"Tidak, apa yang kalian lakukan?" teriak Audrey, Bola matanya membesar, nafasnya tertahan sejenak, sementara jantungnya berdetak satu kali lebih keras dari biasanya. Gadis cantik dengan lesung pipi di pipinya syok melihat calon suaminya dan Kakak tirinya tengah bercumbu di ruangan make up. Ruangan yang tadinya ia tempati memoles wajahnya, karena beberapa jam lagi akan di laksanakan pernikahannya dan Jay, Kekasihnya.
Namun, sekarang ia merasa sakit hati yang mendalam. Niat hati ingin ke kamar mandi sebentar dan ketika ia kembali, satu hal yang tak pernah ia kira sebelumnya. Dua orang yang ia sayangi bermain api di belakangnya. "Jay Lou, Kalian..." Suara Audrey tercekat dengan tangisan air mata yang mulai turun di pipinya.
"Audrey..." Aura tersenyum miring melihat tangisan yang hadir di wajah Audrey. Wanita itu bersedekap dada setelah mengecup singkat pipi Jay. "Kau tau, aku dan Jay sudah lama menjalin hubungan, dan sekarang aku dan Jay akan melangsungkan pernikahan," ucap Aura memutar tubuhnya, yah ia hanya ingin memperlihatkan gaun indah yang di pakainya di depan Audrey.
"Apa yang Kakak katakan? Aku dan Jay yang akan menikah. Jay, kenapa kamu diam saja?" sentak Audrey berjalan cepat ke arah Jay. Memisahkan jarak antara Aura dan Jay yang saling berdekatan. "Jay, bicaralah. Jangan membuat kejutan seperti ini!" ujar Audrey menarik lengan Jay agar pria itu mau berbicara dan melihat ke arahnya. "Jay..." panggilnya lagi, tangisannya semakin menjadi disana. Bahkan Audrey tidak peduli lagi dengan riasan wajahnya, ia hanya ingin penjelasan mutlak dari Jay.
"Audrey..."
Plakk...
"Berhenti berbicara! Aku tidak mau mendengarkan omonganmu," sentak Audrey ketika Aura kembali bersuara. Bahkan, ia melayangkan tamparan di wajah cantik itu tanpa takut sama sekali.
"Audrey, apa yang kamu lakukan?" Jay membuka bibirnya dengan cepat, raut kekhawatiran begitu tercetak jelas ketika tangan mungil Audrey menyentuh kulit wajah Aura hingga memerah. "Kenapa kamu jahat sekali?" lanjutnya mendorong tubuh Audrey dan membawa tubuh Aura kedalam dekapannya. "Kamu tidak apa-apa, Sayang!" tangan Jay menangkup kedua sisi pipi Aura dan mengusapnya .
Yah, semua perlakuan yang ditujukan Jay terlihat sempurna di mata Audrey. Hatinya teriris menyaksikannya, ingin tak percaya tapi semuanya sudah jelas di matanya tanpa terkecuali.
Hari yang ia yakini sebagai hari kebahagiaan untuknya, sekarang terkuak menjadi duka. Tak ada yang tau betapa hancurnya hati Audrey saat ini. Bahkan, dua orang yang masih saling mengkhawatirkan satu sama lain. "Oh jadi begini tingkah kalian sebenarnya." Audrey mengusap air matanya dengan kasar, bibirnya dipaksa tersenyum hambar oleh keadaan. "Kamu membuat acara semegah ini hanya untuk menipuku," lanjutnya tersenyum getir yang mana membuat sosok Jay dan Aura dengan cepat melihat ke arahnya.
"Aku sudah pernah bilang padamu, Audrey. Kalau Jay itu bukanlah pria yang tepat untukmu," sahut Aura berjalan mendekat ke arah Audrey. Kedua tangannya memegang gaun pengantin indah yang jauh mewah dari yang Audrey kenakan saat ini.
"Yah, aku paham sekarang. Jay itu itu tidak pantas dengan ku dan lebih pantas untukmu, bukan begitu!" timpal Audrey tak habis pikir dengan jalan pikiran keduanya.
"Itu kamu pintar," tukas Aura tersenyum manis di depan Audrey.
