NovelToon NovelToon

Menikahi Calon Suami Kakakku

Bab 1

Kota Jakarta memang terkenal gudangnya hotel-hotel berbintang yang menawarkan berbagai venue pernikahan terbaik bagi para calon pengantin. Bukan hanya dari segi fasilitas yang membuat orang-orang kepincut untuk melangsungkan pernikahan di hotel, melainkan juga karena menikah di hotel dinilai lebih praktis dan efektif. Selain itu, tentunya wedding venue di ballroom hotel premium juga memiliki nilai prestise tersendiri.

Ballroom yang ber – tema – kan garden party dengan kapasitas tamu mencapai ribuan orang tersebut sudah ramai oleh para undangan. Lampu-lampu hias terbaik menggantung dengan indahnya menambah kesan elegant dan memanjakan mata.

Sang mempelai pria dengan tampilan bak Pangeran di negeri dongeng itu baru saja menunaikan akad nikahnya di saksikan oleh seluruh keluarga dari kedua mempelai, sedangkan mempelai wanita yang kini sudah sah menjadi istri seorang Evan Maris sedang bersiap dengan penampilan yang di gadang-gadang akan memukau seluruh pasang mata. Meski hubungan keduanya tak banyak di sorot media namun sosok sang pewaris yang di nilai sempurna itu haruslah bersanding dengan wanita yang sempurna juga.

Namun beberapa saat sebelum semua itu terjadi, peristiwa yang menegangkan terjadi di sebuah kamar hotel tempat sang mempelai wanita tengah di rias.

PRANG!

Nesya Nadine melempar sebuah vas bunga hingga memecahkan cermin hias yang berada di sebelah kirinya, wajahnya merah padam dengan kedua mata yang sama merahnya.

“Jangan seenaknya begitu, Kak! Yang harus menikah itu Kakak!” Teriak Nesya pada kakaknya yang pada saat itu akan melangsungkan pernikahan. Dia benar-benar emosi, tidak seperti Nesya yang biasanya penurut dan akan melakukan apa saja jika keluarganya membutuhkan bantuan dirinya.

“Kali ini saja, Nesya! Hanya berdiri di pelaminan saja, dan… dan lewati malam pertama…” ucapan Narra terhenti karena Nesya kembali berteriak.

“TIDAK! Sekali aku katakan tidak ya tidak!”

Kintan selaku ibu mereka adalah yang paling merasa kalut bahkan nyaris frustasi, di tengah-tengah waktu yang sudah sangat mendesak itu, Narra anak sulungnya yang pada saat itu akan melangsungkan pernikahan baru mengakui bahwa dirinya tengah mengandung dengan pria lain. Sebenarnya dia nyaris saja pingsan jika saja saudaranya yang biasa di panggil bude itu tidak segera membantunya untuk bisa lebih tenang.

“Nes, aku mohon, kali ini tolong kakakmu ini… pernikahan ini tidak boleh batal, lihatlah para tamu yang sudah hadir di bawah sana, apalagi keluarga Evan bukanlah keluarga sembarangan. Masa depan kita semua akan hancur jika sampai membuat mereka malu.” Narra dengan egoisnya terus saja memaksa adiknya untuk menggantikan posisi dirinya, lebih tepatnya menjadi tumbal demi agar nama baiknya tetap terselamatkan. Semua itu demi harta yang sudah sejak lama sekali dia inginkan dari keluarga besar Maris.

Nesya masih bersikeras dengan penolakannya, gadis berambut panjang bergelombang itu sudah di hias mengenakan gaun bridesmaid bersama seorang sahabatnya yang bernama Sifa. Tetapi karena permintaan mendadak dari sang kakak, gaun serta riasan tersebut sudah corat marit karena dia terus mengamuk tak terima. Dulu dia juga pernah marah ketika tidak bisa melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi karena mengalah pada keinginan sang kakak yang saat itu baru saja lulus sarjana dan ingin meniti karir di dunia modeling, sehingga membutuhkan biaya yang tak sedikit dan sang ibu lebih mendukung karir Narra.

