NovelToon NovelToon

Mengandung Benih Presdir Dingin

Bab. 01 Awal Mula

“Huh, akhirnya selesai juga.”

Alika menghela nafas panjang sembari menatap pantulan dirinya di depan cermin. Wajahnya tampak lelah, dengan lingkar hitam di bawah matanya yang semakin jelas. Gadis itu baru saja selesai membereskan kamarnya yang berantakan.

Tok! Tok!

Alika terusik oleh suara ketukan pintu yang keras, diiringi teriakan seseorang yang tak asing lagi di telinganya.

“Alika, cepat keluar! Ada hal penting yang mau aku bicarakan sama kamu!” teriak Keisha terdengar, begitu menusuk telinganya. Sudah hal biasa bagi Alika, mendengar nada bicara kasar dari saudara tirinya itu.

Alika menurunkan pandangannya ke lantai. Ia tidak ingin menemui Keisha tetapi tubuhnya bergerak patuh seperti biasanya.

Sejak kecil, Alika sudah terbiasa menjadi sasaran kemarahan dan perlakuan tak adil dari Keisha. Entah mengapa, Keisha selalu memperlakukan Alika seperti pelayan di rumahnya sendiri.

Begitu pintu kamar terbuka, Keisha sudah berdiri di ambang pintu dengan tangan terlipat di dada. Wajah cantiknya dipenuhi kepongahan.

“Kamu dengar nggak sih!”

“Maaf, Kak.”

“Maaf, maaf terus! Kamu cuma bisanya minta maaf, pintar sedikit dong!” Keisha menarik kasar lengan Alika.

“Ada yang harus kamu lakukan. Ini sangat penting!” lanjut Keisha.

Alika hanya mengangguk. “Apalagi yang harus aku lakukan, Kak?” tanyanya dengan suara pelan.

Keisha mengangkat alisnya dan dengan cepat menyerahkan secarik kertas yang dilipat asal.

“Pergi ke alamat ini. Ada seseorang yang harus kamu temui di hotel,” ucap Keisha. “Ingat, jangan sampai salah kamar! Kalau sampai salah, kamu akan tahu akibatnya. Ngerti?”

Alika mengernyit bingung. “Hotel? Untuk apa aku ke sana, Kak?”

Tanpa banyak penjelasan, Keisha berbalik dan berjalan ke ruang tamu.

“Itu urusan yang nggak perlu kamu tahu. Intinya, kamu hanya perlu pergi dan pastikan kamu sampai di sana tepat waktu. Jangan macam-macam atau mencoba untuk kabur.”

“Tapi—”

“Nggak ada tapi-tapian Alika!” sentak Keisha.

Alika tahu tidak ada gunanya bertanya lebih lanjut. Setiap kali dia mencoba melawan atau menolak perintah Keisha, dia hanya berakhir dengan lebih banyak masalah.

Bukan hanya dengan Keisha tapi juga dengan Maya—ibu tirinya, yang juga sering bersikap kasar padanya.

“Kenapa aku merasa seperti orang asing di rumahku sendiri?” pikir Alika.

Sejak ayahnya meninggal beberapa tahun yang lalu, Alika seolah menjadi pelayan di rumahnya sendiri. Maya semakin galak dan jarang sekali menunjukkan kasih sayang padanya. Segala hal yang dilakukan Alika selalu salah di mata Maya.

Hanya Keisha yang diperlakukan layaknya anak spesial yang dimanja. Alika sering merasa tak berharga dan tertekan.

“Jangan melamun! Kamu nggak dengar ucapan Keisha tadi? Cepat siap-siap sana!” Maya tiba-tiba muncul dari dapur sambil berkacak pinggang, memandang Alika dengan tatapan dingin.

Alika menelan ludah dan segera berlari menuju ke kamarnya. Di dalam, ia berganti pakaian, mengenakan dress sederhana yang dipilih seadanya dari lemari.

“Kok perasaan aku nggak enak gini ya?” gumam Alika.

