NovelToon NovelToon

Perpisahan Kedua

Bab. 1

3 tahun yang lalu. Rio de Janeiro

Di salah satu restoran mewah di kota Rio, telah digelar pesta sederhana untuk merayakan sebuah kemenangan. Puluhan pria bersenjata memenuhi ruangan berukuran luas tersebut. Beberapa wanita cantik dan juga tangguh meramaikan arena pesta.

Beberapa pelayan restoran berlalu lalang menyajikan minuman. Pelayan-pelayan itu tidak ada yang berani menatap sosok pria tampan yang kini duduk sebagai seorang raja di tengah pesta. Bahkan hanya meliriknya saja mereka tidak berani.

Aberzio Guineno. Pria yang menjadi ketua dari segala ketua di malam itu duduk dengan angkuh di sebuah sofa tunggal. Kedua kakinya terbuka dan dia duduk bersandar sambil mengamati orang-orang yang kini sedang bersenang-senang. Tersenyum tipis memandang semua anak buahnya.

Di depannya ada meja yang tersusun rapi aneka minuman beralkohol. Sebuah pistol dan ponsel tergeletak begitu saja. Tidak jauh dari posisi Aberzio berada, ada Strike yang berdiri kokoh menjaga Aberzio dengan teliti. Sorot mata elangnya yang tajam mengamati setiap langkah kaki manusia yang ingin mendekati Aberzio.

Jam masih menunjukkan pukul 9 malam. Rasanya masih terlalu sore untuk mengakhiri sebuah pesta. Tapi Aberzio seperti sudah bosan ada di dalam ruangan luas itu. Perlahan dia merubah posisi duduknya.

Memandang ke pintu masuk. Perhatiannya kembali teralihkan ke arah lain. Dia mendesah dan kembali bersandar.

Seorang wanita bergaun merah baru saja muncul di lokasi. Dia berjalan dengan penuh percaya diri. Bibirnya yang merah tersenyum lebar. Belahan gaun sampai ke paha memamerkan kaki jenjangnya yang mulus dan seksi. Setiap kali dia melangkah, di balik pahanya terlihat belatih yang terselip dengan rapi. High heels setinggi 11 cm membuatnya terlihat tinggi.

Sorot matanya begitu tajam saat beberapa pelayan wanita berpapasan dengannya. Bahkan satu pelayan sampai menjatuhkan gelas yang dia bawa bersama nampannya karena terlalu takut.

"Maafkan saya, Nona," ucap pelayan dengan wajah memohon.

"Pergilah. Jangan muncul di depanku lagi dengan pakaianmu yang menjijikkan itu!"

"Ba ... Baik, Nona." Pelayan itu mengutip nampan dan berlari pergi. Membiarkan gelas yang berserak karena tidak lagi berani berada di dekat wanita berambut panjang itu.

"Bos, perlu saya bereskan?" tawar seorang wanita yang kini ada di dekatnya.

"Tidak perlu. Malam ini suasana hatiku lagi bagus," tolaknya. Dia kembali melangkah dengan wajah angkuh. Sombong. Melirik setiap wanita yang ada di pesta. Memastikan tidak ada orang luar di sana. Hanya anggotanya dan juga King Tiger.

Semua orang yang berpapasan dengannya menunduk hormat. Entah itu laki-laki atau perempuan. Semua pria tidak ada yang berani melirik kecantikannya.

Seorang wanita tangguh kembali berjalan menghampirinya. "Anda cantik sekali, Bos."

Wanita itu memandang ke depan. Memperhatikan pria tangguh yang kini duduk tanpa tersentuh oleh wanita manapun. Dia memberikan tas yang di bawa kepada anak buahnya. Melihat Aberzio duduk dengan gelisah membuatnya mengukir senyum tipis.

"Apa dia menungguku?"

"Hanya Bos Clara yang bisa duduk di samping Bos Aberzio. Silahkan, Bos." Seorang pria menyambut Clara dengan senyuman ramah.

"Hanya aku yang pantas ada di sisinya," ungkap Clara dengan penuh kesombongan.

Kedua kakinya melangkah menuju ke tempat Aberzio berada. Semua orang memberinya jalan untuk lewat. Memuji kecantikannya dan pastinya tersenyum ramah.

Siapa yang tidak kenal dengan Clara?

Sepupu kesayangan seorang Aberzio Guineno. Satu-satunya wanita yang dijaga dengan baik oleh Aberzio sejak dia lahir. Tidak pernah dibiarkan meneteskan air mata.

Semua orang akan berpikir dua kali jika ingin menyakiti Clara. Bahkan karena tidak mau mendapat masalah dengan Aberzio, di usia Clara yang sudah menginjak 24 tahun ini ia belum memiliki pacar. Tidak satu pria pun yang berhasil menyentuhnya. Aberzio menjaganya dengan baik.

"Clara, kau sudah tiba." Aberzio beranjak dari duduknya. Dia berjalan menghampiri Clara. Tersenyum ramah.

"Kakak, selamat." Clara memeluk Aberzio dengan erat. Menenggelamkan kepalanya di dada bidangnya yang kokoh. Memejamkan matanya. Berharap waktu segera berhenti.

