NovelToon NovelToon

SAAT AKU SUDAH DIAM

Makanan Sehari-hari

Pernah saling mencintai tidak menjanjikan suatu rumah tangga terus berada di jalan yang manis, apalagi ketika kepercayaan diantara salah satunya hilang meruntuhkan pondasi pernikahan.

Hal itulah yang dialami oleh sepasang suami istri Anita dan Arsenio, menikah karena cinta justru berujung mala petaka.

Anita, dituduh menggugurkan bayinya sendiri ketika tengah mengandung anak pertama. Ia difitnah meminum penggugur bayi saat masih hamil 12 minggu.

Tak ada yang percaya atas penjelasannya, mereka semua menuding kekejaman yang dilakukan Anita, memaki dengan sumpah serapah yang tak hilang sampai sekarang.

Arsenio, suaminya sendiri justru tak sudi mendengar pengakuan yang terjadi sebenarnya. Lebih memilih merubah sikap menjadi pria bengis yang suka menyiksa wanita.

Bahkan saat tamparan pertamanya pada Anita terjadi, itu menjadikannya sebuah hobi baru Arsenio yang sudah dilakukan sampai satu tahun lamanya.

Anita memilih membiarkan dirinya disakiti, berkali-kali ia mencoba mengerti perasaan sang suami, walau hal tersebut bukan lagi sesuatu yang wajib dipahami, sudah dikategorikan kekerasan dalam rumah tangga.

Tidak memilih pergi, Anita lebih ingin bertahan dalam pernikahan yang telah hancur lebur ini. Meyakinkan dirinya sendiri jika sang suami akan kembali seperti dulu, hanya menunggu waktu yang tidak menentu.

"ANITA!! ANITA DIMANA KAMU, HAH?!!"

"ANITAAAA....!!!"

Suara teriakan yang menggelegar tak membuat wanita cantik yang sedang tertidur pulas itu terusik, sangking lelahnya mengerjakan pekerjaan rumah ia tak sadar jika ketiduran sampai sore menjelang.

Arsen menaiki anak tangga menuju lantai atas dimana kamar mereka berada.

Dengan hentakan kakinya yang keras, Arsen menendang pintu sampai terbuka. Emosinya makin naik tatkala melihat Anita yang terbaring nyenyak di atas kasur.

Ia masuk ke dalam, bukannya merasa iba menatap istri yang nampak lelah, Arsen justru menarik rambut Anita hingga tubuh yang belum siap terjaga itu bangun dengan posisi duduk.

"Aaaaaaaaaa........!!" Anita berteriak kesakitan, beberapa helai rambutnya rontok karena tarikan Arsen yang teramat kencang.

Ia mendongak melihat si pelaku yang telah bersikap kasar padanya, Arsen sudah memasang raut garang, Anita tau setelah ini suaminya akan melakukan penyiksaan yang lain.

"Enak sekali ya kamu tidur sampai tak mendengar teriakkan ku! Kamu sengaja malas-malasan selama aku kerja, iya?!!' gerakan tangan Arsen membuat tarikan rambut Anita terasa nyeri, kepalanya jadi pening, apalagi ia dipaksa bangun tanpa diberi waktu bereaksi.

"Papih lepas, ini sakit--" mohon Anita, mencoba melepaskan tangan Arsen yang meremas rambut tebalnya.

"Sakit kamu bilang?! Ini supaya kamu bisa jadi istri yang berguna dan tau diri!!"

Ditariknya lagi rambut Anita dengan langkah Arsen yang berjalan ke arah kamar mandi, membuat Anita ikut bangkit dan terseret sambil terus mengaduh.

Arsen menghempaskan wanita itu ke lantai kamar mandi, tanpa peduli jeritan yang keluar dari bibir mungil sang istri.

"Cepat siapkan aku air hangat, jangan bisanya cuma tidur seharian! Jadilah istri berguna, dasar tidak becus!" Maki Arsen sebelum keluar dan membanting daun pintu.

BRAKKK!

Anita terlonjak, ia menatap kepergian suaminya dengan kepedihan yang teramat pilu, ini memang tidak ada apa-apanya, tapi siapa yang tidak sakit mendapat kekejaman dari suami sendiri? Lelah batin dan fisik, masih tetap Anita jalani.

Anita menghela nafas dalam, tak mau berlarut-larut dalam kesedihan, Anita memilih melakukan perintah sang suami, menyiapkan air hangat dan keperluan mandi sampai tak ada sedikitpun yang terlupakan.