**

**

Satu jam kemudian, Alika sudah berada di depan sebuah hotel mewah. Bangunan tinggi itu tampak megah dan berkelas, sesuatu yang tak biasa untuk seorang gadis sederhana seperti dirinya.

Hatinya berdebar-debar, ada rasa takut yang menyelinap setiap kali Alika memikirkan mengapa Keisha menyuruhnya ke sini.

Sebelum masuk, Alika menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. “Aku hanya perlu menemui seseorang dan menyerahkan surat ini, lalu pulang. Ya, hanya itu,” gumamnya pelan.

Namun, begitu sampai lobi, Alika menjadi bingung. Ia menatap serius kertas yang diberikan Keisha.

“Kamar 69?” Alika membaca nomor kamar yang tertulis di sana. Lalu, ia mulai mencari lift dan menuju lantai yang dituju.

Ketika pintu lift terbuka di lantai tiga, Alika melangkah keluar dan menyusuri koridor panjang yang sepi. Kamar-kamar di sini tampak mewah dengan karpet tebal berwarna merah dan lampu gantung yang terang. Ia melangkah perlahan, menghitung nomor kamar di sepanjang jalan.

Akhirnya, Alika berhenti di depan pintu kamar tersebut.

“Ini dia,” gumam Alika, lalu mengetuk pelan pintu itu.

Tidak ada jawaban.

Alika mengetuk sekali lagi, lebih keras, tetapi tetap hening. Alika mencoba memutar kenop pintu.

Pintu itu terbuka tanpa terkunci.

“Loh, kok nggak di kunci? Apa jangan-jangan dia sudah menungguku dan tahu kalau aku akan datang?”

Saat Alika hendak melangkah masuk, penerangan di dalam kamar itu sangat redup. Tirai tebal menutupi jendela, hanya menyisakan sedikit cahaya dari luar.

Suara detak jantungnya semakin berdebar kencang saat Alika mendengar suara langkah kaki.

“Akhirnya kamu datang juga.” Sebuah suara dalam dan berat terdengar dari sudut ruangan.

Alika menoleh cepat dan melihat seorang pria tinggi berdiri di dekat ranjang besar. Pria itu tampak mabuk, dengan botol minuman di tangannya. Wajahnya sangat tampan dan maskulin, namun ada bayangan kekecewaan di balik tatapan matanya.

Alika tersentak mundur. “Apa anda yang bernama tuan Tony?”

“Tony? Cih! Apa kamu sedang bercanda?” Pria itu mengusap wajahnya kasar. “Apa pria yang kamu sebutkan tadi adalah pria yang berhasil membuatmu berpaling dan meninggalkan aku?” lanjutnya.

“Apa maksud anda, Tuan? Jadi, anda bukan tuan Tony?” tanya Alika.

Prang!

Pria itu melempar botol berisi alkohol ke lantai hingga hancur berkeping-keping.

“Aku bukan Tony, sialan!”

“Maaf... mungkin saya salah masuk,” kata Alika terbata-bata.

Pria bernama Sagara itu, tidak menghiraukan ucapan Alika. Sebaliknya, Sagara menatap Alika dengan tatapan tajam. Mata itu mengamati Alika dari atas ke bawah.

“Ya, Tuhan. Aku benar-benar takut,” batin Alika dalam hatinya.

Mohon Dukungannya... Terima Kasih🥰

Bab. 02 Kehilangan Kesucian

“Kamu... bukan dia?” lirih Sagara.

“Dia siapa?” tanya Alika. “Saya tidak tahu siapa yang anda maksud. Saya hanya disuruh datang ke kamar ini dan bertemu tuan Tony.”

Sagara menyeringai. “Aku tidak percaya wanita sepertimu bisa datang ke sini secara kebetulan. Kamu pasti sudah merencanakannya dari awal, bukan?!”

“Rencana apa maksud anda? Bukankah sudah saya jelaskan kalau saya salah masuk kamar.” Alika terus melangkah mundur, tapi Sagara malah berjalan mendekatinya.

Wajah pria itu terlihat bingung, sekaligus menahan marah.