Clara merasa menjadi wanita paling spesial. Hanya dia yang bisa sedekat ini dengan Aberzio. Memeluknya. Bahkan sudah tidak terhitung lagi berapa kali Aberzio menggendongnya. Melindunginya.

Saat tangan kekar Aberzio melingkupi tubuhnya. Clara merasa sebuah kehangatan dan kenyamanan yang tiada tara.

Senyumnya mengembang indah. Dia ingin diperlakukan seperti ini setiap saatnya. Oleh Aberzio. Sosok pria yang sudah menemaninya sejak kecil. Sosok kakak. Bahkan Clara berharap hubungannya dengan Aberzio lebih dari itu.

Malam ini dia akan mengungkapkan perasaannya di depan semua orang. Anggotanya dan anggota Aberzio telah berkumpul. Melihat dari perhatian Aberzio selama ini. Sudah bisa dipastikan pria tangguh itu akan membalas perasaannya.

"Aku merindukan kakak."

"Aku juga sangat merindukanmu." Aberzio mengusap rambut panjang Clara.

"Ada yang ingin aku katakan." Clara merasa debaran jantungnya berdetak semakin cepat. Tapi dia bahagia. Setelah Aberzio membalas perasaannya, mereka akan menikah dan hidup bahagia.

"Ada apa, Clara?"

Clara memandang anak buahnya. Mereka tersenyum dan segera mematikan musik. Hanya suara Clara yang bisa di dengar. Suasana yang semula begitu berisik kini berubah tenang.

"Sebenarnya aku.... " Clara mendongakkan kepalanya memandang Aberzio.

Suara sepatu high heels yang kini baru saja terdengar mengalihkan perhatian semua orang. Aberzio segera melepas pelukannya. Memandang ke arah wanita yang baru saja tiba. Tatapannya begitu posesif. Penuh gairah dan kerinduan.

Aberzio memperhatikan kaki jenjang wanita bergaun hitam sepaha tersebut dengan saksama. Memastikan setiap langkahnya tidak ada kesalahan. Tidak boleh sampai terjatuh, terluka ataupun tersentuh oleh siapapun.

Rambut pendeknya memberi kesan tangguh dan juga keangkuhan. Bibirnya yang merah membuat Aberzio menelan salivanya hingga jakunnya turun naik. Tatapan Aberzio berhenti di leher jenjangnya. Rasanya Aberzio ingin sekali menariknya dan mengigitnya karena gemas.

Clara memutar tubuhnya. Mengernyitkan dahi melihat sosok wanita asing yang sudah berani muncul di pesta mereka. Dalam hitungan detik saja dia tersenyum menghina. Paling sebentar lagi wanita asing itu akan ditangkap oleh Strike dan berakhir dengan kata kematian. Seperti itu yang kini memenuhi pikiran Clara.

Aberzio melangkah maju untuk menyambutnya. Semua orang masih memandang serius ke arah wanita asing tersebut. Termasuk anak buah Clara yang juga berkumpul di sana.

Sebagian besar pria di sana mulai membandingkan penampilan Clara dan wanita asing yang baru pertama kali mereka lihat. Bahkan semua pria setuju jika wanita asing itu lebih cantik dibandingkan Clara. Matanya yang indah menghipnotis semua pria hingga berdecak kagum setelah memandangnya.

"Sudah bangun, Helena?"

Helena tersenyum lebar. Dia menunduk dan menyembunyikan pipi meronanya karena malu. Sambutan Aberzio membuatnya salah tingkah.

Bisa-bisanya dia tertidur di mobil dan Aberzio tidak membangunkannya. Hanya ada dua penjaga di parkiran. Memastikan Helena tidur dengan nyenyak tanpa diganggu oleh seorangpun.

"Kau meninggalkanku," protes Helena dengan suara lembut. "Bagaimana kalau tadi aku diculik?"

"Aku tidak meninggalkanmu." Aberzio berjalan semakin dekat. Melekatkan bibirnya di dekat telinga Helena. Pria itu memejamkan matanya sejenak. Menghirup aroma tubuh Helena yang membuatnya semakin gila. "Tidak ada juga yang berani menculikmu," bisiknya mesra.

Helena tersenyum lagi mendengarnya. "Benarkah? Bagaimana penampilanku?"

Aberzio mendaratkan kecupan cintanya di pipi Helena. "Kau cantik sekali. Kau satu-satunya wanita paling cantik malam ini."

Dari kejauhan, Clara mengepal kuat tangannya. Untuk pertama kalinya dia melihat seorang Aberzio mencium pipi seorang wanita. Siapa wanita itu? Berani sekali. Hanya Clara yang boleh mendapat perlakuan manis dari Aberzio.

"Bos, tenanglah. Anda tidak boleh bertindak di luar batas." Bawahan Clara berusaha memperingati. Clara harus tetap terlihat anggun dan elegan malam ini. Jangan sampai kalah dengan sosok wanita asing yang baru saja tiba.

"Kau sudah berjanji untuk tidak menyentuh wanita manapun. Tapi tadi aku lihat kau memeluknya," sahut Helena.