Sang ibu yang sejak tadi hanya diam merasa harus berbuat sesuatu, memikirkan masa depan keluarganya yang sudah dengan susah payah berjuang hidup setelah kepergian mendiang sang suami, kini memutuskan untuk buka suara, suara yang lembut serta bergetar namun menyesakkan dada.

“Nesya, putri ibu yang cantik dan baik hati. Ibu memohon kepadamu turuti lah permintaan kakakmu, kita sudah berjuang bersama sejauh ini, tidakkah kamu merasa semua akan sia-sia jika sampai pernikahan ini batal dan keluarga kecil kita akan terkena imbasnya?”

Nesya ternganga, air matanya langsung berderai, ketika berhadapan dengan ibunya adalah hal yang paling melemahkan hati seorang Nesya. “Apakah ibu juga tega pada Nesya?” Dia terisak.

Kintan segera menggelengkan kepalanya lalu menangkup wajah Nesya dengan derai air mata yang sama. “Maafkan Ibu dan maafkan kakakmu ya, sayang. Sungguh kita tak punya pilihan lain, semoga pilihan ini adalah yang terbaik yang Tuhan pilihkan untuk jalan hidupmu menuju kebahagiaan.” Siapapun percaya bahwa doa seorang ibu yang tulus mampu menembus langit.

Narra menoleh cepat kearah ibunya karena merasa kurang suka dengan doa sang ibu. “Ibu, dia hanya akan menggantikan ku selama satu malam saja. Jangan mendoakannya untuk terus menjadi istrinya Evan, dia adalah calon suamiku.”

Tanpa menoleh pada Narra sang ibu menjawab. “Jalan hidup seseorang tidak akan bisa di atur oleh manusia itu sendiri melainkan atas apa yang telah Tuhan takdirkan, apalagi jika manusia itu adalah pendosa sepertimu.”

“Ibu jangan aneh–aneh begitu, cepat waktu kita tidak banyak. Nes, sekarang ganti gaunmu dengan milikku ini.” Narra tak ingin lagi menghabiskan banyak waktu agar jangan sampai keluarga Evan datang mencarinya, bisa gagal semua rencana yang sebenarnya telah dia susun sejak sebulan yang lalu itu.

Untuk sesaat, Nesya seperti sebuah manekin yang tak bisa menolak ketika gaunnya di lucuti oleh sang kakak, Kintan pun turut membantu memasangkan gaun pernikahan berwarna putih dengan hiasan butiran mutiara putih di sekeliling roknya. Nampak pas sekali di tubuh mungil Nesya, bahkan wajah keduanya begitu mirip dan sering di kira kembar oleh orang-orang jika baru pertama bertemu dengan mereka berdua. Tetapi iris mata keduanya lah yang menjadi pembeda, Narra memiliki iris mata hitam pekat sedangkan Nesya bermata cokelat terang seperti ibunya.

Usia Nesya baru menginjak dua puluh tahun di hari itu, di hari yang seharusnya menjadi pergantian usia menuju dewasa itu, dia malah mendapatkan kado yang tak di sangka-sangka yaitu bertukar peran dengan sang kakak menjadi seorang pengantin pengganti.

“Jangan kira rencana kakak ini tidak akan ketahuan, lelaki itu pasti akan tahu bahwa aku bukanlah kakak,” ucap Nesya dengan wajah datar menatap kakaknya yang berada tepat di depannya.

“Tidak perlu khawatirkan itu, wajah kita berdua sangat mirip bahkan tidak ada bedanya. Evan pasti tidak bisa membedakannya, tentang warna mata kita yang berbeda, aku sudah siapkan kontak lens berwarna hitam untuk kamu pakai.” Narra sibuk membenahi penampilan adiknya dengan gerakan cepat karena sedang di kejar waktu.

Nesya tak mampu lagi berkata-kata, ternyata kakaknya sudah merencanakan semua itu sebelumnya sampai-sampai sudah menyiapkan kontak lens juga. “Aku merasa di jebak olehmu, Kak,” ucapnya lirih.