Dalam diamnya, Audrey ingin sekali mencakar wajah Aura yang dulunya sangat ia hargai keberadaannya. Namun, setelah malam ini, rasa itu terasa berat ia keluarkan kembali. "Terserah kalian mau bagaimana pun aku tidak peduli. Pria gatal sama wanita gatal pantas di satukan." papar Audrey berlalu pergi dari ruangan itu. Ia bahkan menulikan pendengarannya ketika Aura terus saja memanggilnya bahkan mengumpatnya.
Brak...
Akhh....
"Audrey, apa yang kamu lakukan?" tanya Iriana kala tubuhnya hampir saja terjatuh ketika ia tak sengaja menabrak tubuh mungil Audrey yang tengah berjalan penuh ambisi. "Kamu gak bisa sopan sedikit sama orang tua!" ujarnya lagi tak lupa nada suaranya yang mulai meninggi.
Tangan Audrey bersedekap dada, menatap Iriana dengan tatapan sinis nya. "Nyonya, apa anda bisa mengajari anak anda sendiri untuk sopan? Anda saja gagal, kenapa harus anak orang yang anda ajari?" sergah Audrey memutar bola matanya dengan malas. Yah, Iriana adalah ibu kandung Aura dan ibu tiri untuk Audrey. Sejak dulu Iriana sangatlah membenci Audrey, entah apa penyebabnya. Namun, Aura datang sebagai pahlawan untuk melindungi Audrey.
"Kurang ajar kamu, Audrey!" tangan Iriana mengudara dengan lancang, hendak memberikan pelajaran pada Audrey yang sangat tak tau diri di depannya.
"Apa?" Dengan gerakan cepat, Audrey menangkis tangan Iriana dan melemparnya dengan kasar. "Anak sama Mama sama saja, tukang rebut, tukang nikung," celetuk Audrey hendak berlalu. Namun, sebelum itu, langkahnya terhenti ketika Iriana berucap kembali.
"Ck, makanya jadi anak jangan bodoh. Kena juga kan!" Iriana bersedekap dada dengan bibir tersenyum sinis ke arah Audrey yang tengah menoleh ke arahnya. Tatapannya jangan ditanya lagi, Sosok Audrey yang terkenal jahat hanya berdecih dengan ucapan yang dilontarkan Iriana.
Gadis itu kembali melangkahkan kakinya dengan gaun yang membuatnya kesusahan. Ia tak peduli dengan tatapan para tamu undangan disana, yang terpenting baginya adalah keluar dari pesta yang membuatnya hampir saja menampakkan sisi lemahnya di depan Iriana dan juga Aura.
Bersambung...
Dengan berjalan menyusuri trotoar, Audrey terus melangkahkan kakinya tanpa tujuan yang pasti. Balutan gaun pengantin yang masih melekat di tubuhnya membuatnya mendapatkan tatapan aneh dari para pejalan kaki dan juga para pengendara yang melewatinya begitu saja. Tapi, ia tak perduli akan itu, tatapannya lurus kedepan tanpa mengidahkan orang yang berbisik-bisik tentangnya.
Brakk...
Suara benturan tubuh yang terdengar keras itu membuat atensi orang-orang yang berada disekitarnya berpusat. Disana Audrey tanpa sengaja menabrak sosok pria tinggi dengan pakaian hitam di depannya. Tubuh mungil itu terpental, tanpa adanya rekayasa jika bokongnya menyentuh jalanan trotoar.
"Kamu..." Audrey tak melanjutkan ucapannya ketika melihat garis wajah pria yang berada di depannya.
"Anda baik-baik saja, Nona!" tanya seseorang yang berada di belakang tubuh pria yang menjadi pusat perhatian Audrey. Ia berusaha berdiri sendiri sebelum disentuh oleh pria yang terlihat menjadi bodyguard seorang pria yang mencuri perhatiannya.
Tangan Audrey terangkat, mengkode bodyguard itu jika dirinya dalam keadaan baik-baik saja. "Saya tidak apa-apa!" seru Audrey dengan tatapan yang tak lekang berpindah dari sosok itu. "Kamu harus tanggung jawab," timpalnya dengan bersedekap dada, matanya berusaha menyorot tajam ke arah pria yang juga menyorot ke arahnya sedari tadi.
"Hmmm." Hanya itu yang di dengar oleh indera pendengarannya. Tak ada ucapan lain lagi, dan hal itu mampu membuat Audrey geram di buatnya.