Kedua matanya melirik sinis ke arah Clara. Dia bisa melihat jelas saat tubuh wanita bergaun merah itu ada di dalam pelukan Aberzio. Meskipun tidak lama. Tapi pelukan itu tidak bisa diterima oleh Helena.

Aberzio menaikan satu alisnya. "Cemburu, Sayang?"

Helena hanya diam. Tatapannya tertuju lagi ke arah Clara. Mereka berdua saling memandang. Clara kini memandangnya dengan tatapan membunuh. Helena bisa merasakan kejengkelan di dalam hati Clara.

Bukan takut justru Helena semakin menjadi. Dia segera merangkul lengan kekar Aberzio. Di depan semua orang. Mengklaim kalau Aberzio adalah miliknya. Tidak seorangpun boleh menyentuhnya.

"Kau tidak mau memperkenalkanku di depan mereka?" Helena kembali memperhatikan semua orang yang ada di sana. Mengingat setiap wajahnya. Memastikan mereka belum pernah bertemu sebelum malam ini.

"Malam ini aku mengadakan pesta karena ingin memperkenalkanmu kepada mereka semua. Ayo." Aberzio membawa Helena ke tengah ruangan. Bahkan saat berpapasan dengan Clara, pria itu tidak lagi meliriknya. Dia hanya fokus untuk menjaga perasaan Helena.

Helena melepas tangan Aberzio. Dia memandang ke arah Strike sejenak sebelum ke arah lain. Wajah angkuhnya terlihat begitu menjengkelkan. Dia berdiri dengan penuh kesombongan.

Helena berjalan ke kursi yang tadi sempat diduduki Aberzio. Suasana semakin hening. Apa lagi sekarang musik telah dimatikan. Helena mengambil senjata api yang ada di meja. Memperhatikannya dan duduk dengan santai di kursi. Melipat kakinya dengan anggun.

"Apa benda ini boleh menjadi milikku?"

"Kau boleh mengambil apapun yang kau inginkan," sahut Aberzio dengan lantang.

Lagi. Perhatian semua orang hanya tertuju ke arah Helena. Pistol kesayangan Aberzio diminta oleh seorang wanita? Lancang sekali. Lalu, kenapa Aberzio mengizinkannya. Apa setelah ini akan ada drama yang begitu mengerikan? Aberzio akan menyiksa wanita yang sudah lancang di depannya.

"Aku tidak menginginkannya lagi. Seseorang tidak menyukaiku saat menyentuhnya." Helena beranjak dari kursi. Dia berjalan menghampiri Aberzio. Berdiri di sampingnya dengan tangan terlipat di depan dada.

"Bisa mulai sekarang pidatonya, Bos," ungkap Helena.

Aberzio tertawa mendengarnya. Hanya Aberzio yang berani tertawa senyaring itu. "Malam ini kita berkumpul di sini untuk merayakan kemenangan King Tiger. Kota Rio sudah berhasil kita kuasai. Sekarang Rio milik King Tiger. Rumah kita." Aberzio mengambil dua gelas wine dan membawanya mendekati Helena.

"Selain pesta kemenangan. Ada satu informasi penting yang ingin aku sampaikan kepada kalian semua." Aberzio memberi satu gelas kepada Helena. Helena menerimanya.

"Perkenalkan. Helena. Mulai sekarang Helena bagian dari King Tiger. Kalian semua wajib melindunginya dengan satu-satunya nyawa yang kalian miliki. Seperti selama ini kalian melindungiku. Perintahnya adalah perintahku. Hartaku adalah hartanya. Nyawaku miliknya."

Aberzio memandang Helena dengan tatapan yang tajam. Kedua mata birunya berkedip sekali. Memperhatikan respon semua orang yang kini memperhatikannya dengan tatapan penuh tanya.

Hening. Belum ada yang berani bersuara meskipun kini sebenarnya semua orang ingin bertanya. Sepenting apa seorang Helena sampai-sampai posisinya setinggi itu di mata Aberzio Guineno. Bahkan mengalahkan posisi Clara.

"Helena adalah istriku. Kami sudah menikah dua hari yang lalu."

Prangg

Bab. 2

Prangg

Gelas yang ada di genggaman Clara terlepas begitu saja. Dia kaget bukan main mendengarnya. Jantungnya seperti diremas hingga menimbulkan rasa nyeri yang begitu luar biasa.

Kedua kakinya seperti dipukul dengan balok kayu. Hingga membuatnya kesulitan berdiri kokoh.

Aberzio memandang ke arah Clara. Dia segera menggandeng pinggang Helena. Memastikan wanita yang dia cintai tetap aman.

"Maafkan aku, Clara. Pernikahan kami sangat mendadak. Aku tidak sempat mengundangmu. Aku harap kau bisa akrab dengan Helena." Aberzio mengangkat gelas di tangannya. "Bersulang untuk Helena. Aku ingin kalian menyambutnya seperti selama ini kalian menyambutku."

"Selamat datang, Nona Helena." Semua orang mengangkat gelas di tangan mereka.

Helena tersenyum lebar mendengarnya. "Senang bertemu dengan kalian semua. Boleh aku mengajukan satu permintaan?"

