NovelToon NovelToon

Only Love You

Tampar

"Naya!, pergi ke lantai 80!, datanglah kesana, kau akan mendapatkan penghasilan lebih hari ini!" Crishline memerintah pada Naya dengan nada tingginya.

Naya setuju, gadis itu mengangguk lalu pergi kesana, sepanjang ia berjalan di tangannya ia sedang mendorong semacam alat bersih bersih kamar.

Kini tiba ia disana, Naya tak pernah berfikir neko neko terhadap Crishline, menurut banyak orang Crishline adalah senior kepercayaan, baik, pintar, sopan nan anggun. Bahkan paras nya saja sudah banyak membuat gadis lain iri.

Bip

Scan kartu berhasil, disana Devan sedang melepas kemeja nya. Naya yang menyadari hal itu, dia berbalik menutup matanya.

Devan merasa tak suka, bagaimana ada seseorang yang sangat lancang berani masuk ke ruangan nya, terlebih lagi dirinya sedang mengganti pakaian.

Devan mengaitkan kembali setiap kancing kemeja nya.

"Siapa kau??" Devan menatap dingin punggung Naya dan menghampiri nya.

Devan menyeringai "Oh, masih tak ingin berbalik!"

Tubuh Naya berbalik 180 derajat karena Devan memutar nya kasar. Naya hanya bisa memejamkan matanya, malihat gadis di depannya mengenakan seragam pelayan hotel membuat Devan bertambah kesal.

Dia berdecak. "Sejak kapan hotel ini melakukan pelayanan itu??"

Wajah yang cantik, sayang sekali jika perbuat nya seperti itu..

Naya perlahan membuka matanya, tangan Devan masih saja tak ingin melepaskan bahu Naya.

"Pelayanan apa?, di hotel ini tuan tuan dan nyonya nyonya sekalian akan mendapat pelayanan secara adil dan jujur. Kami akan melakukan tugas kami sebaik mungkin."

"Jangan belagak bodoh!" Bentak Devan yang tak menghiraukan ocehan Naya.

Naya hanya diam dia memejamkan matanya kembali menerima bentak dari Devan yang mengguncang hatinya.

"Katakan!, siapa yang mengirim mu untukku??" Kini Devan membanting tubuh Naya dan menindih nya dengan lutut sebagai tumpuan.

"Mengirim apa tuan?" Tanya Naya dengan polosnya.

"Saya hanya kesini untuk membersihkan, saya minta maaf karena saya tak tahu jika tuan masih ada di dalam ruangan."

Naya mencoba bangun, tetapi Devan sekali lagi mendorongnya.

"Lalu?" Ucap Devan pelan.

"Kau pikir aku percaya dengan hal seperti itu?!, sudah banyak yang mencoba dan semua alasannya sama seperti mu!"

"Alasan apa? saya mengatakan yang sebenarnya, sungguh, percayalah! " Naya masih kebingungan dengan ucapan orang yang menindih tubuhnya itu.

"Keluar!!" Devan menarik kuat tangan Naya sampai sampai gadis itu terjatuh.

"Aaakhh..." Rintih Naya merasa sakit di lutut nya.

Naya memilih diam dan tak melawan karena walau dirinya benar pun, pelanggan tetaplah seorang raja. Gadis itu mencoba bangun menahan sakit di lutut nya.

Yaampun,, tak pernah sesakit ini kalau jatuh,, mungkin berdarah.. aku harus turun dan membersihkan darahnya sebelum mengenai seragam ini..

Naya berjalan sedikit tertatih tatih, tiba-tiba Devan menahan perutnya dari belakang, matanya terbuka lebar karena terkejut.

Naya tak bisa melawan apa lagi berbuat kasar terhadap pelanggan, yang sebenarnya, Naya merasa risih dengan hal itu. Dirinya bahkan lebih tak suka dengan hal itu karena orang itu adalah orang asing.

Tak hanya memeluk, Devan juga sesekali menciumi ceruk leher Naya. Gadis itu hanya bisa menyeringai tak suka, dia tetap diam sampai tangan Devan menggeraya perutnya.

"Dengar, jika memang ada pelayanan seperti itu, maka layani aku!" Bisik Devan di telinga Naya.

"Kau tahu, pelanggan adalah raja kan, maka puaskan aku!" Kini tangan Devan memegang sesuatu kenyal disana, memainkan nya seolah memiliki irama.

Sekarang bukan saatnya hanya diam dan menerima bagi Naya. Dia menghempas kasar tangan Devan, gadis itu berbalik dan memberikan tamparan keras di pipi Devan.

