NovelToon NovelToon

Rahasia Hati

Bab. 1

POV. Amara Putri Wijaya

Namaku Amara, gadis belia yang menurut setiap orang adalah gadis yang cantik, outih, manis dan sempurna. Sayangnya tinggi badanku, tidak setinggi anganku. Aku sedikit pendek di banding saudara kembarku.

Aku baru saja menyelesaikan sekolah menengah atas, namun aku tidak bisa melanjutkan ke perguruan tinggi karena ekonomi keluargaku pas pasan. Bukan orang tuaku lepas untuk biaya sekolah, hanya saja aku tidak mau membebani mereka lebih berat lagi. Terlebih pula, kondisi ayahku yang sudah mulai tua, karena ayahku menikah diusia cukup matang, dan itu pun melalui perjodohan.

Aku terlahir bersamaan dengan saudara priaku, alias aku memiliki kembaran, Amar Putra wijaya, Amar aku biasa memanggilnya.

Seperti keluarga lainnya aku sering bertengkar dengan Amar sejak masih kecil, atau bahkan mungkin sejak dalam kandungan kami sudah sering bergaduh dan tidak rukun.

Seperti saat ini, Amar begitu marah ketika masuk rumah, ia melihat diriku di kamarku yang sedikit terbuka, karena memang posisi kamarnya bersebelahan dengan kamarku.

Sehingga dia bisa melihatku sedang bercermin dengan menempelkan salah satu gaun di tubuhku, yang menurutku sangat indah tapi tidak bagi Amar.

"Apa ini?" kata Amar sambil menarik gaun yang aku coba. Sebuah gaun pendek sebatas lutut tanpa lengan dengan warna hitam.

Tentu saja aku yang sedang melihat kecermin menjadi terkejut, dan ikut emosi karena intonasi suara Amar seolah sedang menghakimi atau dengan suara keras.

Pertengkaran kembali terjadi, maki makian Amar terucap begitu saja, ketika melihat gaun yang sedang aku pegang.

"Kamu itu anak penjaga apartemen, mana cocok dengan gaun gaun pesta. Karena kamu tidak akan pernah ikut dalam pesta." kata Amar memperingati Amara.

"Seharusnya kamu bercermin, dan melihat siapa dirimu. Jangan menganggap dirimu adalah prices Rebbeca yang selalu ikut ke pesta ayahnya." lanjut Amar membuat Amara begitu tersinggung dengan kata kata saudara kembarnya.

"Apa perdulimu!! Pergi .... Pergi....!!!" kata Amara sembari mendorong tubuh Amar keluar dari kamarnya. Hal itu sangat membuat hatiku sakit, walau sebenarnya itu adalah kenyataan, tapi aku tidak bisa terima. Aku bisa ikut pesta seperti Rebbeca suatu saat nanti.

Setelah berhasil mengusir Amar, Amara pun mengunci pintu kamarnya, ia menangis sembari menjatuhkan semua pakaian yang di bawa oleh ibunya dari apartemen lantai atas, menjadi berserakan di lantai kamarnya.

Bukan karena Ibuku orang kaya, tapi pekerjaan Ibu adalah jasa pembersih rumah. Beliau bisa memegang tiga atau empat rumah dalam sehari. Itulah sebabnya, aku sering mendapat baju, sepatu, tas bekas namun dengan kwalitas berkelas.

Walaupun kami tinggal di apartemen, itu hanya terlihat dari luar saja. Karena pada kenyataannya, ayahku adalah penjaga sebuah apartemen saja, seperti yang kami tempati saat ini.

Kami menempati bagian bawah lantai dasar, sebuah rumah yang kecil berbeda dengan apartemen di lantai atas yang di sewakan begitu mewah. Di tempat kami hanya ada tiga kamar sempit, sebenarnya hanya dua kamar, hanya saja ayahku merubah menjadi tiga sehingga menjadi lebih sempit lagi, bahkan hanya muat satu ranjang kecil dan satu lemari saja.

Ruang tamu yang sempit karena harus berbagi dengan dapur, dan yang terakhir ruang kamar mandi. Beruntungnya kami, walaupun rumah ini sempit, sang pemilik apartemen masih mengasih fasilitas sebuah ac, sehingga kami tidak terlalu kepanasan.