Narra tak ingin menanggapinya lagi karena jika di teruskan maka tak akan habis-habis, kontak lens yang sudah disiapkan pun kini telah terpasang di kedua mata indah adiknya. “Selesai! Ingatlah peranmu, tidak usah banyak bicara dan jadilah pendiam, saat malam nanti katakan saja bahwa kamu sedang datang bulan maka semua akan beres. Oh ya, berikan botol ini pada salah satu pelayan lalu katakan untuk menuangkannya pada gelas minuman, bawa minuman itu agar di minum oleh Evan sehingga dia akan tertidur semalaman, setelah itu kamu akan aman. Selanjutnya serahkan saja padaku karena besok harinya posisi kita akan kembali ke semula.” Dia menyelipkan sebuah botol kecil yang entah berisi obat apa ke tangan Nesya.

Semua orang yang ada diruangan tersebut dibuat terperangah pada rencana Narra yang sangat mudah dan begitu lancar ketika dia uraikan. Sang ibu begitu miris melihat putri sulungnya yang seperti tanpa beban sama sekali, padahal jelas-jelas berbuat dosa besar dengan mengandung anak tanpa pernikahan dan yang lebih miris lagi bahwa lelaki itu bukanlah Evan, calon suaminya.

Terlebih lagi Nesya, meski sang ibu dan sahabatnya terus menguatkan dirinya, tentu saja itu tak akan cukup membuatnya menerima kenyataan pahit itu. Mengorbankan masa mudanya demi menutupi kelakuan sang kakak.

“Kamu pasti bisa, Nesya selalu bisa menghadapi apapun.” Sifa berbisik menyemangati Nesya meski dia pun ikut marah pada keputusan Narra.

Kini Nesya telah menjelma menjadi seorang pengantin yang begitu cantik, wajahnya memancarkan cahaya yang tidak terlihat di wajah Narra ketika dia mengenakan gaun yang sama sebelumnya. Berjalan dengan anggun di temani oleh sang ibu dan budenya, sambil memegang seikat bunga meski tangannya bergetar, langkah demi langkah terasa mengambang seolah kedua kakinya tak berpijak. Tiba-tiba saja dia tersadar ketika seorang lelaki tampan nan menawan tersenyum padanya dari kejauhan.

“Dia kah… Evan?”

Bab 2

Pancaran kecantikan di wajah Nesya tak hanya menarik perhatian keluarganya namun juga berhasil menuai pujian dari seluruh tamu undangan, terutama tamu wanita yang mengidam-idamkan Evan menjadi suami mereka. Kata beruntung memang pantas di sematkan padanya mengingat Nesya hanya berasal dari keluarga yang hidup seadanya, jika di kisahkan dalam buku dongeng maka kisah Nesya mirip dengan dongeng berjudul Cinderella.

Evan terlihat tak ingin melepaskan tatapan mata yang sudah diarahkan ke target, yaitu Nesya yang dia kira adalah kekasihnya, Narra. Satu tangannya terulur dan disambut oleh tangan lembut Nesya yang masih gemetar.

Sebuah Veil yang menutup wajah cantik Nesya perlahan di singkap oleh Evan menggunakan kedua tangan, saat tatapan keduanya kembali terkunci Evan menundukkan wajah lalu mengecup dahi istrinya hingga Nesya berjingkat kaget dan seketika menarik tawa para tamu yang gemas dengan sikap malu-malu yang Nesya tunjukkan. Genggaman bunga di tangan sekaligus sebuah botol kecil pun semakin mengerat.

“Mereka tertawa diatas penderitaanku!” Batinnya kesal bercampur rasa tak berdaya.

Dari kejauhan Narra bersembunyi untuk melihat keadaan, ketika perlakuan mengejutkan Evan yang mencium adiknya itu terlihat oleh mata, tangan Narra mengepal karena tak terima.

“Selama pacaran denganku dia tak pernah sama sekali mencium ku, apakah dia se–naif itu? Hanya akan menyentuhku setelah menikah?” Sambil bergumam tiba-tiba dia teringat pada mendiang Erwin, mantan kekasihnya yang merupakan kakak dari Evan. Selama satu tahun berpacaran dengan Erwin, lelaki itu pun memperlakukannya sama seperti Evan yang menghormati dirinya sebagai seorang perempuan.