“Salah masuk kamar katamu? Apa kamu pikir aku sebodoh itu? Kamu hanya gadis murahan yang mencoba mengambil keuntungan dariku.” Sagara mencibir.

“Saya sungguh tidak tahu apa-apa dan hanya mengikuti petunjuk kertas ini saja, Tuan. Lebih baik saya pergi sekarang.” Alika hendak berbalik, namun tangannya ditahan oleh Sagara.

“Tidak semudah itu!” Sagara menarik Alika mendekat. Hingga wajah mereka kini hanya berjarak beberapa inci.

Bau alkohol menyeruak dari nafas pria itu. Sementara Alika mencoba melepaskan diri, namun cengkeraman Sagara terlalu kuat.

Sagara terdiam sejenak, tatapan marahnya perlahan berubah menjadi tatapan kosong yang tidak bisa dibaca. Di dalam pikirannya, bayangan mengenai kekasihnya yang baru saja pergi meninggalkannya, begitu jelas.

Sagara frustasi, kecewa, dan merasa dikhianati. Sagara merasa seakan-akan dunia menolaknya. Dan di hadapannya sekarang, ada seorang gadis yang tidak seharusnya ada disini.

“Malam ini, kamu milikku,” bisik Sagara pelan tepat di samping telinga Alika.

“Miliknya?” Kalimat itu bagaikan vonis yang tak bisa dihindari Alika. Lidahnya terasa kelu sekedar untuk memprotes ucapan Sagara.

Semuanya terjadi begitu cepat. Dan entah sejak kapan Sagara sudah berada diatas tubuh Alika.

“Ah... Shit! Kenapa begitu sempit? Bukankah kamu sudah sering dipakai!”

Alika ingin berteriak, tapi suaranya tiba-tiba hilang. Tubuhnya menjadi menegang di tempat, seolah kehilangan kendali. Air matanya mulai mengalir tanpa bisa ia tahan.

“Jawab aku! Jangan diam saja, sialan!”

Alika menggeleng sembari merasakan sakit yang menjalar di bagian in tim nya. Rasa perih dan tekanan yang tak tertahankan membuatnya ingin berteriak lebih keras, namun suaranya tertelan oleh ketakutan.

“Sakit, Ayah... sakit hiks…” batin Alika.

Alika mencoba melawan, menggerakkan tangannya untuk mendorong tubuh Sagara yang menindihnya, tapi tenaga Sagara terlalu besar.

Tubuh Alika terasa lemah, tak berdaya, sementara rasa sakit semakin menghujamnya.

“Lepaskan saya, Tuan! Saya mohon…” Alika merintih.

Sagara tidak menghiraukannya. Matanya kosong, terpenuhi oleh pengaruh alkohol yang semakin menguasai akal sehatnya.

Semua gerakan Sagara terkesan agresif, liar dan tak terkendali. Sagara bahkan tidak peduli dengan perasaan dan teriakan gadis itu.

“Berhenti berteriak!” seru Sagara, menggeram penuh amarah yang tak terkontrol. Ia menunduk lebih dekat ke wajah Alika. “Kenapa kamu pergi? Kenapa? Apa kamu hanya ingin mempermainkan aku, hum?”

“Tolong, saya bukan dia... Saya bukan orang yang ada di dalam pikirkan anda Tuan!” Alika terus meronta, tapi kekuatannya hanya seujung kuku dibandingkan tubuh besar Sagara yang mendominasi di atas tubuhnya.

Setiap kali Alika mencoba bergerak, tubuhnya semakin terasa terkunci. Air mata Alika kembali menetes tanpa henti. Rasa sakit di bagian tubuhnya kini bercampur dengan ketakutan luar biasa, membuatnya ingin menyerah.

“Tuan... tolong... berhenti…” Suara Alika semakin melemah, hampir tidak terdengar.

Nafasnya mulai tersengal, sementara tubuh kecilnya seakan kehilangan tenaga. Setiap kali ia mencoba meronta, Sagara semakin mempercepat gerakannya.