PLAKK

"Aku bukan gadis seperti itu!, pekerjaan ini tak ada apa apanya dengan kehormatan ku!, walau aku harus dikeluarkan dari pekerjaan ini, setidaknya aku masih memiliki kehormatan!"

Naya berlari ke pintu, dia keluar. Saat pintu tertutup Naya membereskan pakaiannya. Tangan dan tubuhnya masih bergetar lantaran ini adalah kali pertama ia berbuat kasar terhadap seseorang.

Naya mencoba mengatur nafas dan ekspresi wajahnya, dia kembali berjalan dengan anggun seolah tak terjadi apa apa.

Sementara di dalam kamar, Devan masih mematung memegangi pipi yang baru saja di tampar Naya. Dia mengingat perkataan anak anak pengamen lampu merah itu.

🍵

Devan duduk bersiul di dalam mobil bersenandung riang ketika lampu merah. Kaca mata hitam dengan harga fantastis ia kenakan kala itu.

Saat tubuhnya ikut bergoyang seirama dengan lagu yang di putarnya, seseorang mengetuk kaca mobilnya.

Devan menurunkan kaca nya dan juga menurunkan kaca matanya hingga mengganjal di hidung tinggi nya.

Anak menyanyi di depannya, Devan tak ingin mendengar lebih lama suara itu dia memasukkan uang dengan jumlah tak sedikit ke dalam kaleng yang di bawa anak itu.

"Sudah, aku sudah membayar, kalian jaga diri baik-baik yah"

Anak itu menghentikan nyanyian nya, ia melihat di dalam kaleng itu ada kurang lebih 400 ribu yang Devan masukkan.

"Terima kasih om, semoga om segera mendapat tamparan itu dan menikah.."

Anak itu berlari ke mobil yang berada di belakang mobil Devan. Disana ia masih terheran dan bingung untuk mencerna kalimat anak tadi, ia mengerutkan keningnya cukup lama.

Devan menaikkan kaca mata hitamnya dan memakai nya dengan benar saat lampu berganti hijau.

"Sudah Devan, itu hanya anak anak.." Devan menyerah dan tancap gas ketika lampu berwarna hijau.

Bantal

Kini Devan sudah mengenakan pakaiannya, Naya baru saja selesai membersihkan kamar nomor 39 dan Rere memanggilnya dari kejauhan.

"Naya!!" Teriak nya seraya berlari.

"Hosh hosh hosh.. Naya.. hosh hosh.. ayo, ayo kita ke aula atas!" Rere masih mengatur nafas nya.

"Kenapa kak?" Ucap Naya yang masih memegang alat pel.

"Sudah.. hosh hosh hosh.. ayo kesana saja.."

Rere menggandeng tangan Naya dan membawanya berlari ke aula paling atas. Mereka berdua datang terlambat, disana banyak dari mereka sudah berbaris rapi.

Naya mendapat lirikan tajam dari Crishline saat dirinya melewati barisan Crishline, Naya fikir hal tersebut karena dirinya telat datang, padahal Naya sendiri bahkan tak sempat menaruh alat pel itu.

Tap tap tap

Terdengar langkah seseorang di tengah sunyi nya banyak pelayan hotel, Naya masih sibuk di barisan nya membenarkan rambutnya yang kesana kesini.

"Selamat sore" Sapa Devan dingin.

"Sore tuan!" Ucap mereka serentak bersama, terkecuali Naya.

Naya menjingkat ketika Rere menyiku nya. "Naya.. dia presdir kita.. jaga sikapmu.." Ucap Rere sangat pelan dengan tatapan mata yang tegak kedepan.

Karena berada di barisan paling akhir, Naya harus menyipitkan matanya untuk melihat lebih jelas wajah Devan.

"Hah!?" Naya terkejut ketika melihat lelaki itu adalah lelaki yang ia tampar barusan.

Walau mengatakan nya dengan pelan, tapi di tengah sunyi nya keadaan, itu malah terdengar jelas.

"Siapa!" Suara menggelegar itu keluar dari dua orang di samping Devan yang berbadan kekar nan tinggi.

Naya menciut, dia menjadi sedikit cemas.

"Di belakang!" Ucap Devan singkat.

Orang orang di samping Devan mengerti, mereka berlari. Yang satu ke sebelah kiri dan yang satu ke sebelah kanan.

Mereka berdua memegang kuat lengan atas Naya, membawa gadis itu kedepan dan menjadi tontonan pekerja hotel baik laki-laki maupun perempuan.

Naya hanya tertunduk, dia juga menahan sakit di lengan dan lutut nya.