Saat itu Nesya sangat yakin pada rencananya, setelah kematian Erwin dia menjadi dekat dengan Evan dan itu mengalir begitu saja. Meski ibunya Evan yaitu Rosaline terlihat kurang suka, bukan karena status keluarga Narra melainkan sikap gadis itu yang malah memacari Evan yang notabene merupakan adiknya Erwin, kekasih Narra sebelumnya. Bahkan saat keluarga masih dalam masa berkabung setelah kepergian Erwin untuk selama-lamanya, Narra dengan santainya menjalin hubungan dengan Evan dan sudah tak terlihat bersedih lagi seperti yang selalu dia tunjukkan pada setiap acara peringatan kematian Erwin.

Hubungan Narra dan Evan pun terjalin baru enam bulan lamanya, sampai pada saat Evan menyampaikan niatnya untuk melamar Narra, dia pun merasa seperti telah sampai di ujung penantian untuk masuk ke dalam keluarga konglomerat tersebut dengan menyandang nama Maris. Keinginan Evan untuk mempersunting dirinya pun sempat mendapatkan beragam komentar dari pihak keluarga Evan, penyebab utamanya adalah karena hubungan mereka yang baru seumur jagung dan juga demi menghormati kematian sang kakak yang belum lama terjadi, akan tetapi tetap saja tak ada yang mampu menentangnya.

Selama menjalin hubungan itu tak sekalipun Narra pernah mengenalkan Evan kepada keluarganya, tak seperti saat menjadi kekasih dari mendiang Erwin, keluarga Narra sudah cukup mengenalnya dengan baik. Sampai pada saat hari dimana lamaran itu akan terjadi, Narra terpaksa meminjam rumah budenya yang jauh lebih layak dari pada rumah sempit ibunya yang selalu tercium aroma masakan dan di penuhi oleh kepulan asap, karena keluarganya menjalankan usaha catering kecil-kecilan. Evan pun hanya bertemu dengan ibu dan bude Narra saja, karena pada saat itu adiknya tengah di sibukkan pada pekerjaan kateringnya yang tak bisa di tinggal.

Di dalam rumah kecil itulah tempat keluarganya mengais rezeki, Nesya di bantu sahabatnya Sifa bertugas mengepak makanan yang siap diantar, sedangkan bagian memasak di kerjakan oleh ibunya dan juga bude. Dimana kah peran Narra? Tidak ada, karena dirinya hanya sibuk berpacaran dan merias diri agar bisa mengimbangi gaya hidup Evan yang sempurna, dia bahkan menempati sebuah apartemen mewah yang dulu pernah di berikan oleh mendiang Erwin dan Evan pun tak mempermasalahkannya. Mengenai uang untuk memenuhi gaya hidupnya berasal dari sang ibu yang bekerja keras bersama adiknya.

***

Pesta telah usai tanpa terasa, sejak awal Evan memang menginginkan sebuah pesta yang singkat saja karena dirinya yang tak begitu menyukai keramaian. Para tamu belum habis semua, namun rombongan pengantin sudah bersiap untuk meninggalkan tempat acara, Narra yang masih betah memantau dari kejauhan merasa sedikit heran sebab bukannya masuk ke lift, Evan dan Nesya malah ke arah pintu keluar.

“Mau pergi kemana mereka? Bukankah kamar sudah di siapkan untuk kamar pengantin?” Narra terheran-heran, sebuah pashmina hitam dia lilitkan di kepala hingga menutupi separuh wajahnya, lalu bergegas mengikuti pergerakan kedua pengantin baru tersebut.

Ketika Narra sudah sampai di bagian luar lobi, dia pun menjadi panik ketika melihat Evan membawa Nesya masuk ke sebuah mobil hitam metalik lalu melintas tepat di hadapannya. Merasa itu tak seperti rencana yang telah dia bicarakan dengan Evan sebelum hari pernikahan, dengan gugup dia merogoh ponselnya untuk menghubungi seseorang.

“Halo! Pengantin baru… apa ada yang tertinggal?” Suara renyah terdengar di balik ponsel yang di pegang Narra.