Sagara yang dalam kondisi mabuk berat, tidak bisa membedakan kenyataan yang disebabkan oleh alkohol. Ia berpikir Alika hanyalah sosok yang dianggapnya sebagai pelampiasan dari kekecewaan pada sang kekasih.

“Kamu kira bisa lari dariku?” Sagara menunduk lebih dekat, bibirnya me lu mat kasar bibir Alika.

“Mph!” Alika memberontak.

“Kamu pikir bisa mempermainkan aku seperti ini? Tidak! Aku tidak akan membiarkan itu terjadi.”

Alika berusaha keras untuk mengumpulkan sisa tenaganya. Tangannya mencoba mendorong Sagara sekali lagi, namun hasilnya tetap sama, sia-sia.

“Sudah saya katakan hiks... Saya bukan dia... tolong menjauh dari atas tubuh saya…” isaknya.

Suara kecil gadis itu hilang begitu saja, tenggelam dalam deru nafas Sagara yang semakin berat.

Malam itu terasa tak berujung bagi Alika, sebuah malam kelam yang mungkin akan menghantui dirinya untuk waktu yang lama.

Seluruh kekuatan Sagara yang didorong oleh kemarahan dan alkohol, mengalahkan setiap pertahanan Alika. Jeritannya, permintaannya, semuanya menguap begitu saja, tidak didengar dan tidak dihiraukan.

Hingga akhirnya, semuanya menjadi gelap. Rasa sakit itu memudar saat tubuh Alika menyerah pada rasa lelah. Tangisnya terhenti, dan ia hanya bisa menatap langit-langit kamar itu dengan tatapan kosong.

“Ayah, maafkan aku... aku sudah tidak suci lagi hiks…” gumamnya sebelum kedua mata itu terpejam.

Bab. 03 Salah Kamar?

“Shh, sakit sekali…” Alika menyentuh kepalanya yang terasa berat. Matanya perlahan terbuka dengan pandangan sedikit kabur.

Sinar matahari pagi menembus celah-celah tirai kamar, menyentuh wajah Alika yang terbaring lemah di atas ranjang. Alika mengerjap beberapa kali, berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya yang menyilaukan.

Sesaat, pikiran gadis itu kosong. Tubuhnya terasa pegal dan ada rasa sakit yang menyusup di beberapa bagian tubuhnya. Kesadaran mulai kembali ke dalam benaknya.

Alika menoleh ke samping, dan saat itulah dia membulatkan kedua mata. Di sebelahnya, seorang pria berbaring. Pria asing yang semalam sudah merenggut mahkotanya.

“Ini... ini nggak mungkin! Jadi semalam bukan mimpi?” Alika panik.

Nafasnya tertahan dan jantungnya berdebar kencang. Apa yang sebenarnya terjadi? pikirnya dengan tubuh gemetar.

Ingatan-ingatan samar dari malam sebelumnya mulai muncul. Rasa sakit, suara berat pria asing dan perlawanan Alika yang tak berguna. Segalanya terasa seperti mimpi buruk yang nyata. Tubuhnya tiba-tiba bergetar hebat. Kirana merasa mual hanya dengan memikirkannya saja.

Tanpa berpikir panjang, Alika berusaha bangkit dari tempat tidur. Kakinya lemas, tapi dia harus segera keluar dari kamar ini, dari tempat ini, dari pria itu.

“Aku harus pergi sekarang juga!” gumam Alika dalam hati.

Ia segera memakai pakaiannya dan mengambil tas kecil yang berada di atas kursi di samping tempat tidur, kemudian mengarah ke pintu. Namun, tepat saat tangannya meraih gagang pintu, suara berat yang familiar terdengar dari belakang.

“Mau pergi kemana kamu?” Sagara bangun, duduk dengan tubuh setengah te lan jang di atas tempat tidur. Pria itu menatap Alika dengan tatapan tajam. “Setelah berhasil mengambil kesempatan tidur bersamaku, kamu berniat kabur, begitu? Licik sekali!”