Kami sering tinggal berdua saja di dalam rumah kesehariannya, karena Ibu pergi bekerja dan ayah sering berada di luar, memastikan ruang ruang apartemen berikut penghuninya dalam keadaan baik dan nyaman. Bahkan ayah yang bertanggung jawab mengambil sampah sampah penghuni apartemen, setiap pagi dan memberikan pada dinas kebersihan di bawah.

Bisa di bilang aku anak rumah, yang tidak pernah tahu tentang dunia luar seperi apa, apa yang dilakukan anak remaja seumuran ku di luar sana. Karena pekerjaanku sehari hari hanya belajar, sekolah dan di rumah, sehingga aku selalu menjadi juara umum, bahkan ketika kelulusan pun aku menduduki peringkat pertama.

Tapi tidak dengan Amar, otaknya hanya pas pasan, sehingga ia lulus pun sudah lumayan.

Ayahku tipe orang yang diam, ia hanya berbicara jika ada keperluan, dan jangan tanya ketika ia marah, bahkan sorot matanya yang tajam, bisa untuk menguliti tubuh kami. Apa yang menjadi ucapannya, itu adalah keputusan, karena beliau sangat tegas dalam mengambil langkah, tidak seorang oun berani menetangnya.

Berbeda dengan ayahku, Ibuku lebih banyak bicara. Ia akan memarahi kami jika kami bertengkar atau membuat masalah, namun Ibu sangat menyayangi kami, dan akan menutupi kesalahan kami di depan ayah, ketika kami melakukan salah.

Walaupun pekerjaan terlalu banyak di siang hari, kami tidak pernah melewatkan sarapan dan makan malam bersama. Kami selalu menunggu satu sama lain agar bisa makan bersama.

Sebenarnya aku merasa bahagia dengan keluargaku yang sangat menyayangiku, hanya saja aku kadang iri dengan kehidupan Rebbeca.

Rebbeca adalah anak salah satu penghuni apartemen di lantai atas, ia memiliki ibu tiri yang tidak ia sukai. Sedangkan ayahnya sibuk bekerja, bahkan sampai berbulan bulan di luar negeri. Namun orang tua Rebbeca sangat kaya, apapun bisa ia miliki.

Walau pun ibu tiri, Rebbeca sering di belikan baju baju bagus oleh ibu tirinya, terlebih ketika ibu tirinya pergi menyusul ayahnya keluar negeri, atau sekedar jalan jalan dengan suaminya, ia akan di belikan fashion baru, bahkan baju itu bermerk terkenal dan sudah pasti mahal.

Sayangnya, entah karena Rebbeca benci dengan ibu tirinya, atau memang benar tidak menyukai modelnya, Rebbeca sering memberikan baju baju baru itu padaku. Dan Bu Maria hanya diam saja ketika mengetahui, karena ia tidak mau ribut dengan anak tirinya. Apapun yang di lakukan Rebbeca, Bu Maria lebih suka diam.

Seperti saat ini, Baju baju yang di bawa ibuku adalah sebagian masih baru, baju itu baru di beli Bu Maria dari perancis, sayangnya Rebbeca tidak mau mencoba dan langsung memberikan pada ibuku.

Sejak smp Rebbeca sudah tinggal di apartemen ini, sehingga ia lebih sering berteman dengan kami yang memang satu umuran. Bahkan Ayah Rebbeca memasukan kami di sekolah yang sama dengan anaknya, agar anaknya merasa nyaman.

Lambat laun pertemanan kami semakin dekat, dan kami sering menghabiskan waktu bertiga, dengan Amar, walau seringnya Amar sangat menyebalkan bagiku.

Siang ini karena Ibu mengetahui aku habis bertengkar dengan Amar, dan menangis di kamar, akhirnya mengajakku ikut ke tempat Rebbeca, walau aku sering iri, namun kami berteman baik, karena aku sering mengalah untuknya.

Aku yang memang baru saja lulus tidak ada kegiatan, memilih mengikuti saran ibu untuk bertemu Rebbbeca.

Bersambung.....

Bab. 2

"Siang Rebbeca..." sapa Amara diambang pintu kamar Rebbeca.

Karena ia sudah terbiasa masuk di apartemen Rebbeca, sehingga ia langsung saja menuju kamar Rebbeca, ketika ia tidak menemukan Rebbeca di ruangan luar.

