Nayara Samira Abyasa gadis yang berasal dari keluarga terpandang yaitu keluarga Abyasa, yang terkenal dengan kekayaannya sekaligus terkenal dengan kedisiplinannya dalam mendidik.
Menjadi anggota keluarga Abyasa bukanlah hal yang mudah untuk Naya, mengingat kedua orang tua Naya telah meninggalkannya untuk selama-lamanya.
Ditinggal orang tuanya sejak masih kecil menjadikan Naya tumbuh menjadi gadis yang sabar sekaligus kuat dalam menghadapi cobaan yang menerpa hidupnya.
Berbeda dengan saudaranya yang lain, di dalam Keluarga Abyasa Naya sedikit di kucilkan hanya karena sebuah insiden yang pernah terjadi dengannya dan kedua orang tuanya.
Insiden itu terjadi saat Naya berumur 6 tahun, Naya beserta Ayah Ibunya baru saja pulang dari Singapura setelah beberapa tahun tinggal disana. Saat kembali ke Indonesia hal yang pertama di minta oleh Naya adalah mendaftar ke sekolah yang sudah dia idam-idamkan sejak umurnya 5 tahun.
Saat itu Naya belum mengerti apa-apa, dia dengan antusias meminta kepada ayahnya untuk segera mendaftarkannya ke sekolah favoritnya. Sedangkan beberapa keluarga Abyasa yang menjemput mereka di bandara menyarankan untuk pulang dulu agar bisa beristirahat.
Tak ingin mengecewakan putri semata wayangnya, Ayah Naya langsung menyanggupi keinginan anaknya. Ayah dan Ibu Naya mengantarnya untuk mendaftar ke sekolah yang di inginkannya.
Dan dalam perjalanan itulah insiden yang tak pernah di harapkan oleh Naya maupun keluarga besar Abyasa terjadi. Kecelakaan yang merenggut nyawa kedua orang tuanya, menjadikan Naya harus menanggung semua amarah dari keluarga Abyasa.
Sejak saat itulah hari-hari Naya terasa begitu berat karena harus tinggal bersama keluarga Abyasa yang notabenenya sudah sangat membencinya.
Cukup tertekan selama beberapa tahun, akhirnya Naya dengan berani meminta kepada tante Dita adik dari ibunya, untuk menyekolahkannya di pesantren putri yang berlokasi di jakarta.
Tante Dita adalah satu-satunya keluarga Abyasa yang masih peduli padanya, bahkan Naya telah tinggal bersamanya sejak umur 6 tahun hingga sekarang di umurnya yang menginjak 15 tahun.
"Baiklah, tante akan bicarakan ini dengan kakekmu dulu" ucap Dita seraya mengelus kepala Naya yang memakai jilbab syar'i.
"Terimakasih tante, Naya janji disana ga bakal mempermalukan keluarga" ucap Naya dengan tatapan meyakinkan.
"Tante percaya sama kamu, semoga disana kamu juga bisa mendapatkan kebahagiaan yang kamu inginkan"
"Terimakasih sekali lagi tante"
"Iyah"
°°
Sesuai permintaan Naya, keluarga Abyasa khususnya kakek Wira menyanggupi keinginan Naya untuk melanjutkan sekolahnya di Jakarta, yaitu di pesantren putri terbaik sejakarta.
Sebelum pergi ke sekolah barunya tentu saja Naya harus menerima petuah-petuah dari kakeknya. Kakek Wira selaku kepala keluarga Abyasa sangat menekankan pada Naya agar selalu berada di jalan yang baik dan selalu menjaga nama keluarga Absaya.
Kakek Wira adalah orang yang selalu tenang dalam menanggapi masalah yang biasanya terjadi di keluarga Absaya, karena dia adalah pemegang keputusan tertinggi. Dan satu hal yang paling tidak di sukai kakek Wira adalah di kecewakan. Maka dari itu Naya yang akan pergi jauh dari keluarga Abyasa harus benar-benar hati-hati dalam bersikap di luar demi menjaga kepercayaan kakek Wira.