"Anda bisa mengajukan apapun kepada kami, Nona," sahut salah satu King Tiger.

"Kalian semua tidak perlu memperlakukanku dengan istimewa ketika ada di depan umum. Satu lagi. Posisi Aberzio tetap yang paling tinggi. Aku hanya sedikit dibawahnya. Jangan terlalu berlebihan memperlakukanku. Aku lebih nyaman dengan posisiku selama ini. Seorang Helena. Wanita biasa." Helena mengedipkan matanya. Aberzio melirik Helena. Tapi dia tidak mengeluarkan satu katapun.

"Sekarang kalian bisa melanjutkan pestanya," sambung Helena lagi.

Perhatian Helena kembali tertuju ke arah Clara. Sepertinya di antara puluhan manusia yang berkumpul di ruangan luas itu, hanya Clara yang sejak tadi menatapnya dengan serius.

"Siapa dia?"

Aberzio memandang ke arah Clara sejenak sebelum mengusap pipi Helena. "Dia Clara. Sepupuku. Adikku."

"Adikku juga?"

Helena melempar senyum ke arah Clara. Dia berjalan mendekatinya. Tidak ada keinginan di hati Helena untuk menyakiti Clara. Helena hanya ingin menjalin hubungan yang baik dengan Clara. Layaknya kakak adik.

"Clara, senang bertemu denganmu." Helena mengulurkan tangannya. "Aku Helena."

Clara masih berusaha mengatur dadanya yang turun naik karena emosi. Rasanya dia ingin sekali mengambil pistolnya dan segera menembak kepala Helena. Namun, dalam hitungan detik saja dia berhasil mengendalikan semuanya.

"Selamat datang di keluarga Guineno, Kak Helena. Senang bertemu dengan kakak." Clara segera memeluk Helena. Memamerkan senyumnya yang manis.

Beberapa detik setelahnya Clara melepas pelukannya. Memandang anak buahnya dengan serius. "Mulai sekarang, Kak Helena bagian dari keluarga kita. Beri hormat kepada Kak Helena."

"Selamat datang Nona Helena." Semua anak buah Clara menunduk hormat. Mereka terlihat menyambut Helena dengan baik.

"Jika aku gagal menghentikan pernikahan di antara kalian. Setelah ini aku pastikan tidak akan gagal menentukan tanggal kematianmu, Helena!" umpat Clara di dalam hati.

***

Pesta berjalan dengan meriah. Helena duduk di atas pangkuan Aberzio. Sepasang suami istri itu terlihat bahagia saat mereka sedang membahas sesuatu.

"Mulai sekarang kau harus terbiasa melihatku seperti ini. Aku suka makan. Tapi jika suasana hatiku buruk. Aku sanggup tidak makan selama beberapa hari." Helena memasukkan cake ke dalam mulutnya. Dia mengangguk dengan kedua mata melebar. "Kue ini enak. Siapa yang membuatnya? "

Aberzio tersenyum mendengarnya. Pria itu tidak peduli mau sebanyak apa Helena makan. Baginya Helena selalu sempurna.

"Mau?"

"Aku tidak suka makanan manis," tolak Aberzio.

"Benarkah? Kau takut kena diabetes?" ledek Helena. Dia meletakkan piring cake di meja. Wanita itu tertegun saat melihat beberapa piring kosong yang tergeletak di meja. Tanpa sadar ternyata sudah banyak sekali makanan yang dia cicipi. Akan tetapi perutnya belum juga merasa kenyang.

"Apa yang kau pikirkan, Helena." Aberzio memeluk perut Helena dari belakang.

"Sepertinya hari ini aku sangat bahagia. Sampai-sampai perutku siap menampung makanan sebanyak apapun."

Aberzio tertawa mendengarnya. Perkataan Helena selalu saja membuat Aberzio merasa geli. Dia cukup terhibur. Wajah polos Helena membuat semua yang dia katakan memang berasal dari hati nuraninya. Tidak sengaja dibuat-buat ajar terkesan imut.

"Mau makan lagi? Aku akan meminta koki untuk menyiapkan makanan yang baru," tawar Aberzio.

"No. Kau mau melihatku gendut?"

"Sepertinya menarik jika kau berubah gendut," sahut Aberzio dengan senyum tertahan.

"Iya. Setelah tubuhku berubah jelek. Kau akan segera mencari penggantiku." Helena mulai kesal.

"Tidak akan." Aberzio mengecup pundak Helena. "Hal seperti itu tidak akan pernah terjadi. Aku akan mencintaimu dan selalu mencintaimu. Sampai kapanpun. Bahkan jika kau tidak ada lagi di dunia ini. Cintaku hanya untukmu."

Helena tersentuh mendengar jawaban Aberzio. Dia merasa begitu dimanja dan dimuliakan oleh suaminya sendiri. Helena menjatuhkan tubuhnya. Memejamkan mata untuk menikmati pelukan yang kini diberikan oleh Aberzio.

"I love you," bisik Aberzio sebelum mengecup pipi Helena.