Terlebih ini di waktu siang hari, kedua orang tua Rebbeca tidak ada dirumah, sehingga Amara tidak merasa takut atau sungkan, ia sudah menganggap Rebbeca saudaranya sendiri.

Ia melihat Rebbeca sedang melakukan menicure pedicure di rumah. Bahkan staf salon di datang khusus untuk Rebbeca siang ini.

"Hai Amara... Kemarilah." jawab Rebbeca riang bertemu dengan Amara.

Rebbeca pun memperlihatkan dirinya sedang mendaftar online beasiswa, di Universitas negeri ternama di Jakarta. Rebbeca mengarahkan layar laptopnya sedikit pada Amara ketika Amara berdiri di dekatnya, agar Amara bisa melihat apa yang sedang ia lakukan saat ini.

Rebbeca juga menawarkan agar Amara ikut bersama dirinya untuk mendaftar. sebenarnya Amara juga ingin Kuliah, tapi mengingat orang tuanya yang bekerja membanting tulang untuk mereka, ia menjadi tidak tega.

Rebbeca merayu Amara, jika ini adalah kesempatan emas, yang tidak bisa di sia siakan. Bisa jadi ini adalah awal yang baik untuk hidup Amara menjadi lebih baik ke depannya.

Amara yang sudah terbujuk Rebbeca, terlebih suara Amar tadi masih terngiang di telinganya, membuatnya sepakat akan mengikuti test tersebut bersama Rebbeca, jika berhasil ia akan bersyukur, namun jika gagal Amara juga tidak akan bersedih.

Walau sebenarnya Amara juga tidak tahu harus bagaimana menyampaikan pada ayahnya nanti. Jika pada ibunya mungkin Amara masih sedikit berani.

Dengan modal nekat Amara mengisi formulir di laptop Rebbeca, entah ini berlanjut atau tidak, yang jelas Amara ingin mencoba.

Begitu selesai mengisi, amara menyerahkan kembali laptop itu pada Rebbeca, karena di rumah ia tidak laptop.

Amara melihat Rebbeca sedang di cat kukunya oleh salah satu staf salon itu, ia melihat kukunya sendiri, walaupun halus namun tidak semulus milik Rebbeca saat ini, sebenarnya Rebbeca menawarkan Amara agar ikut menicure tapi Amara menolak segera.

Saat ini, pemandangan ini mengingatkan dirinya akan perkataan Amar yang memanglah benar adanya. Tak ingin kembali menangis, Amara pamit pada Rebbeca untuk ikut membantu Ibunya di dapur.

Sampai di dapur Amara mencoba berbicara pada Ibunya, Ibunya tertegun mendengar penuturan putrinya.

"Jika ibu tidak setuju aku tidak ikut Rebbeca besok. Lagi pula itu juga cuma test." kata Amara yang melihat ibunya seperti terbebani.

Ibunya ternyata memberi ijin, dan bahkan ia yang akan menyampaikan pada Ayahnya nanti malam.

Selesai makan malam Amara melihat televisi, berbeda dengan Amar yang justru keluar rumah malam ini. Mungkin karena Amar seorang pria, sehingga ia di perbolehkan keluar di waktu malam, namun tetap saja harus menuruti aturan, tidak boleh lebih dari jam sepuluh malam, tidak ada bau alkohol.

Amara sebenarnya merasa cemas, takut jika ayahnya tidak mengijinkan. Namun apapun keputusan nanti ia akan terima.

Ketika ayahnya ikut duduk di ruang tamu dan ikut melihat televisi, Ibu Amara ikut duduk bersama dengan membawa kopi untuk suaminya.

Ia pun menjelaskan perihal putrinya dengan sangat hati hati dan lembut, sedangkan ayah Amara hanya diam saja tidak menjawab penjelasan istrinya.

Ayah amara hanya melihat putrinya dalam diam, tanpa ada pertanyaan atau penolakan. Sedangkan Amara yang merasa keinginannya ditolak, memilih masuk ke kamar dan melamun.

Amara membayangkan sejak kecil ia selalu merasa kurang percaya diri dengan teman temannya. Terlebih ucapan Amar selalu tajam terhadapnya, membuatnya memilih tidak memiliki teman.