°°
Dua tahun berlalu, sekarang umur Naya jalan 17 tahun. Dua tahun hidup jauh dari keluarga Absaya yang serba ada, menjadikan Naya tumbuh menjadi sosok gadis yang mandiri.
"Nay ini udah belum?" tanya Safa seraya menunjuk keranjang belanjaan bulanan mereka untuk stok di asrama.
"Tunggu Saf, aku mau nambahin cemilan dulu!" sahut Naya yang kemudian sibuk memilih cemilan yang dia inginkan.
Yaa hari ini adalah hari libur di pesantren Naya, dia dan Safa tentu saja memanfaatkan hari libur mereka sebaik mungkin, karena ketika hari libur tiba mereka akan diberi kebebasan untuk jalan-jalan di luar asrama.
"Udah, tinggal bayar doang! Ayuk" ajak Naya dan langsung di angguki oleh Safa.
Dua tas belanjaan mereka akhirnya selesai di bayar, mereka akhirnya memutuskan untuk segera pulang karena hari sebentar lagi akan berganti malam.
Dalam perjalanan pulang ke asrama tiba-tiba langkah Naya terhenti, dia baru teringat sesuatu yang dia lupakan untuk di beli.
"Ya ampun Saf aku lupa beli pembalut, kamu duluan aja yah nanti aku nyusul!" ujar Naya dan kemudian berlari kembali ke minimarket yang mereka kunjungi tadi.
"Cepet yah Nay, udah mau malem nih" teriak Safa kemudian melanjutkan langkahnya.
Minimarket yang mereka kunjungi memang terletak cukup dekat dari asrama pesantren mereka, dan hal itu tentu saja memudahkan para santriwati untuk berbelanja keperluan mereka meskipun harus melewati gang sempit dan sepi.
"Astaga kamu umur berapa sih Nay, sampai lupa beli ginian" gumam Naya yang baru keluar dari minimarket.
Menyadari ada yang aneh, Naya langsung menatap jalanan sempit yang berada di hadapannya, dia tahu jalanan yang akan dia lewati ini memang sepi dan itu sudah biasa baginya, tapi ini pertama kalinya dia harus lewat sendirian disini jadi wajar saja dia tiba-tiba merasa takut.
Sebelum melanjutkan langkahnya Naya berdo'a terlebih dahulu untuk meminta perlidungan agar terhindar dari hal-hal yang buruk yang bisa saja menimpanya.
Sampai di persimpangan Naya dari jauh sudah bisa melihat abang-abang yang biasa bertengker di pinggir jalan. Naya sebenarnya tidak takut jika harus lewat di hadapan mereka, karena ini bukan pertama kalinya dia berpapasan dengan kumpulan abang-abang itu, tapi karena sekarang dia sendirian, rasanya jantungnya seakan ingin meloncat saking takutnya.
Naya berusaha tenang dan tetap melanjutkan langkahnya seraya menunduk dan terus mempercepat langkahnya. Dia benar-benar berharap tidak terjadi hal buruk padanya.
Saat Naya tepat berjalan di hadapan abang-abang tadi, salah satu dari mereka malah menghadang Naya, sontak Naya langsung mengangkat pandangannya dan menatap orang yang menghalangi jalannya.
"Kok sendirian dek? Mau kaka anterin gak?" tanya laki-laki itu dengan nada menggoda.
"Terimakasih kak, saya bisa sendiri" jawab Naya berusaha terlihat sopan, Naya ingin melanjutkan langkahnya tapi lagi-lagi di halangi oleh laki-laki itu.
Saat Naya ingin bertanya apa mau mereka, dia malah di tarik oleh laki-laki itu dan di bawa ke sebuah gang yang lebih sempit.
Tubuh Naya di hempaskan ke jalan yang tak rata itu. Seakan menginginkan sesuatu, salah satu dari kumpulan laki-laki itu menarik jilbab Naya hingga rambut panjangnya langsung terekspos.
Sontak air mata Naya langsung jatuh, dia benar-benar takut sekarang. Tidak ada yang bisa menolongnya sekarang, dia bahkan tidak bisa menelfon seseorang untuk menolongnya karena pihak pesantren tak mengijinkan para santriwati untuk menggunakan handphone.