Anita keluar setelah dirasa semuanya siap, ia menghampiri Arsen yang sibuk bermain gawai.

"Air hangatnya sudah siap, Pih"

"Hmm" sahut Arsen bergumam, masih tak mengalihkan pandangan dari layar ponsel.

"Biar aku bukakan pakaiannya ya" dengan sigap Anita melepas kancing kemeja Arsen dari yang paling atas.

Ketika baru membuka kancing pertama, Arsen langsung menepis tangan Anita agar menjauh.

"Jauhi tangan mu! Jangan sok-sok an bersikap berlebihan, itu menjijikan" sambil berlalu dan masuk ke dalam kamar mandi, meninggalkan Anita yang masih memantung di tempat.

***

Makam malam ditemani kesunyian, tak ada obrolan yang menghiasi meja makan tersebut, padahal kalau mau sudah banyak cerita yang saling bertukar dari dua insan disana.

Meski begitu, Anita tetapi bersyukur Arsen masih mau memakan masakannya, biasanya pria itu akan membuang semua jerih payah yang Anita lakukan, kecuali dalam hal makanan.

"Tambah nasinya lagi, Pih?" Tawar Anita saat melihat piring Arsen yang hampir bersih.

"Tidak usah! Makanannya tidak enak hari ini" sahut Arsen sambil melahap suapan terakhir.

Anita membola, buru-buru ia mencicipi lagi masakannya, tapi tidak ada yang salah dari rasa ataupun tekstur. Ia juga memasak dengan teliti, tak ada bumbu yang terlewat, Arsen juga menghabiskan seporsi nasi sampai habis.

"Enak, kok" lirih Anita.

Ia melirik pada sang suami, mungkinkah Arsen berbohong? Lagipula kalau tidak enak mana mungkin habis seporsi.

Anita menahan tawa sekuat mungkin, dan hal itu disadari oleh Arsen.

"Apa yang lucu? Kenapa kau menahan tawa seperti itu?"

"Tidak, aku hanya mengingat hal lucu saja" dusta Anita, kalau ia mengaku bisa-bisa Arsen marah dan menyiksanya.

"Nanti aku pijitin ya, Pih. Pasti Papih capek setelah bekerja seharian" Anita menawarkan diri, padahal ia juga lelah bekerja di rumah, tapi masih memikirkan suaminya.

"Lakukan tugas mu tanpa harus menawar dan disuruh terlebih dahulu, begitu saja harus tanya segala!" Cibir Arsen, bukannya berterima kasih malah menyalahkan Anita atas tawaran baiknya.

"Hehe, iya Pih. Tadinya takut Papih mau langsung tidur, aku kan tidak mau sampai mengganggu tidur lagi" ucap Anita meluruskan.

Tapi sepertinya, ucapan Anita tidak cocok untuk dijadikan alasan. Hal itu justru memancing emosi Arsen, dia nampak tersinggung dengan kata-kata Anita barusan.

Arsen mendekat, lalu mengapit rahang Anita dengan keras membuat si empu mengaduh kebingungan.

"Kau sedang menyindir ku?! Karena tadi sore aku membangunkan mu secara paksa??? Kau sekarang mengungkit masalah itu, iya!!?"

"B-bukan begitu, Pih. S-sumpah tidak ada hubungannya dengan yang tadi" mulai kelabakan menghadapi kesalahpahaman Arsen.

"Halahhh.... Kau memang istri tidak tau diri! Tidak mau diberitahu apa yang diperintahkan suami...!" Kemari kau!!!" Kembali menyeret lengan Anita menuju lantai atas, menulikan telinganya ketika rangkaian kata keluar dari mulut sang istri.

"Tidak usah omong kosong kau! Kau memang harus diberi pelajaran!"

Masuk ke dalam kamar, kemudian mendorong Anita ke atas ranjang. Menindih tubuh sang istri dengan badan besarnya sembari mencekik leher dalam satu genggaman.

"Le-pas.... A-ku Mo-hon" pekik Anita terputus-putus, rasa sesak kian menjalar menghalangi jalannya oksigen.

"Dengar Anita! Kau memang perempuan tidak tau diri yang pernah aku temui. Kalau tidak mengingat kelakuan mu yang telah melenyapkan darah dagingku, sudah ku singkirkan kau dari jauh-jauh hari. Tapi sayang, aku masih belum puas menyiksamu. Kau, harus ku ajari caranya menjadi manusia yang benar!"