Di besarkan di lingkungan orang kaya, namun sebagai orang bawah, selalu membuat Amara insecure. Beruntung menjelang remaja ia bisa bertemu dengan Rebbeca sampai sekarang, Rebbeca yang tidak pernah mengolok dirinya, atau menjaga jarak seperti anak muda kaya lainnya. Walaupun orang tua Rebbeca sebenarnya tidak begitu menyukai keluarga Amara, dan seperti menjaga jarak dengan Amara.

Pukul sembilan Amar kembali masuk ke rumah, dengan bangga ia menceritakan jika dirinya besok akan mulai bekerja. Ia akan mulai bekerja di sebuah bengkel besar dengan gaji ung lumayan tinggi. Kemampuannya di bidang otomotif membuatnya sangat mudah mengalahkan pelamar yang lain, sehingga ia bisa di terima walaupun belum berpengalaman bekerja sebelumnya.

Hal itu justru membuat nyali Amara untuk ikut mendaftar ke perguruan tinggi semakin menciut. Angan angannya untuk bisa meraih masa depan, kini hanya akan sebatas lamunan saja.

Bagaimana tidak, orang tuanya begitu ikut berbangga akan keberhasilan putranya, dan semua itu di dengar oleh Amara dari dalam kamar, membuat Amara sedikit iri. Jika di bidang akademik, tentu Amar akan kalah jauh di belakangnya. Tapi jika kemampuan tentu saja berbeda, Amara gadis sedangkan Amar adalah lelaki.

Pagi ini Amara di bangunkan oleh Ibunya, seperti pagi pagi sebelumnya, Amara akan membantu mempersiapkan sarapan pagi untuk mereka, sebelum mereka sibuk dengan aktifitas masing masing.

Namun ternyata pagi ini berbeda, Amara di suruh Ibunya untuk segera mandi, dan mempersiapkan segala keperluan untuk mengikuti test beasiswa karena namanya lolos di dalam daftar pendaftaran.

Sebenarnya Amara masih sedikit ragu, Ayahnya belum memberi jawaban persetujuan, untuk dirinya bisa melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi, hanya Ibunya mengisyaratkan mata agar menurut, Ibunya enggan berdebat suara yang bisa menimbulkan suaminya marah di pagi ini.

Begitu menyiapkan semua, Amara pun bergegas mandi. Setelah semua di persiapakan, Amara menuju ke meja makan, karena sarapan pagi sudah selesai di hidangkan oleh Ibunya.

Di meja sudah nampak Ayahnya yang melihat dirinya sekilas, namun masih tetap diam. Amara menatap ibunya, dan Ibunya mengisyaratkan agar ikut duduk sarapan, dan di lakukan oleh Amara.

Amar keluar dengan memakai pakaian hitam putih, karena pertama bekerja ia belum mendapat seragam.

"Kamu mau kemana Amara?" tanya Amar yang belum mengetahui, jika Amara akan melanjutkan perguruan tinggi. Jika ia mengetahui, tentu emosi akan mulai naik karena bagi Amar lebih baik segera bekerja dan mendapat uang, dari pada harus mengenyam pendidikan lagi, yang tidak tahu nanti hasilnya akan seperti apa.

Amara memilih duduk tanpa menjawab pertanyaan Amar, karena nantinya hanya akan menimbulkan perdebatan, yang memicu emosi ayahnya.

"Melamar kerja itu memakai kemeja, bukan kaos seenaknya seperti itu." kata Amar yang mengira jika Amara akan melamar bekerja.

"Lihatlah aku, aku sudah mulai bekerja hari ini. Dan sebentar lagi aku tidak akan merepotkan ayah dan ibu lagi." kata Amar berbangga diri di depan Amara dan juga kedua orang tuannya.

Ayah Amara pun berdehem, membuat semua yang di meja diam semua. Mereka memulai sarapan dengan diam, sedangkan Amar segera menghabiskan sarapan dan bergegas berangkat, karena ia tidak ingin terlambat.

Amara hanya melihat dengan wajah sedih kepergian saudara kembarnya.

Bersambung.....

Bab. 3

Setelah kepergian Amar, tidak ada percakapan apapun di meja makan. Amara hanya sesekali menatap ibunya, namun tidak berani melihat ayahnya.