"Tolong kak, jangan apa-apain saya" lirih Naya seraya menangkup kedua tangannya dan memohon agar di kasihani.
"Aduh ga bisa dek, udah terlanjur nih. Rambut kamu indah banget!" ucap laki-laki yang menarik Naya tadi seraya berjongkok di hadapan Naya.
Laki-laki itu hendak menyentuh surai Naya, membuat Naya langsung meringkuk pasrah, sungguh saat ini Naya hanya berharap ada seseorang yang menolongnya. "Kalau saja ada yang menolongku saat ini aku akan benar-benar berterimakasih padanya"-batin Naya.
"Oii.. Kalau mau main ajak-ajak dong bang!" teriak seorang laki-laki dari kejauhan.
Laki-laki berseragam SMA itu langsung beranjak mendekati Naya dan beberapa abang-abang tadi yang sedang mengerumuni Naya.
Saat laki-laki SMA itu sudah berdiri tepat di samping Naya dia langsung melepas Hoodie nya dan langsung melemparnya ke kepala Naya tanpa melihatnya agar rambut panjang Naya tertutupi.
Naya pun langsung mengangkat pandangannnya untuk melihat siapa yang baru saja melemparinya hoodie untuk menutupi kepalanya. Saat Naya melihatnya, dia langsung terfokus pada nametag yang menempel di seragam anak SMA itu. 'Gavin Nikola W'
"Mau apa lo bocah!!" sentak salah satu abang-abang tadi.
"Mau ngambil jatah juga dong!" balas laki-laki yang di ketahui Naya bernama Gavin.
"Astaga kirain mau nolongin, ini malah nambah beban" batin Naya setelah mendengar pernyataan Gavin barusan.
•••
**Cerita baru lagi nih hehe. Ga tau dah kalian bakal suka atau nggak, semoga suka yah :)
Jangan lupa like dan komen kalau kalian suka yah** :)
"Mau apa lo bocah!!" sentak salah satu abang-abang tadi.
"Mau ngambil jatah juga dong!" balas laki-laki yang di ketahui Naya bernama Gavin.
"Astaga kirain mau nolongin, tapi malah nambah beban" batin Naya setelah mendengar pernyataan Gavin barusan.
Bukhh..
Suara pukulan tiba-tiba terdengar di di telinga Naya. Dan saat dia mencoba melihatnya, Gavin sudah tersungkur di jalan dengan sudut bibir yang sudah berdarah.
Naya kembali menunduk dan menutup matanya rapat-rapat karena tak berani melihat kelanjutan dari perkelahian mereka. Mendengar suara pukulan yang tak kunjung berhenti membuat Naya makin takut hingga seluruh tubuhnya gemetar. Bahkan saking takutnya Naya sampai hilang kesadaran dan pingsan.
°°
Saat Naya sadar dari pingsannya, dia sudah tidak berada di gang sempit tadi, melainkan di sebuah ruangan dan lebih tepatnya di sebuah kamar yang sangat berantakan.
Naya tentu saja langsung terduduk kaku, sekarang dia berada di tempat asing dan tidak ada satu orangpun yang berada disisinya. Naya mengalihkan pandangannya hingga dia tak sengaja melihat pantulan dirinya dari sebuah cermin besar yang berada di kamar itu.
Melihat dirinya yang sudah tidak memakai jilbabnya, Naya langsung menarik selimut yang menutupi tubuhnya untuk menutupi kepalanya. Saat ini dia harus segera keluar dari kamar ini, karena bisa saja tempat ini berbahaya untuknya.
Naya beranjak turun dari kasur dengan posisi selimut yang masih berada di kepalanya untuk jaga-jaga, manatahu ada laki-laki yang bukan mahram nya berada disini juga.
Saat Naya ingin membuka pintu kamar tersebut, tiba-tiba pintunya sudah terbuka dari luar. Naya seketika langsung mundur beberapa langkah untuk menjauh dari sosok yang sekarang tengah berdiri di hadapannya ini, dia Gavin.