Dikejahuan ada Clara yang menahan tangis karena patah hati. Meskipun tidak mendengar jelas apa yang dibicarakan oleh Helena dan Aberzio. Tapi, melihat keharmonisan antara sepasang suami-istri itu sudah berhasil membuatnya sakit hati dan emosi.

"Aku menunggu hingga bertahun-tahun. Memastikan tidak pernah melakukan kesalahan sedikitpun. Tetapi kini apa yang aku dapatkan? Dia menikahi wanita lain. Bahkan mereka tidak pernah pacaran!" umpat Clara penuh emosi.

"Bos, tenang. Jika anak buah Strike mendengarnya. Anda bisa celaka."

"Aku nggak mau tahu. Tembak wanita itu sekarang juga. Aku mau dia mati di depan mataku sekarang juga!" perintah Clara penuh dendam.

"Tapi, Bos-"

"Sekarang!" potong Clara cepat.

Wanita itu menunduk hormat. Dia berjalan maju. Siap mengorbankan nyawanya asalkan Clara bahagia. Dia juga tidak memiliki pilihan untuk menolak. Nyawa keluarganya bisa dalam bahaya.

Clara tersenyum puas. "Selamat tinggal jalang sialan. Kau pikir semudah itu bersaing denganku?"

Helena memandang ke depan sejenak. Dia segera beranjak dari pangkuan Aberzio. "Aku mau ke toilet. Sebentar."

Aberzio hanya mengangguk saja. Dia memandang Helena yang kini mulai menjauh darinya. Tidak ada rasa curiga sedikitpun karena yang ada di lokasi pesta hanya orangnya dan juga orang Clara. Semua bisa dipercaya.

Helena tersenyum tipis saat menyadari sesuatu yang tidak beres di belakangnya. Instingnya sebagai seorang pembunuh tidak pernah meleset. Saat sudah jauh dari lokasi pesta, Helena memutar tubuhnya. Membuat wanita di belakangnya tidak berhasil melepas tembakan. Satu kakinya terangkat ke atas untuk menendang tangan pembunuh. Pistolnya terpental ke lantai.

Pembunuh itu kaget bukan main. Dia tidak menyangka kalau Helena sehebat itu. Saat ingin merebut senjatanya lagi, Helena segera menginjak kakinya. High heels Helena yang tajam berhasil menusuk punggung tangan wanita di depannya.

"Ampun, Nona. Ampun!" teriak wanita itu dengan suara yang kuat. Dia harus membuat drama baru. Jangan sampai Helena menyeret Clara di dalam masalah ini.

"Ampun?" Helena berjongkok. Memegang dagu musuhnya dan menatap wajahnya. Tertawa meledek setelah itu. "Ikut denganku."

Helena mengambil senjata yang ingin digunakan untuk menembak. Satu tangannya menjambak rambut wanita pembunuh dan menyeretnya. Melangkah dengan tenang dan elegan. Anak buah Clara mengangkat senjata mereka. Melihat rekan mereka disiksa membuat semua tidak terima.

Clara melebarkan kedua matanya. Bukan kematian Helena justru kini anak buahnya menimbulkan masalah baru. Wajahnya terlihat panik. Dia berpikir cepat untuk membela diri.

"Turunkan senjata kalian!" teriak Strike marah.

Semua anak buah Clara segera menurunkan senjata mereka. Menunduk takut setelahnya. Suasana berubah kacau. Semua orang berkumpul untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

Aberzio beranjak dari duduknya. Mengernyitkan dahi melihat anak buah Clara yang kini ada di tangan Helena.

"Helena, apa yang terjadi?"

Helena melirik ke bawah. "Mau cerita sendiri atau aku yang mengatakannya?" tawar Helena dengan senyum manis dibibirnya.

Wanita itu merangkak ke depan. Dia berusaha memfitnah Helena. Meskipun tidak tahu endingnya akan berhasil atau tidak.

"Bos, saya ada di belakang Nona Helena. Saya mau ke toilet juga. Tapi tiba-tiba Nona Helena menyerang. Saya juga tidak tahu apa kesalahan saya."

"Pembohong sialan!" umpat Helena. Dia berpikir keras saat itu. Tidak ada bukti untuk membenarkan ceritanya. Tapi Helena mau wanita di depannya terbukti bersalah agar semua orang tahu.

"Kak Helena, apa yang terjadi? Dia orang kepercayaanku." Clara muncul untuk membela. Dia harus memanfaatkan kesempatan ini untuk membuat Aberzio benci sama Helena.

Helena melangkah maju. Dia hanya perlu berbicara dengan pembunuh di depannya. Tidak perlu menjawab pertanyaan orang lain.

"Darimana kau tahu aku mau pergi ke toilet? Bahkan di lorong itu bisa saja menuju ke dapur."

Wanita itu mengangkat kepalanya. Dia memandang Helena. "Anda tidak mungkin ke dapur, Nona."

"Sayangnya aku memang mau ke dapur. Kau bisa tanya sendiri dengan Aberzio." Helena memandang ke arah Aberzio.

Aberzio seperti tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti permainan istrinya. "Ya. Helena mau ke dapur."

"Tapi ...."

Helena berjongkok lagi di depan wanita itu. "Ssstt. Jangan langsung menjawab. Pikirkan dulu agar kau tidak salah bicara." Helena menepuk pipinya dengan lembut. Menatap matanya dengan tajam.