"Cepat selesaikan sarapanmu Mara, jangan biarkan Rebbeca menunggumu." ucap Pak Adam mengingatkan Amara membuat Amara tersenyum, saking terharunya ia sampai ingin meneteskan air mata, begitu juga dengan Ibunya.

"Terima kasih Ayah." ucap Amara seraya berdiri dan mendekati ayahnya lalu memeluknya erat, sebagai ucapan rasa terimakasih sudah mendukung dirinya.

"Semoga berhasil." ucap Pak Adnan dengan mengusap rambut putrinya,

Ayah Amara pun memberi wejangan pada putrinya, agar ia bisa bersungguh sungguh dalam mengerjakan. Dan tak lupa mengingatkan putrinya agar lebih berhati hati dalam memilih teman nantinya, karena ayah Amara tidak ingin Amara terjerumus dalam hal hal buruk, mengingat usianya bukan lagi sebagai siswa sekolah lagi. Ia harus lebih bertanggung jawab dalam mengambil keputusan.

Begitu mendengar Rebbeca dari lantai dasar memanggil namanya, Amara segera berpamitan pada kedua orang tuanya, agar ia bisa berhasil nantinya.

Hati yang semula ragu untuk mengikuti, kini sudah ia mantapkan untuk mengubah masa depannya menjadi lebih baik. Walau ia sendiri tidak tahu kedepannya, akan lebih baik atau malah sebaliknya.

Malang untuk Amara karena tempat yang ia tempati salah. Ia harus berpisah dengan Rebecca karena ruangan mereka ternyata berbeda.

Amara mengetuk pintu setelah memastikan ruangan yang akan ia tempati adalah benar.

Terlihat semua mata menuju ke arahnya karena ia terlambat membuat Amara sedikit risih. Ia pun meminta maaf kepada tim penyelenggara karena terlambat. Sebenarnya hampir saja ia di tolak karena terlambat namun ia menjelaskan jika dirinya tidak terlambat ia berada di ruangan yang salah sehingga membuat ia terlambat. Beruntung ketua tim penyelenggara memperbolehkan Amara untuk ikut.

Selama test berlangsung Amara begitu serius, karena ia terlambat datang jadi ia harus mengejar ketertinggalan dari teman teman mereka.

"Kalau memang cocok bisa datang ke rumah." goda Bara dengan sebuah lagu, pada ketua tim penyelenggara dengan berbisik tepat di telinganya. Dan sebuah lagu itu mampu membuat Pria itu tersenyum penuh makna.

"Sepertinya masuk target baru Mars." lanjut Bara pada Mars. Karena sejak kedatangan Amara yang terlambat hingga duduk, Mars masih sering mencuri curi pandang dan memperhatikan Amara.

Mars sendiri yang sudah tertangkap basah oleh sahabatnya, mulai menata tubuhnya dengan posisi duduk sempurna, bagaimana pun ia enggan intuk mengakui jika ia tertarik dengan Amara.

Begitu semua selesai, Amara segera bergegas keluar ruangan, karena ia tidak ingin Rebbeca menunggu dirinya. Amara duduk di halaman menunggu Rebbeca keluar, karena melihat pintu ruangan yang di tempati Rebbeca masih tertutup.

Amara duduk di kursi melihat sekeliling tempat itu, ia mengagumi halaman yang sangat luas dan banyak pohon pohon pendek yang rindang.

Amara melihat seorang Pria tinggi, tampan, berdada bidang sangat sempurna sebagai makhluk ciptaan Tuhan pikir Amara. Bahkan Amara saking terpesonanya, ia terus memandang pria itu, yang memang berjalan kearahnya, beruntungnya pria itu tidak menyadari.

"Kamu lihat, aku punya trik untuk bisa di kenal Mars." ucap gadis di sebelah kursi Amara duduk, pada teman satu meja gadis itu.

Terlihat gadis itu beranjak bangun dengan membawa segelas cup coffe, dengan berpura pura jalan ia pun dengan sengaja menabrakan diri di dada Mars.

"Maaf... Maafkan aku, aku tidak sengaja." ucap gadis itu sambil menyeka jaket Mars yang tertumpahi sedikit kopi.