“Jangan bercanda, Farrel, maksudku ya ada sesuatu yang tertinggal.” Narra makin gugup hingga kehilangan kata-kata.

Teman Evan itu langsung bertanya. “Katakan saja, biar aku ambilkan. Tapi akan aku antarkan besok pagi saja ya, agar tidak mengganggu malam pertama kalian di villa, hahaha!”

‘Villa?’ Narra mulai mendapatkan petunjuk. Otaknya langsung berpikir cepat untuk mengingat villa mana saja yang menjadi kemungkinan keberadaan Evan dan Nesya nantinya. Ada banyak villa keluarga Maris yang memang dia ketahui sehingga membuatnya malah kebingungan, karena tak mungkin dia mendatangi satu persatu villa yang berada sangat jauh dari kota.

“A–aku kehilangan bunga yang tadi ku lemparkan, aku ingin itu kembali, Farrel bisa bantu aku?”

“Hahaha! Kamu ini lucu sekali, yang seperti itu saja masih ingin diminta kembali, minta saja pada Evan, satu kebun bunga pun sanggup dia berikan,” sahut Farrel yang memang sudah mengenal Narra semenjak masih berpacaran dengan kakaknya Evan.

“Euh, ngomong-ngomong Farrel, saat ini kami akan menuju ke villa mana, ya? Karena Evan main rahasia denganku.” Narra memang pandai bermain kata.

Tanpa curiga Farrel pun menjawab, “Ya villa pribadi miliknya lah, di Utara.”

“Utara? Villa pribadi? Sial! Aku baru tahu itu.”

“B–baiklah Farrel, tolong antar kesitu ya,” pinta Narra lagi, padahal bunga itu tidaklah penting, yang ingin dia ketahui hanyalah kemana Evan membawa adiknya.

“Ok! Selamat bersenang-senang!” Farrel memutus panggilan telepon setelah ucapan terakhirnya.

Dari informasi Farrel itu, Narra pun berniat untuk menyusul ke villa tersebut pada esok harinya, karena seperti rencana awal yang telah dia atur sebaik mungkin bahwa ketika Evan bangun pagi esoknya, dirinya sudah harus bertukar lagi dengan Nesya. Setelah itu terjadi dengan mulus maka Narra tinggal mengaku pada Evan bahwa semalam mereka telah melewati malam pertama dengan keindahan yang tak akan terlupakan, Evan pasti akan lupa sebab dia akan tertidur semalaman karena efek obat tidur yang sudah dia tugaskan untuk Nesya berikan. Lalu satu bulan setelahnya dia baru akan mengakui perihal kehamilannya yang sudah pasti akan di anggap sebagai hasil hubungannya dengan Evan. Rencana tersebut begitu sempurna dan harus berakhir sempurna dengan bantuan sang adik.

Sambil tersenyum dengan rencana hebatnya itu, Narra mengelus perut rata yang terdapat janin di dalamnya. ‘Tenang saja, sayang. Mama akan membuatmu terlahir sebagai putra dari seorang Evan Maris. Aku hanya harus bersabar dalam satu malam, minuman yang nantinya Nesya berikan pada Evan akan membuat semuanya menjadi mudah.”

Bab 3

Wajah Nesya sama sekali tak menampakkan kebahagiaan layaknya seorang pengantin yang baru saja di nikahi oleh sang lelaki pujaan. Begitu pula dengan Evan, yang langsung berubah dingin tak seperti apa yang dia tunjukkan ketika di pesta tadi. Dua orang tersebut seperti hanya sedang menjalankan peran sebagai sepasang suami istri saja dan bukan untuk yang sesungguhnya.

Mobil yang membawa sepasang pengantin baru tersebut tiba di sebuah villa yang terletak di perbukitan. Cahaya matahari terbenam menyambut dengan indahnya, Nesya yang sangat menyukai pemandangan alam langsung tersenyum menikmati lukisan dari sang pencipta, ketika dirinya telah berdiri di luar mobil. Dari jarak yang tak begitu jauh dengannya ternyata Evan sempat memperhatikan dirinya, dan terpaku melihat senyuman itu walau hanya sesaat, ketika seorang pengawal membisikkan sesuatu di telinganya Evan langsung pergi meninggalkan Nesya, yang masih dia kira sebagai Narra untuk lebih dulu masuk ke dalam villa tersebut.