Air Mataku, Kesenangan Mu

Plakkk!

Plakkk!

Dengan sangat ringan tangan Arsen menampar wajah Anita dikedua sisinya, membuat ruam kemerahan tergambar jelas di pipi mulus wanita itu.

Anita menggeram sebab tak mampu berteriak, berusaha menahan sakit yang menjalar di area muka yang masih tertanam bekas siksaan kemarin, tapi sudah ia dapatkan pula luka yang baru.

"Rasakan ini"

Plakkk!

"Masih kurang? Rasakan sampai kau puas!"

Plakkk!

Plakkk!

"Emmm..... Pihhhh...." Mendesis kesakitan yang luar biasa, Anita memejamkan mata ketika tangan Arsen menempel di pipinya, menimbulkan bunyi nyaring akibat tepukan yang amat keras.

Arsen melepas cekikan tangannya dari leher Anita, membuat korban terbatuk-batuk akibat udara yang masuk secara serentak.

"Uhuk...! Uhuk....!"

Baru saja Anita bisa bernafas, Arsen sudah kembali menariknya, memposisikan Anita supaya berjongkok di hadapannya.

"Ini kan yang kau mau?? Menikmati milikku? Aku ku berikan sampai kau puas!"

Arsen melepas celananya, masih dengan menarik rambut belakang Anita.

"Jangan pihhh!" Cegah perempuan tersebut.

Ia tidak ingin Arsen melakukan hubungan se k su al dengan cara kasar, ini yang paling menyiksa bagi Anita, melebihi tamparan dan pukulan yang biasa diberikan oleh Arsen.

"Diam!!! Jangan pura-pura lugu mendapat sentuhan dariku, kau hanya membuatku semakin muak melihatmu!" Hina Arsen.

Dan begitu mulut Anita terasa penuh, disitulah air matanya lolos setelah sekian lama tak ia tampakkan.

"Berhenti menangis! Aku bilang berhenti...!!"

Anita sekuat tenaga menahan cairan yang terus membasahi di kedua pipinya, ditambah tindakan Arsen yang sangat menghinanya ini tak kuasa Anita anggap seperti kekerasan biasa.

Bukan sampai disitu saja, Arsen terus melanjutkan penyiksaan tersebut sampai ke bagian inti sang istri.

Alih-alih mendapatkan kenikmatan, Anita bahkan tak bisa merasakan sensasi dari setiap sentuhan Arsen, wajar saja ia bukanlah seorang yang mengidap penyakit masokis.

Sampai titik puncak yang dialami Arsen tercapai, barulah ia melepaskan Anita, membiarkan wanitanya terbaring lemas tak berdaya, sedangkan ia berlalu guna membersihkan diri tanpa ada kata romantis yang terucap seusai pergulatan panas berakhir.

Lagi dan lagi Anita hanya bisa memendam tangisan pilu yang tak didengar, memendam luka di setiap liku yang ia dapatkan dari kesengajaan orang-orang.

"Aku harap bisa segera hamil agar kamu tak semena-mena lagi padaku, Pih... Hikss!"

Sudah hampir setahun Anita belum diberi lagi kepercayaan untuk mengandung seorang anak, setelah kandungan pertamanya gugur, kini ia sulit untuk hamil anak kedua. Padahal Arsen tak pernah menyuruhnya menunda kehamilan, Arsen selalu menyentuhnya meski hubungan diantara mereka kian berjarak.

Tapi Anita harus menelan ludah setiap kali melakukan testpack, garis satu itu selalu muncul di depan matanya, darah segar selalu datang di setiap bulan, menandakan jika belum ada makhluk yang mengisi dinding rahim Anita.

Setelah sama-sama membersihkan diri, keduanya langsung berbaring diatas kasur yang sama. Arsen lebih dulu terbang ke alam mimpi sehabis memenuhi kebutuhan biologisnya.

Berbeda dengan Anita, yang masih terjaga sambil menatap punggung sang suami, tidur silih berjauh-jauhan, membuat Anita rindu akan pelukan hangat Arsen disetiap malamnya.

Tidur di atas lengan pria itu sembari menggambar sesuatu di dada bidang Arsen dengan jari telunjuknya.

Kapan bisa seperti dulu lagi?