"Siapa yang sudah menyuruh mu?" Tanya Devan yang berdiri tegak di hadapan Naya.

Naya perlahan mengangkat pandangan nya, gadis itu menatap wajah Devan sedikit kebingungan.

🍵

Devan di dalam mobilnya menatap hampa ke gedung gedung tinggi yang berlalu.

*Aishh.. bisa bisanya seseorang menjebak gadis polos sepertinya,, kalau di fikir fikir.. gadis itu benar-benar kasihan...

"Ckckck.. Naya.. Naya.." gumam Devan menggeleng geleng karena terbayang setiap jawaban Naya tadi..

Kecepatan mobil itu semakin menurun ketika susah dekat dengan gerbang besar juga tinggi. Dua orang menjaga membuka gerbang itu, mereka berdua keluar sisi yang berlawanan untuk membungkuk memberi hormat.

Devan membuat sendiri pintu mobilnya dan masuk ke dalam istana nya.

"Astagaa!!! Devan ku sudah pulang!!" Teriak seorang wanita tua yang berjalan ke arah Devan seraya merentangkan tangan menawarkan pelukan.

Devan merendah ketika Dashy akan memeluknya, sehingga membuat wanita paru baya itu memeluk udara.

"Anak sombong!!" Dashy menjitak kepala Devan yang berada di bawahnya.

Devan bangun setelah dirinya menerima jitakan yang lumayan sakit itu.

"Mami, ini sakit.. kau benar-benar tak bisa lembut sebagai perempuan..."

"Mami akan lembut ketika dirimu telah menikah.." Dashy mengambil cemilanyang sudah terbuka di atas meja dan duduk di sofa.

"Aku akan memaksa mu menikah!, kau akan setuju dengan pilihan ibumu yang cantiknya cetar membahana ini!, lihat saja.." Lanjut Dashy seraya menyalakan televisi dengan remote.

"Sudah lama mami mengatakan itu, tapi apa?? semua gadis masih belum sesuai dengan yang mami inginkan.. aku lelah, aku akan ke kamar.."

Saat putra nya menaiki anak tangga, Dashy melempar nya dengan bantal sofa.

"Akhh,," Rintih Devan.

Menyadari yang mami nya lempar adalah bantal sofa, Devan mengambil itu dan menepuk nepuk nya membersihkan dari debu.

"Mami.. apa lagi?.."

"Masih bertanya apa lagi?, kau ini bodoh sungguhan atau sangat bodoh??" Dashy berdiri di bawah anak tangga dengan kedua tangan yang memegang pinggang nya.

Devan turun, ia memberikan bantal itu dengan lembut kepada Mami nya.

"Aku tak butuh bantal ini!" Ucap Dashy lalu melempar bantal itu kebelakang hingga mengenai wajah suaminya, Papi Rahman.

"tak akan puas jika hanya menggendong bantal, kau tahu!. Aku ingin cucu!!" Dashy menaikkan nada bicaranya.

"Kalau begitu minta Andika saja yang menikah,," Devan menyepelekan dan kembali berjalan menaiki anak tangga.

Brukk

Kini papi Rahman yang melempar bantal itu mengenai kepala bagian belakang putranya.

"Akhh"

Devan berdecak kesal, dia mengambil bantal itu dan berbalik seolah akan melempar nya kembali kepada Mami Dashy.

"Apa!?, kau berani melempar bantal itu ke Papi mu?" Dengan sok cool Dashy menunjuk suaminya yang berada di belakang menggunakan ibu jari nya.

Rahman menaik naikkan kedua alisnya menantang Devan. Wajah kedua orang tuanya yang seperti itu malah membuat Devan merasakan kesal dan marah yang bercampur aduk.

Pemuda itu melempar bantalnya sengaja melewati samping kepala Ayahnya dan malah mengenai wajah Sisil, adik remaja nya yang terkenal jutek, muda marah dan sering lompat pagar di sekolahnya.

Mata mereka bertiga terbelalak ketika mengetahui seseorang yang terkena lemparan itu, seketika mereka menjadi patung karena tatapan mata Sisil yang mengerikan.

Andika yang baru keluar dari kamar mandi dengan handuk kecil yang melingkar di lehernya, tertawa puas.

"Hahahahahahaha.. lihat wajahmu kak.. hahahahahaha.."

Dengan kompak, Devan, Dashy, Rahman dan Sisil memelototi Andika. Tatapan itu membuat Andika berhenti tertawa, dia mencari kesibukan dengan pergi seolah tanpa dosa sembari menggosok gosok kan handuk di rambutnya.