Nesya di bawa oleh dua orang wanita yang seusia dengan ibunya, mereka membukakan pintu sebuah kamar lalu meminta Nesya untuk masuk ke dalamnya. Photo pernikahan yang sangat besar menyambut kedatangannya ketika memasuki kamar tersebut, setelah di perhatikan ternyata itu adalah gambar dirinya bukannya Narra yang seharusnya.

“Cih, kapan gambar itu diambil? Lagipula bagaimana bisa mereka tidak melihat diriku yang berbeda dari Kak Narra.” Nesya bergumam dengan sinis sambil menatap photo yang tergantung kokoh di dinding kamar tersebut.

“Nyonya, kami akan membantu Anda melepas gaunnya. Apakah Anda ingin melakukannya di area yang berbeda di sisi kamar ini?” Tanya salah satu pelayan tersebut.

“Nyonya? Cih, memangnya aku sudah tua?” Cicit Nesya di dalam hati.

Nesya menatap pelayan yang berbicara dengannya tersebut, lalu menengok kekiri dan ke kanan untuk memastikan tidak ada orang lain selain mereka disana. “Disini saja,” sahutnya singkat.

Kedua pelayan pun segera melakukan tugasnya dengan sangat ahli tanpa menyakiti kulit Nesya, namun ketika gaun itu telah lepas, mereka di buat terkejut saat melihat pakaian dalam yang dikenakan Nesya sangatlah norak dan juga terkesan lusuh. Saat itu Nesya hanya mengenakan atasan tank top bergambar kartun dan bawahan model celana short polos. Sejenak kedua pelayan tersebut saling pandang satu sama lain demi menetralisir kan rasa keterkejutan yang teramat, setelah menyaksikan istri seorang Evan yang jauh dari kata elegant yang seharusnya.

“Apa ada yang salah?” Nesya menatap kedua pelayan yang terkejut, karena Nesya menyadari reaksi aneh mereka.

“Tidak ada, Nyonya. Maafkan kami, silakan jika Anda ingin mandi, air hangat sudah kami siapkan,” sahut salah seorang pelayan, awalnya mereka begitu sungkan saat kedatangan Nesya yang cantik dan anggun. Namun, begitu melihat pakaian dalam yang lusuh itu, para pelayan pun seketika memandangnya sebelah mata.

“Terima kasih, bisakah kalian meninggalkanku?” Pinta Nesya.

Salah seorang pelayan bernama Kiki pun menjawab, “Kami akan menunggu disini, Nyonya. Karena barang-barang di dalam kamar ini harus tetap dijaga,” ucapnya, memberikan tatapan curiga pada Nesya.

Nesya paham arti tatapan itu dan dia menjadi kesal. “Apa kamu sedang berpikir bahwa aku akan mencuri disini?”

Kiki terkejut karena Nesya seperti bisa membaca pikiran saja. “Bukan begitu, Nyonya. Maksudku jika ada barang yang hilang dirumah ini maka sebagai pelayan senior akulah yang akan bertanggung jawab, begitu.” Meski dia berkata dengan nada sungkan namun tetap saja menyakiti hati Nesya.

Nesya pun di buat habis kesabarannya. “Keluar kalian sekarang juga! Aku adalah nyonya dirumah ini, ingat?” Sergahnya sambil berkacak pinggang.

Kiki yang merasa Nesya sangatlah rendah itu ingin kembali menolak akan tetapi seseorang telah masuk ke dalam kamar itu dan mengejutkannya.

“Tuan Muda, Anda ada disini?” Kiki langsung menunduk hormat bersama dengan pelayan lainnya.

Evan berdiri dengan gagahnya dan penuh wibawa, jika semua wanita langsung terpikat melihatnya namun tidak dengan Nesya yang saat itu tengah menyamar menjadi kakaknya, Narra.