Anita rindu.

Rindu lelakinya yang dulu, yang selalu memberikan ciuman lembut di pucuk kepala, tak lupa kalimat romansa yang membuat Anita jatuh cinta setiap harinya.

Mungkinkah bisa terlaksana?

***

"Hari ini papih pulang jam berapa?" Seru Anita pada Arsen yang sedang mengikat dasi.

"Tidak tau" ketus Arsen.

"Papih mau aku masakan apa saat pulang? Setelah pulang kerja aku mau mampir ke supermarket, aku masakan steak bagaimana?"

"Ck, bisa tidak sih kamu berhenti berbicara?!! Kamu tidak lihat aku sedang fokus memakai dasi? Mulutmu itu sudah seperti penjual di pasar saja tau!" Sentak Arsen geram.

Seketika Anita tak berani bersuara, padahal ia cuma ingin bertanya hal yang ringan saja. Tapi kenapa harus ditanggapi dengan urat segala?

"M-maaf Pih..." Lirihnya.

Anita memutuskan ikut bersiap, karena ia juga wanita karir yang mempunyai usaha kecil-kecilan, maka dari itu Anita pergi bekerja dari pagi sampai pukul dua siang, sebelum Arsen pulang ke rumah.

Mereka berangkat menggunakan mobil masing-masing, sebelum keduanya masuk ke dalam kendaraan, Anita terlebih dahulu mencium pipi suaminya sekilas.

"Hati-hati, Pih. Jangan kebut-kebutan di jalan, kabari kalau sudah sampai ya" ujar Anita walau ia tau permintaannya tak akan pernah Arsen turuti.

Arsen tak protes dengan kecupan sang istri, ia hanya memasang raut dingin seperti biasa, meski dirinya bersikap jahat sekalipun Anita akan tetap berlaku baik padanya.

Tanpa membalas sang istri, Arsen lebih dulu naik ke dalam kendaraan beroda empat miliknya. Saat Arsen mengeluarkan mobil dari halaman rumah pun Anita masih tetap berdiri menunggunya, Arsen melirik kembali pada perempuan itu, Anita melambaikan tangan dengan senyum manis yang selalu terpancar.

Arsen segera memalingkan muka, ia mulai melajukan kendaraan dan pergi menuju perusahaan miliknya.

Setelah memastikan Arsen berangkat, barulah Anita masuk ke dalam mobil. Rumah produksi adalah tujuan Anita, bisnis kecantikan yang telah Anita tempuh dari jaman kuliah masih terus berlangsung hingga saat ini.

Ditempat itulah Anita melepas semua beban pikiran, disibukkan dengan hal-hal positif membuat Anita lupa akan masalah rumah tangganya, ditemani kerumunan orang-orang baik yang membuat Anita tertawa lepas membuang semua tanggungan di pundaknya.

Selagi belum diberi momongan, Anita masih bisa aktif mengawasi usahanya sendiri, meningkatkan lagi penjualan sehingga bisa membuka lowongan pekerjaan bagi para pencari kerja.

Anita bangga pada dirinya bisa sampai dititik ini, meski pernikahannya tak semulus bisnis yang ia jalani, tapi setidaknya ada hal yang bisa menjadi semangat hidup Anita.

Lahan yang Anita beli untuk memperluas ruang produksi mulai dibangun hari ini, para tukang mulai sibuk membuat pondasi, mereka saling bergotongroyong dalam pembangunan.

"Pak Erik" panggil Anita.

Yang dipanggil langsung menghampiri, memberi sapaan pada yang telah memberinya pekerjaan.

"Ya Bu?"

"Bahan-bahan yang kemarin dibeli kira-kira cukup untuk hari ini?"

"Saya kira cukup, bu. Paling kita belanja lagi lusa" kata pak Erik selaku mandor sekaligus tukang dalam pembangunan ini.

"Baik kalau begitu, jika ada keperluan lain datang saja ke ruangan saya ya pak. Untuk nanti siang saya minta semuanya istirahat dulu, jangan ada yang menunda makan siang, saya tidak mau kalau ada yang sampai jatuh sakit" tutur Anita, ia memang sangat perhatian sebagai seorang bos. Memanusiakan manusia adalah prinsipnya dalam bekerja.