"Udah bangun ternyata, sekarang bilang rumah lo dimana? Biar gue anterin!" ujar Gavin.
Bukannya malah menjawab pertanyaan Gavin, Naya malah berbalik membelakangi Gavin, membuat yang di belakangi langsung mengerutkan alisnya keheranan.
"Lo kenapa? Takut?"
"....."
"Tenang aja, gue ga ngapa-ngapain lo kok. Tadi lo pingsan dan gue gabisa bawa lo ke rumah sakit, soalnya kalau gue bawa lo kesana yang ada guenya yang di obatin karena bonyok gini" jelas Gavin.
Naya kembali berbalik dan menghadap ke Gavin, dia mengamati luka-luka yang masih berbekas di wajah laki-laki tampan itu.
"Ga perlu minta maaf, gue udah biasa kok bonyok gini!" sahut Gavin seakan bisa membaca pikiran Naya.
"Sekarang ayo gue anterin pulang, nanti lo bisa di anggep cewek ga bener kalau lama-lama disini" ucap Gavin lalu beranjak keluar kamar.
"Tunggu" tahan Naya.
"Jilbabku ga ada, bisa pinjam hoodie kamu yang tadi buat nutupin kepala aku ga? " pinta Naya dengan suara pelannya tapi masih terdengar oleh Gavin.
Gavin menghela nafasnya kemudian beranjak ke lemari bajunya untuk mengambil hoodie dan memberikan nya pada Naya. Gavin pun langsung memilih keluar kamar karena tau Naya butuh ruang sendiri untuk memakai hoodie yang dia berikan.
Setelah Gavin keluar, Naya dengan sigap memakai hoodie Gavin. Naya tau hoodie pemberian Gavin inilah satu-satunya yang bisa dia harapkan untuk tetap menjaga auratnya, karena Gavin tidak mungkin memiliki jilbab seperti yang biasa dia pakai.
Setelah beberapa saat, barulah Naya ikut keluar kamar dan menemui Gavin yang sedang bersender di dinding menunggu nya sedaritadi.
"Udah? Ayoo" ajak Gavin dan Naya pun langsung mengikutinya.
°°
Sampai di gerbang bagian samping asrama, Gavin langsung ingin beranjak pergi pulang tapi Naya menahannya.
"Tunggu, aku ke dalem dulu buat ambil jilbabku. Aku bakalan balikin hoodie kamu" sahut Naya.
"Ga usah, simpen aja! Kalau ga mau simpen buang aja, gapapa" balas Gavin dan kemudian melanjutkan langkahnya.
Naya hanya bisa memandang punggung Gavin hingga menghilang dari belokan jalan, seharusnya dia berterimakasih pada Gavin tapi entah kenapa lidahnya terasa sangat kelu saat ingin mengucapkan kata terimakasih. Mungkin hal itu terjadi karena dia tidak terbiasa bicara dengan lawan jenisnya. Dengan langkah gontai Naya memasuki gerbang asramanya.
°°
Seminggu kemudian setelah insiden di gang sempit Naya dengan paksa di pulangkan kembali ke rumahnya, yaitu di rumah keluarga Abyasa. Keluarganya menjemput paksa dirinya di asrama.
Plakk..
Satu tamparan di layangkan ke pipi Naya, dan yang menamparnya adalah om Razak, suami dari tante Dita. Sakit, hanya itu yang di rasakan oleh Naya setelah mendapat tamparan itu, belum lagi tuduhan yang yang sangat kejam di berikan kepadanya.
"Saya dengan susah payah membesarkan kamu, tapi kenapa kamu malah mempermalukan keluarga? kenapa kamu selalu membawa kesialan untuk keluarga ini?!" pekik om Razak di tengah-tengah seluruh anggota keluarga Abyasa.
"Naya ga buat salah om, itu semua terjadi tanpa sengaja" bela Naya untuk dirinya sendiri, memang tak ada yang berani membela Naya bahkan tante Dita sekalipun. Tante Dita hanya bisa melihat Naya yang di hakimi dengan derai air matanya.
"Rupanya kamu masih punya nyali untuk membela diri" ujar om Razak kemudian ingin menampar Naya lagi, tapi untung saja kakek Wira segera menahannya.