Tubuh Alika mematung di tempat. Dia berbalik perlahan, dengan nafas tertahan.

“Apa anda bilang? Mengambil kesempatan?” Alika menggigit bibir bawahnya sendiri. Tak mengerti dengan maksud ucapan pria ini.

Bukankah disini Alika yang dirugikan? Kenapa pria asing ini malah menuduhnya?

“Oh aku tahu.” Sagara melangkah, mendekati Alika. Mengungkung tubuh mungil gadis itu hingga terpojok ke belakang pintu. “Kamu ingin berpura-pura sok jual mahal, padahal kamu sedang berencana untuk memeras ku kan?”

“T—tidak untuk apa saya melakukan hal kotor seperti itu.”

“Tinggal mengaku saja apa susahnya!” bentak Sagara.

“Untuk apa saya mengaku, karena memang saya tidak punya pikiran seperti itu.” Alika mendorong pundaknya. “Minggir! Saya harus pergi,” ujarnya dengan bibir bergetar.

Alika tidak tahu bagaimana harus menjelaskan pada pria menyebalkan ini. Hanya ada satu hal yang ingin ia lakukan sekarang. Pergi secepat mungkin dari hadapannya.

Sagara menyipitkan matanya. “Pergi? Setelah semua yang kamu lakukan?” Ia mendengus sinis. “Kamu pikir aku sebodoh itu? Kamu menjebak ku!” tuduhannya menusuk telinga Alika seperti belati tajam.

Alika terperangah. “Tidak... itu tidak benar! Saya–”

Sagara langsung memotong ucapan Alika. Mencengkram dagu gadis itu dengan kasar.

“Jangan coba-coba berdusta di depanku. Kamu pikir aku tidak tahu permainan wanita licik seperti kamu? Kamu sengaja datang ke sini, mencoba mengambil keuntungan dari kelemahanku. Apa kamu pikir aku akan bertanggung jawab?!”

Mata Alika mulai berkaca-kaca. Ia benar-benar tidak tahu bagaimana cara menjelaskan semuanya. Karena ia juga dijebak. Hatinya pun perih mendengar kata-kata pria itu. Bagaimana bisa dia dianggap sebagai gadis licik yang sengaja menjebaknya?

“Tidak... saya tidak pernah bermaksud begitu,” ucap Alika. “Saya benar-benar tidak tahu apapun. Saya hanya disuruh oleh kakak saya untuk datang ke hotel ini dan ternyata saya salah masuk kamar!”

Sagara nampak tak percaya. Dia mendekat, mengikis jarak di antara mereka.

“Salah masuk kamar? Kamu pikir aku akan percaya dengan omong kosong itu? Katakan, siapa yang sudah menyuruhmu datang ke sini?”

Alika menelan ludahnya, takut melihat amarah yang semakin jelas di wajah Sagara.

“Kakak saya yang menyuruhku ke sini. Saya hanya mengikuti perintah. Saya tidak tahu kenapa saya harus ke hotel ini…”

“Kakakmu?” Sagara menyipitkan matanya, mencoba mencari kebohongan dari mata Kirana.

Meski pikirannya masih kacau, ada sesuatu dari cara bicara gadis itu yang terasa berbeda. Kepolosan di wajah gadis itu, ketakutannya yang tampak nyata, membuat Sagara sedikit merasa ragu pada tuduhannya sendiri.

“Kenapa harus kamarku? Ada banyak kamar lain, kenapa harus kamar ini hah!” desak Sagara.

“Saya tidak tahu, Tuan, sungguh! Berapa kali saya harus menjelaskan pada anda? Saya sepertinya salah masuk kamar. Dan saya benar-benar tidak tahu ini kalau ini kamar anda!” Alika berseru putus asa. Air matanya mulai mengalir di pipinya. Ia benar-benar menjadi serba salah pada pria keras kepala ini.

Apa mungkin bukan kamar 69 melainkan 96? Karena cepat-cepat, kemarin Alika tidak melihatnya lagi dengan teliti.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!