🍵 : @sofiatus.gans

Jawaban si bujang lapuk

"Kakaaaakkk!!!" Teriak Sisil yang sudah tak tertahan lagi.

Devan hanya bisa berlari menutup kedua telinga nya untuk bersembunyi di kamarnya.

Sisil tak ingin Devan bebas begitu saja, ia mengejar nya dan membuat Devan berlari sampai ke lantai tiga.

"Kakak!!, aku akan menangkap mu!!, berhenti!, jangan berlari!"

Dengan cepat Devan berhasil masuk ke kamarnya dan mengunci pintu nya dari dalam.

"Fyuhh.. akhirnya.. untung saja.." Devan masih mencoba mengatur nafas nya.

Walau Devan mengunci nya dari dalam, Sisil terus menggedor gedor kasar pintu kamar, setelah sudah cukup lama, barulah ia menyerah.

"Kak!, jika kau masih mempunyai keberanian sepwrti pria maka buka pintu ini dan respon adik tercinta mu ini"

Devan masih sibuk mencari sesuatu sebelum ia membuka pintu. "Nah, itu dia.."

Devan mengambil benda itu dan membuka pintu. Sisil tersenyum lebar menyambut Devan.

*Yaampun,, apa lagi arti dari senyum seperti itu.. tuhan selamatkan aku..

"Ini ini" Ucap Devan cepat, ia memberikan sejumlah gulungan uang kepada Sisil.

"Pergilah kembali ke sekolah.. aku lelah di panggil BK karenamu.."

"600 ribu!!?, astagaa.... ini seperti mimpi saja..."

"Sudah, sekarang kembali lah ke sekolah." Devan berbalik dan menutup pintu

Saat Devan baru merebahkan tubuhnya ke atas ranjang, tiba-tiba seseorang menggedor gedor kasar pintu kamar nya.

"Aaisshh.. apa lagi sil?!" Devan kesal, ia bangun dan membuka pintu itu.

"Apa laaaa-" Ucapan Devan terhenti ketika seseorang di balik pintu itu tersenyum dan memainkan kedua alisnya.

"Mami..." Devan tercengang melihatnya.

"Yah!" Jawabnya singkat.

Dashy masuk ke kamar putra sulung nya itu dan melewati keberadaan Devan begitu saja.

"Bebas dari Sisil bukan berarti mami akan berhenti meminta mu!"

Kini Dashy duduk di sofa panjang yang menghadap langsung ke televisi.

"Kemari lah anakku sayang.." Rayu Dashy seraya menepuk nepuk sebelah nya mengisyaratkan agar Devan duduk bersama dengan nya.

Devan menurut dan duduk bersama ibunya.

"Kau tahu, setiap aku bersama ibu ibu yang lainnya mereka selalu menanyakan soal cucu.."

"Mami selalu mengatakan itu" Jawab Devan datar.

"Nak, mami tahu, bisa saja Andika menikah terlebih dahulu.. tapi..."

"Andika masih kuliah, dan aku si sulung. Maka aku harus duluan." Jawab Devan sekali lagi.

"Astagaa.. putra ku ini.. kau benar-benar sudah hafal akan ibumu ini ya.." Dashy merangkul putranya.

"Ayolah.. mereka selalu menyinggung mami akan hal itu..."

"Lalu? Apa selama ini ada gadis seperti yang mami inginkan?"

Dashy berdecak mendengar pertanyaan putranya. "Kau tahu, bukan hanya menyinggung, mereka juga selalu menawarkan putri mereka untukmu dan Andika... mami sangat lelah..."

"Yah aku sudah sering mendengar mami mengatakan ini.."

Dashy memukul kan kipas nya ke kepala Devan.

"Akhh "

"Mami akan menunggumu sendiri yang membawa menantu!. Mami yakin selera mu sama dengan mami."

"Mami.... tapi aku masih tak ingin menikah.." Rengek Devan.

Dashy berdiri mendengar itu, dia menarik kuat telinga Devan.

"Terus saja mengatakan itu!, memang kau akan menjadi bujang lapuk hah?!!"

"Tidak mami... akhh"

"Kalau begitu segeralah menikah!, aku target kan sampai tiga minggu kedepan!"

Devan memilih diam sebagai jawaban.

"Kau dengar?!!!"

"Aishh mami ini, telinga tak bisa di lepas, kau tahu?"

"Aku selalu mendengarkan mu, karena telinga ku tak bisa di bongkar pasang."

"Akhh!..." Devan kembali menjerit ketika Dashy memperkuat tarikan itu.

🍵 : @sofiatus.gans

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!