"Karena kamu, Saya harus merasakan sakitnya... hey, kamu mau kemana?" sergah Audrey dengan suara yang mulai meninggi. Apalagi ia melihat pria yang tatap pergi begitu saja dari hadapannya. Meninggalkan dua pria yang juga memakai pakaian hitam di depannya. "Tuan, saya mau anda bertanggung jawab atas apa yang saya alami... Akhh..."
"Jalan," titahnya setelah menarik tubuh Audrey masuk kedalam mobilnya tak lupa menutup kembali pintu mobil jok belakang.
Audrey terdiam sejenak setelah tubuhnya di tarik paksa bahkan sudah terduduk di sebelah pria dewasa yang memiliki garis wajah tegas. Pria itu tampan, dan berhasil membuat sosok Audrey melupakan masalahnya sejenak. "Saya mau di bawa kemana?" pertanyaan bodoh itu keluar begitu saja dari bibir Audrey sembari menatap pria dewasa itu dari samping.
"Menikah." Lagi, suara berat yang menggelegar di telinganya membuat Audrey terjingkat. Wajahnya kebingungan, berusaha mencerna hal yang ia sendiri belum tentu mendengarnya dengan jelas.
"Tuan, jangan menghina saya. Saya memang hampir mau menikah tapi..."
"Kamu menikah dengan saya," sahutnya mengapa tajam ke depan, sedari awal masuk kedalam mobil. Sosok itu terlihat enggan menatap Audrey yang di balut gaun pengantin yang memperlihatkan bahu mulusnya dan belahan dadanya. Jakunnya terlihat seksi di mata Audrey, apalagi ketika pria itu terlihat kesusahan menelan ludahnya sendiri.
Dahi Audrey mengerut panjang disana, tangannya senantiasa menggaruk tengkuknya yang tak gatal mendengar ucapan pria itu. "Anda sadar 'kan, Tuan?" tanyanya menyentuh dahinya tanpa permisi. "Anda tidak panas tapi omongnya kemana-mana," lanjutnya mengedihkan bahunya.
"Persiapkan segalanya, aku tidak ingin ada hal kecil yang terlewatkan," titahnya yang membuat dua bodyguard di depannya mengangguk paham atas kemauan Tuannya.
Mendengar itu, mata Audrey seketika membola sempurna. Sejak tadi, ia berpikir jika semuanya adalah salah. Namun, melihat keseriusan di wajah itu, membuat sosok Audrey merasakan jantungnya berdetak lebih cepat.
Bagaimana tidak, ia tak mengenal pria itu. Dan sekarang ia hanya sebatas tau dan itupun karena ketidaksnegajaan yang dilakukannya.
Audrey memegang pergelangan tangan kekarnya, matanya dengan jelas menatap wajah tampan itu yang ia rasa sangat familiar di ingatannya. Namun, Audrey merasa bodo amat untuk sekarang ini. Yang terpenting baginya adalah membatalkan rencana gila yang dibuat pria itu padanya. "Tuan, bercanda anda sangatlah tidak lucu," celetuk Audrey tenang meskipun nyatanya jantungnya di dalam sana sudah tidak baik-baik saja.
"Balas orang-orang yang sudah menyakitimu setelah ini," ujarnya menatap Audrey sekilas sebelum ia melanjutkan tatapannya ke depan.
Tentu saja Audrey terkejut mendengarnya, pria asing di depannya seolah tau menau dengan keadaannya. Siapa dia? Mengapa terlihat lebih paham atas masalah yang tengah di hadapi oleh Audrey?
Bersambung...
"Tidak-tidak, saya tidak mau menikah dengan anda," teriak Audrey histeris ketika ia dipaksa masuk kedalam gedung mewah yang sudah di sulap epik oleh WO handal. Wanita itu terus memberontak dengan balutan gaun pengantin yang sudah diganti. Yah, Sebelumnya Audrey dipaksa mengganti gaun indahnya dengan gaun yang dipilih pria itu tanpa permisi.
"Maaf, Nona. Anda tidak akan menyesal setelah menikah dengan Tuan kami," ujar seorang wanita yang Audrey yakini sebagai pelayan. Melihat seragamnya saja Audrey sangatlah tau tanpa bertanya terlebih dulu.
Mendengar ucapan itu, Audrey berdecih, ia menatap marah ke arah pelayan yang terus saja memaksanya. Namun, di menit berikutnya, wanita itu terdiam ketika tatapannya mengarah pada dua sosok yang sangat familiar di matanya. Sosok yang sudah membuatnya hancur dan membuatnya menjadi seperti ini pikir Audrey.