Wanita itu mulai kehabisan kata-kata. Seluruh tubuhnya gemetar ketakutan. Setelah ini dia tidak akan selamat. Strike pasti akan membunuhnya. Menyiksanya dengan keji.

"Aku tahu kau tidak suka denganku. Tidak masalah. Aku tidak memaksa semua orang yang ada di sini untuk menyukaiku. Apa lagi mau menerimaku. Pergilah. Kau akan aman. Tidak ada seorangpun yang berani membunuhmu. Aku sudah memaafkan kesalahanmu." Helena menyerahkan senjata api wanita itu lagi. Mengokang senapannya. "Jadilah pembunuh yang cerdik. Jika menggunakan trik seperti tadi. Kau bisa dengan mudah tertangkap."

Helena kembali berdiri. Di dalam hati dia menghitung mundur. Wanita itu seperti sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Helena sendiri sudah siap dengan triknya.

Wanita pembunuh itu mengepal kuat senjata api di tangannya. Tiba-tiba dia mengarahkannya ke Helena. "Matilah kau, Helena!"

Dor.

Tembakan Strike lebih cepat daripada tembakan wanita di depan Helena. Semua orang kaget bukan main. Wanita itu tewas seketika. Senjata di tangannya terlepas dan tubuhnya tergeletak tidak bernyawa.

"Saya melihatnya. Sejak awal langkahnya sudah mencurigakan. Saya tahu dia memang ingin menembak Nona Helena, Bos," ungkap Strike pada akhirnya.

Dia sengaja tidak bersuara karena membiarkan Helena bermain-main lebih dulu. Tidak boleh juga ada salah paham di antara anggota King Tiger dan anggota Clara.

"Jalang sialan! Buang mayatnya ke laut. Memalukan!" teriak Clara emosi. Dia memandang ke arah Helena. "Kak, maafkan anggotaku."

Helena mengangkat kedua bahunya. "It's oke."

Aberzio menarik pinggang Helena dan memeluknya. "Apa kau baik-baik saja?"

"Aku bukan wanita lemah. Tenang saja, Bos."

Aberzio tersenyum mendengarnya. Dia mencium pucuk kepala Helena sebelum memeluknya lagi dengan erat. "Aku mencintaimu, Helena. Sangat mencintaimu."

Clara memalingkan wajahnya. Buliran air mata menetes karena tidak sanggup di tahan lagi. Dia segera pergi meninggalkan lokasi pesta. Diikuti beberapa anggota setianya.

"Secepat itu Kak Aberzio membuka hatinya. Memangnya apa hebatnya Helena?"

Bab. 3

Satu bulan sudah berlalu. Hubungan antara Helena dan Clara terlihat begitu akrab. Tidak ada yang menyadari rencana licik Clara sampai detik ini. Di mata Helena, Clara adik yang sangat menyenangkan.

Memang selama ini Helena sangat menginginkan sosok adik perempuan. Dia bisa menjadikannya teman cerita dan teman belanja.

Siang itu Helena dan Clara belanja di sebuah pusat perbelanjaan. Mereka membawa beberapa paper bag berisi barang belanjaan. Helena berdiri di depan toko pakaian bayi. Wanita itu tersenyum. Bahkan memperhatikannya sampai kedua matanya berkaca-kaca. Sejak memutuskan menikah, pikirannya selalu saja dipenuhi dengan kebahagiaan keluarga cemara. Helena ingin membentuk sebuah keluarga yang harmonis. Seperti dirinya dulu bersama orang tua kandungnya.

"Kakak pengen punya bayi juga?" ledek Clara.

"Bagaimana bisa punya bayi. Sampai detik ini saja aku dan Aberzio ...." Helena memandang ke arah Clara. Dia merasa Clara sangat bisa dipercaya. Tidak ada yang harus dia rahasiakan dari Clara.

"Dia belum ada menyentuhku, Clara. Entah aku yang belum siap. Entah dia yang belum mau." Helena melamun. Dia kembali mengingat cerita pernikahannya yang berjalan dengan begitu manis.

"Apa yang kakak pikirkan? Kakak itu wanita yang sangat sempurna di mata Kak Aberzio." Clara kembali berdusta. Memperlihatkan wajah polosnya. Berbeda jauh dengan isi hatinya yang sedang mengumpat habis-habisan. "Baru satu bulan. Masih ada banyak waktu untuk mencobanya."

"Apa rasanya sakit?" Helena mengernyitkan dahinya. Hanya itu yang dia pikirkan sampai-sampai satu bulan pernikahannya dia masih dengan status perawan.

"Aneh sekali. Kenapa bertanya sama aku yang belum menikah." Clara kembali tertawa. "Lebih tepatnya aku yang sengaja menggagalkannya agar Kak Aberzio tidak pernah menyentuhmu, Helena. Hanya aku yang pantas mengandung anak Kak Aberzio. Keturunan Guineno selanjutnya," batin Clara.