"Siap, Bu! Akan saya laksanakan"

"Terimakasih pak Erik, kalian bisa lanjut lagi bekerja"

Rintihan Seorang Istri

"Bu, stok lipcream sepertinya harus ditambah dua puluh ribu pcs. Karena satu Minggu lagi kita memperingati hari besar, pasti banyak pesanan yang akan masuk. Ada potongan harga juga yang disediakan e-commerce" ucap stock keeper, memberi laporan persediaan produk kepada Anita.

"Ah benar, kita harus memanfaatkan hari besar ini. Atur bahan baku untuk satu Minggu, kita tambah lagi persediaan untuk produk yang ditambah. Lalu apa lagi?"

"Sunscreen kita juga dalam tahap peningkatan, kita bisa tambah lima ribu pcs saja"

Anita mendengar sembari mengutak-atik laptop miliknya, tak ada waktu untuk sekedar mengalihkan arah mata, ia terlalu sibuk jika menjelang hari-hari besar.

"Ada lagi?"

"Saya rasa cukup, Bu. Untuk kosmetik yang lain tidak terlalu membludak, saya kira stok yang kita sediakan akan tercukupi" jelas perempuan berambut pendek itu.

"Bagus, tapi pastikan terus supaya jika ada yang masih kurang kita bisa prepare dari sekarang"

"Baik, Bu" dia pun keluar dari ruangan bos nya setelah melakukan pelaporan.

Anita melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul dua, pekerjaannya masih banyak dan menumpuk tetapi Anita harus segera pulang untuk menyiapkan keperluan suaminya, belum lagi ia mau mampir dulu ke supermarket.

Kalau Arsen datang lebih dulu dan tak menemukannya di rumah, dia bisa mengamuk seperti kemarin sore.

Anita lantas menurut laptop, ia akan melanjutkan di rumah saja. Daripada harus memancing emosi Arsenio.

Anita keluar, disana para karyawannya masih sibuk mempaking barang, beberapa diantara mereka baru saja akan masuk ke dalam ruangan Anita.

"Lho Bu, sudah mau pulang? Padahal saya mau laporan keuangan Minggu ini" kata salah satu perempuan bertubuh gempal disana.

"Iya, Gi. Saya harus cepat-cepat pulang, nanti laporannya kamu kirim saja lewat email, saya cek nanti malam. Maaf ya, saya buru-buru" melewati Gia dan berjalan keluar.

"I-iya Bu, hati-hati" membiarkan sang atasan pergi, Gia menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal, aneh melihat Anita yang selalu buru-buru pulang di jam-jam sibuk seperti ini.

Tapi mau tak mau Gia melaksanakan perintah Anita, ia juga tidak ada hak untuk tau hal itu.

Anita melajukan mobil merahnya menuju supermarket tempat ia biasa berbelanja, sambil mendorong troli Anita memilih bahan-bahan dengan cepat, tak memandang harga asalkan ia bisa cepat pulang.

Anita berdecak ketika antrian kasir memajang, apalagi mereka juga membeli banyak belanjaan.

Setelah melakukan pembayaran hampir 20 menit lamanya, Anita bergegas ke mobil meninggalkan tempat perbelanjaan.

Sesampainya di rumah, Anita menepuk jidat ketika melihat teras rumah yang kotor akibat debu dari angin yang berterbangan.

"Ya Tuhan, pekerjaan ku makin banyak saja!"

Anita masuk dan langsung memanaskan kompor untuk mengukus makanan, sambil menunggu ia naik ke lantai atas untuk mengganti pakaian.

Anita turun ke bawah untuk mengepel lantai teras sampai benar-benar tak ada debu yang menempel.

Dilihat jam dinding sudah menunjukkan pukul tiga lebih, ia kembali ke dapur untuk melanjutkan memasak. Anita memang biasa memasak makan malam di sore hari agar nanti ia tinggal memanaskan saja, belum lagi dirinya juga harus menyiapkan cemilan ringan sebagai penunda lapar untuk Arsen.

Air hangat juga tak lupa Anita siapkan agar Arsen bisa langsung membersihkan diri tanpa menunggu lebih dulu.

Brumm...

Deru mobil Arsen tiba sekitar pukul empat, hal itu membuat Anita melesat untuk menyambut kepulangan suaminya.

Ketika pintu terbuka Arsen sudah disambut oleh sosok sang istri, senyum serta raut bahagia tak pernah hilang dari wajah cantik Anita.

"Selamat datang Papih!" Anita menghamburkan pelukan pada lelaki bertubuh tinggi didepannya, tak lupa kecupan di pipi Arsen Anita bubuhkan.