"Sudahlah Razak, saya tau kamu yang membesarkannya tapi biar saya yang menyelesaikan masalah Naya kali ini!" ucap Kakek Wira dan langsunh meminta Naya untuk duduk di sampingnya.
Naya tentu saja menuruti perintah kakeknya, dia segera beranjak dari lantai dan duduk di samping kakeknya dengan air mata yang masih mengalir akibat mendapat tamparan keras dari om Razak. Yaa keluarga Absaya memang keras dalam mendidik, makanya jangan coba-coba membuat kesalahan.
"Kamu tau apa yang telah kamu lakukan Nayara?" tanya kakek Wira.
"Iyah kek, tapi itu bukan keinginan Naya" bela Naya lagi.
"Kamu taukan jika laki-laki dan perempuan yang bukan mahram berada di ruangan yang sama akan menimbulkan fitnah?" Naya mengiyakan ucapan kakeknya.
"Maka menikahlah dengannya!" finish Kakek Wira.
Semua anggota keluarga Abyasa yang berada disana tentu saja langsung kaget mendengar keputusan Kakek Wira, apalagi Naya yang sekarang sudah tidak bisa berkata-kata lagi.
Entah kenapa keluarga Abyasa kali ini hanya mementingkan nama baik mereka tanpa memperdulikan yang sebenarnya terjadi pada Naya. Padahal jelas-jelas mereka tau bahwa saat itu Naya hampir saja di perkosa oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Tapi hal itu sama sekali tak membuat mereka kasihan pada Naya dan malah menyuruhnya menikah dengan laki-laki yang sama sekali asing baginya. 'Tuhan apa lagi ini!'
Naya tau, tak ada gunanya membantah keputusan kakeknya, dia hanya bisa pasrah dan menerima takdir yang sudah di jatuhkan padanya. Sekuat apapun dia melawan itu tidak akan pernah cukup untuk melawan keputusan kakek Wira.
Seluruh ruangan hening, yang terdengar hanya suara tangisan Naya yang tak bisa dia tahan lagi. Beberapa anggota keluarga Abyasa juga sudah beranjak pergi dari ruang tengah, tempat mereka berkumpul.
"Ini semua kesalahanmu! jadi kamu harus menanggungnya sendiri. Sejak kecil kamu memang selalu membuat masalah" ucap om Razak kemudian beranjak pergi juga.
Tante Dita yang sedaritadi hanya bisa melihat Naya dari jauh akhirnya bisa menghampirinya dan langsung membawa Naya dalam pelukannya. Tante Dita mengusap lembut kepala Naya, dia merasa kasihan pada keponakannya ini.
Dia sangat paham dengan perasaan Naya saat ini, gadis kecilnya ini tentu saja membutuhkan sandaran untuk menghadapi beban barunya ini.
"Sabar yah nak, tante bakal tetap bantuin kamu apapun yang terjadi. Sekarang turuti saja permintaan kakek yah!" ucap tante Dita dan dengan terpaksa Naya mengangguk pasrah.
•••
jangan lupa kasih like dan komen yah, biar makin semangat nulis hehe :)
Di sisi lain, Gavin Nikola Wijaya adalah putra kedua dari Abraham wijaya dan Hanna wijaya yang sekarang masih duduk di bangku SMA kelas dua. Gavin hanya memiliki satu saudara yaitu Angga Nikola Wijaya yang sudah bekerja di salah satu perusahaan papa nya.
Gavin merupakan ketua tim basket dari SMA Abdi Bangsa, sebenarnya dia adalah siswa yang biasa saja sebelum menyandang gelar kapten tim basket inti.
Tapi setelah resmi menjadi kapten tim basket inti dari sekolahnya, Gavin tidak bisa menghindari kepopuleran nya dikalangan siswa-siswi SMA Abdi Bangsa.
Menjadi kapten tim basket bukanlah kemauan Gavin melainkan kemauan senior angkatan ketiga yang sudah sangat percaya dengan kemampuan Gavin dalam memimpin. Memimpin orang tauran dan balapan saja dia sanggup apalagi hanya memimpin tim basket.