Mars ikut menyeka jaketnya kemudian menatap gadis itu datar.

"Aku bersedia mencucikan jaketmu, btw namaku chelsea anak management." ucap gadis itu sambil mengulurkan tangan kanannya untuk bersalaman. Namun sayang, ibarat gayung tidak bersambut, Mars tidak membalas uluran tangan Chelsea ia hanya menepuk pundak gadis itu dua kali sembari berkata.

"Its Oke." ucap Mars sambil berlalu begitu saja, meninggalkan gadis itu yang menatap Mars tidak percaya jika dirinya diabaikan begitu saja.

Amara yang sejak tadi memperhatikan tingkah gadis itu dari kursinya ikut tersenyum, dan sedikit menggeleng gelengkan kepala, Amara berpikir ternyata ada wanita yang seperti itu.

Drt.....

Amara membuka pesan dari Rebecca, ternyata Rebbeca sudah keluar dan menunggu di depan gerbang kampus didalam mobil. Melihat pesan itu Amara bergegas berdiri dan berjalan agak cepat agar Rebbeca tidak terlalu lama menunggu dirinya.

Drt.... Drt...drt....

Ponsel Amara terus bergetar membuatnya tergugah untuk mengambil di dalam tas dan setelah di lihat ternyata itu dari Rebbeca.

"Sebentar lagi aku sampai Rebbeca." ucap Amara begitu mengangkat panggilan masuknya.

Setelah selesai berbicara dengan Rebbeca melalui panggilan, ia pun mematikan ponselnya, dan Amara pun hendak memasukkan ponselnya kedalam tas kembali, namun naas Amara sedang sial.

"Aww...." desis Amara terkejut ketika tangan terserempet sebuah mobil Lamborghini hitam. Amara pun segera berjongkok memungguti buku yang ia pegang dan juga ponselnya, di bantu pria yang menyerempetnya tadi.

"Sorry..... Aku minta maaf." ucap Mars

"Iya nggak papa." jawab Amara sambil berdiri menerima buku yang diambilkan pria itu.

Mars memegang lengan Amara dan bertanya.

"Apakah sakit? Mari aku bawa ke rumah sakit." ucap Mars dengan nada lembut, Mars mencoba bertanggung jawab.

"Tidak perlu." jawab Amara seraya melihat wajah Pria yang menabrak dirinya. Ia sedikit terkejut ternyata Pria itu adalah pria yang ia kagumi tadi, namun Amara masih mencoba tenang menutupi perasaannya. Dan kemudian hendak melanjutkan berjalan.

"Kalau begitu mari ku antar ke konter, aku akan belikan ponsel baru untukmu." pinta Mars lagi karena melihat layar ponsel Amara yang sedikit retak.

"Tidak usah. Permisi." jawab Amara sambil menghindar dan akan melanjutkan jalan karena Rebbeca sudah menunggu di depan gerbang.

"Tunggu". Kata Mars

Ia pun mengeluarkan uang beberapa lembar ratusan ribu. Ia melihat tangan Amara terluka, juga ponselnya rusak, jadi sebagai kompensasi ia ingin memberi uang.

Mars pun mengulurkan uang itu pada Amara tanpa berbicara.

"Apa maksudmu?" tanya Amara dengan nada tinggi, karena Mars memberinya uang.

"Aku hanya ingin bertanggung jawab saja." ucap Mars santai.

"Jika kamu ingin bertanggung jawab, aku rasa kamu tidak perlu mengemudi lagi." ucap Amara ketus dengan wajah yang sedikit terlihat judes.

"Menjengkelkan." tambah Amara sambil berlalu meninggalkan Mars yang bengong mengamati diri.

Mars kemudian berjalan pelan masuk ke mobil, sambil satu dua kali menoleh lagi pada Amara yang sudah sama sekali tidak menoleh kearah dirinya.

Mars mengemudikan mobilnya dengan pelan mengikuti Amara, dan Amara yang merasa di perhatikan pun mulai merasa risi dan bertambah jengkel, beruntung ia sampai di depan gerbang dan segera masuk kemobil Mercy milik Rebbeca, barulah Mars melajukan mobilnya dengan normal kembali, setelah mobil Rebbeca berjalan meninggalkan kampus setelah Amara masuk ke dalam mobil.

Bersambung.....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!