"Kau baru pulang?" Arsen menelisik.

"Tidak kok Pih" ungkap Anita, mungkinkah raut wajahnya kurang santai?

"Kau belum mandi?" Tanya Arsen lagi.

"Hehe... Belum Pih. Aku tadi memasak dulu jadi belum sempat mandi deh, aku bau ya Pih?" Mencium aroma ketiaknya sendiri.

"Kau berkeringat!" Ujarnya sembari melangkah ke kamar atas.

Anita mengekori dari belakang sambil menjinjing tas kerja Arsenio.

"Kau tak lupa tugas mu kan?"

"Tidak, Pih. Pokoknya semua beres" sahut Anita meyakinkan, sedikit saja ada yang mengganggu penglihatan Arsen, maka Anita bisa dituding tidak becus melakukan pekerjaan rumah. Dia sudah seperti pembantu saja di rumahnya sendiri.

"Papih bisa langsung mandi, air hangatnya sudah aku siapkan"

"Hmm..." Menanggapi tanpa kata-kata.

"Aku ke bawah dulu ya Pih, bawa cemilan di dapur"

"Nanti saja!" Cegah Arsen.

"Hah? Tapi ini untuk Papih"

"Aku bilang nanti ya nanti..!! Sekarang bersihkan tubuhmu dulu, kau bilang kau belum mandi kan?" Kata Arsen memerintah.

Anita berloading sejenak, mungkinkah bau tubuhnya sangat menyengat? Atau ada alasan lain Arsen menyuruhnya cepat-cepat membersihkan diri?

"Papih.... Mau mandi bersama ku?" Anita mencoba menelaah ucapan suaminya.

"Ya sudah kalau kau tidak mau!" Ketus Arsen.

Seketika kedua mata Anita membola, dengan cepat ia menyela, dan menerima ajakan Arsen barusan.

"Mau! Aku mau mandi bersama Papih" Anita jingkrak-jingkrak, sudah seperti anak kecil yang ditawari permen lolipop.

Ia menyusul Arsen ke dalam kamar mandi, pria itu sudah membuka pakaiannya sendiri, begitupun yang dilakukan Anita, perempuan itu melepas kaos yang baru saja ia pakai, masih bersih, tapi demi mandi bersama Arsen Anita rela menggantinya.

Melihat sang istri yang sudah polos, Arsen dibuat bergejolak, hormon testosteron nya bekerja setiap kali melihat tubuh molek Anita, tapi anehnya Arsen seperti buta melihat lebam keunguan di beberapa bagian badan istrinya.

"Papih, kita bakalan mandi saja kan?"

"Menurut mu?"

Di dorongnya tubuh Anita ke dinding kamar mandi, mengukung Anita dengan kedua lengan besarnya.

Arsen melahap bibir lembab sang istri dengan buas, meski sangat brutal tapi Anita justru senang karena Arsen tidak menyentuhnya dalam keadaan marah.

Tapi saat Arsen baru saja mau memasuki Anita, darah segar muncul dari selangkangan wanitanya, membuat kedua orang itu terkejut.

Anita datang bulan!

Tatapan Arsen seketika berubah, seperti ada api yang muncul di bola mata hitam itu.

"Kau mempermainkan ku?!!!"

"T-tidak, Pih! Aku tidak tau akan datang bulan hari ini"

"BOHONG!!!" Sambil menarik rambut Anita dengan kencang.

"Kau benar-benar pintar mempermainkan ku ya!" Geram Arsen.

"Pih... Sakitttt...." Rintih Anita, ketika rambutnya terasa dicabut satu persatu.

"Berhenti pura-pura! Kau merencanakan ini untuk mengelabui ku kan?? Kau pikir aku bodoh, hah!!"

"Sini Kau!!!"

Arsen menarik Anita ke arah bathup, menenggelamkan kepala wanita itu ke dalam bak yang terisi air penuh.

"Jangan Pih" mohon Anita meminta belas kasihan suaminya.

Seakan tuli, Arsen terus melelapkan kepala Anita ke dalam ember besar tersebut, tak peduli jika Anita kehabisan nafas ataupun pingsan sekalipun.

Rintihan serta jeritan Anita seperti sebuah lagu merdu di telinganya, Arsen terus menyiksa Anita sampai batinnya puas dan terpenuhi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!