"Lepas, aku bisa sendiri," titah Audrey menggemaskan tangan pelayan yang setia memegangnya. Tanpa pencegahan lagi, pelayan yang setia bersama Audrey diam sembari memantau gerak-geriknya dengan seksama.
****
"Paman, kenapa mendadak sekali pernikahannya? Wanita mana yang sudah berhasil membuat paman bertekut lutut seperti ini!" ujar Jay terkekeh geli ketika melihat Pamannya sendiri akhirnya mau menikah seperti pria lainnya. Ia pernah berpikir sebelumnya, jika Pamannya tidak akan pernah menikah apalagi ia terlihat jijik ketika melihat wanita yang mendekatinya. "Kalau tau begini, bukanya lebih enak kalau pernikahannya di adakan bersamaan dengan ku kemarin," lanjutnya sembari menarik tangan Aura dan menggenggamnya.
Jason, pria matang itu tersenyum kecil mendengarnya. Ia menatap pengantin baru itu secara bergantian dengan tatapan yang aneh menurut Aura. Wanita itu menyangka, jika Jason tertarik padanya. Terlihat ketika pria itu menatapnya dengan sorot yang berbeda dari sebelumnya. "Tidak perlu, Jay. Pamanmu ini sangat sanggup membuat pesta megah tanpa bantuan darimu," tegas Jason dengan suara maskulinnya. Suara yang membuat tubuh Aura seketika meremang dibuatnya.
Jay tergelak mendengar penuturan Jason. Meskipun sang Paman tidak menampilkan senyumannya. Namun, ia sangatlah paham dengan sikap pamannya yang bersamanya sejak dulu.
"Audrey, kenapa kamu disini?" tatapan Aura menyipit ketika melihat sosok Audrey mendekat ke arahnya. Matanya menelisik tubuh Audrey dari atas hingga bawah, gaun pengantin lagi pikirnya. "Kamu itu tidak malu datang kesini dan memakai pakaian seperti itu. Atau jangan-jangan kamu masih berusaha mengambil Jay dariku. Dengan memakai pakaian seperti itu, kamu berniat merayu Jay untuk menikahimu," celetuk Aura bersedekap dada, bibirnya tersenyum sinis melihat wajah Audrey yang sudah mulai berubah. Merah, itulah yang dilihat Aura, saudara tirinya tengah menahan emosi di hadapan banyak tamu undangan. "Malu, 'kan?" batin Aura tertawa dalam hati ketika banyak pasang mata yang melihat ke arahnya.
Audrey berdecih dengan cepat ketika mendengar ucapan Aura, "cihh, aku mau merayu dia..." Audrey menunjuk ke arah Jay yang tengah menatapnya. "Sorry ya, aku gak suka barang bekas," lanjutnya tak mau kalah.
Mata Aura membola sempurna ketika mendengarkan perlawanan dari Audrey. Wanita yang ia kenal sebagai sosok yang penurut sekarang terlihat efektif dalam membuatnya jatuh. "Sialan," umpat Aura dengan nada suaranya yang rendah. Ia takut, imagenya tercoreng hanya gara-gara Audrey yang membuatnya marah di depan umum.
"Apa yang kau katakan? Dia calon istriku. Mana mungkin dia tertarik pada Jay!" Jason menarik pinggang Audrey hingga membuat tubuh ramping milik Audrey terbentur dadanya.
Baik Jay dan juga Aura terkejut mendengar ucapan Jason. Keduanya tak menyangka jika Audrey yang akan menjadi istri dari Jason, pria matang dengan sejuta pesonanya.
"Paman, apa paman bercanda? Mana mungkin..."
Cuppp...
"Apa yang kau ragukan lagi? Dia adalah wanita yang aku cintai, Jay," sahut Jason setelah mencium bibir Audrey singkat. Wajahnya santai seperti tidak ada beban, berbeda dengan Audrey yang terkejut setengah mati karena tingkahnya. "Maaf, Sayang. Aku khilaf, " bisik Jason yang masih mampu di dengar oleh Aura dan juga Jay.
Wajah Audrey menolah ke arah lain, wajahnya seketika terasa panas ketika mendapatkan perlakuan demikian. Entahlah, Audrey bingung dengan dirinya sendiri. "Ternyata dia paman, Jay," batin Audrey tersenyum penuh maksut.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!