“Wah, wah, baru beberapa jam resmi menjadi istriku kamu sudah berani membentak pelayan ya,” ucap Evan kepada Nesya dengan sinis.

Kedua pelayan yang mendengar itupun merasa puas dan tak mampu menyembunyikan senyuman licik mereka, semua itu di lihat oleh Nesya, meski dia tak peduli.

“Mereka menuduhku seperti seorang pencuri.” Nesya menyahut dengan nada keras sambil menunjuk wajah kedua pelayan tersebut di hadapan Evan yang sejak tadi terus memperhatikan penampilannya yang lusuh itu.

“Tidak seperti itu, Nyonya. Anda salah paham saja.” Mendadak nada bicara Kiki menjadi lembut, Nesya sampai berdecih melihat perubahan cepat itu.

“Terserah,” sahut Nesya, yang malas berdebat dengan manusia bermuka dua.

“Kalian keluarlah, biarkan istriku membersihkan dirinya.” Suara tegas Evan langsung membuat dua orang pelayan tersebut bergerak meninggalkan kamar.

Saat itu Nesya pun tersadar kalau di dalam kamar itu hanya ada dia bersama dengan lelaki yang sepertinya tidaklah sebaik yang terlihat. Nesya menyadari kalau pakaiannya sangatlah terbuka sehingga dengan cepat dia berusaha menyilangkan kedua tangan ke bagian dada dan perut, berharap bisa menutupi tubuhnya namun jelas percuma.

Melihat gerakan Nesya yang seperti menutupi dirinya itu lidah Evan jadi gatal untuk berkomentar. “Untuk apa berusaha menutupi tubuh lusuhmu itu, bahkan jika aku membuatmu polos pun kamu tidak akan bisa menolaknya.” Nada bicaranya sangat dingin jauh dari kesan lembut.

Nesya pun menjadi curiga dan bertanya-tanya tentang hubungan seperti apa yang sebenarnya di jalankan oleh kakaknya bersama lelaki itu, karena mulut Evan ternyata mengerikan ketika berbicara. “Atau jangan-jangan, dia sudah mengetahui bahwa aku bukanlah Kak Narra?” Seketika itu Nesya menjadi ketakutan.

Ketika Evan terlihat berjalan mendekat, Nesya dengan cepat ingin menghindar. “Aku ingin mandi, menjauhlah karena aku ini kotor.”

Bergegas Nesya berlari kearah kamar mandi yang pintunya sudah terbuka itu. Evan pun tersenyum licik menatap istrinya yang ketakutan kepadanya lalu memilih pergi.

***

Malam harinya, Nesya masih berada di dalam kamar tersebut namun hanya seorang diri dan itu membuatnya cukup lega, sejak selesai mandi dia telah merasakan lapar namun tak berani untuk keluar kamar. Dia takut pada tatapan orang-orang kaya yang seolah mengintimidasi dirinya, apalagi jika harus makan malam bersama dalam satu meja, Nesya sangat sadar diri dari mana dia berasal. Beruntung dia menemukan satu teko air putih dan juga beberapa potong roti diatas meja nakas, sehingga dengan memakan itu bisa sedikit mengurangi perih di perutnya akibat lapar.

Dalam kesendiriannya itu Nesya memutar kembali ingatan tentang kejadian hari ini hingga berakhir menggantikan kakaknya menikah dengan lelaki asing, air mata pun menitik begitu saja membuat roti yang dia kunyah terasa hambar.

Disaat yang bersamaan pintu kamar mulai terbuka dari luar, Nesya terkejut lalu dengan cepat mengusap air matanya. Tidak lupa pada pesan sang kakak yang memintanya menuangkan sebotol cairan di dalam minuman untuk di berikan pada Evan. Nesya sudah menyiapkan segelas air putih yang tersedia diatas meja nakas tersebut namun lupa menuangkan cairan dalam botolnya, sehingga ketika menyadari ada seseorang yang masuk kedalam kamar dia pun bergegas menuangkan cairan tersebut namun karena gugup tangannya sampai bergetar dan sialnya botol itu terjatuh lalu tumpah di lantai.

“Siaaalll!”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!