°°
Baru saja Gavin pulang dari sekolah dengan gaya urak-urakannya, papa nya sudah menyuruhnya untuk ikut duduk di ruang tengah. Gavin yang melihat raut serius dari wajah papanya langsung menurut ketika di suruh duduk.
"Siapa gadis yang kamu bawa ke apartement?" tanya Abraham, Papa Gavin.
Gavin mencoba mencerna pertanyaan yang dilayangkan papanya barusan. Seingat Gavin dia tidak pernah membawa gadis ke apartementnya selain gadis yang dia tolong di gang sempit seminggu yang lalu.
"Maksud papa gadis yang sekolah di pesantren putri itu?" tanya Gavin memastikan.
"Kamu kenal dia?"
"Gak, aku cuma nolongin dia pa. Dia pingsan di ganggu sama preman dan aku juga ga bisa bawa dia ke rumah sakit. Dan karena disitu dekat sama apartement makanya aku bawa dia kesana dulu biar dia sadar, terus aku anterin pulang" jelas Gavin tanpa ragu sedikitpun, toh dia tidak berbohong dan tidak melakukan kesalahan juga.
"Astaga kamu ini, harusnya kamu bawa dia ke rumah sakit atau kerumah kita ini nak!" sahut Hanna yang sedaritadi duduk di sisi Abraham yang sekarang terlihat berpikir keras.
"Kamu tau hasil dari perbuatan kamu?!" tanya Abraham membuat Gavin langsung mengerutkan alisnya.
"Maksud papa apa? Gavin ga ngapa-ngapain dia kok" bela Gavin.
"Haah sudahlah, pokoknya kamu harus mempersiapkan dirimu untuk menikahi gadis itu!" finish Abraham kemudian beranjak pergi meninggalkan Hanna dan Gavin di ruang tamu.
"Mah, maksud papa apa? Nikah apaan?" tanya Gavin yang masih tidak mengerti ucapan dari papanya.
"Gadis itu berasal dari keluarga Abyasa, mereka tidak akan tinggal diam karena cucu dari keluarga mereka telah tercoreng namanya"
"Seseorang telah melihat kalian keluar dari apartement bersama-sama, dan orang itu mengasumsikan bahwa kalian telah berbuat sesuatu yang tidak-tidak, hal itu tentu saja sampai di telinga keluarga Abyasa yang sangat di segani itu" sambung Hanna yang sebenarnya enggan menjelaskan hal ini pada putranya.
"Ya ampun mah, Gavin ga ngapa-ngapain anak orang" pekik Gavin tak terima.
"Mama tau, tapi keinginan keluarga Abyasa tak bisa di tolak nak! Bagi mereka menjaga nama baik keluarga Abyasa adalah nomor satu" tambah Hanna lagi.
"Jadi Gavin harus nikahin gadis itu?" tanya Gavin memastikan lagi.
Dengan raut pasrahnya Hanna mengiyakan pertanyaan Gavin.
Gavin mengusap wajahnya kasar, dia tidak menyangka keputusannya membawa gadis itu ke apartement akan berakibat seperti ini. Sebenarnya Gavin bukan mengkhawatirkan nasibnya tapi dia mengkhawatirkan gadis yang dia tolong itu.
Gavin tau gadis yang dia tolong kemarin pasti lebih terpukul dengan keputusan keluarganya sendiri. Karena gadis itu merupakan gadis baik-baik dan sekarang malah di tuduh yang tidak-tidak oleh keluarganya sendiri.
°°
Besoknya Gavin yang memang memiliki keberanian lebih dari orang normal lainnya, tanpa pikir panjang dia langsung pergi ke Jogja untuk bertemu keluarga Abyasa.
Gavin tentu saja langsung di terima di kediaman Abyasa setelah dia menjelaskan bahwa dia adalah laki-laki yang menolong cucu dari keluarga Abyasa.
"Terlalu cepat untuk kamu berkunjung, saya dengan orang tuamu bahkan belum mendiskusikan tanggal pernikahan kalian" ucap Kakek Wira dengan tenang seperti biasa.
