananya yang harus dijalankan.

Namun, beberapa detik setelah itu, sebuah cahaya yang menyilaukan, memaparkan visualisasi dari orang yang dibencinya, Dewa Kematian, Thanatos, muncul tepat di hadapan Pasitheia.

“Kembalikan aku ke sana, Dewa Thanatos! Aku menyesal karena sudah membohongimu! Ini adalah sebuah penyesalan, jadi tolong maafkan aku, ya, ya?” Pasitheia memelas, memohon kasih sayang dengan sifat palsu yang dia pertunjukkan.

“Ehm, Dewi Pasitheia, aku sungguh menyesal untuk mengirimkanmu ke dunia itu ....”

“Kalau begitu, Anda seharusnya membawaku kembali ke sana, kan?” Wajah Pasitheia berseri, penuh harapan untuk dapat kembali ke tempatnya berasal, oleh karena itu juga dia menyela perkataan Dewa Thanatos.

“Sayang sekali, tetapi itu mustahil untuk dilakukan. Karena kau telah dikeluarkan dari alam para dewa, untuk dapat kembali, maka diperlukan untuk mengalahkan raja iblis. Jadi tolong bimbinglah remaja itu untuk ....”

Belum sempat untuk menyelesaikan kata-kata dan informasi penting lainnya, tetapi Pasitheia sudah terlebih dahulu melemparkan batu kepada gambar melayang itu. Membuat sihir yang digunakan oleh Dewa Thanatos harus rusak.

“... kau mempermainkanku, Dewa Thanatos, ingatlah bahwa aku pasti akan mengirim ribuan kucing ke dalam kamarmu setelah aku kembali ke sana!” ancam Pasitheia, dia berteriak dengan begitu kencang hingga suaranya bergema di hutan yang lebat itu.

Mengalihkan pandangan, Pasitheia mencari keberadaan Rein. Betapa terkejutnya dia ketika Rein tidak berada di sekitarnya, raut wajah berubah menjadi panik.

“Dia ... menghilang?”

Pasitheia benar-benar panik. Hanya Rein satu-satunya kunci untuk dia kembali ke tempat asalnya. Tetapi dengan menghilangnya keberadaan remaja itu, tentu dia menjadi semakin panik.

Berputar-putar di tempat dengan memikirkan keberadaan Rein, meletakkan tangan di atas kepala. Berpikir. Menundukkan wajah setelahnya dan mendapati sesuatu.

“Eh? Darah? Bagaimana bisa ini berada di sini?”

Dengan demikian, begitulah bagaimana Pasitheia dapat menemukan keberadaan Rein dan tidur di sampingnya dengan penjagaan yang lemah.

****

Dengan tangan yang dia angkat melebihi kepala, Pasitheia mengumpulkan energi sihir tepat di telapak tangannya. Di saat bersamaan, petir bergemuruh dan langit menghitam.

Sebuah energi sihir yang memiliki elemen suci membentuk sebuah bola, diikuti dengan aliran listrik yang mengelilinginya meskipun samar.

Melepaskan energi sihir itu ke arah Rein yang memasang kuda-kuda setelah mengetahui seseorang menyerangnya, tetapi dia masih belum dapat melihat siapa itu dengan jelas.

Bola berwarna kuning keemasan melayang dengan begitu cepat ke arah Rein, membuat remaja itu menyilangkan tangan di kepala untuk menahannya. Tetapi ... tidak ada yang terjadi.

Bola itu menghilang dari pandangan. Tidak terjadi apa pun kecuali angin yang berembus di wajah Rein dengan begitu pelan. Kini dia sudah dapat melihat dengan jelas, tentang siapa orang yang menyerangnya.

“Eh? Bagaimana bisa sihirku tidak mempan!?” Pasitheia bingung. Ini sama seperti saat dia mengaktifkan sihir portal.

Rein menelan ludah, meskipun dalam keadaan tidak sadar, serangan barusan dapat membunuhnya dengan cepat. Hingga pada waktunya, dia sadar akan apa yang dia lakukan.

“Ini salah paham! Maafkan aku!” mohon Rein cepat sebelum serangan selanjutnya diberikan.

 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!