Setelah mengetahui pernikahan antara Helena dan Aberzio, Clara segera memasang cctv di kamar pribadi Aberzio. Itu kenapa dia tahu kalau sampai detik ini Helena dan Aberzio belum ada bercinta sama sekali. Setiap kali hampir terjadi, Clara memiliki segudang rencana untuk menggagalkannya.

"Clara, Aberzio tadi malam cerita kalau kau memiliki masalah. Apa masalahnya sangat serius?" Helena memegang tangan Clara. Dia sangat mengkhawatirkannya.

"Hanya masalah kecil di mata Kak Aberzio. Aku pinjam dulu suami kakak selama beberapa hari. Apa boleh? Aku akan membawa Kak Aberzio ke Meksiko."

"Tentu saja, boleh. Aku juga tidak bisa tenang jika kau dalam masalah." Helena menarik Clara dan memeluknya. "Aku sangat menyayangimu, Clara."

Clara hanya diam saja. Dia memperhatikan anak buahnya yang sudah tersebar di beberapa titik. "Sekarang saatnya. Percobaan kali ini tidak boleh sampai gagal," batin Clara. Sudah berulang kali dia mencoba untuk mencelakai Helena namun hasilnya selalu zonk.

"Kak, ayo kita pulang. Sudah sore."

Helena mengangguk. Dua wanita itu masuk ke dalam mobil. Mereka akan segera pulang sebelum langit berubah gelap.

Clara memainkan ponselnya. Kini mobil Helena ada di dalam kendalinya. Senyum licik terukir jelas dibibirnya. Clara sudah tidak sabar melihat Helena tewas di depan matanya.

Helena melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Melewati pusat kota karena memang Helena suka sekali berkeliling sore sebelum tiba di rumah. Sesekali terdengar suara Helena yang merdu ketika bernyanyi. Dia terlihat bahagia.

Namun, beberapa saat setelahnya. Helena mulai merasa ada yang salah dengan mobilnya. Wanita itu berusaha menginjak rem mobilnya hingga berulang kali. Namun hasilnya sama saja.

"Clara, remnya bermasalah." Helena mulai panik.

"Benarkah? Lalu, bagaimana kak? Apa kita akan celaka?" Clara memasang wajah panik juga. Aktingnya harus terlihat alami.

"Tenanglah." Helena kembali fokus. Melirik spion sejenak sebelum melepas gas mobilnya. Meskipun rem tidak bisa dikendalikan, tapi Helena bisa dengan mudah menghindari tabrakan dengan mobil lain. Wanita itu terlihat begitu tenang. Seolah-olah kejadian ini tidak akan sampai mengancam nyawanya.

"Sial! Kenapa kami bisa selamat," batin Clara. Clara menekan sesuatu di dalam tasnya. Kali ini mobil Helena melaju cepat. Kecepatan gasnya sudah ada di dalam kendali Clara.

"Shit! Seseorang sedang bermain-main denganku ternyata. Kita lihat saja. Siapa yang akan menang," ujar Helena mulai emosi. Dia mengambil ponselnya dan menekan nomor Aberzio.

Clara melirik ke depan. Dia sudah meminta bawahannya untuk bersiaga di depan. Kali ini mereka tidak boleh sampai gagal.

"Aberzio, seseorang memanipulasi mobilku. Sekarang aku bersama dengan Clara," ucap Helena sambil tetap fokus ke laju mobilnya.

Clara tersenyum licik melihat Helena semakin tidak fokus dengan laju mobilnya. Bisa dibayangkan sepanik apa wajah Aberzio di kejauhan sana. Tapi Clara tahu kalau Aberzio ada di luar kota. Pria itu tidak akan tiba tepat waktu untuk menyelamatkan istrinya.

"Shit!" umpat Helena saat melihat seorang anak kecil berlari menyebrang jalan. Ponsel di tangannya terlepas. Helena berusaha mengendalikan laju mobilnya. Karena kecepatannya sangat tinggi, Helena tidak berhasil mengendalikannya. Mobil itu terguling di tengah jalan. Berputar hingga berulang kali sebelum berhenti dengan posisi terbalik.

Helena merasakan kepalanya berdarah. Pusing juga. Dia segera membuka pintu mobil sebelum akhirnya tidak sadarkan diri.

Clara tersenyum penuh kemenangan. Dia mengambil pistolnya untuk menembak Helena. Setelah ini dia juga akan pingsan untuk menghilangkan bukti. Sangat mudah. Yang paling penting Helena sudah tewas.

Tiba-tiba seorang pria muncul dan segera menarik Helena. Clara kaget bukan main. Dia segera menurunkan senjatanya dan pura-pura pingsan. Tidak mau sampai ketahuan.

"Helena, bangun!" Pria itu segera menggendong Helena. Membawanya keluar dari mobil. Bahkan sama sekali tidak peduli dengan Clara.

"Siapa pria gila itu? Kenapa dia membawa Helena pergi."

Helena dibaringkan di pinggir jalan. Pria itu menepuk pipi Helena dengan penuh kekhawatiran. "Gadis kecil, bangun. Hanya luka seperti ini. Kau begitu lemah. Hei, bangun."

Helena membuka matanya perlahan. Bibirnya tersenyum. "Clous."