"Maaf tuan Wira, saya kesini bukan untuk membicarakan pernikahan yang seharusnya tidak dilakukan itu. Saya kesini untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi antara saya dan cucu tuan" jelas Gavin dengan penuh penekanan.
"Saya sudah tahu semuanya, kamu tidak perlu menjelaskannya"
"Tapi sa--" perkataan Gavin terhenti ketika Naya datang dengan di dampingin tante Dita. Terlihat jelas raut Naya yang terlihat sangat sedih, membuat Gavin makin merasa bersalah.
"Ini cucu saya Nayara, saya rasa mulai sekarang kalian harus mendekatkan diri satu sama lain" sambung Kakek Wira.
Baru saja Gavin akan membantah ucapan kakek Wira lagi, tapi Naya langsung mengisyaratkan Gavin untuk diam dan tak membantah perkataan kakeknya.
Naya beranjak dari duduknya untuk menghampiri Gavin dan memintanya Gavin untuk ikut dengannya. Yang dimintapun tentu saja menurut karena melihat keluarga Abyasa yang makin banyak berkumpul.
°°
Sekarang Naya dan Gavin berada di sisi taman yang cukup luas, di kediaman Abyasa. Gavin tak berhenti menatap Naya yang sedaritadi hanya menunduk seakan tak punya semangat hidup.
"Kenapa lo ga ngelawan?" akhirnya setelah beberapa menit saling diam, Gavin memulai obrolan.
"Percuma" lirih Naya dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
"Setidaknya mereka harus denger langsung penjelasan yang sebenarnya dari lo"
"Aku bilang percuma! di otak mereka yang terpenting hanyalah nama baik keluarga Abyasa, dari kecil aku selalu di anggap parasit dalam keluarga ini, dan sekarang aku baru sadar mereka memang ingin menyingkirkan aku dari keluarga mereka! Hanya saja mereka baru menemukan caranya sekarang!" ucap Naya panjang lebar dan sudah meloloskan beberapa tetes air matanya.
"Maksud lo mereka sengaja nikahin lo sama gue biar lo keluar dari keluarga Abyasa?" dengan pasrah Naya mengangguk mengiyakan pertanyaan Gavin.
"Gue ga habis pikir dengan keluarga lo! Mereka it--"
"Aku mohon" lirih Naya memotong perkataan Gavin.
"Aku mohon.. bawa aku keluar dari keluarga ini, aku bakal ngelakuin apa aja supaya kamu mau bawa aku pergi. Aku juga ga makan banyak jadi kamu ga perlu takut uang kamu habis buat ngehidupin aku" sambung Naya dengan tatapan polosnya.
Gavin hanya bisa menganga mendengar permintaan Naya barusan, dia tidak menyangka gadis di hadapannya ini malah memohon untuk dibawa pergi tanpa tau sosok diri Gavin yang sebenarnya. "Semenderita itukah dia di keluarga ini?! " -batin Gavin.
"Kamu mau kan?" tanya Naya lagi karena Gavin tak kunjung membuka suaranya.
"Gu-gue.."
"Kamu ga mau?" tanya Naya dengan wajah memelas.
"Okeh gue bakal bawa lo! Gue bakal bawa lo ngejauh dari keluarga yang bahkan ga mau nganggep lo ada! tapi dengan satu syarat lo ga boleh nyesel sama keputusan lo ini!" finish Gavin hingga membuat Naya langsung tersenyum bahagia.
Gavin yang melihat Naya tersenyum untuk pertama kali langsung terpukau dengan wajah manis Naya, apalagi lesung pipinya yang tak bisa di sembunyikannya ketika ia tersenyum.
"Ma-makasih!" lirih Naya.
"Sama-sama" balas Gavin membalas senyuman Naya.
•••
Aing hobby banget bikin cerita nikah-nikahan wkwkw, jadi maap yah kalau bosan dengan cerita yang kaya gini. Kalau kalian pengen yang pacar-pacaran mampir ke cerita lain aja, jangan disini hehe :)
jangan lupa kasih like dan komen yah :)
makasiii :D
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!