"Kau membuatku khawatir." Clous segera memeluk Helena. "Apa yang terjadi? Kenapa balapan di jalan raya."

"Remku rusak."

"Lalu, dimana suamimu itu? Pria yang katanya begitu berkuasa." Clous terlihat mengumpat. "Helenaku hampir saja celaka."

Helena mengatur napasnya. "Dia di luar kota."

Clous kembali memeluk Helena. Mengusap punggungnya. "Aku akan selalu melindungimu. Aku tidak akan membiarkanmu celaka. Apa ini sakit?"

Helena menggeleng pelan. Dia menjatuhkan kepalanya di dada Clous. "Seseorang ingin membunihku."

"Selama aku masih hidup. Aku tidak akan membiarkanmu celaka. Aku janji." Clous mengecup pucuk kepala Helena. Memastikan Helena kembali tenang. Tidak merasakan sakit karena kepalanya terluka.

Dari dalam mobil, Clara memperhatikan kedekatan Helena dan Clous. Wanita itu tersenyum licik setelahnya. Clara tahu seperti apa seorang Aberzio jika sudah cemburu. Kini dengan beraninya Helena bermesraan dengan pria lain.

"Aku bisa memanfaatkan pria itu untuk merusak hubungan antara Helena dan Kak Aberzio. Ternyata kau tidak sepolos yang aku bayangkan Helena. Jalang sialan."

"Bos, anda baik-baik saja? Mobilnya terbakar. Kenapa anda diam saja," protes anak buah Clara.

Clara kembali tersadar. Dia memandang api yang sudah menyala. "Sepertinya Helena juga ingin aku mati. Lihatlah sekarang. Dia tidak menyelamatkanku. Seenaknya bermesraan dengan pria lain."

"Bos, saya akan menyamar sebagai warga. Mari saya bantu." Pria itu segera mengeluarkan Clara dari dalam mobil. Di detik-detik sebelum mobil tersebut dilalap api. Membawa Clara ke tempat yang aman.

Helena kaget melihat api menyala dengan panas. Dia segera berdiri. Bahkan sampai mendorong tubuh Clous tanpa sadar.

"Clara!"

Helena bisa bernapas lega melihat Clara sudah keluar dari mobil. Seorang pria meletakkan Clara sebelum pergi. Helena bahkan tidak sempat mengucapkan terima kasih.

"Clara." Helena berlari menghampiri Clara.

Clous memandang Clara dengan serius. Pria itu pergi setelahnya. Dia yakin Helena akan aman setelah ini.

"Kakak baik-baik saja?" Clara kembali berpura-pura.

"Bagaimana denganmu? Kepalamu terluka." Helena terlihat panik.

"Kak." Clara menjatuhkan tubuhnya hingga tergeletak di jalanan. Dia tahu kalau Aberzio dan Strike baru saja tiba.

"Kenapa mereka di sini? Bukankah seharusnya masih di luar kota?" umpat Clara di dalam hati. Masih dengan kondisi pura-pura pingsan.

"Sayang, apa yang terjadi? Kenapa bisa sampai seperti ini?" Aberzio memeluk Helena dengan penuh rasa khawatir.

"Aku juga tidak tahu. Aberzio, Clara pingsan. Kepalanya terluka. Kita harus membawanya ke rumah sakit." Helena melepas pelukan Aberzio. Memandang Clara dengan begitu khawatir.

"Strike, bawa Clara ke rumah sakit." Aberzio segera menggendong Helena. "Ayo kita pulang. Aku akan meminta Dokter James merawatmu di rumah. Kepalamu terluka Helena."

"Tapi ini hanya luka kecil. Clara yang paling parah," sangkal Helena.

"Clara akan baik-baik saja. Kondisimu yang paling penting saat ini." Aberzio segera membawa Helena.

Clara menahan rasa perih yang begitu luar biasa. Setega itu Aberzio terhadapnya. Sebelum ada Helena, bahkan luka sekecil apapun selalu diperhatikan oleh Aberzio. Kini saat kepalanya terluka dan wajahnya berlumuran darah. Aberzio terlihat tidak peduli. Lebih memikirkan kondisi Helena.

"Clara, apa kau bisa mendengarku?" tanya Strike sambil menepuk pipi Clara. Dia tahu kalau Clara nggak pingsan.

"Aku lemas, Strike. Bisakah kau tidak bertanya. Aku mau pulang saja. Aku tidak mau ke rumah sakit," sahut Clara masih memejamkan mata. "Mereka musuhku. Aku akan merasa sangat berdosa jika musuhku berhasil mencelakai Kak Helena."

"Aku akan menyelidikinya."

"Tidak perlu. Anak buahku sudah bergerak. Mereka pasti akan segera tertangkap," sahut Clara cepat. Dia juga tidak mau sampai Strike tahu apa yang sebenarnya terjadi.

"Baiklah," sahut Strike santai. Dia melirik ke arah mobil Helena yang terbalik di tengah jalan dan sudah habis dilahap api. "Kenapa mobilnya bisa sampai seperti ini? Apa Nona Helena balap lagi?"

Clara hanya diam. Dia juga tidak mau sampai rencananya terbongkar.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!